Anda di halaman 1dari 2

Berkurangnya pendalaman atas pengetahuan

meningkatnya level academic degree atau keilmuan sesorang

Seringkali orang yang mendapatkan kabar verbal (via lisan,media) merasa lebih mengetahui/pintar
dan yakin, bahkan berani menghakimi, mungkin dia terlalu percaya terhadap pemberi kabar yang ia
nilai memiliki kualifikasi dan kompetensi, sehingga ia lupa akan prosedur kebenaran yang termaktub
dalam al-Qur’an itu tidak stagnan hanya pada level berbasis keyakin, karena hal demikian itu baru
masuk pada level I (yaqin).

Jika ia tergolong orang arif lagi bijak, maka ia tidak akan mudah terinfeksi total informasi. Karena orang
arif nan bijak akan berusaha keras untuk terus melewati estafet keilmuan yaitu memasuki ranah “ainul
yaqin” bisa melalui prosedur mengumpulkan sumber data2 kualitatif dan kuantitatif, itupun tidak
bersumber hanya dari data2 internal (subjektif) saja, kemudian menganalisis kualitas dan ketepatan
data2 analisanya untuk menguji materi atas validasi kabar verbal yang ia dapati. Kemudian ia tidak
berhenti pada perempatan jalan itu, namun ia akan terus berusaha untuk beranjak sampai pada level
III (haqul yaqin) musyahadah dan muayyanah benar2 bercampurnya ilmu dan hikmah.

DEFISITNYA HUSNUDZAN ORANG AWAM & DEFISITNYA ADAB ORANG BERILMU

“Akhlaknya Orang Berilmu adalah Cerminan Ilmunya Orang yang Berakhlak”

Kekacauan komunikasi sosial di era kita saat ini tidak sedikit disebabkan oleh su’udzannya
orang awam dan defisitnya adab orang berilmu. Penuh curiga, mudah mencela dan suka
menghina seringkali menjadi makanan primer bagi keduanya. Orang awam lupa diri akan
minus kualitas pengetahuan dirinya dan orang berilmu lupa bahwa adab/akhlak merupakan
parameter akhir yang menjadi ukuran ketinggian ilmunya.

Bukankah adab terbentuk dari unsur-unsur ilmu? sehingga dalam kerangka epistimologis
perihal pantas dan benar tidaknya sesuatu itu ditimbang dari ilmu. ilmu sebagai kausal untuk
eksistensinya adab, namun dalam tataran Aksiologis, peran adab merupakan parameter akhir
ukuran ketinggian ilmunya orang berilmu.

Husnudzon menumbuhkan cinta dan Su’udzan membuahkan benci dan luka.


membencilah dengan ilmu, mencintalah dengan ilmu maka kelak kita akan tahu layakkah kita
memiliki itu.

dan menghakimi orang2 yang memiliki kuaalitas keilmuan dan spiritual matang.
Modal terbaik pertama bagi orang awam adalah husnudzon, karena ia tidak/belum memiliki
akses untuk menerjemahkan Bahasa orang yang lebih tinggi darinya.

Adab Orang Yang Berilmu, Ilmu Orang Yang Beradab

Seorang junior, ketika mengikuti perkaderan bertanya kepadaku, tentang eksistensi.

beliau bertanya, “mana yang lebih dahulu hadir, adab ataukah ilmu?”.

dalam konteks operasional, mana yang lebih utama, antara akal ataukah ilmu.

berbicara eksistensi, sesuatu itu langgeng dan bermula terkait hukum kausalitas, adab terbentuk
dari unsur-unsur ilmu sehingga pantas tidaknya dalam kerangka epistimologis ditimbang dari
ilmu. ilmu sebagai kausal untuk adab, namun dalam tataran Aksiologis, adab merupakan
parameter akhir yang menjadi ukuran ketinggian ilmu seseorang..!secara teologis, Rasul diutus
Allah dalam rangka menyempurnakan -dalam konteks ini disamakan dengan akhlak-umat
manusia. apa yang terjadi sekarang saya pkir adalah resistensi dari ketimpangan psikis seorang
penuntut Ilmu. banyak dari orang-orang berilmu yang memiliki adab yang rendah tidak
mencerminkan ketinggian ilmunya. Syekh az-Zarnuji berkata dalam kitabnya Ta’lim
Muta’lim:

‫ان‬
ِ ‫ط‬َ ‫س ْل‬
ُ ‫ط ِام ْالدُّ ْنيَا َو ْالك ََرامةَ ِع ْندَ ْال‬
َ ‫ب ِح‬ َ ‫ص َّح ِة ْالبَدَ ِن َوالَيَ ْن ِو‬
َ ‫ي ِب ِه اِ ْقبَا َل الَّنا َ ِس َوالَا ْستِجْ َل‬ ِ ‫لى نِ ْع َم ِة ْال َع ْق ِل َو‬
َ ‫ش ْك َر َع‬
َ ‫وي ِب ِه ال‬َ ‫َويَ ْن‬
‫َو َغي ِْر ِه‬
“Seseorang yang menuntut ilmu haruslah di dasari atas mensyukuri nikmat akal dan kesehatan
badan. Dan dia tidak boleh bertujuan supaya dihormati manusia dan tidak pula untuk
mendapatkan harta dunia dan mendapatkan kehormatan di hadapan pejabat dan
lainnya.”ungkapan syeikh di atas setidaknya menunjukkan rasa kesadaran manusia sehingga
timbul sikap syukur, yang termanifestasi dalam sikap keikhlasan, yang pada akhirnya
membentuk karakter penuntut ilmu yang beradab atas dasar rasa syukur tersebut.dengan begitu
kita akan sepenuhnya mempercayai bahwa ilmu akan menghasilkan adab yang tinggi jika saja
menuntutnya dengan kesadaran dan kesyukuran.semoga semakin hari semakin bertambah
kaum Intelektual yang beradab!

membencilah dengan ilmu, mencintalah dengan ilmu maka kelak kita akan tahu layakkah kita
memiliki itu

Anda mungkin juga menyukai