Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu

dipertimbangkan, terutama pada ibu pasca persalinan. Persalinan sering

kali mengakibatkan robekan jalan lahir, baik robekan spontan atau dengan

pembedahan. Robekan yang dilakukan secara pembedahan disebut

episiotomi. Episiotomi dimaksudkan agar robekan yang terjadi bisa teratur

sehingga mengurangi rasa nyeri dan mempercepat kesembuhan luka

episiotomi (Manuaba, 2002).

Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan

dampak yang dapat meluas keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah

satu parameter kemajuan bangsa dalam penyelenggaraan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka kematian

ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Permasalahan yang cukup

banyak terjadi yaitu permasalahan pada ibu postpartum, yang mana angka

kematian ibu menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (2007)

sebanyak 228 per 100.000 ibu meninggal, sekitar 9.774 orang per tahun,

dan 1 orang ibu meningal tiap jam. Data dari Departemen Kesehatan

(2008) menyebutkan, sekitar 70% ibu mengalami komplikasi yang tidak

tahu akan dibawa kemana ketika mengalami hal itu, 30% belum tertolong

oleh petugas yang berada di daerah-daerah.


2

Departemen Kesehatan (2010) mentargetkan angka kematian ibu

pada tahun 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102

orang per tahun. Departemen Kesehatan mempunyai Program Perencanaan

Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dalam meningkatkan peran

aktif suami, keluarga, dan masyarakat dalam merencanakan persalinan

yang aman dan meningkatkan persiapan menghadapi perencanaan

komplikasi saat kehamilan dan pasca persalinan. Sasaran Millenium

Development Goals (MDGs) yaitu angka kematian ibu (AKI) sebesar 102

per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan angka kematian bayi (AKB)

menjadi 23 per 1.000 KH pada tahun 2015, diperlukan upaya percepatan

yang lebih besar dan kerja keras (Depkes, 2010).

Penyebab kematian ibu dikarenakan perdarahan, eklampsia,

infeksi, persalinan macet, dan komplikasi keguguran (Depkes, 2010).

Sebab utama kematian ibu di negara berkembang termasuk di Indonesia

adalah perdarahan. Data dari World Health Organization (WHO) tahun

2005 menunjukan bahwa perdarahan merupakan 26% dari penyebab

kematian ibu di dunia dan merupakan penyebab terbesar setelah infeksi

(15%), unsafe abortion (13%), dan preeklampsia atau eklampsia (12%), di

samping sebab-sebab yang lain (WHO, 2005). Infeksi postpartum yang

merupakan penyebab kematian maternal pada urutan kedua setelah

perdarahan jika tidak segera ditangani (Hamilton, 2006). Infeksi

postpartum terjadi di traktus genitalia setelah kelahiran yang diakibatkan

oleh bakteri, hal ini akan meningkatkan resiko infeksi postpartum yang
3

salah satunya disebabkan oleh luka episiotomi yang dapat menyebabkan

syok septic (Cunninghum, 2005).

Data kematian maternal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

menunjukkan bahwa perdarahan masih merupakan penyebab utama

kematian maternal yaitu sebesar 29% disusul dengan preeklamsia atau

eklampsia 26% dan infeksi 14% (Siswosudarm, 2009). Angka kematian

maternal di Kabupaten Sleman selama 5 tahun terakhir bervariasi dari 76

per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 sampai 89 per 100.000

kelahiran hidup pada tahun 2007 dengan sebab utama perdarahan

sebanyak 36% (Siswosudarmo, 2008).

Tindakan episiotomi mencegah robekan perineum yang tidak

teratur, yang mana insisi yang bersih dan dilakukan dengan posisi yang

benar dapat mempercepat penyembuhan luka perineum daripada robekan

yang tidak teratur (Bobak, 2004). Robekan perineum yang tidak teratur

dapat terjadi meskipun telah dilakukan episiotomi. Hal ini dapat terjadi

jika ibu tidak mengejan dengan baik. Luka robekan perineum akan

membuat nyeri dan rasa tidak nyaman pada ibu yang akan menghambat

interaksi ibu dan anak, membuat ibu lebih rentan terkena infeksi dan

terjadi perdarahan jika luka perineum tidak dipantau dengan baik.

Luasnya robekan perineum akan mempengaruhi tingkat

kesembuhannya. Perhatian yang khusus akan dapat mempertahankan

kontinensia fekal dan keadaan ibu yang tidak merasakan nyeri, akan

mempercepat kesembuhannya (Bobak, 2004). Luka episiotomi yang tidak


4

tertangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi, seperti kehilangan

darah karena melakukan episiotomi terlalu dini, infeksi karena

terkontaminasi dengan urin dan feses, dispareunia, dan hematoma lokal

yang menyebabkan infeksi (Manuaba, 2007).

Infeksi atau sepsis puerperalis menyebabkan 15% dari seluruh

kematian ibu yang terjadi di negara berkembang, jika tidak menyebabkan

kematian sepsis puerperalis dapat menyebabkan masalah-masalah

kesehatan menahun seperti penyakit radang panggul kronis (Pelvic

Inflammatory Disease) dan infertilitas (Maryunani, 2002). Hasil penelitian

Sustini (2002), di Kabupaten Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat

menunjukkan bahwa kejadian demam nifas masih relatif tinggi sekitar

23%, dari seluruh demam nifas 46% dapat diidentifikasi sebagai infeksi.

Peran perawat professional dalam memberikan kegiatan

keperawatan memberikan posisi dalam pencegahan dan peningkatan

kesehatan yang mempunyai tanggungjawab yang besar. The Social

Security Act, dan The Omnibus Budget Reconciliation Act

mengindikasikan standar keperawatan yang professional yang memerlukan

pengkajian komprehensif awal dan periodik yang memenuhi kebutuhan

medis, perawatan dan psikososial (Potter, 2005).

Pelayanan keperawatan kepada pasien adalah pelayanan

profesional yang bertujuan untuk membantu pasien dalam pemulihan dan

peningkatan kemampuan diri pasien melalui pemenuhan kebutuhan pasien

secara komprehensif dan berkesinambungan sehingga pasien mampu


5

melakukan rutinitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Peran perawat

dalam memberi asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan

memperhatikan kebutuhan klien melalui pemberian pelayanan

keperawatan. Proses dalam memberikan pelayanan kesehatan dipengaruhi

oleh beberapa factor seperti peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi,

pergeseran nilai masyarakat, aspek legal dan etik serta ekonomi dan politik

(Hidayat, 2009).

Pelayanan kesehatan yang dapat diberikan oleh tenaga kesehatan

salah satunya adalah sebagai pendidik kesehatan yang mana berperan

untuk memotivasi dan mendidik individu, keluarga, organisasi dan

masyarakat untuk melakukan tindakan peningkatan kesehatan. Kegiatan

yang bisa dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan yaitu

kegiatan menyebarkan pesan dan menanamkan keyakinan sehingga

masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga dapat dan

mau melakukan anjuran atau pesan yang telah disampaikan untuk

meningkatkan derajat kesehatannya. Pendidikan kesehatan digunakan

sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran, disamping

sikap dan perbuatan dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami

individu (Maulana, 2009).

Angka kejadian infeksi karena episiotomi masih tinggi,

dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang cara perawatan episiotomi

dan salah satu intervensi yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan

pendidikan kesehatan tentang perawatan luka episiotomi. Penelitian yang


6

dilakukan di BKIA Aisyiyah, Karangkajen, DIY dengan 30 responden

menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan tentang perawatan perineum

tidak berpengaruh terhadap kesembuhan luka episiotomi, dengan

signifikansi 0,05 (Sari, 2000). Menurut Siringo-ringo, Helen Evelina

(2010) sebanyak 33 orang dari 51 populasi penelitiannya mempunyai

tingkat pengetahuan yang baik karena mayoritas pendidikan terakhirnya

SMA.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada

Januari 2010, selama Januari hingga Desember 2010 di RSUD Sleman

Yogyakarta sebanyak 879 ibu menjalani persalinan spontan dengan

episiotomi. Pada bulan Desember 2010, sebanyak 76 ibu menjalani

persalinan spontan dengan episiotomi dan ibu primigravida yang mendapat

episiotomi sebanyak 36 orang.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang perawatan

episiotomi di Ruang Melati RSUD Sleman. Agar ibu postpartum

mengetahui manfaat perawatan episiotomi dalam pencegahan infeksi

postpartum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah yang penulis

tetapkan dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada pengaruh pendidikan

kesehatan tentang perawatan episotomi terhadap tingkat pengetahuan pada

ibu postpartum di Ruang Melati RSUD Sleman.”


7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh pendidikan kesehatan tentang perawatan episiotomi terhadap

tingkat pengetahuan pada ibu postpartum di Ruang Melati RSUD

Sleman.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Diketahui tingkat pengetahuan ibu postpartum di Ruang Melati

RSUD Sleman tentang perawatan luka episiotomi sebelum

diberikan pendidikan kesehatan (pre test)

b. Diketahui tingkat pengetahuan ibu postpartum di Ruang Melati

RSUD Sleman tentang perawatan luka episiotomi setelah diberikan

pendidikan kesehatan (post test)

c. Diketahuinya perbedaan tingkat pengetahuan ibu postpartum di

Ruang Melati RSUD Sleman sebelum dan sesudah diberikan

pendidikan kesehatan tentang perawatan episiotomi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :

1. Bagi peneliti

Bagi peneliti dapat meningkatkan pemahaman tentang

pengaruh pendidikan kesehatan tentang perawatan episiotomi

terhadap tingkat pengetahuan ibu postpartum.


8

2. Bagi institusi pendidikan

Memberikan masukan kepada instansi pendidikan dalam

proses pembelajaran ilmu keperawatan dan menambah referensi

yang dapat digunakan untuk penelitian berikutnya khususnya yang

menyangkut perawatan episiotomi pada ibu postpartum.

3. Bagi dunia kesehatan

Bagi dunia kesehatan dapat memberikan masukan dan

informasi kepada tenaga kesehatan tentang pengaruh tingkat

pengetahuan perawatan episiotomi pada ibu postpartum dalam

menyusun strategi yang tepat dalam memberikan penyuluhan dan

peningkatan kesejahteraan ibu postpartum.

4. Bagi ibu postpartum

Bagi ibu postpartum agar menyadari pentingnya perawatan

episiotomi dalam rangka meningkat kesejahteran ibu.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan dan penelurusan penulis, pengaruh pendidikan

kesehatan tentang episotomi terhadap tingkat pengetahuan ibu postpartum

belum dilakukan, tetapi ada beberapa penelitian yang hampir sama yaitu :

Siringo-ringo, Helen Evelina (2010) meneliti tentang pengetahuan

ibu nifas tentang penyembuhan luka episiotomi di Rumah Sakit Bersalin

Winna Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross

sectional. Penelitian dilakukan pada Januari sampai Juni 2010 dengan

jumlah populasi 51 ibu nifas. Teknik pengambilan sampel menggunakan


9

teknik accidental sampling dengan jumlah responden 33 orang. Hasil

penelitian menyimpulkan pengetahuan ibu nifas tentang peyembuhan luka

episiotomi baik, hal dikarenakan responden mayoritas pendidikan terakhir

SMA yang mana sudah memiliki kemampuan berpikir dan pengalaman.

Penelitian yang akan dilakukan penulis sama-sama meneliti

tentang pengetahuan ibu postpartum tentang perawatan episiotomi, namun

perlakuan terhadap responden berbeda, yaitu dengan mengukur tingkat

pengetahuan tentang perawatan episiotomi sebelum dan sesudah diberikan

pendidikan kesehatan. Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah

Quasy Exsperiment dengan pra-tes dan pasca-tes dengan pengambilan

sampel menggunakan purposive sampling.

Sari, Novita Kurnia (2000) meneliti tentang pengaruh pendidikan

kesehatan tentang perawatan perineum terhadap kesembuhan luka

episiotomi klien post partum di BKIA Aisyiyah Karangkajen DIY. Jenis

penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain perbandingan

kelompok statis. Penelitian ini menggunakan 30 responden dengan teknik

anlisis Chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan

kesehatan tentang perawatan perineum tidak berpengaruh terhadap

kesembuhan.

Penelitian yang akan dilakukan penulis sama-sama meneliti

tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang perawatan episiotomi,

tetapi variabelnya berdeda yaitu tentang tingkat pengetahuannya.

Perlakuan terhadap responden berbeda, yaitu dengan mengukur tingkat


10

pengetahuan tentang perawatan episiotomi sebelum dan sesudah diberikan

pendidikan kesehatan. Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah

Quasy Exsperiment dengan pra-tes dan pasca-tes dengan pengambilan

sampel menggunakan purposive sampling dengan analisis data bivariat.

Anda mungkin juga menyukai