PENDAHULUAN
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai gagal
jantung kongestif dan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Program Dokter Internsip di
RSU Provinsi Banten.
1
Pembuatan laporan kasus ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk
ke berbagai literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
ke paru – keluar dari paru melalui vena pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) –
masuk ke ventrikel kiri, kemudian dipompakan kembali ke seluruh tubuh melalui aorta.
Keluar masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol juga dengan peran 4 buah
katup di dalamnya, yaitu :
1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan).
2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).
3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri pulmonalis).
4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).
Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena
darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar jantung
bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami pengurangan
suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan
terganggunya fungsi jantung sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami
sumbatan total atau yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac
infarction dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan
dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau
miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik,
dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus
valsava. Arteri koroner dibagi dua,yaitu: Arteri koroner kanan dan Arteri koroner kiri.2
II.3 Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling sering
menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau berkurangnya
4
kontraktilitas otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi vaskuler
dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit
miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10% dari
penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung kiri
atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.
5
otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan
kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung (peningkatan afterload), mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena
meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung
dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis ),
hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit
dapat menurunkan kontraktilitas jantung
II.4 Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA).
6
Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi
II aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan
III istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.
IV Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
akan semakin meningkat.
7
Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung akut
dan gagal jantung kronik.
1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload
dan memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru
tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung
kronis.
2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat
atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.
II.5 Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :
(1) gangguan kontraktilitas ventrikel,
(2) meningkatnya afterload, atau
(3) gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena
gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik, sedangkan
gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau pengisian
ventrikel disebut disfungsi diastolik.
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal
jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume,
gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung
sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh
secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya
kekakuan pada dinding ventrikel.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-
keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi
aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana
8
terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan
pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang
mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksi,
meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi ginjal untuk mengambil
natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan untuk mengkompensasi tersebut
menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan terjadi remodeling.
Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin II,
aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor neurohormonal
yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang menyebabkan retensi
natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang ketiga terjadi kelelahan, nafas
pendek, dan retensi air. Nafas pendek (dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat
istirahat (orthopnea) atau pada malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air
terjadi pada paru-paru (kongesti) atau odema periferal.
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung untuk
membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan darah ke
organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-Straling, (2)
neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.
1. Mekanisme Frank-Starling
meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume ventricular
end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti ada peningkatan
peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filamen aktin dan miosin, dan
9
resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan normal,
mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari dua ventrikel.
Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung cardiac
output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang
sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular end-
diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika
jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan
yang berlebihan
Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah ketegangan
dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan menurunkan ketebalan
dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah.
Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan
oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya
gangguan fungsi jantung.
2. Neurohumeral
a. Sistem saraf adrenergik
Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung dikenali oleh
baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian dihantarkan ke medulla
melalui nervus IX dan X, kemudian mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi
sistem saraf simpatis ini akan menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal iniakan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta
vasokonstriksi arteri dan vena sistemik.
10
Gambar sistem renin-angiostensin-aldosteron
11
c. Stres oksidatif
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen
species (ROS). Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan
miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis alfa
adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor,
interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi
fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan mempengaruhi sirkulasi perifer
dengan cara menurunkan bioavailabilitas NO.
12
Gambar pola remodeling ventrikel (Medscape.com)
Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan
posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)
Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam
jumlah banyak kadang disertai banyak darah.
Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme.
13
2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa
ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh
adanya gagal jantung kiri.
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam
rongga abdomen.
Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal
didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.
II.7 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara
luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor
atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika
kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti
14
hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.
Kriteria mayor
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)
2. Pemeriksaan Fisik
15
membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm
H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang
diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada
waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan
tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar
mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
C. Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan
informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika kardiomegali
ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V)
dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2
interkosta dari apex.
D. Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi
pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat
memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole.
S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume
overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan
gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun
biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral
dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.
E. Pemeriksaan paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan
dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales
dapat terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan
wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak
memiliki penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu
diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis,
bahkan dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini disebabkan
adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena
adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan
kedalam rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner,
efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi
16
pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena
adalah rongga pleura kanan.
F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan,
pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole
jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai
konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada
peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari
gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan
terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
G. Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun namun tidak
spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic.
Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada
daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang
melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral)
dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada
kulit.
H. Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat badan
dan cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF tidak
diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting
metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif dan
perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti
TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus. Jika
ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal
jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain.
Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia, karena anemia ini merupakan
suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk
bentuk disfungsi jantung lainnya.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi/Rontgen.
17
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus
paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru
bercak-bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio (CTR)
meningkat, distensi vena paru
b. Pemeriksaan EKG.
Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung ( iskemik,
hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda faktor pencetus akut ( infark
miocard, emboli paru ).
c. Ekhokardiografi.
B. Terapi farmakologi
a. Algoritme
18
Tabel 4. Terapi Obat menurut status fungsional pasien
Tabel teraTabel 5. Terapi obat menurut NYHA
19
KELAS DAN CONTOH: KEUNTUNGAN KERUGIAN
THIAZIDES: Perananannya telah Dihubungkan dengan
Hydrochlorothiazide dikembangkan dalam hypomagnes-aemia,
Indapamide pengobatan hipertensi, hyperuricaemia , hyper-
Tabel 7. Pemakaian ACE inhibitor pada Pasien CHF
20
3. Angiotensin Receptor Blockers
II.8 Prognosis
21
I None, asymptomatic left ventricular dysfunction 5%
II Dyspnoea or fatigue on moderate physical exertion 10 %
III Dyspneoea or fatigue on normal daily activities 10 % - 20 %
IV Dyspnoea or fatigue at rest 40 % - 50 %.
Tabel 8. New York Heart Association Classification
22
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 70 tahun
Alamat : Kaloran Pena RT 04/06
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak napas yang semakin berat ± 2 hari SMRS
23
3.3 PEMERIKSAAN FISIK (21 November 2014)
Keadaan Umum
Status Generalisata
K/L : CA -/- SI-/- cyanosis (-) dispneu (-) nafas cuping hidung (-), JVP
(5+4) Cm H2O
Thorax
Paru
Inspeksi : bentuk dada normal, retraksi (-) statis simetris kanan dan kiri, dinamis
ka = ki, tidak ada yang tertinggal
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus (+) di basal kedua paru,
wheezing (-)
Jantung
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-) hepar tidak teraba. Lien tidak teraba.
Perkusi : thympani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (-), turgor < 2 detik, sianosis
(-).
Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak
kaki pucat (-), turgor kembali lambat (-), edema pretibia dan
pergelangan kaki (+/+).
24
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
Hasil
1 Hemoglobin 12,9 g/dl
2 Eritrosit 4.270.000
3 Hematokrit 37 vol%
4 Leukosit 6100/mm3
5 Laju Endap Darah 15 mm/jam
7 Hitung jenis 0/4/6/54/32/4
Kimia Klinik
Hasil
Uric acid 6,1 mg/dl
Ureum 27 mg/dl
Kreatinin 1,29 mg/dl
Protein total 8 g/dl
SGOT 46 U/I
SGPT 30 U/I
Natrium 136 mmol/l
Kalium 2,9 mmol/l
Ro/ Thorax:
Cor : Kardiomegali
Pulmo : Kongestif pulmonum
EKG
Irama sinus, Axis kanan, HR: 104x/m, gel P normal, PR interval 0,2 detik, kompleks
QRS 0,08 detik, R/S di V1 < 1, S V1 + R V5/V6 < 35 mm.
Kesan: RAD (Right axis deviation).
3.6. Penatalaksanaan :
Non Farmakologis :
- Istirahat (posisi setengah duduk)
- Oksigen 4 liter
- Diet jantung II
- Pasang DC
Farmakologis :
- IVFD PZ lifeline.
- Furosemid amp 2x1 i.v.
- Spiranolakton 100mg ½-0-0
25
- Aspilat 1x80mg
- Ceftriaxon 2x1 gr
- Digoksin 1-0-0
- ISDN 3x1
- KSR 2x1
- Clopidogrel 1x1
- Diazepam 0-1-1
Rencana Pemeriksaan:
- Profil lipid
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
26
BAB IV
IV.I KESIMPULAN
IV.2 SARAN
Dispnea dan fatigue merupakan gejala kardinal CHF, adanya ortopnea,
paroxysmalnocturnal dyspnea dan edema sekitar mata kaki akan lebih menegaskan diagnosa
dugaan gagal jantung. Banyak penderita CHF hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda
klinis; pergeseran ictus cordis mungkin merupakan tanda kardiomegali yang paling
terpercaya. Semua pasien tersangka gagal jantung harus menjalani pemeriksaan standar yang
terdiri dari: pemeriksaan darah, EKG dan foto thoraks; penderita-penderita yang didiagnosa
klinis sebagai gagal jantung harus menjalani pemeriksaan echocardiogram.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta
2. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes Kardiologi.
Erlangga : Jakarta
3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal.
28