Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK HIPOVOLEMIK

1. A. Pengertian

Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan
cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel kiri pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah
jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi
dari pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin
memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit
yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan
kehilangan cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di
dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan
karena dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat,
pancreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap
sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan dan lama
perdarahan. Bila volume intravaskuler berkurang, tubuh akan selalu berusaha
mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi
organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit akan terjadi perubahan-perubahan hormonal
melalui system rennin-angiotensin-aldosteron, system ADH, dan system saraf simpatis.
Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume
intravascular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan
dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan
adalah menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial. Bila deficit volume
intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi deficit
interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin
yang berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila
diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dan sebagainya) dan cairan garam
seimbang.

DERAJAT SYOK

a) Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka,
dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

b) Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini
tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada
keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan
tetapi kesadaran relatif masih baik.

c) Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

1. B. Etiologi

Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume
darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik; sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah
trauma biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal)
atau karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang
kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok
akibat kehilangan cairan berlebihan bias juga timbul pada pasien luka bakar yang luas (john
a.boswick,1998:44).

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya
terjadi pada:

1) Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2) Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000–1500 ml perdarahan.

3) Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.

Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah
saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan
dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama
(www.medicastore.com).

1. C. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi :

1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal


2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, na-
di cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah menca-
pai 30%.
3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
4. Sistim pencernaan : mual, muntah
5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung
yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.
(www.medicastore.com)

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:

1) Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata)
kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih

2) Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.

Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang
jelek. Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada
pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang
cepat atau singkat.

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting
untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:

v Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

v Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis


penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
v Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak di bawah 70 mmHg.

v Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria
pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi
oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh
metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion
yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan
kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika
(hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat

1. D. Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme
kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak
dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan
konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot
jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah
menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

1. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu,
produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah
menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik
(venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan
tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil
sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor
dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin)
yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan
anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi
bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak,
integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

1. Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem
kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,
timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea
(www.els.co.id).

1. E. Komplikasi
2. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
3. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia.
4. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

Efek Dari Syok Seluler

Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan metabolisme
energy pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan
terganggu. Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi dipecahkan dan
disimpan dalam bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan energy ini
untuk melakukan berbagai fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia dan
melakukan fungsi seluler khusus seperti konduksi impuls listrik.

Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan
oksigen dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui anaerob dan nutrient,
karena sel-sel harus menghasilkan energy melalui anaerob. Metabolisme ini menghasilkan
tingkat energy yang rendah dari sumber nutrient, dan lingkungan intraseluler yang bersifat
asam. Karena perubahan ini, fungsi sel menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi
lebh permiabel, sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam
sel. Pompa kalium-natrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom)
menjadi rusak dan terjadi kematian sel
Respon Vaskuler

Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke sel-sel
tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada aliran darah
ke area spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur ulang kembali
melalui paru-paru untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-produk akhir
metabolism seluler seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan pompa yang
dikeluarkan untuk mengeluarkan darah segar yang dioksigenasi ke luar jaringan tubuh.
Vaskulatur dapat berdilatasi dan berkontraksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan
local. Mekanisme pengaturan pusat menyebabkan dilatasi dan konstriksi vaskuler untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Mekanisme pengaturan local, disebut sebagai
otoregulasi, menyebabkan vasodilatasi/vasokontriksi dalam berespon terhadap bahan kimia
yang dilepaskan oleh sel-sel yang mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan
nutrient.

Pengaturan Tekanan Darah

Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dn vaskulatur
harus berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik neural, kimiawi, dan
hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya memberikan
perfusi jaringan.

Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan darah)
terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls ke
pusat saraf simpatik yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah,
ketokolamin (epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang menyebabkan
peningkatan frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan demikian memulihkan tekanan
darah.

Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif dan
vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan.
Jika salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi dengan
meningkatkan kerja kedua komponen lain. Jika mekanisme kompensasi tidak mampu lagi
mengkompensasi system yang gagal, maka jaringan tubuh tidak memperoleh perfusi yang
adekuat dan syndrome syok dimulai. Kecuali jika intervensi cepat dilakukan, syok akan
berlanjut dan menyebabkan kegagalan organ dan kematian (Brunner & Suddarth,2001).

1. F. Pemeriksaan Penunjang
2. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui
kejadiannya, cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut),
Riwayat penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat
pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
3. Pemeriksaan fisik Kulit
4. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu
syok berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik,
sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
5. Tekanan darah
6. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)
7. Status jantung
8. Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
9. Status respirasi
10. Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat
(pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
11. Status Mental
12. Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
13. Fungsi Metabolik
14. 13. Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea.
Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok
kardiogenik. Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang Darah
(Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa
darah. Analisa gas darah, EKG.

1. G. Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri
bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat
sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki
hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.

1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP)
memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat
untuk penggantian volume cairan darurat.

2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.

 Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter
mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
 Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah
dan pencocokan silang, dan hemtokrit.
 Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi
klinis pasien.

3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini
mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu
untuk pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak
sebagai tambahan terapi komponen darah.

4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah
telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit


sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan

6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi
cairan dan darah sesuai ketentuan.

1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume
urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb,
gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap
tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan
menyatakan perbaikan atau pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien
dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen)
untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh

1) Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa
khawatir.

2) Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.

3) Pertahankan suhu tubuh.

 Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi


tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
 Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan
efek metabolik selular terhadap syok.

1. H. Asuhan Keperawatan
Pengkajian emergency nursing, secara umum terdiri dari : primary survey, sekundery survey,
dan tersier survey. Primery survey meliputi: airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure. Sekundery survey meliputi pengkajian fisik. Sedangkan tersier survey dilakukan
selain pengkajian primery dan sekundery survey, semisal riwayat penyakit keluarga.

1. Primari survay

Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting
untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda
vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan
menyusul bila keadaan penderita mengijinkan. Metode pengkajian dalam primary survey ini
yaitu: cepat, ermat, dan tepat yang dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan
Merasakan (feel).

a) Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih
dari 95%.

Airway (jalan napas):

Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau melihat
yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi: (hipoksemia),
penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-
rocking respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya
sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan
kedua yaitu listen atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara
napas yaitu suara napas tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling,
crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa
obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu Feel, pada tahap ini perawat merasakan aliran
udara yang keluar dari lubang hidung pasien.

Breathing (bernapas):

Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya.
Pada tahap listen( mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara
tambahan napas. Tahap terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas,
lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.

b) Sirkulasi – kontrol perdarahan

Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk memastikan
apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau melihat, yang dilakukan yaitu
mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada tidaknya
sianosis pada ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung
kapilery reptile, dan waktunya, ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan
yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi radialis, brakialis, dan carotis),Lakukan RJP bila apek
cordi tidak berdenyut. Pada tahapan lesson, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat
dilakukan pengukuran tekanan darah.

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh
akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya
dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick
Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang
pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin
diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

c) Disability – pemeriksaan neurologi

Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil dengan
menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis, melebar:
dilatasi.Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat
dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial
tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi
otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra
kranial.

GLASGOW COMA SCALE

Kemampuan membuka mata:

Spontan 4

Dengan perintah 3

Dengan nyeri 2

Tidak berespon 1

Kemampuan Motorik

Dengan perintah 6

Melokalisasi nyeri 5

Menarik area yang nyeri 4

Fleksi abnormal 3

Ekstensi 2

Tidak berespons 1

Kemampuan Verbal
Berorientasi 5

Bicara membingungkan 4

Kata-kata tidak tepat 3

Suara tidak dapat dimengerti 2

Tidak ada respon 1

(Brunner & Sudarth,2001: 2091)

d) Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus


ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari
cidera.

e) Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan
dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya
berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung membuat
terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan
resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.
Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui
hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

f) Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi
dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada
letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi
mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra
yang utuh.

1. Sekunderisurvey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan
memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali
radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu
lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan terbesar dengan
cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau
pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan pembuluh darah periver,
maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia
dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada
vena safena dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral
didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus
persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral
ini harus diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha
penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu
mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba
sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih
prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada
wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak
haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk
mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pada kulit, tekanan darah, status
jantung, status respirasi, status mental, dan fungsi ginjal(oliguri, anuria).

1. Tersierisurvey

Yang dilakukan pada tersiery survey, antara lain:

1. Riwayat Kesehatan
2. Riwayat trauma (perdarahan)
3. Riwayat penyakit jantung
4. Riwayat penyakit infeksi
5. Riwayat pemakaian obat
6. Hasil laboratorium
7. Fungsi metabolic

Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septic dijumpai alkalosis
metabolic)

1. Keseimbangan asam-basa

Pada awal syok PO2 dan PCO2 menurun (penurunan PCO2 karena takipnea, penurunan PO2
karena adanya aliran pintas ke paru).

Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara
menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler.
Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua.
Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki
potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi
ginjalnya kurang baik.

1. I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d penurunan suplai oksigen ke otak
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.
6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
8. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dispnea
9. Nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungn dengan mual dan muntah,
penurunan pemasukan oral
10. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus

Anda mungkin juga menyukai