PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu di dunia mencapai 529.000 per tahun, dengan rasio 400
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dimana 12% dari kematian ibu disebabkan
oleh preeklamsia (WHO, 2005). Preeklamsia juga menjadi penyebab langsung
kematian ibu di Inggris yaitu sebesar 15% (Symonds,2010).
Di Indonesia, pada tahun 2006 angka kematian ibu (AKI) yang disebabkan
oleh eklamsia dan preeklamsia adalah sebanyak 5,8% (Depkes, 2007). Jika dilihat
dari golongan sebab sakit, persentase eklamsia dan preeklamsia memang lebih rendah
dibanding data di dunia, namun jika dilihat dari Case Fatality Rate (CFR), penyebab
kematian terbesar adalah eklamsia dan preeklamsi dengan CFR 2,1%.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eklampsia
2
Adapun diagnosis dari preeklampsia berat adalah preeklampsia yang
disertai satu atau lebih dari gejala berikut :
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 110mmHg
pada dua keadaan dengan jangka waktu paling sedikit 6 jam dengan pasien dalam
posisi bedrest
b) Proteinuria lebih dari 5 gr/dl pada sampel urin tampung 24 jam atau ≥ 3+
dengan carik celup pada dua sampel urin acak yang diambil dengan jarak waktu 4
jam atau lebih
c) Oliguria, produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
d) Gangguan visus dan serebral berupa penurunan kesadaran, nyeri
kepala,skotoma, pandangan kabur
e) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen akibat regangan
pada kapsula Glisson
f) Edema paru atau sianosis
g) Hemolisis mikroangiopatik
h) Gangguan fungsi hepar ditandai adanya peningkatan serum transaminase
i) Kenaikan kadar kreatinin plasma
j) Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
k) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
j) Adanya sindroma HELLP (Hemolysis; Elevated liver enzymes; Lowplatelet)
Eklampsia dapat didiagnosis dengan adanya kejang dan/atau koma pada ibu hamil ≥
20 minggu yang disebabkan selain karena gangguan neurologik.
3
- Lama paparan sperma, inseminasi dari donor, donor oosit
- Seks oral (menurunkan risiko)
- Laki-laki yang pasangan sebelumnya mengalami preeclampsia
d) Faktor eksogen
- Merokok (menurunkan risiko)
- Stress, tekanan psikososial terkait pekerjaan
- Paparan dietilstilbesrol
4
oleh karena banyaknya teori yang ada mengenai etiologi dan patofisiologi maka
preeklampsia disebut “the disease of theories”.Diduga sebelumnya preeklampsia
merupakan “satu penyakit”,melainkan merupakan penyakit multifaktorial yang
meliputi faktor ibu, janin, dan plasenta. Faktor-faktor yang dianggap penting,
diantaranya yaitu :
2.1 Implantasi plasenta dengan invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh
darah uterus.
2.2 Toleransi imunologi yang maladaptif diantara jaringan maternal, paternal
(plasental), dan fetal.
2.3 Maladaptif maternal terhadap perubhan kardiovaskular atau inflamasi pada
kehamilan normal.
2.4 Faktor genetik, termasuk gen predisposisi warisan serta pengaruh epigenetik.
5
Preeklampsia berkembang seiring dengan kegagalan pada proses invaginasi
plasenta.Pertama, tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel trofoblas.
Kedua arteri yang mengalami invasi, pada tahap pertama berjalan normal, tetapi pada
tahap kedua tidak berlangsung normal sehingga bagian arteri spiralis dalam
myometrium tetap berbentuk dinding muskuloelastis reaktif.8
Gambar 1. Remodeling pembuluh darah pada kehamilan normal
dan preeklampsia/ eklampsia.
6
Akibatnya terjadi gangguan aliran darah di daerah intervili yang menyebabkan
penurunan perfusi darah ke plasenta.Hal ini dapat menimbulkan iskemia dan hipoksia
di plasenta yang berakibat terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin hingga
kematian bayi.
7
faktor antiangiogenik dalam serum. Gen untuk faktor ini, yaitu sFLT-1, terletak pada
kromosom 13. Sebaliknya, wanita yang pada kehamilan sebelumnya pernah terpapar
antigen parental dengan pasangan yang sama menunjukkan imunitas terhadap
preeklampsia. Penelitian di Parkland Hospital tahun 1986 pada 29.000 kehamilan
disebutkan bahwa penyakit hipertensi menurun secara bermakna pada perempuan
yang sebelumnya pernah aborsi dibandingkan dengan nulipara.
8
Hal ini ditandai oleh Reactive Oxygen Species (ROS) dan radikal bebas yang
menyebabkanterbentuknya peroksida lemak. Peroksida lemak akan membentuk
radikal toksik yang akan merusak sel endotel, mengubah produksi nitrit oksida, dan
mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain stress oksidatif adalah
meningkatkan produksi sel busa yang kaya lemak yang terdapat pada aterosis,
aktivasi koagulasi mikrovaskular, yang ditandai trombositopenia, dan peningkatan
permeabilitas kapiler yang bermanifestasi klinis edema dan proteinuria.
9
2.4.5 Faktor Genetik
Preeklampsia adalah penyakit multifaktorial dan poligenik. Dari hasil
penelitian yang dilakukan tahun 2009terdapat risiko terjadinya preeklampsiapada
anak perempuan dengan ibu yang pernah preeklampsia sebesar 20-40%, pada saudara
perempuan dengan preeklampsia 11-37%, dan pada saudara kembar sebesar 22-47%.
Kecenderungan herediter ini merupakan interaksi ratusan gen yang diwariskan, baik
ibu maupun ayah, yang mengontol fungsi metabolic dan enzimatik di setiap organ.
Dengan demikian manifestasi klinis setiap prempuan penderita preeklampsia akan
menempati spektrum yang dibahas pada konsep gangguan dua tahap. Dalam hal ini
ekspresi fenotipik akan berbeda meskipun genotip sama karena
dipengaruhi interaksi dengan faktor lingkungan.
10
c) Infus larutan Ringer Laktat 60-125 cc/jam
d) Pemberian obat anti kejang: MgSO4
- Dosis awal: 4 g MgSO4dilarutkan dalam cairan saline intravena selama 10-15
menit
- Dosis perawatan: 1-2 g/ jam iv, evaluasi tiap 4-6 jam 21
Syarat pemberian MgSO4:
- Reflek patela positif
- Tidak ada depresi pernafasan (frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit)
- Produksi urin . 100 ml/ 4 jam
- Tersedia kalsium glukonas
e) Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada ;
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
f) Antihipertensi diberikan bila :
- Tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg
g) Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah bila ada tanda-tanda gagal jantung dan
dilakukan perawatan bersama bagian penyakit jantung
h) Diet
Nutrisi yang disarankan antara lain cupkup protein, rendah karbohidrat,
dan rendah garam
Pengelolaan persalinan ditinjau dari umur kehamilan dibagi menjadi dua,yaitu
perawatan aktif dan konservatif. Perawatan aktif dilakukan pada umur kehamilan ≥
37 minggu dengan tujuan mengakhiri kehamilan atas indikasi medis yang terdiri atas
insikasi ibu, janin, dan laboratorium.Indikasi ibu mencakup adanya tanda dan gejala
impending preeklampsia, gangguan fungsi hepar dengan hemolisis, diduga solusio
plasenta, timbul onset persalinan, ketuban pecah dini, dan perdarahan.
11
Indikasi janin meliputi pertumbuhan janin terhambat, adanya gawat janin, dan
oligohidrmanion. Indikasi laboratotium adalah adanya trombositopenia dan
tanda sindoma HELLP yang lain.
Perawatan konservatif dilakukan dengan indikasi umur kehamilan kurang dari
37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia dengan keadaan janin
baik.Selama rawat inap di rumah sakit dilakukan pemeriksaan berat badan,
pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG untuk
menilai pertumbuhan dan profil biofisik janin.21 Penting dilakukan observasi
mengenai adanya tanda dan gejala impending eklampsia untuk segera mengakhiri
kehamilan, dan apabila dalam waktu 24 jam tidak ada perbaikan dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus kehamilan diakhiri.
Perawatan pada penderika yang jatuh koma adalah mengusahakan agar jalan
nafas tetap terbuka, mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi cairan lambung, perlu
diperhatikan pencegahan dekubitus, dan pemberikan nutrisi. Monitoring kesadalan
dan dalamnya koma memakai Glasglow Coma Scale. Tindakan perawatan pada
penderita yang mengalami kejang dan koma sangat penting dilakukan misalnya
meliputi perawatan penderita dalam kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur
pemberikan cairan infus dan monitoring produksi urin.
12
Sikap terhadap pasien eklampsia adalah dengan mengakhiri kehamilan tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin dan persalinan hanya boleh
dilakukan apabila keadaan pasien sudah stabil.
2.6 Komplikasi
2.6.1 Komplikasi pada ibu
a) Solutio plasenta
b) Koagulopati
c) Ablatio retina
d) Gagal ginjal akut
e) Edema paru
f) Perdarahan postpartum dengan transfusi
g) Kerusakan hati
h) Hematoma
i) Penyakit kardiovaskuler
j) Defek neurologi
2.6.2 Komplikasi pada janin
a) Kelahiran premature
b) Berat lahir rendah
c) Diabetes melitus
d) Penyakit kardiovaskuler
e) Hipertensi
f) Kegagalan respirasi
g) Respiratory distress syndrome (RDS)
h) Transient tachypnea of the newborn (TTN)
i) Persistent pulmonary hypertension (PPHN)
13
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan
keadaan kejang tonik-klonik (grand mal ) yang disusul dengan koma. Kejang di sini
bukan akibat kelainan neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan
setelah kehamilan. Namun kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama
pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum. Sedangkan yang dimaksud
dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuridan edema (penimbunan
cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkaidan kaki) akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.Gejala ini
dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan
plasenta).Fatal coma tanpa kejang juga bisa diartikan sebagai eclampsia. Tetapi perlu
ada batasan untuk mendiagnosis wanita dengan kejang dan memperhatikan kematian
tanpa kejang yang disebabkanoleh preeklampsia berat (PEB).
Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan
adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 s.d.
<160/110 dan kadar protein semikuantitatif positif 2; eklampsia berat, tekanan darah
> 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih dari positif 2. “Lebih dari positif
dua berarti kebocoran protein lebih banyak dan itu menunjukkan tingkat kebocoran
ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia ringan.
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia
digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat
kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Tanpa
memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah
mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in
Pregnancy. In : William Obstetrics. 22th ed. Conecticut : Appleton and Lange,
2007 : 443 – 452.
2. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current
Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.
3. Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders In
Wayne R. Cohen
4. Complications of Pregnancy. 5th ed. Philadelphia : Lippicott Williams dan
Wilkins, 2000 : 207 -26.
5. Sibai BM. Hypertension in pregnancy. In : Obstetrics normal and problem
pregnancies. 4th edition, Churchill Livingstone USA, 2002 : 573-96.
6. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group
on High Blood Pressure in Pregnancy. AmJ. Obstet Gynecol, 2000 ; 183 : S1 –
S22.
7. Angsar MD dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di
Indonesia. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI
8. Prawirohardjo,Sarwono.2007.Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yay
15