Bahan Agama
Bahan Agama
BAB I
PENDAHULUAN
Ayat ini mengajarkan prinsip equality before God and law. Artinya manusia di hadapan Tuhan
dan hukum itu sama kedudukanya, dan yang menyebabkan tinggi atau rendahnya kedudukan
manusia itu bukan karena perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan, kedudukan dan
sebagainya, melainkan karena ketakwaannya kepada Allah. Karena itu, jenis kelamin yang
normal yang diberikan kepada seseorang harus disyukuri dengan jalan menerima kodratnya dan
menjalankan semua kewajibannya sebagai makhluk terhadap Khaliqnya sesuai dengan kodrat
tanpa mengubah jenis kelaminnya.
Kedua hadits diatas dapat menunjukan bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis
kelaminnya, dilarang oleh islam mengubah jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan Allah
tanpa alasan yang dibenarkan.
Demikian pula seorang pria ataupun wanita yang terlahir normal jenis kelaminnya, tetapi karena
lingkungannya menderita kelainan semacam kecenderungan seksnya yang mendorongnya
lahiriah “banci” dengan berpakaian dan bertingkah laku yang berlawanan dengan jenis
kelaminnya yang sebenarnya. Maka dalam hal ini ia juga diharamkan oleh agama mengubah jenis
kelaminnya, sekalipun ia mengalami kelainan seks, sebab pada hakikatnya jenis/organ
kelaminnya normal, tetapi psikisnya tidak normal. Kerena itu, upaya kesehatan mentalnya
ditempuh melalui pendekatan keagamaan dan kejiwaan.
8) Kaidah Fiqhiyyah
النهي عن الشيء نهي عن وسائله
Larangan terhadap sesuatu juga merupakan larangan terhadap sarana-sarananya.
ً الحكم يدور مع علته وجودا ً وعدما
Penetapan hukum tergantung ada
َّ ض َر ُر َال َي َزا ُل ِبال
ض َر ِر َّ ال
Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya yang lain
درء الفاسد مقدم على جلب المصالح
Mencegah bahaya didahulukan atas menarik kemaslahatan.
الضرر يزال
Dharar itu harus dihilangkan
Menurut Muhammad Shiddiq al-Jawi operasi ganti kelamin juga merupakan dosa besar (kaba`ir),
sebab salah satu kriteria dosa besar adalah adanya laknat (kutukan) dari Allah dan Rasul-Nya.
Yang berdosa bukan hanya orang yang dioperasi, tapi juga semua pihak yang terlibat di dalam
operasi itu, baik langsung atau tidak, seperti dokter, para medis, psikiater, atau ahli hukum yang
mengesahkan operasi tersebut. Semuanya turut berdosa dan akan dimintai pertanggungjawaban
oleh Allah pada Hari Kiamat kelak, karena mereka telah bertolong menolong dalam berbuat dosa.
Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan
bukan pergantian jenis kelamin, menurut para ulama dibolehkan secara hukum syariat. Jika jenis
kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani,
baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya
diperbolehkan, bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti
ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf dalam bukunya Shafwatul bayan (1987:131)
memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal
bisa mengalami kelainan psikis dan sosial, sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari
kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri
menjadi waria atau melakukan homoseksual dan lesbianisme yang sangat berbahaya bagi dirinya
dan masyarakat. Sebab perbuatan anal seks (perilaku seksual dng memasukkan zakar ke dubur
pasangan) dan oral seks(perilaku seksual dng memasukkan zakar ke oral (mulut) pasangannya)
yang biasa dilakukan oleh kaum homo bisa menyebabkan terjangkitnya penyakit AIDS yang
sangat ganas dan hingga kini belum ditemukan obatnya.
Karena itu, apabila kemajuan teknologi kedokteran bisa memperbaiki kondisi kesehatan fisik dan
psikis/mental si banci alami melalui oprasi kelamin, maka islam membolehkan, bahkan
menganjurkan/memandang baik, karena akan mencapai maslahah yang lebih besar daripada
mafsadahnya. Adapun hadits Nabi yang melarang orang mengubah ciptaan Allah apabila itu tidak
membawa maslahah yang besar, bahkan mendatangkan mafsadat. Tetapi apabila mengubah
ciptaan Allah itu membawa maslahah yang besar dan menghindari mafsadah. Misalnya khitan
anak lelaki dengan jalan menghilangkan kulup (qulfah atau preputium) dibenarkan oleh islam,
sebab jikalau kulup itu tidak dipotong, justru kulup itu menjadi sarang timbulnya penyakit.
Demikian pula operasi kelamin bagi yang lahir tidak normal jenis kelaminnya diizinkan oleh
islam, apabila secara medis bisa diharapkan terwujudnya kemaslahatan yang besar bagi yang
bersangkutan untuk kesehatan fisik dan mentalnya.
Ketiga: apabila seseorang mempunyai kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina,
maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat
kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk “mematikan” dan menghilangkan salah satu alat
kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam
tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas wanita, maka ia boleh
mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian memperjelas
identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis yang berbeda
dengan keadaan dalamya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri, baik dari segi hukum
agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan maupun kehidupan sosialnya.
Menurut makhluf dan syalthut, islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang
penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang
dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang
memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia
tidak boleh menutup lubang vaginanya dan memfungsikan penisnya; demikian pula sebaliknya.
Hal ini dikarnakan operasi kelamin yang berbeda dengan bagian dalam kelaminnya, berarti
melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah.
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi
bagian dalam kelamin orang yang memiliki kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga
merupakan keputusan Nahdlatul ulama PW jawa timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam
tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul
Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Peranan dokter dan para medis dalam operasi pergantian kelamin ini dalam status hukumnya
sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika haram maka ia ikut berdosa karena
termasuk bertolong-tolong dalam dosa.
2.2.1 Pengertian
Prof.Drs.H.Masjfuk Zuhdi mendefinisikan pencangkokan (Transplantasi) ialah pemindahan organ
tubuh yang memiliki daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat
dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan
penderita untuk bertahan hidup tidak ada lagi.
Sedangkan dalam wikipedia Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh
atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain
pada tubuh yang sama (http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ). Transplantasi ini
ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ
lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup
ataupun telah meninggal.
Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terikat dengannya: pertama,
Donor yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk dipasangkan
pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi kelainan. Kedua, resipien yaitu
orang yang menerima organ tubuh dari donor yang karena satu dan lain hal, organ tubuhnya harus
diganti. Ketiga, tim ahli yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor
kepada resipien.
Ada 3 tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahannya sendiri:
a. Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe omo memerlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan
kesehatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun terhadap resipien, demi menghindari
kegagalan terhadap transplantasiyang disebabkan karena penolakan tubuh resipien, dan sekaligus
untuk mencegah resiko bagi donor. Sebab menurut data statistik, 1 dari 1000 donor meninggal
dan si donor juga merasa was-was dan tidak aman, karena menyadari bahwa dengan
menyumbangkan sebuah ginjalnyamisalkan, ia tidak akan memperoleh ginjalnya seperti sedia
kala.
b. Donor dalam keadaan hidup koma atau diduga kuat akan meninggal dengan segera. Untuk tipe
ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya
dengan bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat penunjang tersebut dicabut, setelah
selesai proses pengambilan organ tubuhnya. Hanya, kriteria mati secara medis/klinis dan yuridis
perlu ditentukan dengan tegas dan tuntas. Apakah kriteria mati itu ditandai dengan berhentinya
denyut jantung (Rumusan PPNa 18/1981) ataukah ditandai denan berhentinya fungsi otak
(Rumusan IDI tahun 1985). Penegasan kriteria mati secara klinis dan yuridis itu sangat penting
bagi dokter sebagai pegangan dalam menjalankan tugasnya, sehingga ia tidak khawatir dituntut
melakukan pembunuhan berencana oleh keluarga yang bersangkutan sehubungan dengan praktek
transplantasi itu.
c. Donor dalam keadaan wafat. Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil ketika
donor sudah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan yuridis. Disamping itu, juga harus
diperhatikan daya tahan organ yang akan dicangkokkan, apakah masih ada kemungkinan untuk
bisa berfungsi bagi resipien, atau apakah sel-sel dan jaringannya sudah mati, sehingga tidak
bermanfaat lagi bagi resipien.
Sampai saat ini, transplantasi organ tubuh yang banyak dibicarakan dikalangan ilmuan dan
agamawan adalah mengenai tiga macam organ tubuh, yaitu mata, ginjal, dan jantung. Hal ini
dapat dimaklumi, karena dari segi struktur anatomis manusia, ketiga organ tubuh tersebut
sangatlah vital bagi kehidupan manusia. Namun, sebagai akibat perkembangan pengetahuan
modern dan teknologi yang makin canggih, maka di masa yang akan datang, transplantasi
mungkin juga berhasil dilakukan untuk organ-organ tubuh lainnya, mulai dari kaki dan
telapaknya, sampai kepala; termasuk pula organ tubuh bagian dalam seperti rahim wanita.
Namun apa yang bisa dicapai dengan tekhnologi, belum tentu bisa diterima oleh agama, dan
hukum dimasyarakat. Karena itu, mengingat transplantasi organ tubuh itu termasuk masalah
ijtihadi, karena tidak terdapat hukumnya secara eksplisit di dalam al-quran dan sunnah, dan
mengingat pula masalah itu cukup kompleks, menyangkut berbagai bidang studi, maka
seharusnya masalah ini dianalisis dengan memakai pendekatan multidisipliner (berkaitan dng
berbagai ilmu pengetahuan),misalnya kedokteran, biologi, hukum, etika, dan agama; agar bisa
diperoleh kesimpulan berupa hukum ijtihadi yang proposional dan mendasar.
Adapun dalil syar’i yang dapat dijadikan dasar untuk membolehkan pencangkokan antara lain
sebagai berikut:
1) Al-quran surat albaqarah ayat 195 diatas, secara logis dapat dipahami bahwa islam tidak
membenarkan orang yang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya maut atau tidak
berfungsinya organ tubuh yang sangat vital bagi dirinya, tanpa usaha penyembuhan organ tubuh,
yang secara medis memberi harapan kepada yang bersangkutan untuk dapat bertahan hidup lebih
baik.
2) Al-Quran surat al-Maidah ayat 32:
َ ََّو َم ْن أَحْ َيا َها فَ َكأَنَّ َما أَحْ َيا الن
ً اس َج ِميعا
Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia telah
memelihara kehidupan manusia seluruhnya.
Ayat ini menunjukkan bahwa islam sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat
menyelamatkan jiwa manusia. Misalnya seorang yang menemukan bayi yang tidak berdosa
dibuang disampah, mengambilnya untuk menyelamatkan jiwanya. Demikian pula seorang yang
dengan ikhlas hati mau menyumbangkan organ tubuhnya setelah ia meninggal, maka islam
membolehkannya, bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi
nilainya, karena menolong jiwa sesama manusia atau membantu berfungsinya kembali organ
tubuh sesamanya yang tidak berfungsi.
3) Al-Quran surat al-Maidah ayat 2
علَى اإلثم والعدوان َ َعلَى البر والتقوى َوالَ تَع
َ ْاونُوا َ ْاونُوا
َ ََوتَع
Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa
Ayat tersebut menyuruh berbuat baik kepada sesama manusia dan saling tolong menolong dalam
hal kebaikan. Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong
menolong dalam kebaikan, karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat memerlukannya.
4) Hadits Nabi saw:
َّ َّللاِ فَ ِإ َّن
ََّللا َ قَا َل « تَد-صلى هللا عليه وسلم- َِّللا
َّ َاو ْوا ِعبَا َد َّ سو َل ُ سا َمةَ ْب ِن ش َِريكٍ أ َ َّن َر
َ ُ ع َْن أ
ِ ُع ََّز َو َج َّل لَ ْم يُنَ ِز ْل دَا ًء ِإالَّ أ َ ْن َز َل َمعَه
شفَا ًء ِإالَّ ا ْل َم ْوتَ َوا ْل َه َر َم » مسند أحمد
Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu
penyakit, kecuali Dia juga menurunkan obat penyembuhannya, selain penyakit mati dan tua
(Musnad Ahmad)
Hadits ini menunjukkan bahwa umat islam wajib berobat jika menderita sakit, apapun macam
penyakitnya, sebab setiap penyakit berkah kasih sayang Allah, pasti ada obat penyembuhnya,
kecuali penyakit mati dan tua.
5) Kaidah hukum islam:
ض َر ُر يُ َزا ُل
َّ ال
Bahaya itu dihilangkan.
Seorang yang menderita sakit ginjal yang sudah mencapai stadium yang gawat, maka ia
menghadapi bahaya maut sewaktu-waktu. Maka menurut kaidah hukum diatas, bahaya maut
tersebut harus ditanggulangi dengan usaha pengobatan. Dan jika pengobatan secara medis biasa
tidak bisa menolong, maka demi menyelamatkan jiwanya, pencangkokan ginjal diperbolehkan
karena dalam keadaan darurat.dan ini berarti kalau penyembuhan penyakitnya bisa dilakukan
tanpa pencangkokan, maka pencangkokan tubuh tidak perlu dilakukan.
Menurut hukum wasiat, keluarga orang meninggal wajib melaksanakan wasiat orang yang
meninggal mengenai hartanya dan apa yang bisa bermanfaat, baik untuk kepentingan si mayit itu
sendiri, kepentingan ahli waris, non ahli waris, maupun kepentingan agama dan umum.
Berhubung si donor telah membuat wasiat untuk menyumbangkan organ tubuhnya untuk
kepentingan kemanusiaan, maka keluarga/ahli waris wajib membantu pelaksanaan wasiat si mayit
itu.
Sebaliknya, apabila seseorang pada waktu hidupnya tidak mendaftarkan dirinya sebagai donor
organ tubuh dan ia tidak pula memberi wasiat kepada ahliwaris/keluarganya untuk
menyumbangkan organ tubuhnya; apabila ia meninggal, maka keluarga/ahliwarisnya tidak berhak
mengizinkan pengambilan organ tubuh si mayit untuk pencangkokan atau untuk penelitian ilmiah
dan sebagainya.
Bagaimana menurut islam, apakah donor tubuh itu bisa mendapat pahala jika resipien orang yang
saleh, dan apakah si donor menanggung dosa, jika resipiennya orang yang suka berbuat maksiat ?
pertanyaan ini dapat dijawab dengan tegas “Tidak” berdasarkan dalil sebagai berikut:
1) Surat An-Najm ayat 39-40:
س ْوف يُ َرى َ سعَى َوأ َ َّن
َ س ْعيه َ ان َّإال َما
ِ سَ ْل ْن َ َوأ َ ْن لَ ْي
ِ ْ س ِل
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya Dan
bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan.
Dalam tafsir jalalain disebutkan:
س ْوف َ "وأ َ َّن
َ س ْعيه َ غيْره ْال َخيْر
َ ش ْيء َ ْس لَهُ ِم ْن
َ س ْعي َ ان َّإل َما
َ سعَى" ِم ْن َخيْر فَلَي ِ سَ ْل ْن َ ي أَنَّهُ "لَي
ِ ْ ْس ِل ْ َ "وأ َ ْن" أ
َ
ْ
صر فِي اْل ِخ َرة َ ي َُرى" يُ ْب
(Dan bahwasanya) bahwasanya perkara yang sesungguhnya itu ialah (seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya) yaitu memperoleh kebaikan dari usahanya
yang baik, maka dia tidak akan memperoleh kebaikan sedikit pun dari apa yang diusahakan oleh
orang lain. (Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan) kepadanya di akhirat.
Karena itu, menurut Prof.Drs.H.Masjfuk Zuhdi, donor organ tubuh tidak bertanggung jawab atas
perbuatan resipien, sebagaimana ia (donor) tidak berhak atas pahala dari amalan-amalan yang
baik dari resipien.
Selanjutnya bertalian dengan transplantasi, bagaimana dengan transplantasi dengan organ tubuh
hewan yang diharamkan, yang dicangkok kepada manusia, seperti katub jantung babi, atau
ginjalnya ? menurut Dr.H.Abdul Wahab Abd.Muhaimin,Lc,MA. Hal tersebut diperbolehkan,
karena darurat dan tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh kecuali dengan transplantasi organ
tubuh hewan yang diharamkan tersebut. Dalam keadaan darurat, maka dibolehkan melakukan hal
yang terlarang.
a. Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.a, dari Nabi Saw. berliau pernah bersabda, “Tidak lah
Allah Swt. menurunkan wabah/penyakit kecuali Allah Swt. juga menurunkan obat
penawarnya”(H.R. Bukhari)
b. Riwayat dari Usamah ibn Syuraik R.a, berkata, “Ada beberapa orang Arab bertanya
kepada Rasulullah Saw.:”Wahai Rasulullah, apakah kami harus mengobati (penyakit
kami), Rasulullah menjawab, “Obatilah. Wahai hamba-hamba Allah lekaslah kalian
berobat, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, diriwayat lain
disebutkan, beberapa penyakit. Kecuali diturunkan pula obat penawarnya Kecuali satu
yang tidak bisa diobati lagi”, mereka pun bertanya,”Apakah itu wahai Rasul?”,
Rasulullah pun menjawab, “Penyakit Tua”(H.R At-Turmudzi).
Maksud dari hadits diatas adalah, bahwa setiap penyakit itu pasti ada obatnya, maka
dianjurkan kepada orang yang sakit agar mengobati sakitnya, jangan hanya dibiarkan saja,
bahkan hadits itu menekankan agar berobat kepada seorang dokter yang profesional dibidangnya.
Operasi semacam ini terkadang bisa menjadi wajib hukumnya, jika menyebabkan
kematian, maka wajib baginya untuk berobat. Allah Swt berfirman yang artinya “dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”.
2) Operasi ini tidak bisa dikatakan mengubah ciptaan Allah dengan sengaja, karena operasi ini
untuk pengobatan, walaupun pada akhirnya bertambah cantik atau indah pada dirinya.
3) Pendapat yang mengatakan, “Kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang mungkin
menjijikkan pandangan, misalnya karena ada daging tambah yang boleh menimbulkan sakit jiwa
dan perasaan, maka tidak berdosa bagi orang itu untuk berobat selagi dengan tujuan
menghilangkan kecacatan atau kesakitan yang boleh mengancam hidupnya. Karena Allah tidak
menjadikan agama buat kita ini dengan penuh kesukaran.”
2. Operasi untuk mempercantik atau memperindah tubuh
Maksudnya adalah operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan) atau karena
kecelakaan, akan tetapi atas keinginannya sendiri untuk menambah keindahan dan mempercantik
diri. Operasi ini ada bermacam-macam, akan tetapi garis besarnya saja yaitu terbagi dua, dan
setiap bagian mempunyai hukum masing-masing:
a) Operasi anggota badan
Diantaranya adalah operasi telinga, dagu, hidung, perut, payudara, pantat (maaf) dengan
ditambah, dikurang atau dibuang, dengan keinginan agar terlihat cantik.
b) Operasi mempermuda
Adapun operasi bagian kedua ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah berumur tua, dengan
menarik kerutan diwajah, lengan, pantat, tangan, atau alis. Bagian-bagian yang sering kita temui
dan yang paling umum. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak boleh melakukan operasi ini
dengan dalil diantaranya sebagai berikut:
1) Allah berfirman yang mana Allah telah melaknatnya (setan). Setan berkata, “sungguh akan
kutarik bagian yang ditentukan dari hamba-hamabaMu. dan sungguh akan kusesatkan mereka,
dan akan kubangkitlan angan-angan kosong mereka, dan aku suruh mereka memotong telinga
binatang ternak lalu mereka benar-benar memotongnya, dan aku akan suruh mereka (merubah
ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar merubahnya. Dan barangsiapa yang menjadikan setan
sebagai pelindung maka sungguh dia telah merugi dengan kerugian yang nyata”.
Ayat ini menjelaskan kepada kita dengan konteks celaan dan haramnya melakukan
pengubahan pada diri yang telah diciptakan Allah dengan sebaik-baik penciptaan, karena
mengikuti akan hawa nafsu dan keinginan syaitan yang dilaknat Allah.
2) Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim Ra. dari Abdullah Ibn Mas’ud Ra.beliau pernah
berkata “Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan yang meminta untuk ditatokan, yang
mencukur (menipiskan) alis dan yang meminta dicukur, yang mengikir gigi supaya kelihatan
cantik dan merubah ciptaan Allah.” (H.R Bukhari). Dari hadits ini, dapat diambil sebuah dalil
bahwa Allah Swt. melaknat mereka yang melakukan perkara ini dan mengubah ciptaan-Nya
3) Qias
Operasi plastik semacam ini tidak dibolehkan dengan meng-qias larangan Nabi Saw.
terhadap orang yang menyambung rambutnya, tato, mengikir (menjarangkan) gigi atau apa saja
yang berhubungan dengan perubahan terhadap apa yang telah diciptakan Allah Swt.
Setelah kita perhatikan dalil-dalil diatas dengan seksama, maka jelaslah bahwa operasi
plastik itu diharamkan menurut syara’ dengan keinginan untuk mempercantik dan memperindah
diri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. Penggantian alat kelamin
1. Mengubah alat kelamin dari lelaki menjadi perempuan atau sebaliknya uang dilakukan dengan
sengaja, misalnya dengan operasi ganti kelamin, hukumnya haram.
2. Membantu melakukan ganti kelamin hukumnya haram.
3. Penetapan Keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penggantian alat kelamin tidak
memiliki implikasi hukum syar’i terkait penggantian tersebut.
4. kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin adalah
sama dengan jenis kelamin semula, seperti sebelum dilakukan operasi ganti kelamin, meski telah
memperoleh penetapan pengadilan.
B. Penyempurnaan Alat Kelamin
1. Menyempurnakan alat kelamin bagi seorang Khunsta yang fungsi alat kelamin lelakinya lebih
dominan atau sebaliknya melalui operasi penyempurnaan alat kelamin hukumnya boleh.
2. Membantu melakukan penyempurnaan alat kelamin hukumnya boleh
3. Pelaksanaan operasi penyempurnaan alat kelamin harus didasarkan atas pertimbangan medis,
bukan hanya pertimbangan psikis semata.
4. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penyempurnaan alat kelamin
dibolehkan, sehingga memiliki implikasi hukum syar’i terkait penyempurnaan tersebut.
5. Kedudukan hukum jenis kelamin akibat operasi penyempurnaan alat kelamin adalah sesuai
dengan jenis kelamin setelah penyempurnaan sekalipun belum memperoleh penetapan pengadilan
terkait perubahan status tersebut.
pencangkokan organ tubuh melalui hibah, wasiat dengan meminta atau tanpa imbalan atau
melalui bank organ tubuh. Pencangkokan atau transplantasi juga mungkin dilakukan antara
muslim dengan nonmuslim dan sebaliknya.
Meski telah dibolehkan, namun pencangkokan atau transplantasi tetap dikenakan persyaratan.
Diantaranya, lain sukarela dan tak komersil, pengambilan organnya disaksikan dua orang muslim,
dan penerima dalam keadaan darurat. Menerima cangkok organ tubuh binatang pun hukumnya
boleh, meskipun binatang najis, asal dalam keadaan darurat.
pencangkokan menjadi haram jika terjadi jual beli organ tubuh. Karena organ tubuh bukan milik
individu, tapi milik Allah yang harus dijaga sebagai amanat.Selain itu, donor organ dibolehkan
setelah pendonor meninggal. Artinya,Haram hukumnya bagi orang yang hidup mendonorkan
organ tubuhnya pada orang lain.
Seseorang yang semasa hidupnya berwasiat akan menghidupkan organ tubuhnya sesudah
wafatnya dengan diketahui dan disetujui dan disaksikan oleh ahli warisnya, wasiat itu dapat
dilaksanakan, dan harus dilakukan oleh ahli bedah.
Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah
adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir
sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-’uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran,
atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan.
Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah,
berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi SAW
bersabda,“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya.”
(HR Bukhari, no.5246). Nabi SAW bersabda pula,”Wahai hamba-hamba Allah berobatlah
kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan pula
obatnya.” (HR Tirmidzi, no.1961).
Adapun operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik
atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu
cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi
untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya.
Dalil keharamannya firman Allah SWT (artinya) : “dan akan aku (syaithan) suruh mereka
(mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. (QS An-Nisaa` : 119). Ayat
ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu mengajak manusia untuk
melakukan berbagai perbuatan maksiat, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir
khalqillah). Operasi plastik untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah
ciptaan Allah, maka hukumnya haram.
3.2 Saran
Ulama dan psikiater untuk aktif melakukan pendampingan terhadap seseorang yang memiliki
kelainan psikis yang mempengaruhi perilaku seksual agar kembali normal
Mahkamah Agung untuk membuat Surat Edaran kepada hakim untuk tidak menetapkan
permohonan penggantian jenis kelamin dari hasil operasi ganti alat kelamin yang diharamkan
Organisasi profesi kedokteran untuk membuat kode etik kedokteran terkait larangan praktek
operasi ganti alat kelamin dan pengaturan bagi praktek operasi penyempurnaan alat kelamin
Kementrian Kesehatan RI untuk membuat regulasi pelarangan terhadap operasi penggantian alat
kelamin dan pengaturan pelaksaan operasi penyempurnaan alat kelamin
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.tempo.co/
2. http://id.wikipedia.org/
3. http://khilafah1924.org
4. Abdul haq, Formulasi Nalar Fiqh: telaah kaidah fiqh konseptual.Surabaya: Khalista.Cet.V 2009
5. Dr.H.Abdul Wahab Abd Muhaimin,Lc,MA, Kajian Islam Aktual. Jakarta: Gaung Persada.2011
6. Dr.Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema
Insani Press.2003
7. Prof.Drs.H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah: PT Toko Gunung Agung. Cet.X.1997
8. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wasiat Menghibahkan Kornea Mata, 1997
9. Fatwa Majelis Ulama Indonesia No:03/Munas-VIII/MUI/2010 tentang Penyempurnaan Alat
kelamin.
10. موسوعة الرد على المذاهب الفكرية المعاصرة
11. شرح عمدة األحكام,عبد هللا بن عبد الرحمن بن عبد هللا بن جبرين
12. عبد الرحمن بن أبي بكر السيوطي,األشباه والنظائر
13. محمد بن محمد المختار الشنقيطي,شرح زاد المستقنع
14. صالح بن عبد العزيز بن محمد بن إبراهيم آل الشيخ,كتب صالح آل الشيخ
15. مالك بن أنس ابن مالك بن عامر األصبحي المدني ،إمام دار الهجر,موطأ مالك
أبو عبدهللا أحمد بن محمد بن حنبل بن هالل بن أسد الشيباني ;الفقيه والمحدث صاحب
المذهب .مسند أحمد16.
محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة البخاري،صحيح البخاري17.
أبوعبد هللا محمد بن يزيد القزويني ،وماجة اسم أبيه يزيد;سنن ابن ماجه18.
جالل الدين محمد بن أحمد المحلي و جالل الدين عبد الرحمن بن أبي بكر
السيوطي,تفسير
http://alfian374.blogspot.co.id/2015/04/transplantasi-organ-tubuh-penggantian.html