Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hospitalisasi biasanya memberikan pengalaman yang menakutkan
bagi anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuannya
beradaptasi, sehingga timbul hal yang menakutkan. Semakin muda usia
anak dan semakin lama anak mengalami hospitalisasi maka dampak
psikologis yang terjadi salah satunya adalah peningkatan kecemasan yanng
berhubungan erat dengan perpisahan dengan saudara atau teman-temannya
dan akibat pemindahan dari lingkungan yang sudah akrab dan sesuai
dengannya (Whaley and Wong, 2001).
Bermain merupakan kebutuhan anak seperti halnya kasih sayang,
makanan, perawatan, dan lain-lainnya, karena dapat memberi kesenangan
dan pengalaman hidup yang nyata. Bermain juga merupakan unsur penting
untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental, sosial, kreativitas
serta intelektual. Oleh karena itu bermain merupakan stimulasi untuk
tumbuh kembang anak (Hidayat, 2008).
Terapi bermain adalah suatu bentuk permainan yang direncanakan
untuk membantu anak mengungkapkan perasaannya dalam menghadapi
kecemasan dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan
baginya. Bermain pada masa pra sekolah adalah kegiatan serius, yang
merupakan bagian penting dalam perkembangan tahun-tahun pertama
masa kanak-kanak. Hampir sebagian besar dari waktu mereka dihabiskan
untuk bermain (Elizabeth B Hurlock, 2000). Dalam bermain di rumah
sakit mempunyai fungsi penting yaitu menghilangkan kecemasan, dimana
lingkungan rumah sakit membangkitkan ketakutan yang tidak dapat
dihindarkan (Sacharin, 2003).
Anak-anak dapat merasakan tekanan (stress) pada saat sebelum
hospitalisasi, selama hospitalisasi, bahkan setelah hospitalisasi, karena
tidak dapat melakukan kebiasaannya bermain bersama teman-temannnya,
lingkungan dan orang-orang yang asing baginya serta perawatan dengan
berbagai prosedur yang harus dijalaninya terutama bagi anak yang baru
pertama kali di rawat menjadi sumber utama stress dan kecemasan /
ketakutan. Hospitalisasi merupakan masalah yang dapat menyebabkan
terjadinya kecemasan bagi anak. Dengan demikian berarti menambah
permasalahan baru yang bila tidak ditanggulangi akan menghambat
pelaksanaan terapi di rumah sakit (Carson, dkk, 2002).
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat
melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal,
mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif
terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan
bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit
(Wong, 2009).
Berdasarkan fenomena terjadi maka mahasiswa tertarik untuk
melakukan terapi acak balok.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain acak susun balok selama
40 menit, diharapkan kreativitas anak-anak berkembang baik, anak
merasa tenang dan senang selama berada di instalasi rawat inap anak
Rumah Sakit Achmad Mochtar, dapat bersosialisasi dengan teman
sebaya sesuai tumbuh kembang anak dan dapat membantu mengurangi
tingkat kecemasan atau ketakutan yang dirasakan oleh anak-anak
akibat hospitalisasi.
2. Tujuan khusus
Setelah mendapatkan terapi bermain acak susun balok diharapkan :
1) Anak mampu menyusun balok sesuai dengan harapan
2) Anak dapat meningkatkan kemampuan dan kreatifitasnya
3) Bisa merasa tenang dan senang selama berada di instalasi rawat
inap anak Rumah Sakit Achmad Mochtar
4) Anak dapat bersosialisasi dengan teman sebaya
5) Anak tidak cemas dan takut akibat hospitalisasi
6) Anak menjadi lebih percaya dan tidak takut dengan perawat
BAB II
DESKRIPSI KASUS

A. Konsep Dasar Bermain


Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan
salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena
hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi
tersebut sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain
untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat
koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental,
emosional dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan
kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di
rumah sakit (Wong, 2009).
Bermain juga merupakan setiap kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkannya dan dilakukan secara suka rela dan tidak
ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban serta tidak tergantung
kepada usia tetapi tergantung kepada kesehatan dan kesenangan yang
diperoleh.
Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang
merupakan salah satu intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan
atau mencegah kecemasan sebelum dan sesudah tindakan operatif .
Dengan demikian dapat dipahami bahwa didalam perawatan pasien anak,
terapi bermain merupakan suatu kegiatan didalam melakukan asuhan
keperawatan yang sangat penting untuk mengurangi efek hospitalisasi bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya ( Nursalam, 2005).
Terapi bermain ini berjutuan ntuk mempraktekkan keterampilan,
memberikan ekspresi terhadap pemikiran menjadi kreatif dan merupakan
suatu aktifitas yang memberikan stimulasi dalam kemampuan
keterampilan kognitif dan afektif (Anonim, 2010).
B. Klasifikasi Bermain
a. Berdasarkan Isi Permainan
1) Permainan Sosial-Afektif
Permainan ini membuat bayi merasakan kesenanga dalam
berhubungan dengan orang lain. Berbagai cara yang dilakukan orang
dewasa yang bisa membuat bayi berespon (seperti bicara, menyentuh,
mencium) membuat bayi segera belajar menstimulasi emosi dan
merespon orang tua dengan cara tersenyum, mengeluarkan suara,
memulai permainan, dan aktifitas.
2) Permainan Rasa-senang
Merupakan pengalaman stimulasi nonsosial yang muncul begitu saja.
Objek dalam lingkungan seperti sinar, warna, rasa, bau, dan tekstur
menarik perhatian anak, merangsang indra mereka dan memberikan
kesenangan. Pengalaman rasa senang berasal ari memegang bahan
mentah seperti air, gerakan tubuh seperti diayun, dan dari pengalaman
lain yang menggunakan indra dan kemampuan tubuh.
3) Permainan keterampilan
Bayi yang telah mampu menggenggam dan memanipulasi, mereka
akan menunjukkan dan melatih kemampuan yang baru mereka kuasai
secara terus-menerus dan berulang-ulang. Kemuadian anak akan
bertekad untuk berhasil menunjukkan keterampilan sulit yang
menimbulkan nyeri dan frustasi, misalnya belajar naik sepeda.
4) Perilaku unoccupied
Anak tidak bermain, tetapi memfokuskan perhatian mereka pada hal
yang menarik. Misalnya dengan melamun, memainkan pakian, atau
berjalan tampa tujuan.
5) Permainan dramatic (simbolik) atau pura-pura
Permainan ini dimulai pada usia bayi akhir (11-13 bulan) dan
merupakan permainan dominan pada anak usia prasekolah (3-6
tahun). Pada tahap ini anak mulai memaknai situasi, manusia, dan
dunia. Mainan anak, dan replica benda-benda dapat dijadikan sebagai
media untuk memerankan aktivitas orang dewasa misalnya
memerankan perang oarng-orang di rumahnya, berperan memakai
telepon, menaiki mobil-mobilan, bahkan bisa berkembang pada aspek
diluar rumah seperti memerankan peran guru, dokter, perawat dan
lain-lain. Aktitas orang dewasa yang mereka perankan terkadang
membuat mereka bingung dan stress. Anak yang lebih besar
menjalankan tema tertentu, memerankan sebuah cerita, dan menyusun
drama itu sendiri.
6) Permainan Game
Permainan yang dlakuakn seorang anak bisa sendirian saja ataupun
dengan orang lain. Aktifitas soliter mencangkup permainan yang
dimulai ketika anak yang masih sangat kecilberpartisipasi dalam
aktifitas repetitive dan berlanjut ke permainan yang lebih rumit yang
menatang keterampilan mendiri mereka, seperti menata Puzzle dan
bermain kartu. Anak yang sangat muda berpartisispasi dalam
permainan imitative sederhana seperi “petak umpet”. Anak prasekolah
belajarmenikmati permainan formal yang dimulai dengan permainan
pertahanan diri yang ritual dimainkan seperti permainan ring-a-rosy
and London Bridge. Anak prasekolah tidak terlibat dalam permainan
kompetitif sebab mereka tidak suka dengan kekalahan, akan curang
untuk mendat kemenangan, akan berusaha mengubah aturan main,
membuat berbagi pengecualian dan kesempatan untuk dirinya. Anak
usia sekolah menikmati permainan yang kompetitif seperti bermain
catur, dan baseball.

b. Berdasarkan Karakter Sosial Permainan


1) Permainan pengamat
Anak memperhatikan aktifitas dan interaksi anak lain dengan minat
aktif tampa terlibat dan berpartisipasi.
2) Permainan tunggal
Anak bermain sendiri dengan mainan yang berbeda dengan anak yang
lain ditempat yang sama. Mereka asik sendiri tampa berniat mendekati
atau berbicara dengan anak yang lain.
3) Permainan parallel
Anak bermain secara mandiri diantara anak-anak lain dengan mainan
yang sama. Mereka tampak kimpak, tetapi tidak saling
mempengaruhi, t idak ada assosiasi kelompok, dan tidak bermain
bersama
4) Permianan assosiatif
Anak bermain bersama, mengerjakan aktifitas serupa dan sama, tetapi
tidak ada organisasi, pembagian kerja, penetapan pemimpin, atau
tujuan bersama. Anak meminjam dan meminjami material permainan,
saling mengikuti dengan mengendarai wangon, dan sepeda roda tiga.
Kadang mengontrol siapa yang boleh bergabung dan siapa yang tidak
boleh bergabung dalam kelompok itu.
5) Permainan cooperative
Anak bermain secara berkelompok, mendiskusikan dan
merencanakan aktifitas untuk pencapaian akhir. Terdapat rasa saling
memiliki dan tidak memiliki yang nyata. Tujuan dan pencapaiannya
memerlukan pengorganisaian aktifitas, pembagian kerja dan peran
bermian.
C. Keuntungan Bermain
1. Anak-anak ‘terjaga’ ketika berhadapan dengan prospek ‘bermain’.
Mereka langsung terlibat dalam situasi sosial yang mengajarkan
keterampilan saat mereka sedang bersenang-senang. Mereka yang
akrab dengan unsur-unsur bermain seperti turn-taking, aturan
menjaga, menang, kalah dan ko’operasi.
2. Sementara anak-anak secara aktif terlibat dengan proses bermain
game, tantangan sosial dan emosional muncul saat mendidik ‘atau
krisis terjadi, sehingga memberikan pengalaman belajar bermakna
dengan segera.
3. Terapi bermain anak-anak dengan menyediakan lingkungan yang
aman untuk mempraktekkan keterampilan baru. Anak-anak merasa
santai dan arus diskusi mudah dalam pengaturan ini.
4. Pengamatan klinis dapat dilakukan dan ditarik kesimpulan tentang
anak-anak yang tidak meningkatkan penggunaan keterampilan
prososial setelah pembelajaran ekstra dan pemanduan praktek. Adanya
sindrom organik, masalah kesehatan mental atau masalah
perlindungan anak perlu diselidiki.

D. Fungsi Bermain
Menurut Suherman (2000), fungsi bermain diantaranya yaitu:
1. Perkembangan sensoris-motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik
merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain
aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
2. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama
mengenai warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek.
Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan
masalah.
3. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi
dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social damn belajar memecahkan masalah
dari hubunga tersebut.
4. Perkembangan kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur tingkah laku.
6. Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama
dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak
akan mendapat kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut
sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan
diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
7. Bermain sebagai terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor
yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
E. Kategori Bermain
a. Bermain aktif
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari
apa yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :
1) Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada
bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang berusaha
membongkar.
2) Bermain konstruksi (Construction Play)
Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi
rumah-rumahan.
3) Bermain drama (Dramatic Play)
Misal bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan
teman-temannya.
4) Bermain fisik
Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain.
b. Bermain pasif
Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat
dan mendengar. Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain
aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan
keletihannya.
Contoh: Melihat gambar di buku/majalah,mendengar cerita atau
musik,menonton televisi.
F. Tahap Perkembangan Bermain
1. Usia 0 – 12 bulan
Tujuannya adalah :
1) Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya
mengisap, menggenggam.
2) Melatih kerjasama mata dan tangan.
3) Melatih kerjasama mata dan telinga.
4) Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
5) Melatih mengenal sumber asal suara.
6) Melatih kepekaan perabaan.
7) Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.
Alat permainan yang dianjurkan :
1) Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
2) Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
3) Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
4) Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
5) Alat permainan berupa selimut dan boneka.
2. Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
1) Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
2) Memperkenalkan sumber suara.
3) Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
4) Melatih imajinasinya.
5) Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam
bentuk kegiatan yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
1) Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
2) Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.
3) Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir
yang tidak mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air),
balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku bergambar, kertas
untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.
3. Usia 25 – 36 bulan
Tujuannya adalah ;
1) Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
2) Mengembangkan keterampilan berbahasa.
3) Melatih motorik halus dan kasar.
4) Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal
dan membedakan warna).
5) Melatih kerjasama mata dan tangan.
6) Melatih daya imajinansi.
7) Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Alat permainan yang dianjurkan :
1) Alat-alat untuk menggambar.
2) Lilin yang dapat dibentuk
3) Pasel (puzzel) sederhana.
4) Manik-manik ukuran besar.
5) Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang
berbeda.
6) Bola.
4. Usia 32 – 72 bulan
Tujuannya adalah :
1) Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
2) Mengembangkan kemampuan berbahasa.
3) Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah,
mengurangi.
4) Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-
pura (sandiwara).
5) Membedakan benda dengan permukaan.
6) Menumbuhkan sportivitas.
7) Mengembangkan kepercayaan diri.
8) Mengembangkan kreativitas.
9) Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari,
dll).
10) Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan
kasar.
11) Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang
diluar rumahnya.
12) Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :
pengertian mengenai terapung dan tenggelam.
13) Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.
Alat permainan yang dianjurkan :
1) Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-
anak, alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air,
dll.
2) Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar
rumah.
5. Usia Prasekolah
Alat permainan yang dianjurkan :
a. Alat olah raga.
b. Alat masak
c. Alat menghitung
d. Sepeda roda tiga
e. Benda berbagai macam ukuran.
f. Boneka tangan.
g. Mobil.
h. Kapal terbang.
i. Kapal laut dsb

6. Usia sekolah
Jenis permainan yang dianjurkan :
1) Pada anak laki-laki : mekanik.
2) Pada anak perempuan : dengan peran ibu.

7. Usia Praremaja (yang akan dilakukan oleh kelompok)


Karakterisrik permainnya adalah permainan intelaktual, membaca,
seni, mengarang, hobi, video games, permainan pemecahan masalah.

G. Hal Yang Diperhatikan Dalam Aktifitas Bermain


 Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
 Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
 Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum
meningkat pada keterampilan yang lebih majemuk.
 Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain.
 Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.
BAB III

METODOLOGI BERMAIN

A. Deskripsi Bermain Acak Susun Balok

Balok adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh 6 persegi panjang,
dimana setiap sisi persegi panjang berhimpit dengan tepat satu sisi persegi
panjang yang lain dan persegi panjang yang sehadap adalah kongruen.
Bangun berbentuk balok dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari
seperti lemari, televisi, speaker maupun bus, terdapat 6 sisi yang berbentuk
persegi panjang yang membentuk balok.

B. Tujuan Bermain Acak Susun Balok

1. Tujuan Umum

Mengurangi kecemasan ataupun stres pada anak-anak selama di rumah


sakit

2. Tujuan Khusus

a. Anak dapat belajar dan memiliki kemampuan untuk menyatukan


sebuah bangunan

Dengan memilih acak susun balok anak dapat mengembangkan


kemampuan motorik halus pada tingkatan yang semakin baik, anak dapat
hampir menggunakan semua anggota tubuhnya ketika menyusun sebuah
pola, bentuk dan ruangan yang sulit dalam rangkaian penyususn balik
yang lebih rumit
C. Kriteria Peserta

Peserta pada terapi bermain ini adalah seluruh anak yang dirawat diruangan
rawat inap rumah sakit achmad mochtar bukittinggi yang memenuhi kriteria
anak yang mengikuti bermain.

1. Keadaan umum sedang

2. Anak usia 3-7 tahun

3. Anak yang tidak berpenyakit menular

4. Anak yang mau mengikuti terapi bermain

5. Tidak empunyai keterbatasan fisik

6. Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga

7. Pasien kooperatif

D. Strategi Bermain

1. Topik : Menyusun balok

2. Metode : Memperagakan dan mempraktekan kembali

3. Media dan Alat : Balok yang berisikan gambar anak-anak

4. Hari/tanggal : Kamis, 11 Januari 2018

5. Jam : 11.10 WIB

6. Tempat : Bangsal Anak RSAM Bukittinggi

7. Setting tempat
Keterangan:

: Pasien

: Orang Tua

: Fasilitator

: Leader

: Co-Leader

: Observer

E. Peran dan Tugas

Leader : Mika Herly

Co-Leader: Yolanda Putri d

Fasilitator : Ardiansyah Putra, Annisa Khaidir, Yendhika Ivo A, Wezi Yetri


Yenni, Refika Rahmi, Sesar Fauza Fatimah, Senci Napeli Wulandari

Observer : Gita Apri Lonia dan Sari Afma Yuliane

F. Pembagian Tugas

1. Leader
Menyampaikan tujuan dan peraturan kegiatan terapi bermain sebelum
kegiatan dimulai. Menjelaskan Kegiatan, mampu memotivasi anggota untuk
aktif dalam proses kegiatan bermain. Mampu memimpin Terapi bermain
dengan baik dan tertib, serta menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam
kelompok.

2. Co-Leader
Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas anak
dan mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang.
3. Fasilitator
Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung, memotivasi anak yang
kurang aktif, membantu leader memfasilitasi peserta untuk berperan aktif dan
memfasilitasi peserta.
4. Observer
Mengobservasi jalannya proses kegiatan, mencatat perilaku verbal dan non
verbal anak selama kegiatan berlangsung
G. Susunan Kegiatan Terapi Bermain

No. Terapis Waktu Subjek terapi


1. Persiapan 5 menit Ruangan, alat, anak
a. Menyiapkan ruangan
b. Menyiapkan alat-alat
c. Menyiapkan anak

2. Proses
a. Membuka terapi 20 menit Menjawab salam,
Memperkenalkan diri
dengan mengucapkan
salam dan Memperhatikan
memperkenalkan diri
b. Menjelaskan pada
Bermain bersama
orang tua anak dan
dengan antusias dan
anak tentang tujuan dan
mengungkapkan
manfaat bermain
perasaannya
c. Mengajak anak bermain
d. Kalau ingin bertanya
atau menjawab angkat
tangan terlebih dahulu
baru berbicara
e. Mengikuti kegiatan dari
awal sampai akhir
f. Mengevaluasi respon
anak
3. Penutup
a. Istirahat 15 menit Memperhatikan dan
b. Evaluasi kegiatan
menjawab salam
c. Meminta anak
menceritakan kegiatan
bermain

H. Evaluasi

1) Evaluasi yang diharapkan

 Kondisi lingkungan tenang, bersih dan nyaman agar klien bisa


berkonsentrasi dalam kegiatan

 Alat peraga yang digunakan lengkap

 Kegiatan yang telah direncanakan dapat berjalan dengan baik

 Leader dan anggota lainnya bisa berperan baik sesuai perannya


masing-masing

2) Evaluasi struktur setelah kegiatan

 Alat-alat yang digunakan telah sesuai dengan yang


direncanakan

 Kegiatan acak susun balok yang direncanakan tidak sesuai


dengan yang diharapkan, karena klien tidak terlihat tidak
tertarik dan tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan

 Kondisi lingkungan pada saat kegiatan acak susun balok sesuai


dengan yang telah ditentukan bersih dan nyaman agar klien
bisa berkonsentrasi

3) Evaluasi proses yang diharapkan

 Terapi dapat berjalan dengan baik dan lancar

 Klien dapat mengikuti terapi bermain dengan baik

 Tidak ada hambatan saat melakukan terapi


 Semua anggota kelompok dapat bekeja sama dan bekerja sesuai
dengan tugasnya

4) Evaluasi proses setelah kegiatan

 Waktu memulai terapi molor selama beberapa menit


dikarenakan menunggu klien bangun

 Pada saat acara dimulai leader memperkenalkan diri dan


anggota lainnya walaupun sedikit terbata-bata

 Co-leader menjelaskan tujuan dan manfaat terapi selama


bermain

 Leader dan co-leader ada mengajak anak untuk mengikuti


kegiatan

 Pada saat proses berlangsung klien tidak mau menyusun atau


memegang balok dan ada satu klien lagi yang mampu
menyusun dan meenyebutkan gambar yang mereka sasun, tapi
pada saat di pertengahan proses klien badmood karena di
tinggal sang ayah untuk menelpon sebentar

 Semua anggota memotifasi klien untuk bisa menyusun balok


tetapi kekurangan anggota adalah memotifasinya secacra
bersamaan dan penuh semangat sehingga anak merasa bingung
harus mendengarkan siapa

5) Evaluasi hasil yang diharapkan

 Diharapkan klien bisa menyusun dan menyebutkan gambar apa


yang mereka susun

 Diharapkan anak bisa tertawa bermain terapi ini

 Anak tidak takt lagi dengan perawat

 Orang tua dapat mendampingi anak sampai kegiatan selesai


 Orang tua antusias mengikuti terapi bermain

6) Evaluasi hasil setelah proses

 Hanya 50% klien yang mampu menyebutkan dan menyusun


balok walaupun berakhir dengan klien yang badmood

 Ada orang tua klien yang keluar sesaat untuk menerima telpon
dan itu berdampak buruk untuk mood anak saat melakukan
terapi bermain

 Orang tua klien antusias dengan acara terapi bermain

 Orang tua juga ikut menyemangati klien untuk bisa


menyebutkan dan menyusun balok

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hospitalisasi biasanya memberikan pengalaman yang menakutkan


bagi anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuannya
beradaptasi, sehingga timbul hal yang menakutkan. Semakin muda usia
anak dan semakin lama anak mengalami hospitalisasi maka dampak
psikologis yang terjadi salah satunya adalah peningkatan kecemasan.
Balok adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh 6 persegi
panjang, dimana setiap sisi persegi panjang berhimpit dengan tepat satu
sisi persegi panjang yang lain dan persegi panjang yang sehadap adalah
kongruen. Bangun berbentuk balok dapat kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari seperti lemari, televisi, speaker maupun bus, terdapat 6 sisi
yang berbentuk persegi panjang yang membentuk balok.

Dengan memilih acak susun balok anak dapat mengembangkan


kemampuan motorik halus pada tingkatan yang semakin baik, anak dapat
hampir menggunakan semua anggota tubuhnya ketika menyusun sebuah
pola, bentuk dan ruangan yang sulit dalam rangkaian penyususn balik
yang lebih rumit

B. Saran

1. Orang Tua

Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi


anak agar anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang
tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus yang akan didapat dari
permainan tersebut. Faktor keamanan dan permainan yang dipilih juga
harus tetap diperhatikan.

2. Rumah Sakit

Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat


meminimalkan trauma yang akan anak daptkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan.

3. Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk


mengurangi dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai
dengan tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat,
maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang walaupun mereka
berada di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai