KASUS MEDIK
Deskripsi: Wanita 42 tahun, Os mengeluhkan BAB cair lebih dari 15x 1 hari SMRS, konsistensi
cair, dan berlendir, muntah (+) dialami os 5x, muntah apa yang dimakan/diminum, os juga
mengeluhkan pusing, ini dialami 1 hari SMRS, demam (-).
Tujuan: Mengenali dan memberikan penanganan pada Gastroenteritis Akut Tanpa Dehidrasi
BahanBahasan: □Tinjauan □Riset □Kasus □ Audit
Pustaka
Cara □Diskusi □Presentasidan Diskusi □ Email □Pos
Membahas:
Data Pasien: Nama: Umur: No. Reg: 55.01.67
Tn. YT 42 tahun
Nama RS: RSAL Dr. Komang Telp: - Terdaftar sejak :
Makes
1. Diagnosis / Gambaran Klinis: keluhan BAB dengan konsistensi cair lebih dari 15x
2. RiwayatPengobatan
Tidak jelas
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Pasien mengeluhkan BAB cair lebih daro 15 kali yang dialami os 1 hari sebelum masuk
RS, BAB berlendir (+), muntah (+), muntah apa yang dimakan/diminum, pusing (+), riw
demam (+)
4. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga memiliki keluhan yang sama
5. Riwayat Pekerjaan
Ibu rumah tangga
6. Lain-lain
Hasil Pembelajaran
1. Tanda dan Gejala GE Akut tanpa dehidrasi
2. Komplikasi GE Akut tanpa dehidrasi
3. Penatalaksanaan GE Akut tanpa dehidrasi dan Pencegahan Komplikasi
1. Subjektif
Pasien mengeluhkan BAB cair lebih daro 15 kali yang dialami os 1 hari sebelum masuk
RS, BAB berlendir (+), muntah (+), muntah apa yang dimakan/diminum, pusing (+), riw
demam (+)
2. Objektif
HasilPemeriksaan yang mendukung diagnosis Akut Abdomen.
A. Pemeriksaanfisik:
- Keadaan Umum: Sensorium Compos Mentis / sakit berat / gizi cukup
- Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90mmHg
Frekuensi Nadi : 65 x/menit, reg, t/v halus
Frekuensi Nafas : 28 x/menit, reg, torakal
Temperatur : 36,2ºC
I. Kepala
- Mata:Konjungitva Palpebra Inferior Anemis (-/-), Sklera Ikterik (+/+), Pupil
isokor Ø 3mm, Refleks Cahaya (+/+)
- Telinga / Hidung / Mulut: Dalam batas normal
II. Dada
- Inspeksi : Simetris kiri = kanan, normochest
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-) Vokal Fremitus Kanan = Kiri
- Perkusi : Sonor dikedua Lapangan Paru
- Aukultasi : Suara Pernafasan : Vesikuler kanan = kiri
Suara Tambahan : Tidak Dijumpai
III. Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : ukuran jantung normal
- Aukultasi : S1/S2 regular murmur (-)
IV. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), darm contour/stefung (-), cullen sign (-),
ikterik (-)
Palpasi : Defans Muskular (-) regio epigastrial s.d. peri umbilical,
Nyeri tekan epigastrial/Periumbilikal (-), nyeri lepas (-),
McBurney Sign (-)Rovsing Sign (-)
Perkusi : Timpani
Aukultasi : Peristaltik (+) meningkat
V. Ekstremitas
Akral dingin, edema pretibial (-)
VI. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
B. Pemeriksaan Penunjang:
- MCV 89 81-99
- MCH 31,0 27,0-31,0
- MCHC 34,2 31,0-37,0
- RDW 12,4 11,5-14,5
Hitung Jenis :
E/B/N/L/M - / - / 70,04 / 18,8 / 11,2 -
Ureum - 10-50
Kreatinin - 0,6-1,1
Amilase - 23-85
Lipase - 0-160
1. Assesment
A. Definisi dan Etiologi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dai
biasanya (normal 100-200 mlper jam tinja),dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair
(setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat. Menurut WHO
(1980), diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare terbagi
dua yaitu diare akut dan diare kronik.
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa
jam sampai 7 atau 14 hari.Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
B. ETIOLOGI
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare akut
dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan berat
badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut.
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria
atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas
lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering
ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC),
yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi
kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi
intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga
like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis
kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di
dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi
dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat
vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan
sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella
dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah
Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis
hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara
biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu
subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase,
meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida
pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan
CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan
protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan
sekresi klorida.
E. MANIFESTASI KLINIS
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.
Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha
tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal
dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus
ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan
pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab penyakit
dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus
biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan
dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja
berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien
dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang
spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan
kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan
pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi:
kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun
besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah
atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan
criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.
3.Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan, Hanya pada
keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada
sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat.
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk menentukan
diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya
darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya
leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain.
G. PENATALAKSANAAN
A. Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana
harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare
hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi
oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium
klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-
paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial
tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh
garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1
cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena
diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan
dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor
dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian
infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.
Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara :
BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Na = Kadar Natrium plasma normal; BW = Volume air badan normal, biasanya 60% dari berat
1 1
badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na = Kadar natrium plasma sekarang ; BW = volume
2 2
B. Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus
diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di
indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,,
leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
PENCEGAHAN
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah
dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari
toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah
pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian
khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan
untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air
yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit
sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak
menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan
makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan
vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam
tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk
digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin
tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin
parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua
hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
2. Plan :
Diagnosis : pasien masuk dengan GEA + Tanpad Dehidrasi, karena dari hasil anamnesis
didapatkan BAB encer yang frekuensinya sebanyak 10x dan muntah 4x. disimpulkan
tanpa dehidrasi karena dari derajat score dehidrasi pasien ini enam. Penanganan yang
dilakukan :
- IVFD RL 28 tpm makro drips
- Inj. Ondansentron 1amp/12jam/IV
- Lansoprazole 1 flc/24 jam/IV
- Sanmol 1gr/12jam/Drips
- Metronidazol 1 flc/8jam/IV
- Loperamid loading 2 tablet, 1 tablet tiap BAB maksimal 8 tablet per hari
Pendidikan
Kita menjelaskan terapi, prognosis dan komplikasi yang kemungkinan terjadi pada
penyakit ini
Konsultasi
Dijelaskan adanya indikasi rawat inap dan konsultasi dengan dokter spesialis interna
untuk penanganan lebih lanjut
Rujukan
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasaran yang lebih memadai
Daftar Pustaka :
a. Sylvia, AP dan Lorraine MW. dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 4. Jakarta: EGC. 1995. p.389-405.
b. Buku Ajar Ilmu Penyakt Dalam