Anda di halaman 1dari 18

ANAMNESIS

- Identitas Pasien
(nama, umur, pekerjaan, usia, jenis kelamin, sudah menikah/belum)
- Keluhan utama:
Nyeri perut bagian bawah yang menjalar ke pinggang, mual, muntah, sakit
kepala, cepat marah dan mudah tersinggung.
- Riwayat penyakit sekarang:
Apakah ada penyakit lainnya yang diderita sekarang?
- Riwayat penyakit dahulu:
Umum :
 Apakah pernah menderita penyakit jantung, ginjal, DM, TBC, Penyakit Darah
(Anemia)?
Ginekologi :
 Apakah ada keluhan yang sama yang pernah di alami dahulu?
 Apakah mengalami keputihan?
 Apakah ada riwayat penyakit/kelainan ginekologi serta riwayat pengobatannya.
· Riwayat haid:
 Menarche di usia berapa?
 Siklus haid teratur/tidak?
 Banyak darah yang keluar waktu haid?
 Ada rasa nyeri atau tidak?
( menarche usia 13 tahun, ada nyeri, dan gejala PMS lainnya)
· Riwayat kehamilan:
G0P0A0 -> untuk kasus ini
· Gaya hidup:
Olahraga, kebiasaan merokok dan alkoholisme, stress, aktifitas sehari-hari
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
· Keadaan umum (tensi, nadi, respirasi, suhu, conjungtiva anemis)
· Pemeriksaan ginekologi pemeriksaan abdomen ( inspeksi, palpasi, perkusi abdomen) dan
pemeriksaan genitalia eksterna (inspeksi genitalia eksterna, inspeksi vulva untuk melihat
adanya ulkus, pembengkakan, pus, darah, leucorrhoe). VT dan inspekulo tidak dilakukan
karena pasien masih belum menikah.

Pemeriksaan Penunjang
· Pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis
· Pemeriksaan kadar hormon: FSH, LH, estrogen dan progesteron
· Tes diagnostic tambahan
.Tes laparaskopi, untuk penyikapan adanya gangguan endometriosis atau adanya
kelainan pelvis yang lain
.USG

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Diagnosa dismenore
didasari atas ketidaknyamanan saat menstruasi. Perubahan apapun pada kesehatan reproduksi,
termasuk hubungan badan yang sakit dan perubahan pada jumlah dan lama menstruasi,
membutuhkan pemeriksaan ginekologis; perubahan- perubahan seperti itu dapat menandakan
sebab dari dismenore sekunder.
Dismenore primer paling banyak pada usia muda dengan keluhan nyeri seperti kram pada tengah
bawah rahim, sering diikuti dengan keluhan mual, muntah, diare, nyeri kepala, tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan ginekologi. Biasanya nyeri muncul sebelum keluarnya haid dan
meningkat pada hari pertama dan kedua. Terapi empiris dapat diberikan bila pada gambaran
klinis curiga amenorea primer.
Dismenore sekunder bila pada anamnesis dan pemeriksaan curiga ada patologi panggul atau
kelainan bawaan atau tidak respons, dengan obat untuk amenorea primer. Pemeriksaan lanjutan
berupa USG, infus salin sonografi, atau laparoskopi dapat dipertimbangkan bila curiga adanya
endometriosis.
Diagnosis yang kelompok ambil yaitu dismenore primer. Dismenore primer adalah
nyeri haid yang dijumpai tanpa ada kelainan alat-alat genital yang nyata. Dismenore primer
terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-
siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang
tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama
dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus
dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya
terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan
dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diarea, iritabilitas, dan
sebagainya.
Diagnosa banding : Endometriosis

ETIOLOGI
Dismonere biasanya terjadi akibat pelepasan berlebihan prostaglandin tertentu,
prostaglandin F2 alfa,dari sel-sel endometrium uterus. Prostaglandin F2 alfa adalah suatu
perangsangan kuat kontraksi otot polos miometrium dan konstraksi pembuluh darah uterus. Hal
ini memperparah hipoksia uterus yang secara normal terjadi pada haid, sehingga timbulnya rasa
nyeri hebat.
Faktor Penyebab dan Faktor Resiko Menurut Manuaba (2001) terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi dismenore antara lain:
1. Faktor Kejiwaan
Dismenore primer banyak dialami oleh remaja yang sedang mengalami tahap pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik maupun psikis. Ketidaksiapan remaja putri dalam menghadapi
perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang
akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid seperti dismenore.
2. Faktor Konstitusi
Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab timbulnya dismenore
primer yang dapat menurunkan ketahanan seseorang terhadap nyeri. Faktor ini antara lain:
a. Anemia
Sebagian besar penyebab anemia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk
pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi. Kekurangan zat
besi ini dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh
maupun sel otak.
b. Penyakit Menahun
Penyakit menahun yang diderita seorang perempuan akan menyebabkan tubuh
kehilangan terhadap suatu penyakit atau terhadap rasa nyeri. Penyakit yang termasuk
penyakit menahun dalam hal ini adalah asma dan migrain.
3. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Teori tertua menyatakan bahwa dismenore primer disebabkan oleh stenosis kanalis servikalis.
Pada perempuan dengan uterus dalam hiperantifleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis
servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai
penyebab dismenore. Banyak perempuan yang menderita dismenore tanpa stenosis servikalis dan
tanpa uterus dalam hiperantifleksi. Sebaliknya terdapat perempuan tanpa keluhan dismenore,
walaupun ada stenosis servikalis dan uterus terlatak dalam hiperantifleksi atau hiperretofleksi.
4. Faktor Endokrin
Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan. Hal ini disebabkan
karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 α yang menyebabkan
kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 α berlebih akan dilepaskan dalam
peredaran darah, maka selain dismenore, dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, dan
muntah.
5. Faktor Alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dismenore primer dengan urtikaria, migren
atau asma bronkial. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid.
Menurut Bare & Smeltzer (2002 dikutif dalam Hermawan 2012), faktor resiko terjadinya
dismenore primer adalah:
a. Menarche pada usia lebih awal
Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi secara
optimal dan belum siap mengalami perubahan- perubahan sehingga timbul nyeri ketika
menstruasi.
b. Belum pernah hamil dan melahirkan
Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan saraf yang
menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar sehingga
sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.
c. Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari)
Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari), menstruasi menimbulkan adanya kontraksi uterus,
terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi, dan semakin banyak
prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa
nyeri, sedangkan kontraksi uterus yang turus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus
terhenti dan terjadi dismenore.
d. Umur
Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher rahim bertambah lebar,
sehingga pada usia tua kejadian dismenore jarang ditemukan.

Sedangkan menurut Medicastore (2004), wanita yang mempunyai resiko menderita dismenore
primer adalah:
a. Konsumsi Alkohol
Alkohol merupakan racun bagi tubuh. Hati bertanggungjawab terhadap penghancur estrogen
untuk disekresi tubuh. Adanya alkohol dalam tubuh secara terus menerus dapat mengganggu
fungsi hati sehingga estrogen tidak dapat disekresi tubuh sehingga estrogen yang menumpuk
dalam tubuh dapat merusak pelvis.
b. Perokok
Merokok dapat meningkatkan lamanya menstruasi dan meningkatkan lamanya dismenore.
c. Tidak pernah berolah raga
Kejadian dismenore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas selama menstruasi dan
kurangnya olah raga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak
pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri.
d. Stres
Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot punggung bawah
sehingga menyebabkan dismenore.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi dismenore tertinggi sering ditemui pada remaja wanita, yang diperkirakan antara 20-
90% , itu juga tegantung pada metode penelitian apa yang digunakan. Sekitar 15% remaja
dilaporkan mengalami dismenore berat. Di Amerika Serikat, dismenore diakui sebagai penyebab
paling sering ketidakhadiran di sekolah yang dialami remaja putri. Selain itu, juga dilakukan
survey pada 113 wanita Amerika Serikat dan dinyatakan prevalensi sebanyak 29-44%, paling
banyak pada usia 18-45 tahun (Karim,2013). Sebuah studi di Swedia ditemukan prevalensi
dismenore adalah 90% pada wanita usia 19 tahun dan 67% pada wanita usia 24 tahun. Sepuluh
persen dari 67% wanita usia 24 tahun itu bahkan mengalami nyeri berat hingga mengganggu
aktivitas mereka (French,2005). Pada suatu penelitian juga ditemukan 51% wanita absen di
sekolah atau pekerjaan paling tidak sekali dalam sebulan dan 8% wanita absen selama
mengalami menstruasi setiap bulan. Lebih lanjut, wanita yang mengalami dismenore
memperoleh nilai rendah di sekolah dan sulit beradaptasi di sekolah dibanding wanita yang tidak
dismenore (Abbaspour,2005).

Klein dan Litt melaporkan prevalensi dismenore mencapai 59.7% . Dari pasien yang mengalami
keluhan, 12% mendeskripsikan nyeri yang severe, 37% mengalami nyeri moderate dan 49%
mengalami nyeri mild. Dismenore menyebabkan 14% remaja putri ketinggalan pelajaran
sekolah. Selain itu, dikatakan bahwa dismenore lebih sering terjadi pada remaja ras kulit hitam
dibanding ras kulit putih ( Karim,2013).

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Patogenesis
Berawal dari siklus haid yang berlangsung secara fisiologis.
• Masa reproduksi: pubertas-menopause
– sesuai dengan irama hormonal
• Lapisan endometrium uterus
– proliferasi untuk menerima embryo
– lepas kalau kehamilan tidak terjadi
• Menopause: siklus menstruasi berhenti
– ovum habis, kadar estrogen turun
terjadi antara usia 45-50 tahun
• Pembagian fisiologis
– fase folikel: perdarahan - 15 (9-23) hari,
– fase ovulasi: 1-3 hari, sampai ovulasi
– fase luteum: 12 hari - perdarahan berikut
• Sesuai dengan perubahan hormonal
• Menjelang akhir fase luteum:
– estrogen dan progesteron ↑à FSH dan LH mencapai titik terendah (feedback negatif)
– perbandingan LH/FSH sedikit di atas 1
Pada kasus ini terjadi peningkatan prostaglandin yang diakibatkan oleh menurunnya produksi
hormone estrogen dan progesteron. Berdasarkan semua teori yang dikemukakan, hormonal tetap
memegang peranan penting memicu terjadinya kerjasama berbagai factor yang menimbulkan
dismenorea primer sebagai berikut :
korpus luteum mempunyai umur 8 hari sebagai korpus luteum menstruatikum, sejak umurnya 4
hari (sejak ovulasi) telah mulai terjadi penurunan pengeluaran estrogen dan progesteron.

Patofisiologi
Dismenore adalah nyeri yang terjadi tanpa tanda-tanda infeksi atau penyakit panggul.
Dismenore biasanya terjadi akibat pelepasan berlebihan suatu
prostaglandin, prostaglandin F2a, dari sel-sel endometrium uterus. Prostaglandin
F2a adalah suatu perangsang kuat kontraksi otot polos miometriumdan kontraksi
pembuluh darah uterus, hal ini memperparah hipoksia uterus yang secara normal
terjadi pada haid, sehingga timbul rasa nyeri hebat. Nyeri hebat tersebut dapat
teratasi dengan inhibitor prostaglandin misalnya indometasin, dapat secara
efektif mengurangi kram.Inhibator prostaglandin harus digunakan pada saat
tanda awal nyeri muncul, atau sebagian wanita pada tanda pertama pengeluaran
(Corwin,2000).
· Nyeri perut bagian bawah, menjalar ke pinggang à pelepasan prostaglandin yang
berlebihan yang menyebabkan hiperaktifitas uterussedangkan penjalaran ke pinggang
diakibatkan olehpeningkatan sensitivitas serabut saraf
· Mual, muntah, sakit kepala akibat peredaran prostaglandin secara sistemik
· Cepat marah, mudah tersinggung akibat gangguan keseimbangan hormon estrogen dan
progesteron

MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari dismenore primer yaitu kram dibagian perut tengah bawah yang dimulai dengan
aliran darah saat haid atau beberapa saat sebelumnya.
Kram yang dialami paling intens pada hari pertama atau kedua dan menghilang sebelum siklus
haid berakhir. Nyeri yang dialami mungkin mengarah dan dirasakan juga pada bagian bawah
belakang atau nyeri paha anterior. Mual dan muntah dapat terjadi pada beberapa individu. Near-
syncope atau “dizziness” (not true vertigo) dan keluhan "weakness” juga dapat timbul.
Premenstrual atau men- strual molimina, meliputi breast tenderness, bloating (bengkak), sakit
kepala dan mood changes, juga dapat mengganggu.
Dismenore sekunder biasanya dimulai beberapa hari bahkan 1 sampai 2 minggu sebelum onset
of bleeding dan bertahan sampai akhir siklus haid. Bersamaan dengan beberapa gejala, seperti
heavy bleeding, mungkin dapat mengesankan uterine fibroids sebagai penyebabnya.

PENATALAKSANAAN
Farmakologis
Upaya farmakologis yang dapat dilakukan dengan memberikan obat analgesik sebagai
penghilang rasa sakit. Menurut Bare & Smeltzer (2002 dalam Hermawan, 2012), penanganan
nyeri yang dialami oleh individu dapat melalui intervensi farmakologis, dilakukan kolaborasi
dengan dokter atau pemberi perawatan utama lainnya pada pasien. Obat-obatan ini dapat
menurunkan nyeri dan menghambat produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang
mengalami trauma dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitive
terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya, contoh obat anti inflamasi nonsteroid adalah aspirin,
ibuprofen.
Penanganan dismenore primer adalah (Calis, 2011):
1) Penanganan dan nasehat
2) Pemberian obat analgesik
Obat analgesik yang sering diberikan adalah preprat kombinasi aspirin, fansetin, dan kafein.
Obat-obatan paten yang beredar dipasaran antara lain novalgin, ponstan, acetaminophen dan
sebagainya.
3) Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi, bersifat sementara untuk membuktikan
bahwa gangguan benar- benar dismenore primer. Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan
salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.
4) Terapi dengan obat non steroid anti prostaglandin
Endometasin, ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang lebih 70% penderita dapat
disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan. Pengobatan dapat diberikan sebelum haid mulai
satu sampai tiga hari sebelum haid dan dapat hari pertama haid.
5) Dilatasi kanalis servikalis
Dilatasi kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena dapat memudahkan
pengeluaran darah dengan haid dan prostaglandin didalamnya. Neurektomi prasakral
(pemotongan urat saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat) ditambah dengan
neurektomi ovarial (pemotongan urat saraf sensorik pada diligamentum infundibulum)
merupakan tindakan terakhir, apabila usaha-usaha lainnya gagal.

Non Farmakologis
Menurut Bare & Smeltzer (2002 dalam Hermawan 2012) penanganan nyeri secara
nonfarmakologis terdiri dari:
1) Stimulasi dan Masase kutaneus
Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung
dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostsglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri
dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas
mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurungkan nyeri dengan memprcepat penyembuhan.
3) Transecutaneus Electrical Nerve Stimulaton ( TENS)
4) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri, contoh:
menyanyi, brdoa, menceritakan gambar atau foto denaga kertas, mendengar musik dan bermain
satu permainan.
5) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi
yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi
nafas dalam. Contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan.)
6) Imajinasi

- Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) :

OAINS/NSAID adalah terapi awal yang sering digunakan untuk dismenorea. OAINS/NSAID
mempunyai efek analgetika yang secara langsung menghambat sintesis prostaglandin dan
menekan jumlah darah haid yang keluar. Seperti diketahui sintesis prostaglandin diatur oleh dua
isoform siklooksigenase (COX) yang berbeda, yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagian besar
NSAID/OAINS bekerja menghambat COX-2.

- Pil Kontrasepsi Kombinasi : bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan pertumbuhan
jaringan endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi Prostaglandin serta
kram uterus. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk mengatasi dismenorea
dan sekaligus akan membuat siklus haid menjadi teratur.

- Latihan Fisik : latihan fisik dapat meningkatkan aliran darah ke daerah pelvis sehingga
menstimulasi pelepasan Beta Endorfin yang bekerja sebagai analgesik non spesifik .

- Kompres Hangat : Penempelan panas dengan suhu 39 derajat Celsius selama 12 jam
terbukti sama efektifnya dengan penggunaan ibuprofen.

EDUKASI DAN PENCEGAHAN


Edukasi
· Memberikan konseling kepada pasien
· Menghindari faktor-faktor resiko
Pencegahan
· Hindari konsumsi alkohol
Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati bertanggungjawab
terhadap penghancur estrogen untuk disekresi oleh tubuh. Fungsi hatiterganggu karena adanya
komsumsi alkoholyang terus menerus, maka estrogentidak bisa disekresi dari tubuh, akibatnya
estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan gangguan pada pelvis.
· Hindari merokok
Merokok dapat meningkatkan lamanya mensruasi dan meningkatkan lamanyadisminore.
· Rajin berolahraga
Kejadian disminore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas selammenstruasi dan kurangnya
olah raga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasidarah dan oksigen menurun. Dampak pada uterus
adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri.
· Hindari stress
Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot punggung bawah
sehingga menyebabkan disminore.

+ KOMPLIKASI
· syok neurogenik
· mengganggu aktivitas sehari-hari
· emosional : gelisah & depresi

PROGNOSIS
Menurut Karim (2013), dengan penggunaan NSAID, prognosis dismenore sangat baik. Akan
tetapi, prognosis dari dismenore sekunder bervariasi tergantung etiologi dari dismenore itu
sendiri. Apabila diagnosa dari etiologi dismenore sekunder tidak tepat, maka dapat menyebabkan
peningkatan morbiditas pasien.

Walaupun dismenore tidak mengancam nyawa, dismenore dapat mengganggu aktivitas dan
produktivitas seseorang. Pemahaman remaja yang terbatas tentang menstruasi dan dismenore,
mengakibatkan kebanyakan remaja perempuan menggunakan cara yang tidak tepat untuk
mengatasi dismenore. Penanganan dismenore pada remaja sering dilakukan sendiri, hanya
sebagian kecil yang datang berkonsultasi pada tenaga kesehatan untuk mengatasi keluhan yang
dialaminya.

FISIOLOGI SIKLUS HAID


Pada proses ovulasi yang memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus,
hipofisis, ovarium, uterus ( endometrium ).

Hipotalamus menghasilkan GnRH yang berfungsi merangsang Hipofisis menghasilkan FSH dan
LH. Siklus haid dibagi menjadi dua fase yaitu fase folikel dan fase luteal. Selama siklus haid ada
perubahan kadar hormon oleh mekanisme umpan balik antara hormon steroid dengn
gonadotropin di hipotalamus. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH.
Sedangkan pada LH, umpan balik negatif apabila kadar LH rendah dan positif apabila kadar LH
tinggi. Pada fase folikel dini, folikel berkembang oleh FSH yang meningkat karena regresi
korpus luteum sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, estrogen
meningkat, dan menekan produksi FSH . Pada waktu ini LH juga ikut meningkat, namun
perannya hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat
pada fase akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukan folikel telah masak dan peka terhadap
FSH. Perkembangan folikel akan berakhir ketika estrogen dalam plasma meninggi. Ketika
estrogen berangsur-angsur meninggi dan mencapai puncak terjadi umpan balik positif terhadap
pusat siklik dan dengn lonjakan LH, mengakibatkan ovulasi. LH meninggi menetap kira-kira 24
jam dan menurun pada fase luteal karena estrogen yang menurun ketika ada perubahan
morfologik dari folikel yang pecah. Pada fase luteal, sel-sel granulosa membesar membentuk
vakuola dan bertumpuk pigmen kuning, folikel menjadi korpus luteum. Korpus luteum akan
membuat progesteron banyak dan estrogen banyak. Progesteron, disekresi oleh sel yang terdapat
pada corpus luteum, bersama dengan estrogen untuk mempertahankan endometrium agar dapat
terjadi implantasi jika terjadi pembuahan dan mempersiapkan kelenjar mamae untuk sekresi air
susu. Progesteron menghambat secara maksimal LH dan FSH . Mulai 10-12 hari korpus luteum
akan mengalami regresi dan berdegenrasi diikuti menurunnya sekresi progesteron dan estrogen.
Inhibisi LH dan FHS juga ikut berkurang. Hal ini terjadi apabila tidak ada pembuahan. Setelah
itu siklus haid akan dimulai lagi dari awal.
Morfologi Endometrium

1. Stadium menstruasi atau deskuamasi


Endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya lapisan tipis(
stratum basale) yang tinggal. Berlangsung selama 4 hari.
2. Stadium pasca haid/ regenerasi
Luka endometrium karen pelepasan berangsur sembuh dan ditutup kembali oleh selapu
lendir baru dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium kurang
lebih 0.5 mm, berlangsung 4hari.
3. Stadium untemenstruum/ proliferasi
Endometrium tumbuh setebal kurang lebih 3,5 mm, dari hari ke 5- hari ke 14 siklus haid.
Ada 3 subfase proliferasi, yaitu :
 Proliferasi dini
Antara hari ke 4 sampai ke 7. Endometrium tebalnya ± 2mm . Kelenjar lurus,
epitelnya kubis rendah, intinya basal.
 Proliferasi madya
Antara hari ke 8 sampai ke 10. Epitel permukaan berbentuk torak tinggi,kelenjar
berkeluk-keluk dan bervariasi. Stroma ada edema, dan ada banyak mitosis dengan inti
telanjang.
 Proliferasi lanjut
Endometrium jadi lebih tebal, permukaan kelenjar tidak rata dan banyak mitosis.

4. Stadium pramenstruasi/ sekresi

Sesudah ovulasi, berlangsung dari hari ke 14-28. Pada stadium ini, tebal endometrium tetap
tapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku serta mengeluarkan getah. Dalam
endometrium tertimbun glikogen dan kapur untuk makanan untuk telur yang dibuahi kelak.

Stadium sekresi dibagi 2 :

 Sekresi dini
Endometrium lebih tipis dari pada fase sebelumnya karena kehilangan cairan, tebalnya ±
4-5 mm. Pada saat ini lapisan terbagi jadi 3 bagian :
1. Stratum basale, lapisan yang berbatasan dengan lapisan otot, inaktif kecuali mitosis
pada kelenjar.
2. Stratum spongiosum, lapisan tengah bentuk anyaman seperti spons karena banyak
kelenjar yang melebar dan berkelok dengan stroma sedikit.
3. Stratum kompaktum, lapisan permukaan, saluran kelenjar sempit, lumen ada sekret,
stroma berlebih, ada edema
 Sekresi lanjut
Tebalnya ± 5-6 mm. Endometrium sangat vaskuler, dan kaya glikogen. Sangat ideal
untuk nutrisi dan perkembangan ovum

Vaskularisasi Endometrium Dalam Siklus Menstruasi

Cabang-cabang besar arteri uterine berjalan terutama dalam stratum vaskulare


miometrium. Dari sini sejumlah arteria radialis itu berjalan langsung ke endometrium
dan membentuk arteria spiralis. Pembuluh-pembuluh darah ini memelihara stratum
fungsional endometrium yang terdiri dari stratum kompaktum dan sebagian stratum
spongiosum.
Stratum basale dipelihara oleh arteriola-arteriola miometrium di dekatnya. Mulai dari
fase proliferasi terus ke fase sekresi pembuluh-pembuluh darah dalam endometrium
berkembang dan membentuk jaringan kapiler yang banyak. Pada miometrium kapiler-
kapiler mempunyai endotel yang tebal dan endometrium yang kecil. Vena-vena yang
berdinding tipis membentuk pleksus dan pada lapisan yang lebih dalam dari lamina
propria mukosa, dan membentuk jaringan anastomosis yang tidak teratur dengan
sinusoid-sinusoid pada semua lapisan. Pleksus lainnya dari vena-vena besar tanpa katup
terdapat di stratum vaskulare dari miometrium. Hamper sepanjang siklus haid
pembuluh-pembuluh darah menyempit dan melebar secara ritmis, sehingga permukaan
endometrium memucat dan berwarna merah karena penuh dengan darah, berganti-ganti.
Bila tidak terjadi pembuahan, korpus luteum mengalami kemunduran yang
menyababkan kadar progesterone dan estrogen menurun. Penurunan kadar hormone ini
mempengaruhi keadaan endometrium kearah regresi, dan pada satu saat lapisan
fungsionalis endometrium terlepas dari stratum basale yang dibawahnya. Peristiwa ini
menyebabkan pembuluh-pembuluh darah terputus, dan terjadilah pengeluaran darah
yang disebut menstruasi.

HUBUNGAN NYERI HAID DENGAN RASA MUAL, MUNTAH, DAN SAKIT KEPALA,
SERTA CEPAT MARAH DAN MUDAH TERSINGGUNG

Dalam fase sekresi endometrium menghasilkan prostaglandin F2 yang membuat kontraksi otot-
otot polos. Ketika jumlah prostaglandin yang berlebihan dilepaskan ke dalam peredaran darah
maka akan terjadi efek umum lainnya seperti diare, nausea, muntah.

Hampir setiap wanita gangguan menjelang, dan sementara haid yang disebut molimina
menstrualia. Yang menyertai perubahan-perubahan yang terjadi dalam siklus haid normal.
Apabila perubahan tersebut lebih dari biasa maka dapat timbul sindrom yang mengganggu
wanita yang lazim disebut tegangan pra haid yang dapat berlangsung sampai haid. Hal ini terjadi
karena ada ketidakseimbangan antara estrogen dan progesteron. Dominasi estrogen
mengakibatkan terjadinya defisiensi air dan edema pada beberapa tempat.

GANGGUAN HAID LAINNYA

- Amenorrhoe : Tidak ada haid

- Pseudoamenorrhoe ( kryptomenorrhoe) : ada haid tapi darah haid tidak dapat

keluar karena tertutupnya tractus genitalia

- Menstruatio praecox : timbulnya haid pada umur yang sangat muda

- Hypomenorrhoe : haid teratur tetapi jumlah darahnya sedikit

- oligomenorrhoe : haid jarang, karena siklus panjang

- Hypermenorrhoe : Haid teratur tetapi jumlah darahnya banyak

- Polymenorrhoe : haid teratur, tapi kerap datangnya, karena siklusnya pendek


- Metrorrhagie : perdarahan rahim di luar waktu haid

- Pre menstrual tension

ASPEK ENDOKRIN DALAM SIKLUS HAID


Pada proses ovulasi yang memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis,
ovarium, uterus ( endometrium ).

Hipotalamus menghasilkan GnRH yang berfungsi merangsang Hipofisis menghasilkan FSH dan
LH. Siklus haid dibagi menjadi dua fase yaitu fase folikel dan fase luteal. Selama siklus haid ada
perubahan kadar hormon oleh mekanisme umpan balik antara hormon steroid dengn
gonadotropin di hipotalamus. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH.
Sedangkan pada LH, umpan balik negatif apabila kadar LH rendah dan positif apabila kadar LH
tinggi. Pada fase folikel dini, folikel berkembang oleh FSH yang meningkat karena regresi
korpus luteum sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, estrogen
meningkat, dan menekan produksi FSH . Pada waktu ini LH juga ikut meningkat, namun
perannya hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat
pada fase akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukan folikel telah masak dan peka terhadap
FSH. Perkembangan folikel akan berakhir ketika estrogen dalam plasma meninggi. Ketika
estrogen berangsur-angsur meninggi dan mencapai puncak terjadi umpan balik positif terhadap
pusat siklik dan dengn lonjakan LH, mengakibatkan ovulasi. LH meninggi menetap kira-kira 24
jam dan menurun pada fase luteal karena estrogen yang menurun ketika ada perubahan
morfologik dari folikel yang pecah. Pada fase luteal, sel-sel granulosa membesar membentuk
vakuola dan bertumpuk pigmen kuning, folikel menjadi korpus luteum. Korpus luteum akan
membuat progesteron banyak dan estrogen banyak. Progesteron, disekresi oleh sel yang terdapat
pada corpus luteum, bersama dengan estrogen untuk mempertahankan endometrium agar dapat
terjadi implantasi jika terjadi pembuahan dan mempersiapkan kelenjar mamae untuk sekresi air
susu. Progesteron menghambat secara maksimal LH dan FSH . Mulai 10-12 hari korpus luteum
akan mengalami regresi dan berdegenrasi diikuti menurunnya sekresi progesteron dan estrogen.
Inhibisi LH dan FHS juga ikut berkurang. Hal ini terjadi apabila tidak ada pembuahan. Setelah
itu siklus haid akan dimulai lagi dari awal.
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) yang disekresi hipotalamus mengontrol siklus baik
pada ovarium dan uterus. GnRH merangsang dilepaskannya follicle-stimulating hormone (FSH)
dan luteinizing hormone (LH) oleh pituitari anterior. FSH berperan dalam pertumbuhan folikel,
sedangkan LH berperan dalam perkembangan dari folikel tersebut. FSH dan LH menstimulasi
folikel-folikel untuk mensekresikan estrogen. Selain itu, LH juga berperan untuk merangsang
theca cells dari suatu folikel yang sedang berkembang untuk mensekresi androgen. Androgen
yang dihasilkan ini nantinya akan dikonversi menjadi estrogen karena adanya pengaruh dari
FSH. LH akan memicu terjadinya ovulasi dan pembentukan corpus luteum, corpus luteum akan
menghasilkan estrogen, progesterone, relaxin dan inhibin.

Estrogen yang disekresi oleh folikel memiliki beberapa fungsi yang penting :

1. Perkembangan dari struktur reproduksi wanita dan karakteristik seks

sekunder.

2. Meningkatkan anabolisme protein, termasuk pertumbuhan tulang (bekerja

bersama dengan Growth Hormone).

3. Menurunkan level kolesterol darah.

4. Inhibisi pelepasan GnRH oleh hipotalamus dan sekresi LH serta FSH oleh

pituitari anterior.

Progesteron, disekresi oleh sel yang terdapat pada corpus luteum, bersama dengan estrogen
untuk mempertahankan endometrium agar dapat terjadi implantasi jika terjadi pembuahan dan
mempersiapkan kelenjar mamae untuk sekresi air susu. Relaksin diproduksi untuk menginhibisi
kontraksi uterus yang berlebihan. Sedangkan, Inhibin disekresi oleh sel granulosa dan juga oleh
corpus luteum setelah

Anda mungkin juga menyukai