Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi dapat diartikan sebagai upaya individu dalam menjaga
dan mempertahankan individu untuk tetap melakukan interaksi dengan orang
lain. Komunikasi merupakan komponen penting dalam keperawatan.
Komunikasi adalah suatu alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus
menerus (Nasir dkk, 2009). Maka komunikasi sangatlah penting sebagai
sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran
dan fungsinya dengan baik.
Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi
dengan klien, perawat diharapkan mampu menjadi “obat” secara psikologis.
Kehadiran dan interaksi yang dilakukan oleh perawat hendaknya membawa
kenyamanan dan kerinduan bagi klien (Mundakir, 2006). Oleh karena itu,
perawat memerlukan keterampilan khusus yang mencakup keterampilan
khusus yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal yang tercermin
dalam perilaku berkomunikasi secara terapeutik dengan orang lain (Sheldon,
2009). Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak hanya akan mudah dalam menjalin hubungan dan juga rasa percaya
dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah legal, serta mampu
meningkatkan citra profesi maupun citra daripada Rumah Sakit (Nasir dkk,
2009).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan
dilakukan dengan membantu proses pemulihan maupun penyembuhan klien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat
(Nunung, 2010). Cara efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan
bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dapat
dilakukan dengan komunikasi terapeutik, sehingga komunikasi harus
dikembangkan secara terus menerus. Hubungan antara perawat dengan klien
yang terapeutik dapat terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antar

1
kedua pihak (Stuart and Sundeen, 1998). Maka dari itu, dalam makalah ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai komunikasi terapeutik, dengan pokok
bahasan yang terdiri: dari pengertian, tujuan, dasar dan prinsip, teknik
komunikasi terapeutik, fase-fase komunikasi terapeutik perawat-klien, serta
hambatan dalam komunikasi terapeutik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komunikasi terapeutik?
2. Apa tujuan komunikasi terapeutik?
3. Apa dasar dan prinsip komunikasi terapeutik?
4. Apa saja teknik komunikasi terapeutik?
5. Bagaimana fase-fase komunikasi terapeutik perawat-klien?
6. Apa saja hambatan dalam komunikasi terapeutik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang dapat diambil dari rumusan masalah diatas
yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi terapeutik.


2. Untuk mengetahui tujuan komunikasi terapeutik.
3. Untuk mengetahui dasar dan prinsip komunikasi terapeutik.
4. Untuk mengetahui teknik komunikasi terapeutik.
5. Untuk mengetahui fase-fase komunikasi terapeutik perawat-klien.
6. Untuk mengetahui hambatan dalam komunikasi terapeutik.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Manfaat teoritis: Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah


wawasan tentang materi.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Mahasiswa
Mahasiwa dapat mengetahui dan memahami mengenai materi
Komunikasi Terapeutik.
b. Bagi Dosen

2
Dosen dapat menilai kinerja mahasiwa dalam pembuatan makalah
khususnya tentang materi Komunikasi Terapeutik, serta dosen dapat
memberikan materi bukan hanya dengan teori tetapi juga dengan
pemecahan masalah yang di tuangkan dalam bentuk makalah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Menurut Arwani (2003), komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang
bisa dikesampingkan namun harus direncanakan, disengaja dan merupakan
tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja
kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang
dan masalahnya.
Menurut Maulana (2007) komunikasi terapeutik adalah pengiriman
pesan antara pengirim dan penerima dengan interaksi di antara keduanya yang
bertujuan memulihkan kesehatan seseorang yang sedang sakit.
Uripni (2002) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatan
diputuskan untuk kesembuhan pasien.
B. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Maulana (2007) tujuan komunikasi terapeutik adalah
menegakkan hubungan terapeutik antara petugas kesehatan dan pasian/klien,
mengidentifikasi kubutuhan pasien/klien yang penting (clien-centered goal),
dan damenilai persepsi pasien/ klien terhadap masalahnya.
Menurut Setyohadi dan Kushariyadi (2011), komunikasi terapeutik
dilaksanakan dengan tujuan:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektifdan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya dalam hal
peningkatan derajat kesehatan.
4. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga
kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah klien.

4
C. Dasar dan Prinsip Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani (2005), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
1. Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang
saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip ”humanity
of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh
bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan
perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong
dengan kliennya tetapi lebih dari itu, hubungan antar manusia yang
bermartabat.
2. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai
karakter yang berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan
dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya, dan keunikan tiap individu.
3. Semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga
harga dirinya dan harga diri klien.
D. Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari
Stuart dan Sundeen (1998) yaitu:

1. Mendengarkan (listening): Mendengar (listening) merupakan dasar utama


dalam komunikasi terapeutik. Mendengarkan adalah proses aktif dan
penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan
yang diterima. Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk
berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama
mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien
dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan
tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat
mempunyai waktu untuk mendengarkan. Keterampilan mendengarkan
penuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara

5
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan
c. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan
kaki atau tangan
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan
umpan balik
f. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).
2. Bertanya: Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut
sering digunakan pada tahap orientasi:
a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat
bertanya perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara
langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan
non fasilitatif (non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah
atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian
terhadap klien Gerald, D dalam Suryani (2005).
b. Pertanyaan terbuka atau tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat
membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan
terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya
Antai-Otong dalam Suryani (2005). Pertanyaan tertutup (closed
question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang
singkat.
3. Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain
tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya

6
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan
tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala
seakan tidak percaya.
4. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan
klien maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien
dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan
ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau
memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien
(Keliat, Budi Anna dalam Suryani, 2005).
5. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya Gerald,d dan Suryani (2005). Dilakukan bila perawat ragu,
tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi,
informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-
pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa
yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi Gerald, D
dalam Suryani (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan,
karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami
klien.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong
dalam Suryani (2005). Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan
dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau
rasakan maka perawat dapat menjawab: bagaimana menurutmu? Dengan
demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga

7
dank lien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka
iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai
kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan
sebagai bagian dari orang lain.
7. Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada
klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien
pada pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani (2005). Metode ini
dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga
pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan
komunikasi klien pada pencapaian tujuan.
8. Diam (silence)
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada
perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan
Sundeen, dalam Suryani (2005).
9. Memberikan Informasi (informing)
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan
dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang
diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman
yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam
memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005).
10. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien
mengeksporasi point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama
saat mengakhiri pertemuan.
11. Mengubah Cara Pandang (reframing)

8
Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien
tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald. D
dalam Suryani (2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat
perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
12. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah
yang dialami klien, Antai-Otong dalam Suryani (2005) supaya masalah
tersebut bias diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk
mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
13. Membagi Persepsi (Sharing perception)
Stuart G.W. dalam Suryani (2005) menyatakan membagi persepsi (sharing
perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat
rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau
melihat ada perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari
klien.
14. Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya
untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan
Sundeen dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap
awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang
benar-benar dirasakan klien.
15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa
yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya.
Perawat lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan
diskusi/pembicaraan.
16. Humor
Sullivan dan Deane dalam Suryani (2005), melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan

9
perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya
untuk berkomunikasi dengan klien.
17. Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis
yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement
berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien
Gerald, D dalam Suryani (2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan
kata-kata ataupun melalui inyarat nonverbal.
18. Menawarkan Diri
Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara
verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya
dimengerti. Perawat menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons
yang diharapkan.
19. Memberikan Penghargaan
Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya,
menunjukan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai
klien dan keluarga sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
20. Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang
lain.
E. Fase-Fase Komunikasi Terapeutik Perawat-Klien

Menurut Arwani (2003) fase-fase dari komunikasi terapeutik adalah sebagai


berikut :
1. Orientasi (orientation) Hubungan yang terjadi masih dangkal dan
komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan
pasien.

10
2. Kerja (working) Perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi
tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi bekerja sama dengan
pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi
pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari 2 kegiatan pokok yaitu :
a. Menyatukan proses komunikasi dengan tindakan keperawatan.
b. Membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.
3. Penyelesaian (termination)
Perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah
dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling
menguntungkan dan memuaskan.
F. Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) hambatan kemajuan hubungan


terapeutik terapis-pasien terdiri atas hal-hal berikut:
1. Resisten.
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansietas yang dialaminya. Perilaku resisten ini biasanya ditujukan pasien
pada fase kerja, karena pads fase ini banyak berisi proses penyelesaian
masalah. Bentuk resisten:
a. Supresi dan represi informasi terkait,
b. Intensifikasi gejala,
c. Devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depan,
d. Dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba, tetapi hanya
kesembuhan bersifat sementara,
e. Hambatan intelektual,
f. Perilaku amuk atau tidak rasional,
g. Pembicaraan yang bersifat permukaan,
h. Muak terhadap normalitas,
i. Reaksi transferen.
2. Transferen.
Transferen merupakan reaksi tidak sadar di mana pasien mengalami
perasaan dan sikap terhadap terapis yang pada dasarnya terkait dengan

11
tokoh di dalam kehidupannya yang lalu. Ada dua jenis utama yaitu reaksi
bermusuhan dan tergantung.
3. Kontertransferen.
Kebutuhan terapeutik dibuat oleh terapis, bukan oleh pasien.
Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis
terhadap pasien yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapeutik
atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Untuk mengatasi hambatan
terapeutik terapis harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional
yang sangat kuat dalam konteks hubungan terapis-pasien untuk mengatasi
hambatan terapeutik. Terapis harus mempunyai pengetahuan tentang
kebutuhan terapeutik dan menggali perilaku yang menunjukkan adanya
kebutuhan tersebut. Klarifikasi serta refleksi perasaan dan isi dapat
digunakan agar terapis dapat lebih memusatkan pada apa yang sedang
terjadi.

12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Komunikasi terapeutik sebagai komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatan diputuskan untuk kesembuhan pasien. Tujuan
komunikasi terapeutik adalah menegakkan hubungan terapiotik antara petugas
kesehatan dan pasian/klien, mengidentifikasi kubutuhan pasien/klien yang
penting (clien-centered goal), dan dan menilai persepsi pasien/ klien terhadap
masalahnya. Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun
dan mempertahankan hubungan yang terapeutik: hubungan perawat dengan
klien, perawat harus menghargai keunikan klien, serta semua komuikasi yang
dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
Adapun teknik komunikasi terdiri atas: mendengarkan, bertanya, penerimaan,
mengulangi, klarifikasi, refleksi, memfokuskan, diam, memberikan informasi,
menyimpulkan, mengubah cara pandang, eksplorasi, membagi persepsi,
identifikasi tema, menganjurkan untuk melanjutkan pembicaraan, humor,
memberikan pujian, menawarkan diri, memberikan penghargaan, serta asertif.
Fase-fase komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien terdiri atas
orientasi, kerja, dan penyelesaian. Hambatan-hambatan dalam komunikasi
terapeutik diantaranya resisten, transferen, dan kontertranferen.
B. Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Komunikasi. Penulis
menyarankan materi-materi yang ada dalam tulisan ini dikembangkan lebih
lanjut agar dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan yang bermutu.
Demikianlah makalah ini penulis persembahkan, semoga dapat bermanfaat.

13
DAFTAR PUSTAKA
Arwani, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC
Maulana. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Surabaya:
Graha Ilmu.
Nasir, dkk. 2009. Komunikasi dalam Keperawatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Nunung, Nurhasanah. 2010. Ilmu Komunikasi dalam Konteks Keperawatan.
Jakarta: Trans Info Media.
Setyohadi dan Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Yogyakarta: Salemba Medika
Sheldon. 2009. Komunikasi untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3 alih bahasa
Achir Yani.S. Jakarta: EGC.
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik: teori dan praktik. Jakarta: EGC
Uripni, Lia. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC

14

Anda mungkin juga menyukai