PENDAHULUAN
Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan
terjadi pada embrio dalam kandungan dan oosit tidak akan berkembang menjadi
ovum sampai dimulainya masa pubertas. Pada masa pubertas, ovum yang sudah
matang akan dilepaskan dari sel folikel dan dikeluarkan dari ovarium. Proses
pelepasan dari ovarium disebut ovulasi. Sel ovum siap untuk dibuahi oleh sel
spermatozoa dari laki-laki, yang apabila berhasil bergabung akan membentuk zigot
(Wikipedia, 2011). Salah satu fungsi ovarium yaitu mengeluarkan hormon steroid
seperti estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini penting dalam proses pubertas
dan ciri-ciri seks sekunder wanita. Estrogen dan progesteron berperan dalam
persiapan dinding rahim untuk implantasi telur yang telah dibuahi, selain itu estrogen
dan progesteron juga berperan dalam memberikan sinyal kepada hipotalamus dan
androgen di jaringan lain juga memiliki arti klinis sesudah menopause dan sebagian
mensekresi progesteron dalam jumlah besar selama fase luteal dari siklus. Selain itu,
ovarium merupakan sumber testosteron dan androgen lain sebagai prekursor sintesis
dan DHEA sulfat. Adanya androgen sirkulasi dalam jumlah yang berlebihan akan
ovarium polikistik atau yang lebih dikenal dengan sebutan Polycystic Ovary
Sistem endokrin mensekresikan tiga jenis hormon yaitu polipeptida, amin dan
(Gary, 2005). Hormon steroid terbagi menjadi lima kelas yaitu testosteron
sebagai hormon steroid seks (Ruiz-Cortes, 2012). Salah satu enzim yang berperan
androgen menjadi estrogen (Santen et al., 2009). Enzim aromatase merupakan bagian
dari keluarga besar sitokrom P450. P450 aromatase dikode oleh gen CYP19 pada
kromosom 15. Enzim ini terletak pada retikulum endoplasma berbagai sel, terutama
sel granulosa ovarium, plasenta, sel sertoli, sel leydig, jaringan lemak dan berbagai
bagian dari otak seperti hipotalamus, amygdale dan hippocampus (Deladoey et al.,
1999).
Menurut Strauss (2008), kekurangan aktivitas aromatase menyebabkan
estrogen menurun, demikian juga terjadi pada tikus. Pengobatan terhadap infertilitas
bahwa estradiol valerat merupakan bentuk ester dari estradiol yang berperan sebagai
dan menurunkan aktivitas sel granulosa ovarium sehingga kadar estrogen alami
Terapi pengganti estrogen ditunjukkan pada sejumlah situasi klinis yang tingkat
dan perdarahan pada uterus. Terapi estrogen dapat mencegah ovulasi karena akan
(FSH) menurun maka folikel tidak terbentuk tapi folikelnya akan melekat di ovarium
aromatase di sel granulosa intra ovarium tikus sesudah pemberian estradiol valerat
belum ada penelitian yang mengkajinya. Pada penelitian ini akan mengkaji ekspresi
penelitian ini:
1. Apakah ekspresi gen CYP19 aromatase pada sel granulosa intra ovarium tikus
2. Apakah kadar testosteron ovarial tikus Sprague dawley lebih tinggi sesudah
estradiol valerat?
3. Apakah kadar testosteron serum tikus Sprague dawley lebih tinggi sesudah
estradiol valerat?
4. Apakah kadar estrogen ovarial tikus Sprague dawley lebih rendah sesudah
estradiol valerat?
5. Apakah kadar estrogen serum tikus Sprague dawley lebih tinggi sesudah
estradiol valerat?
I.3. Tujuan Penelitian
2. Tujuan khusus:
yang dioverektomi lebih tinggi akibat olah raga teratur (Purbasari et al.,
2010).
3. Pengaruh jamu terhadap faktor pertumbuhan saraf yang di induksi estradiol
4. Studi histokimia estradiol valerat yang diinduksi pada polikistik ovarium tikus
6. Ekspresi gen CYP19 aromatase di korteks adrenal tikus Sprague dawley yang
dioverektomi lebih tinggi akibat olah raga teratur (Asnawati et al., 2010).
Pada penelitian ini akan mengkaji ekspresi gen CYP19 aromatase di sel
granulose intra ovarium tikus Sprague dawley sesudah pemberian estradiol valerat.
khususnya tentang ekspresi gen CYP19 aromatase di sel granulosa intra ovarium