BAB I
EXECUTIVE SUMMARY
1
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
2
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
BAB II
GEOLOGICAL FINDING AND REVIEW
3
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
4
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
A. Siklus 1
Siklus sedimentasi ini terdiri dari Formasi Sujau, Mangkabua, dan
Seilor, yang terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Danau atau
Sembakung dengan lingkungan pengendapan littoral – laut dangkal berumur
Eosen Akhir – Oligosen Awal (Biantoro et al., 1996; Hidayati et al., 2007).
Siklus sedimentasi ini diakhiri oleh proses pengangkatan dan vulkanisme.
B. Siklus 2
Siklus sedimentasi yang kedua dimulai dengan diendapkannya
Formasi Tempilan secara tidak selaras di atas Formasi Mangkabua.
Kemudian terjadi transgresi regional yang diikuti oleh pengendapan Formasi
Tabalar secara selaras di atas Formasi Tempilan dan secara lokal diendapkan
tidak selaras di atas Formasi Seilor. Formasi Tabalar berangsur berubah
menjadi Formasi Birang pada cekungan bagian selatan dan menjadi Formasi
Mesalai atau Naintupo pada cekungan bagian utara.
C. Siklus 3
Siklus ini dimulai proses pengendapan deltaik yang berprogradasi
dari barat – timur. Pada cekungan bagian selatan, siklus ini dimulai dengan
pengendapan Formasi Latih secara tidak selaras di atas Formasi Birang, yang
diikuti oleh pengendapan Formasi Menumbar secara selaras di atas Formasi
Latih dan secara tidak selaras di atas Formasi Birang pada Subcekungan
Muara. Pada cekungan bagian utara, siklus ini menghasilkan Formasi Meliat,
Tabul, dan Santul yang terendapkan pada fase regresi lingkungan deltaik –
transisi.
D. Siklus 4
Pada siklus ini diendapkan Formasi Sajau secara selaras di atas
Formasi Menumbar, sedangkan Formasi Tarakan menindih secara tidak
selaras formasi yang lebih tua. Formasi Sajau terdapat pada Subcekungan
Muara dan berubah menjadi Formasi Domaring ke arah barat. Formasi
5
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
6
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
E. Siklus 5
Pada siklus ini diendapkan Formasi Bunyu secara tidak selaras di atas
Formasi Tarakan. Formasi Bunyu diendapkan pada lingkungan upper
deltaicplain – fluvial dan pada lingkungan non-deltaic akan terendapkan
Formasi Waru.
2.3. Struktur Geologi Regional
Pola struktur dan perkembangan tektonik selama Zaman Tersier di
Kalimantan diwarnai dengan pembentukan cekungan sedimentasi, kegiatan
magmatik serta deformasi yang didominasi dan bersumber dari gerak-gerak
lateral melalui sesar-sesar yang umumnya merupakan pengaktifan kembali
sesar-sesar tua yang terdapat dalam batuan dasar (Asikin, 2002).
Secara umum struktur geologi Cekungan Tarakan (Gambar 2.3)
dikontrol oleh pola sesar yang berarah relatif timurlaut - baratdaya dan pola
lipatan dengan arah umum baratlaut – tenggara. Struktur tersebut terbentuk
akibat ekstensi pada umur Eosen – Miosen Awal dan tereaktivasi akibat
kompresi selama Miosen Tengah – sekarang.
2.4. Sejarah Tektonik
Pembentukan Cekungan Tarakan dan proses pengendapan pada
cekungan ini tidak terlepas dari gejala tektonik yang ada. Secara umum,
sejarah tektonik cekungan ini dapat dibagi menjadi 3 fase selama Tersier –
Kuarter, yaitu Eosen Tengah – Miosen Tengah, Miosen Tengah – Pliosen,
dan Pliosen – Resen. Berikut ini adalah sejarah tektonik dari Cekungan
Tarakan dari tua – muda berdasarkan Lentini and Darman, 1996.
A. Eosen Tengah – Miosen Tengah
Pada akhir Eosen Tengah, dimulai pembentukan cekungan yang
bersamaan dengan pembentukan Laut Sulawesi akibat proses pemekaran
antara Sulawesi bagian barat dan utara dengan Kalimantan bagian timur
(Hamilton, 1979 op. cit. Lentini and Darman, 1996). Ekstensi dan penurunan
7
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
cekungan dimulai. Pada Eosen Tengah – Akhir dan berhenti pada Miosen
Tengah (Burollet and Salle, 1981 op. cit. Lentini and Darman, 1996;
Situmorang, 1983 op. cit. Lentini and Darman, 1996).
Fase tektonik ekstensi ini membuka Cekungan Tarakan ke arah timur,
yang diindikasikan oleh kehadiran blok sesar enechelon dengan kemiringan
ke arah timur. Pembukaan dari Laut Sulawesi ini diinterpretasikan
berhubungan dengan peristiwa tektonik yang sama dengan tektonik yang
membuka Laut Cina Selatan (Rangin, 1991 op. cit. Lentini and Darman,
1996).
B. Miosen Tengah – Pliosen
Cekungan Tarakan pada umur ini secara tektonik lebih stabil dengan
sedimentasi deltaik dari barat menuju timur (Lentini and Darman, 1996).
Selama fase ini, kombinasi antara penurunan cekungan dan sesar tumbuh
menciptakan ruang akomodasi untuk pertambahan volume dari endapan
deltaik (Lentini and Darman, 1996). Namun, progradasi endapan deltaik dari
barat ke timur (Achmad and Samuel, 1984) menunjukkan adanya
peningkatan suplai sedimen dari Tinggian Kuching. Pengangkatan yang
menyebabkan terjadinya peningkatan suplai sedimen disebabkan akibat
kompresi.
C. Pliosen – Resen
Fase tektonik terakhir menghasilkan lipatan berarah relatif baratlaut
– tenggara. Lima lipatan utama, dari utara ke selatan urutannya adalah lipatan
Sebatik, Ahus, Bunyu, Tarakan, dan Latih. Struktur ini dibentuk akibat
kompresi yang berarah timurlaut – baratdaya.
2.5. Geologi Subcekungan Tarakan
Daerah penelitian terletak pada Subcekungan Tarakan, yang dibatasi
oleh Subcekungan Tidung di sebelah utara, Subcekungan Berau dan Muara
8
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
9
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
10
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
11
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
12
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
D. Traps
Sistem perangkap hidrokarbon yang terdapat di Cekungan Tarakan adalah
perangkap stratigrafi karena adanya asosiasi litologi batuan sedimen halus dengan
lingkungan pengendapannya delta. Namun pada umur Plio-Pleistosen, terjadi
tektonik yang memungkinkan terbentuknya struktur geologi dan dapat terjadi
perangkap hidrokarbon yang berhubungan dengan syngenetic fault dan struktur
antiklin.
E. Migrasi
Model migrasi yang terjadi di Cekungan Tarakan disebabkan oleh sesar
normal dan sesar naik serta perbedaan elevasi. Samuel (1980, dalam Indonesia
Basins Summaries 2006) menyebutkan bahwa migrasi hidrokarbon bekerja pada
blok-blok yang terbentuk Mio-Pliosen. Hal itu juga didukung dengan waktu yang
tepat proses pematangan hidrokarbon pada Miosen Akhir dari Formasi Tabul dan
Tarakan akibat intrusi batuan beku. Pematangan hidrokarbon terjadi pada
kedalaman 4300 m.
13
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
BAB III
FLUID DESCRIPTION
14
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
BAB IV
WELL COMPLETION
15
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
a. Formation Completion
Tujuannya adalah untuk mengalirkan fluida reservoir yang optimal ke
dalam lubang bor. Formation Completion terdiri atas:
1. Open hole Completion
Casing produksi dipasang di atas zona produktif dan zona produktif
dibiarkan terbuka terhadap lubang bor. Tipe komplesi ini sesuai untuk
formasi yang kompak.
2. Perforated Casing Completion
Casing produksi di semen hingga zona produktif, kemudian diperforasi
sehingga minyak dapat dialirkan ke permukaan. Komplesi ini dipakai pada
formasi patahan atau pada formasi yang kurang kompak.
3. Sand Exclusion Type Completion
Digunakan untuk sumur yang mempunyai masalah kepasiran dan formasi
produktif yang kurang kompak. Metode-metode umum yang digunakan
untuk menanggulangi masalah kepasiran adalah liner completion, gravel
pack completion yang biasanya dikombinasikan dengan screen liner dan
sand consolidation completion.
Gambar 4.1. Open Hole Completion Gambar 4.2. Cased Hole Completion
16
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
Rumus Archie :
Ro
F=
Rw
1
F= m
ϕ
Dengan Asumsi Rw = 0.027
Sehingga :
0.216
F=
0.027
F=8
1
F=
∅m
1
8=
0.28m
m=1.63
17
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
18
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
b. Tubing Completion
Tubing completion merupakan suatu completion dari rangkaian tubing
produksi pada suatu sumur yang digunakan untuk mengalirkan fluida produksi dari
dasar sumur ke permukaan. Tubing completion dapat dibagi menjadi tiga bagian
utama yaitu:
1. Single Completion
2. Multiple Completion
3. Commingle Completion
Well head Completion
Pemilihan metode well head completion dilakukan berdasarkan beberapa
faktor, seperti laju produksi fluida atau jumlah lapisan produktif, produktivitas
formasi dan tekanan reservoir.
4.2. Analisa Well Competion Sumur PIP-5 Layer U
Setelah dilakukan pemboran hingga mencapai kedalaman yang diinginkan
sumur dilakukan komplesi untuk merubah sumur pemboran menjadi sumur
produksi. Adapun tipe komplesi yang akan digunakan tergantung pada karakteristik
dan konfigurasi antara formasi produktif dengan formasi di atas dan di bawahnya,
tekanan formasi, jenis fluida, dan metode produksi.
Lithologi Sandstone
Porositas (%) 28
19
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
Formation Completion
Untuk formation completion pada pada layer U diterapkan cased hole
completion dengan pembuatan lubang perforasi menggunakan bullet perforator
(bila syarat formasinya dipenuhi misalnya formasinya tidak terialu keras dan sumur
tidak mempunyai casing yang berlapis-lapis). Layer U memiliki porositas yang
cukup tinggi yaitu sebesar 28% dengan lithology batupasir, hal tersebut menjadi
indikasi kemungkinan terjadinya masalah kepasiran, yaitu ikut terproduksi pasir
melewati batas maksimal toleransi produksi pasirnya, hal tersebut dapat dicegah
dengan menggunakan screen liner dan gravel pack.
Tubing Completion
Untuk tubing completion digunakan single tubing completion, dimana
hanya menggunakan satu tubing dan menggunakan permanent packer karena hanya
terdapat satu zona produktif pada kedalaman 1787,8-1799,4 m.
Wellhead Completion
Pada layer U lithology batuannya merupakan batu pasir dengan porositas
yang tinggi, hal ini mengindikasikan ikut terproduksinya pasir yang bersifat
abrasive terhadap logam, sehingga pemilihan jenis wellhead lebih focus terhadap
pemilihan bahan yang tahan dengan sifat abrasive dari pasi
20
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
BAB V
PRODUCTION ASPECT
21
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
(Sumber:
Berdasarkan hasil screening criteria tersebut, metode artificial lift yang sesuai
adalah intermittent gas lift. Berikut adalah faktor-faktor dalam pemilihan metode
artificial lift dengan intermittent gas lift:
1. Gas Oil Ratio (GOR)
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan data tes produksi pada sumur
PIP-5, didapatkan nilai GOR sebesar 11.353 scf/STB. Nilai GOR yang
tinggi tersebut menjadi acuan dalam pemilihan metode artificial lift gas lift
karena pasokan tergolong sangat banyak, sehingga memungkinkan untuk
penginjeksian gas.
22
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
23
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
Berdasarkan Gambar 5.3., dilakukan injeksi gas dengan berbagai rate dari
0,001 – 0,5 MMSCFD pada Pso sebesar 300 psia. Saat menginjeksi gas sebesar
0,001 MMSCFD, laju produksi fluida awalnya naik dari 510,9116 STBD menjadi
511,0068 STBD. Kemudian, pada range injeksi gas 0,02-0,03 MMSCFD mulai
terlihat jelas bahwa laju produksi fluida semakin berkurang dari 511,0068 STBD
24
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
menjadi 510,1727 STBD. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi slippage pada gas
karena kandungan gas terlalu banyak, sehingga laju fluida semakin berkurang.
• Sensitivity Injeksi Gas dengan Pso = 350 psia
Pada Gambar 5.4., dilakukan penginjeksian gas pada sumur PIP-5 dengan
Pso yang lebih besar, yaitu 350 psia. Namun, grafik tersebut menunjukkan hasil
yang sama seperti injeksi gas pada Pso = 300 psia. Laju produksi fluida yang tetap
menurun menunjukkan bahwa metode artificial dengan gas lift bukanlah metode
yang sesuai untuk digunakan pada sumur PIP-5.
25
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
menunjukkan bahwa kurva inflow tidak berpotongan dengan kurva outflow yang
berarti metode artificial lift dengan ESP pada sumur PIP-5 tidak compatible.
• Metode Natural Flow dengan Sensitivity Tubing
26
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
Untuk kasus pada sumur PIP-5, kami memilih jenis Flow Correlation Duns
& Ros. Menurut screening criteria pada berbagai macam Flow Correlation, sumur
PIP-5 sangat sesuai dalam menggunakan Duns & Ros Correlation berdasarkan
ukuran tubing, jumlah fasa fluida dan data yang diperhitungkan. Pada Duns & Ros,
jenis pola aliran ikut diperhitungkan. Hal ini sangat penting untuk mengetahui jenis
pola aliran yang tepat untuk sumur PIP-5, sesuai dengan gambar berikut:
Pada Gambar 5.8., terlihat beberapa macam jenis pola aliran dan menurut
hasil perhitungan (terlampir), jenis pola aliran pada sumur PIP-5 merupakan aliran
mist flow. Sesuai dengan hasil yang diperoleh, yaitu NLv sebesar 1,292514 dan NGv
sebesar 562, 9161. Hal ini menunjukkan bahwa sumur ini tidak sesuai memakai gas
lift karena alirannya sudah menyerupai uap, sehingga liquid tidak dapat terangkat
karena massa gas terlalu banyak sehingga gas akan naik terlebih dahulu.
Sedangkan, pola aliran yang sesuai untuk gas lift adalah bubble flow, dimana laju
alir gas dan liquid selaras sehingga gas mampu mengangkat liquid ke permukaan.
27
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
1. Flowline
Setelah sumur melewati wellhead, fluida produksi akan dialirkan dari
wellhead menuju manifold. Jenis flowline yang digunakan adalah flowline dari
manufaktur Hunan Great Steel Pipe dengan outer diameter (OD) sebesar 4,5”,
inner diameter (ID) sebesar 3,905”, dengan bahan API 5L dengan standar ASTM
sepanjang 7950 meter atau 26083,95 ft. Berdasarkan hasil perhitungan kehilangan
tekanan dalam aliran pipa alir (flowline) sebesar 0,001 psi/ft dengan panjang pipa
alir sebesar 26083,95 ft sehingga didapatkan kehilangan tekanan dalam pipa alir
sebesar 26,663 psi dan tekanan inlet pada manifold sebesar 63,3366 psi. Pada
flowline ditambahkan isolator untuk mencegah kehilangan temperature dalam pipa.
28
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
29
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
3. Separator
Separator adalah suatu alat yang dipergunakan untuk memisahkan minyak
dari air atau gas. Cara kerja dari separator tersebut yaitu dengan gaya pemisahan
fluida dengan densitas, dimana fluida yang lebih berat akan berada di bagian bawah
sedangkan fluida yang lebih ringan akan berada pada bagian atas. Separator terbagi
berdasarkan jenis, tekanan kerja, fasa pemisahannya.
Pada sumur PIP-5, jenis separator yang digunakan adalah separator
horizontal karena GOR pada sumur PIP-5 tergolong tinggi >10.000 scf/STB. Selain
itu, separator horizontal lebih murah dibandingkan separator vertical, serta
separator ini juga memang dinilai ekonomis untuk fluida yang mempunyai GOR
tinggi. Separator yang digunakan pada sumur PIP-5 merupakan separator
multistage dengan tekanan 400 psia untuk HP separator dan 200 psia untuk LP
separator.
4. Gas Scrubber
Gas scrubber adalah peralatan yang berfungsi untuk membersihkan gas dari
sisa-sisa minyak dan air yang berasal dari separator. Gas scrubber digunakan untuk
meyakinkan bahwa gas tidak mengandung material atau liquid yang dapat merusak
peralatan, sehingga scrubber harus dipasang untuk melindungi peralatan seperti
kompresor dehrydator, sweetener, matering, dan regulator.
30
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
31
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
6. Oil Skimmer
Oil Skimmer adalah alat yang digunakan untuk memisahkan partikel cair
yang berada diatas cairan lain atau cairan yang mengambang dikarenakan cairan
tersebut tidak homogen dan yang sering kita temui adalah cairan minyak yang
mengambang di atas cairan air dan sering juga disebut oil separator. Alat ini cukup
efektif untuk memisahkan minyak dengan air dimana jenis dari oil skimmer ini
bermacam – macam.
7. Gas Dehydrator
Gas Dehydrator Unit berfungsi untuk memisahkan partikel air yang masih
terbawa pada gas. Dalam pemisahannya, digunakan TEG (triethylene glycol)
sebagai agent penyerapan partikel air dalam gas nya.
32
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
8. Heater Treater
Setelah minyak melawati FWKO dan Oil Skimmer, minyak dialirkan
menuju stasiun pemisahan terakhir yaitu Heater Treater. Heater Treater
merupakan salah satu peralatan dari fasilitas produksi yang berfungsi untuk
memecahkan emulsi air dengan minyak dengan metode pemanasan. Emulsi
merupakan peristiwa tercampurnya dua zat fluida yang tidak saling campur dalam
keadaan normal. Dalam industri perminyakan emulsi dapat terjadi antara minyak
dengan air. Emulsi minyak dan air perlu dipecahkan sebelum fluida hidrokarbon
dialirkan ke fasilitas penampung untuk mengurangi kandungan air yang terdapat
dalam minyak.
9. Sulphur Removal
Sulphur removal merupakan suatu peralatan yang digunakan dalam fasilitas
produksi yang digunakan untuk membersihkan gas yang sudah melawati separator
dan gas scrubber dari zat pengotor sulfur. Sulfur sangat penting untuk dipisahkan
dari gas sebelum gas di alirkan kepada konsumen pembeli gas. Perusahaan pembeli
gas tidak menginginkan gas yang dibeli mengandung zat pengotor sulfur, karena
selain mengurangi konsentrasi gas yang dibutuhkan, zat pengotor sulfur juga dapat
merusak fasilitas produksi.
33
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
34
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
Berdasarkan jenisnya, storage tank terdiri atas fixed roof tank, floating roof tank,
dan spherical tank. Pada sumur PIP-5 digunakan storage tank jenis fixed roof tank.
Fixed toof tank merupakan tangki dengan konfigurasi atapnya bersatu dengan
dinding shell-nya. dari bentuk roof-nya dapat berbentuk cone atau dome (kubah).
Sumur PIP-5 menggunakan tangki ini karena minyak yang terproduksikan memiliki
derajat API sebesar 22,42 °API (minyak berat) yang mana minyak jenis ini tidak
mudah menguap, sehingga tidak membutuhkan atap yang berpisah dari shell-nya.
35
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan data °API sebesar 22,42 °API, minyak yang terkandung
dalam reservoir sumur PIP-5 merupakan minyak berat. Produksi
optimum pada sumur berdasarkan perpotongan inflow sumur dan
outflow sumur sebesar 510,9116 STB dengan metode produksi natural
flow.
2. Setelah dilakukan simulasi optimasi sumur menggunakan artificial gas
lift menggunakan software pipesim 2017, Saat menggunakan Pso
sebesar 300 psia laju produksi turun dari 510,9116 STBD menjadi
510,1727 STBD, saat menggunakan Pso sebesar 350 psia laju produksi
menunjukan hasil yang sama saat menggunakan Pso 300 Psia.
3. Apabila menggunakan artificial lift (gas lift), terjadi slippage, yaitu
kandungan gas yang melebihi batas wajar sehingga justru terjadi
penurunan laju produksi.
4. Jenis flowline yang digunakan adalah flowline dari manufaktur Hunan
Great Steel Pipe dengan outer diameter (OD) sebesar 4,5”, inner
diameter (ID) sebesar 3,905”, dengan bahan API 5L dengan standar
ASTM sepanjang 7500 meter atau 26083,95 ft
5. Jenis separator yang digunakan adalah separator jenis horizontal
karena keefektifannya apabila diterapkan pada sumur yang memiliki
GOR yang tinggi.
6. Jenis storage tank yang digunakan adalah jenis fixed roof tank
berdasarkan minyak yang terproduksi merupakan minyak berat dengan
36
SHELL INDONESIA
LAPORAN OPTIMASI PRODUKSI DAN
PERENCANAAN SURFACE FACILITIES PADA
SUMUR PIP-5, LAPANGAN APUS-APUS,
KALIMANTAN UTARA
6.2. Saran
Berdasarkan hasil simulasi optimasi sumur menggunakan metoda artificial
lift gas lift dengan simulasi software PIPESIM 2017 menunjukan perubahan laju
produksi yang tidak signifikan dan cenderung menurun, sehingga kami
merekomendasikan sumur PIP-5 diproduksikan tetap menggunakan metode natural
flow, serta dapat dioptimasi dengan melakukan workover dengan cara penggantian
tubing menjadi 2,992 in ID untuk memperbesar pressure loss pada tubing, supaya
Pwf-nya kecil, dan laju alir semakin meningkat. Berdasarkan sensitivitas yang yang
dicoba, penggantian tubing 2,992 in dapat menaikkan rate menjadi 536,6591
STBD.
37