Bab I
PENDAHULUAN
Tubuh kita memiliki system respiratory yang berfungsi sebagai alat pernafasan dan
system terpenting dari kehidupan kita. Jika system respiratory kita rusak otomatis hidup kita
juga terganggu da terancam. Banyak penyakit respiratory atau pernafasan yang biasa
menyerang orang tua ataupun dewasa bahkan anak-anak terutama penyakit asma. Penyakit
asma seperti kita ketahui dapat menggangu kualitas hidup kita karena adanya kesulitan
bernafas. Salah satu penyebab asma ialah adanya alergi yang tedapat pada sebagian orang.
Dalam makalah ini saya akan membahas lebih lanjut mengenai perbedaan asma dan juga
tentang penyakit paru obstruksi kronik dari segi pathogenesis dan klinis.
Secara singkat asma merupakan penyakit pernapasan yang ditandai dengan radang
kronik saluran napas akibat hiperresponsivitas jalan napas yang bersifat reversible dengan
atau tanpa pengobatan dan gejala yang timbul bersifat episodik. Penderita asma biasanya
disertai dengan riwayat alergi seperti gatal hidung, bersin, hidung tersumbat, gatal bila
terkena debu atau udara dingin serta gatal atau kemerahan setelah makan makanan tertentu.
Asma biasanya terjadi pada usiamuda seperti anak-anak sehingga masalah ini dapat
mengganggu aktivitas bersekolah anak-anak yang menderita asma.
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan reaksi radang kronik saluran napas akibat
terpajan zat kimia, biasanya berupa gas, hingga terjadi gangguan pernapasan yang bersifat
tidak sepenuhnya reversible. Reaksi radang kronik ini berlangsung progresif (semakin lama
semakin berat) terutama bila penyebab radang tidak disingkirkan. Radang saluran napas ini
biasanya disebabkan oleh kebiasaan merokok dan menghirup gas buang industri atau
kendaraan. Penyakit ini juga bisa disebabkan oleh kelainan produksi enzim -1antitripsin danα
biasanya terjadi pada penderita PPOK sebelum usia tua.
Latar belakang demografis asma terutama diderita usia muda sementara PPOK terutama
diderita usia tua. Diagnosis asma tidak tertutup kemungkinan bisa terjadi pada kelompok usia
tua. Kedua penyakit pernapasan ini menyebabkan keluhan yang hampir sama yaitu sesak dan
kadang disertai dengan suara mengi (wheezing) pada saat bernapas atau awamnya disebut
bengek. Sifat sesak ini, serta gejala-gejala lain, bila ditelusuri dengan teliti pada penyakit
asma berbeda dengan PPOK. Seseorang usia tua dengan keluhan sesak dapat didiagnosis
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
1
Asma dan PPOK
sebagai asma atau PPOK dan untuk menentukan kepastian antara kedua diagnosis ini
merupakan tantangan tersendiri.
Bab II
ASMA
DEFINISI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.1
EPIDEMIOLOGI
Pravelensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur
pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa anak-anak
ditemukan prevalensi anak laki berbanding anak perempuan 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut hampir sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak
daripada laki-laki.Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula
yang melaporkan pravelensi dewasa lebih tinggi dari anak.1
PATOFISOLOGI
Patofisiologi dari asma sangat kompleks dan terdiri dari beberapa komponen seperti :
Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor
(kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa
sakit karena rangsangan sensoris), dan functio laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-
akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi yaitu infiltrasi sel-sel
2
Asma dan PPOK
radang. Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan
penyebabnya, baik yang alergik maupun non alergik.2
Masuknya alergen akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells = sel
penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan
kepada sel Th (T penolong). Sel Th ini akan memberikan instruksi melalui interleukin
atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti
mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk
mengeluarkan mediator inflamasi. Mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin
(PG), leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX)
dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi
mukus dan fibrosis subepitel sehingga menimbulkan hiperaktivitas saluran napas.2
Inflamasi akut
Pencetusnya antara lain alergen, virus, iritan yang menginduksi respon
inflamasi akut yang terdiri dari reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti
reaksi asma tipe lambat.2
o Reaksi asma tipe cepat
Melibatkan Ig E yang menempel pada sel mast dan mengeluarkan histamin,
protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan
PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan
vasodilatasi.
o Reaksi fase lambat
Timbul 6-9 jam setelah provokasi alergen dan mengaktivasi eosinofil, sel T
CD+4, netrofil dan makrofag.
Inflamasi kronik
Melibatkan limfosit T yang berperan dalam maturasi, aktivasi serta
memperpanjang ketahanan hidup eosinofil, makrofag yang berperan pada regulasi
airway remodeling, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.2
Airway remodeling
Proses inflamasi kronik pada asma menimbulkan kerusakan jaringan yang
secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan dan pergantian sel-sel mati/rusak dengan sel-sel baru. Proses
ini melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
3
Asma dan PPOK
yang sama dan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan skar. Pada asma,
kedua proses ini berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi kemudian
akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme kompleks dan
belum banyak diketahui yang dikenal degan airway remodelling. Konsekuensi klinis
airway remodelling adalah peningkatan gejala tanda asma seperti hiperaktivitas jalan
nafas, masalah disensibilitas/regangan jalan nafas dan obstruksi jalan nafas.3
Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran nafas
pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat
kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik, selain
peka terhadap rangsangan tersebut diatas pasien juga sangat peka terhadap alergen
yang spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi didapat.
Berbagai keadaan dapat meningkatkan hiperaktivitas saluran napas seseorang yaitu:
inflamasi saluran napas, kerusakan epitel, mekanisme neurologis, gangguan intrinsik,
dan obstruksi saluran napas.2,3
FAKTOR PENCETUS
Kemungkinan alergi
4
Asma dan PPOK
Jenis kelamin
B. Faktor lingkungan
Binatang, kecoa
Jamur
4. Obat-obatan tertentu4
10. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas fisik tertentu.4
5
Asma dan PPOK
DIAGNOSIS
Riwayat keluarga
Riwayat alergi
Pemeriksaan Jasmani 5
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal.
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi.
Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran
objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Sewaktu serangan, terjadi
kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi yang dapat menyumbat saluran
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
6
Asma dan PPOK
napas; maka sebagai kompensasi, penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar
untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernafasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi
biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi
dan penggunaan otot bantu napas.
Pemeriksaan Penunjang
Spirometri
7
Asma dan PPOK
80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukan penurunan APE (Arus
Puncak Ekspirasi) paling sedikit 10%. Uji provokasi dengan alergen, hanya dilakukan
pada pasien yang alergi terhadap alergen yang diuji.
Pemeriksaan Sputum 2
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma. Selain untuk melihat adanya
eosinofil, kristal Charcot-Leyden penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus
fumigatus.
Pemeriksaan Eosinofil Total 2
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini
dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik. Pemeriksaan ini juga
dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid
yang dibutuhkan pasien asma.
Uji Kulit 2
Tujuannya untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini
hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen positif tidak selalu merupakan penyebab
asma, demikian sebaliknya.
Foto Dada2
Analisis Gas Darah 2
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. pada fase awal serangan,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang
8
Asma dan PPOK
lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma
yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 ≥ 45 mmHg). Hipoksemia, dan asidosis
respiratorik.
Dari etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara, asma dapat diklasifikasikan
menjadi :
Asma intermitten
Asma persisten ringan
Asma persisten sedang
Asma persisten berat
KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis
sebelum pengobatan dimulai (tabel 1). Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan dan
pengobatan yang telah belangsung seringkali tidak adekuat. Tabel 2 menunjukkan bagaimana
melakukan penilaian berat asma pada penderita yang sudah dalam pengobatan. Bila
pengobatan yang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat asma naik
satu tingkat. Penderita yang gambaran klinis menunjukkan asma persisten berat maka jenis
pengobatan apapun yang sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat. Penilaian berat
serangan akut juga penting terutama dalam penanganan serangan (tabel 3).2
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, juga utuk mengontrol peyakit.2
9
Asma dan PPOK
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas, terdiri
dari pengontrol dan pelega.2
Pengontrol (controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persiten. Yang termasuk pengontrol/pencegah adalah:2
1. Glukokortikoid inhalasi
Glukokortikoid inhalasi merupakan medikasi jangka panjang yang paling
efektif untuk mengontrol asma dan merupakan pilihan bagi pengobatan asma
persisten ringan sampai sedang. Kurva dosis respons steroid inhalasi relatif datar,
yang berarti meningkatkan dosis steroid tidak akan banyak menghasilkan manfaat
untuk mengontrol asma (gejala, faal paru, hiperresponsif jalan nafas), tetapi bahkan
meningkatkan resiko efek samping. Sehingga apabila steroid inhalasi tidak dapat
mencapai asma terkontrol maka dianjurkan menambah obat pengontrol lainnya. Efek
samping steroid inhalasi adalah kandidosisi oral, disfonia dan batuk karena iritasi
saluran nafas atas. Contoh preparat ini adalah beklometason dipropionat, triamsinolon
asetonid, budesond, flunisolid, flutikason.2
2. Glukokortikoid sistemik
Cara pemberian oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai
pengontrol pada keadaan asma pesisten berat (setiap hari atau selang sehari), tetapi
penggunaanya terbatas mengingat indeks terapi (efek/efek samping) steroid inhalsi
jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang. Jangka panjang lebih
efektif menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Steroid oral
jangka panjang terpaksa diberikan apabila penderita asma persisten sedang-berat
tetapi tidak mampu untuk membeli steroid inhalasi.2
3. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Merupakan antiinflamasi nonstrerid yang pemberiannya secara inhalasi,
sebagai pengontrol asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan
untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
10
Asma dan PPOK
4. Metilsantin
Teofilin mempunyai efek bronkodilatasi pada konsentrasi tinggi (>10mg/dl)
dan efek antiinflamasi pada konsentrasi rendah (5-10mg/dl).Teofilin juga digunakan
sebagai bronkodilator tambahan pada serangan asma berat. Bagi pelega,
teofilin/aminofilin oral diberikan bersama dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai
alternatif bronkdilator bila dibutuhkan. Preparat lepas lambat mempunyai waktu kerja
lama sehinga digunakan untuk mengontrol gejala asma malam dikombinasikan
dengan antiinflamasi yang lazim. Studi menunjukkan metilxantin sebagai terapi
tambahan glukokortikoid inhalasi dosis rendah atau tinggi adalah efekif mengontrol
asma. Di Indonesia kombinasi oral teofilin/aminofilin dengan agonis beta-2 kerja
singkat sebagai bronkodilator, namun harus diingat sebaiknya tidak memberi
teofilin/aminofilin baik tunggal maupun dalam kombinasi sebagai
pelega/bronkodilator bila penderita dalam terapi teofilin/aminofilin lepas lambat
sebagai pengontrol. Dianjurkan memonitor kadar teofilin/aminofilin dalam serum
penderita dalam pengobatan jangka panjang, umumnya efek toksik serius tidak terjadi
bila kadar dalam serum <15 μg/ml. Perhatikan berbagai keadaan yang dapat
mengubah metabolisme teofilin antara lain demam, hamil, penyakit hati, gagal
jantung, merokok yang menyebabkan perubahan dosis pemberian teofilin/aminofilin.
Selain itu sering terjadi interaksi dengan obat lain yang mempengaruhi dosis
pemberian obat lain tersebut misalnya simetidin, kuinolon dan makrolid.2
5. Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka
lama, mempunyai efek antiinflamasi walau kecil. Inhalasi agonis beta-2 kerja lama
yang diberikan jangka lama mempunyai efek proteksi terhadap rangsang
bronkokonstriktor.2
Inhalasi agonis beta-2 kerja sama sebaiknya diberikan ketika dosis standar
glukokortikoid inhalasi gagal mengontrol dan sebelum meningkatkan dosis
glukokortikoid inhalasi tersebut. Karena pengobatan jangka panjang dengan agonis
beta-2 kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu
dikombinasikan dengan glukokortikoid inhalasi. Penambahan agonis beta-2 kerja
lama inhalasi pada pengobatan glukokortikoid inhalasi, memperbaiki gejala,
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
11
Asma dan PPOK
Pelega (reliever)
1. Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja
sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan
bersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan modulasi
penglepasan mediator dari sel mast.
Agonis beta-2 kerja singkat merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan
sangat bermanfaat sebagai preterapi pada exercise-induced asthma. Kebutuhan yang
meningkat bahkan setiap hari adalah pertanda perburukan asma dan menunjukkan
perlunya terapi inflamasi. Demikian pula, gagal melegakan nafas segera atau respon
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
12
Asma dan PPOK
tidak memuaskan dengan agonis beta-2 kerja singkat saat serangan asma adalah
petanda dibutuhkannya glukokortikoid oral. Efek sampingnya adalah rangsangan
kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh
lebih sedikit menimbulkan efek samping daripada oral.2
2. Metilsantin
Aminofilin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi gejala walau
disadari onsetnya lebih lama daripada agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin kerja
singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat dosis
adekuat, tetapi mempunyai manfaat untuk memperkuat fungsi otot pernafasan dan
mempertahankan respon terhadap agonis beta-2 kerja singkat diantara pemberian satu
dengan berikutnya. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak diberikan pada penderita
yang sedang dalam terapi teofilin lepas lambat kecuali diketahui dan dipantau ketat
kadar teofilin dalam serum.2
3. Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi yang menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intriksik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokonstriksi yang disebabkan iritan. Efek bronkokonstriksi onsetnya lama dan
membutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum, tidak mempengaruhi
reaksi alergi tipe cepat ataupun tipe lambat dan juga tidak berpengaruh terhadap
inflamasi.Yang termasuk golongan ini adalah ipatropium bromide dan tiopropium
bromide.2
Pada penderita asma akut pemberian antikolinergik tidak direkomendasikan
oleh karena efeknya lebih rendah dibandingkan golongan agonis beta-2; tetapi
penambahan obat antikolinergik dapat meningkatkan efek bronkodilatasi. Pada asma
kronik antikolinergik cukup aman,bronkodilatasi terjadi melalui blokade reseptor
muskarinik non spesifik. Meskipun efeknya kurang dari gonis beta-2 tapi penambahan
obat ini memberikan efek tambahan terutama pada penderita asma yang lebih tua.
Disarankan menggunakan kombinasi inhalasi antikolinergik dan agonis beta-2 kerja
singkat singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat atau pada
serangan asma yang kurang respon dengan agonis beta-2 saja, sehingga tercapai efek
bronkodilatasi maksimal. Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang, dianjurkan
sebagai alternatif pelega pada penderita yang menunjukkan efek samping dengan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
13
Asma dan PPOK
agonis beta-2 kerja singkat inhalasi seperti takikardi, aritmia, dan tremor. Efek
samping berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit.2
4. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak
tersedia agonis beta-2, atau tidak respon dengan agonis beta-2 kerja singkat.
Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita lanjut usia atau
dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila
dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).2
Pada Tabel 4 akan diklasifikasikan pengobatan sesuai beratnya asma serta rencana
pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan tempat pengobatan pada tabel 5.
14
Asma dan PPOK
Gejala dan faal paru Tahap I : intermiten Tahap II: persisten ringan Tahap III: persisten
dalam pengobatan sedang
15
Asma dan PPOK
16
Asma dan PPOK
Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi
3-4x/hari
Berat asma Medikasi pengontrol harian Alternatif Alternatif lain
Asma intermiten Tidak perlu - -
Asma persisten Glukokortikoid inhalasi(200- Teofilin lepas lambat Ditambah
ringan 400 μg BD/hari atau Kromolin agonis beta-2
Leukotrine modifiers
ekuivalennya) kerja lama
oral, atau
Ditambah
teofilin lepas
lambat
Asma persisten Kombinasi inhalasi Glikokortikoid inhlasi
sedang glukokortikoid (400-800μg (400-800μg/BD atau
BD/hari atau ekuivalennya) ekuivalennya)
dan agonis beta-2 kerja lama ditambah teofilin lepas
lambat
Glukokortikoid
inhalasi (400-
800μg/BD atau
ekuivalennya)
ditambah agonis beta-2
kerja lama oral, atau
Glikokortikoid inhalasi
dosis tinggi (>800 μg
BD atau ekuivalennya)
ditambah leukotrine
modifiers
17
Asma dan PPOK
18
Asma dan PPOK
Bab III
DEFINISI
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
dengan hambatan aliran udara saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas beracun/berbahaya.6
ETIOLOGI
Rokok merupakan 90% penyebab PPOK. Penyebab lainnya adalah:6,7
Herediter (contohnyadefisiensi alfa-1 antitripsin)
Perokok pasif
Polusi udara di tempat kerja dan lingkungan (debu atau kimiawi)
Riwayat infeksi paru anak-anak
Seseorang berusia lebih dari 40 tahun dan menjadi perokok atau merokok dimasa
lalunya meupakan faktor resiko untuk menderita PPOK.6
EPIDEMIOLOGI
Laporan terbaru The Lung Association menunjukkan 1,5 juta penduduk Kanada
didiagnosa PPOK. Satu koma enam juta penduduk Kanada lainnya bisa saja menderita
19
Asma dan PPOK
PPOK namun belum terdiagnosa. Jumlah kasus PPOK akhir-akhir ini sedang berkembang.
Para dokter memperkirakan PPOK akan menjadi penyebab ketiga kematian di dunia (dan di
Kanada) pada tahun 2020. Sekarang, kebanyakan penderita PPOK adalah wanita.7
PATOGENESIS
PPOK ditandai dengan inflamasi kronik saluran nafas, parenkim, dan pembuluh
darah. Inflamasi merusak paru dan menimbulkan gambaran patologis pada PPOK. Dua
proses penting pada patogenesis PPOK adalah ketidakseimbangan proteinase dan
antiproteinase di paru dan stress oksidatif. Proses ini bisa berasal dari proses inflamasi itu
sendiri atau berasal dari lingkungan (contohnya dari asap rokok) atau genetik (contohnya
defisiensi alfa-1 antitripsin). Gambar 1 akan menjelaskan interaksi mekanisme tersebut.
Repair mechanisms
COPD pathology
PPOK secara perlahan-lahan dapat merusak saluran nafas. Penderita PPOK memiliki
saluran pernafasan yang bengkak dan tersumbat sebagian, bisa juga terdapat kerusakan pada
alveolus di ujung saluran nafas. Hambatan aliran udara kronik pada PPOK disebabkan
gabungan obstruksi saluran nafas kecil (obstruktif bronkiolitis) dan kerusakan parenkimal
(emfisema).7
PPOK menyebabkan kesulitan bernafas karena:7
Saluran nafas dan alveolus paru kehilangan bentuk dan elastisitas
Kerusakan dinding alveolus
Dinding saluran nafas menjadi tebal dan bengkak
Sel-sel saluran nafas memproduksi mukus lebih banyak dari biasa sehingga
menyumbat saluran nafas.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
20
Asma dan PPOK
Pada bronkitis kronik faktor pencetusnya adalah suatu iritasi kronik yang disebabkan
oleh asap rokok dan polusi. Asap rokok merupakan campuran partikel dan gas. Pada tiap
hembusan asap rokok terdapat l0 radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH). Sebagian besar
radikal bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan
oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena
rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas.
Anti elastase berfungsi menghambat netrofil. Oksidan menyebabkan fungsi ini terganggu,
sehingga timbul kerusakan jaringan intersititial alveolus. Partikulat dalam asap rokok dan
udara terpolusi mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga
menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang, sehingga
iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa.
Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktifitas silia menimbulkan gejala batuk kronik dan
ekpektorasi. Produk mukus yang berlebihan memudahkan timbulnya infeksi serta
menghambat proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat
terjadi hipersekresi. Bila iritasi dan oksidasi di saluran napas terus berlangsung maka terjadi
erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi skuamosa dan
penebalan lapisan skuamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang
bersifat irreversible.7
Emfisema adalah keadaan terdapatnya pelebaran abnormal alveoli yang permanen dan
destruksi dinding alveoli. Dua jenis emfisema yang relevan dengan penyakit paru obstruksi
kronik (PPOK) yaitu emfisema pan-acinar dan emfisema sentri-acinar. Pada jenis pan-acinar
kerusakan acinar relatif difus dan dihubungkan dengan proses menua serta pengurangan
permukaan alveolar. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya elastic recoil paru sehingga
timbul obstruksi saluran napas. Pada jenis sentri-acinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan
daerah perifer acinar, kelainan ini sangat erat hubungannya dengan asap rokok dan penyakit
saluran napas perifer .7
Pada sindrom obstruksi pasca tuberkulosis (SOPT) mekanisme obstruksi terjadi oleh
karena rusaknya parenkim paru akibat penyakit tuberkulosis. Timbulnya fibrosis
mengakibatkan saluran napas yang tidak teratur, serta emfisema kompensasi karena proses
fibrosis dan atelektasis mungkin mempunyai peran dalam terjadinya obstruksi saluran napas
pada penyakit ini.7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
21
Asma dan PPOK
DIAGNOSA
Cara mendiagnosa PPOK akan dijelaskan pada bagan dibawah ini:
Pemeriksaan fisik*
VEP1/KEP<80%
22
Asma dan PPOK
*Pemeriksaan fisik
A. normal
B. kelainan
o Bentuk dada: Barrel chest
o Penggunaan alat bantu nafas
o Pelebaran sela iga
o Hipertrofi otot bantu nafas
o Fremitus melemah, sela iga melebar
o Hipersonor
o Suara nafas vesikuler melemah atau normal
o Ekspirasi memanjang
o Mengi
23
Asma dan PPOK
KLASIFIKASI
PPOK dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil pengukuran spirometri (tabel 6).
Derajat Klinis Faal Paru
Derajat 0 Beresiko Gejala klinis (batuk, Normal
produksi sputum)
Derajat I : PPOK Dengan atau tanpa gejala VEP1/KVP < 75%
Ringan klinis (batuk, produksi VEP1 > 80% prediksi
sputum)
Derajat II : PPOK Dengan atau tanpa gejala VEP1/KVP < 75%
Sedang klinis (batuk, produksi 30% < VEP1 <80%
sputum). Gejala prediksi
bertambah sehingga
menjadi sesak. IIA : 50% < VEP1 <80%
prediksi
PENATALAKSANAAN
Pada obstruksi kronik yang terdapat pada PPOK dan SOPT penatalaksanaan bertujuan
untuk memperlambat proses perburukan faal paru dengan menghindari eksaserbasi akut dan
faktor-faktor yang memperburuk penyakit. Pada penderita PPOK penurunan faal paru lebih
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
24
Asma dan PPOK
I. PENATALAKSANAAN UMUM
25
Asma dan PPOK
26
Asma dan PPOK
Obat golongan simpatomimetik seperti adrenalin dan efedrin selain memberikan efek
bronkodilatasi juga menimbulkan takikardi dan palpitasi, pemakaian obat-obat yang selektif
terhadap reseptor beta mengurangi efek samping ini. Golongan agonis beta-2 yang dianggap
selektif antara lain adalah terbutalin, feneterol, salbutamol, orsiprenalin dan salmeterol.
Disamping bersifat sebagai bronkodilator, bila diberikan secara inhalasi dapat memobilisasi
lendir. Pemberian agonis beta-2 dapat menimbulkan tremor tetapi bila terus diberikan maka
gejala akan berkurang. Pemberian salbutamol lepas lambat juga dapat diberikan. Dosis
salbutamol lepas lambat 2 x 4 mg mempunyai manfaat yang sama dengan dosis 2 x 8 mg
dengan efek samping yang lebih minimal.8
Agonis beta-2 kerja singkat yang sering digunakan membuka saluran nafas secara
cepat., contohnya Ventolin® dan Airomir® (salbutamol), Bricanyl® (terbutaline), Berotec®
(fenoterol).
Bila penderita mulai membutuhkan dosis agonis beta-2 yang tinggi untuk mengontro\l
gejalanya, biasanya dokter akan menggantinya dengan agonis beta-2 kerja panjang, antara
lain Serevent® (salmeterol), Oxeze® dan Foradil® (formoterol).7
Antikolinergik merupakan bronkodilator utama pada PPOK, karena pada PPOK
obstruksi saluran napas yang terjadi lebih dominan disebabkan oleh komponen vagal. 1 Contoh
preparat antikolinergik diantaranya Atrovent® (ipratropium) dan Spiriva® (tiotropium). Agonis
beta-2 kerja singkat dan antikolinergik dapat dikombinasi dalam satu inhaler. Bagi beberapa
penderita PPOK, kombinasi ini lebih dapat mengurangi sesak nafas dibandingkan bila obat
tersebut diberikan secara terpisah.8 Kombinasi obat antikolinergik dengan golongan
bronkodilator lain seperti agonis beta-2 dan xantin memberikan efek bronkodilatasi yang
lebih baik, sehingga dosis dapat diturunkan sehingga efek samping juga menjadi sedikit.1
Contoh kombinasi agonis beta-2 kerja singkat dan antikolinergik adalah Combivent®
(salbutamol and ipratropium).7
Golongan xantin mempunyai efek bronkodilator yang lebih rendah, selain bersifat
bronkodilator obat ini juga berperan dalam meningkatkan kekuatan otot diafragma. Pada
penderita emfisema dan bronkitis kronik metabolisme obat golongan xantin ini dipengaruhi
oleh faktor umur, merokok, gagal jantung, infeksi bakteri dan penggunaan obat simetidin dan
eitromisin. Oleh karena itu penggunaan obat xantin pada PPOK membutuhkan pemantauan
yang ketat.8 Contoh preparat xantin antara lain Theophylline, Uniphyl®, Theo-Dur®.6
27
Asma dan PPOK
Pemberian bronkodilator secara inhalasi sangat dianjurkan oleh karena cara ini memberikan
berbagai keuntungan, yaitu:8
o Obat bekerja langsung pada saluran napas
o Onset kerja yang cepat
o Dosis obat yang kecil
o Efek samping yang minimal karena kadar obat dalam darah rendah.
o Membantu mobilisasi lendir.
Pada penderita PPOK pemberian bronkodilator harus selalu dicoba, meskipun tidak
terdapat perbaikan faal paru. Apabila selama 2-3 bulan pemberian obat tidak terlihat
perubahan secara objektif maupun secara subjektif maka tidaklah tepat untuk meneruskan
pemberian obat. Tetapi pemberian bronkodilator tetap diindikasikan pada suatu serangan
akut. Pemberian bronkodilator jangka lama pada penderita sebaiknya diberikan dalam bentuk
kombinasi, untuk mendapatkan efek yang optimal dengan efek samping yang minimal.8
2) Ekspektorans dan mukolitik
Pemberian cairan yang cukup dapat mengencerkan sekret, tetapi pada beberapa
keadaan seperti gagal jantung perlu dilakukan pembatasan cairan. Obat yang menekan batuk
seperti kodein tidak dianjurkan karena dapat mengganggu pembersihan sekret dan
menyebabkan gangguan pertukaran udara; di samping itu obat ini dapat menekan pusat
napas. Tetapi bila batuk sangat mengganggu seperti batuk yang menetap, iritasi saluran napas
dan gangguan tidur obat ini dapat diberikan. Ekspektorans dan mukolitik lain seperti
bromheksin, dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistin
selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek antioksidan yang melindungi saluran napas
dan kerusakan yang disebabkan oleh oksidan.8
3) Antibiotika
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi, terutama pada
keadaan eksaserbasi. Infeksi virus paling sering menimbulkan eksaserbasi diikuti oleh infeksi
bakteri. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan makin memburuk. Penanganan
infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian
antibiotika dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Perubahan warna sputum dapat
merupakan indikasi infeksi bakteri. Antibiotika yang biasanya bermanfaat adalah golongan
penisilin, eritromisin dan kotrimoksasol, biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila
antibiotika tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.8
4) Kortikosteroid
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 Maret – 11 Mei 2017
28
Asma dan PPOK
IV. REHABILITASI
29
Asma dan PPOK
30
Asma dan PPOK
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z, Bahar S.. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati
S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta 2006.
2. Sundaru, H., Sukamto. Asma Bronkial. Dalam Sudoyo, A. dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Cetakan kedua. Revisi Mei. FKUI. Jakarta. Juni
2006. Hal 245 – 250
3. Morris, J.M., Asthma. Available at http://emedicine.com/asthma last log in 07 Maret
2017
4. Penyebab Penyakit Asma dan Faktor Pencetus Serangan Asma. Available at
http://medicastore.com last log in 07 Maret 2017.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
di Indonesia. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2004
6. MacNee W. Pathogenesis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Proc Am Thorac
Soc 2005; 2: 258-266.
31
Asma dan PPOK
32