Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang
tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai
timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang
dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari
pertama (Soeparman; 1987; 16).
B. ETIOLOGI
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita;
2000;420).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi pertama
kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi
yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau
sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus
dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek
antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C 3a
dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat
yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage), dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan
mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi
trombositopenia hebat dan perdarahan.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan
berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala
klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat
fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah,
1995 ; 349).
3. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang
gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
E. KOMPLIKASI
a. Perdarahan luas
b. Shock atau renjatan
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran
e. Perdarahan otak
f. Pneumonia
g. Sepsis dan shock sepsis
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal : - HB = L : 12,0 – 16,8 g/dl.
P : 11,0 – 15,5 g/dl.
- PCV /Hm = L : 35 – 48 %. P : 34 – 45 %.
2. Trombosit menurun  100.000 / mm3.
Nilai normal : L : 150.000 – 400.000/mm3.
P : 150.000 – 430.000/mm3.
3. Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal : L/P : 4.600 – 11.400/mm3.
4. Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal : 1 – 5 menit.
5. Waktu protombin memanjang.
Nilai normal : 10 – 14 detik.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari
golongan asetaminopen.
7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat
di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan
bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran
sebanyak 20 30 ml/kg BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit
dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi
sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan
plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan pada
pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada
penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang
makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya
diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit
dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.
H. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk
Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2. Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas
waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas
bunga, kolam, dan lain-lain.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat musim
hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran
kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak
semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang
DHF.
c. Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
d. Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun
buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita
DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila
kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
e. Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (
seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
4. Acitvity Daily Life (ADL)
1) Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2) Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas
sehari-hari.
3) Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4) Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5) Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.
5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :
Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien (inspeksi
adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari
tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh.
Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan
cara mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk
mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin
berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi
dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang -
kadang) sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.
c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit
dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.
6. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
b. Trambositopenia (≤100.000/ml).
c. Leukopenia.
d. Ig.D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (hipertermia).
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
f. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
h. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang
dialami pasien.
C. INTERVENSI
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2,5 liter/24 jam.7)
Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
3. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat
penurunan suhu tubuh.
4. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
5. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya
terhadap nyeri yang dialami.
4. Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Rasa mual dan muntah hilang
Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan
diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari
keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami
kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam
pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi
kebutuhannya.
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat
keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya
lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-
hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
bantuan orang lain.
f. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi
perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai
syok hipovolemik.
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien
sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan : - Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan
terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari
penyimpangan nilai tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
h. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
5. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang
dialami pasien.
6. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang
dialami pasien.
i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang
dialami pasien.
Tujuan : - Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3. Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5. Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan
hasil yang efektif.
PENYIMPANGAN KDM
DAFTAR PUSTAKA

Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.


Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai