Anda di halaman 1dari 6

XIV.

TERAPI

14.5.2 IMUNOTERAPI

Imun sistem merupakan suatu kompleks pertahanan melawan zat asing tetapi
sering gagal mengenali sel kanker. Meskipun demikian, perihal ide untuk
menstimulasi imun sistem untuk menginvasi sel kanker lebih hebat lagi sudah sejak
lama dilakukan. Imunoterapi merupakan salah satu caranya yaitu dengan
meningkatkan spesifisitas dalam melawan sel tumor dengan respon tahan lama
(disebabkan adanya memori imunologis) 1

Terapi yang memodulasi imun sistem sudah dilakukan terlebih dahulu di


bidang lain misalnya kelainan autoimun. Imunoterapi untuk kanker sudah tersedia
selama puluhan tahun yaitu imunomodulator secara umum (misalnya sitokin) dan
antibodi yang ditargetkan (targeted antibody) yang dapat menghambat jalur onkogen
spesifik tetapi juga menstimulasi respon imun terhadap sel tumor target. Tentu saja
hampir semua terapi akan mengakibatkan lisisnya sel tumor yang kemudian
menstimulasi respon imun terhadap antigen spesifik tumor yang dilepaskan dan
dianggap sebagai mekanisme sekunder .1,2

Imunoterapi dengan target EBV

Eipstein – Barr virus berhubungan dengan berbagai keganasan seperti


Hodgkin Disease, limfoma burkitt, dan KNF.

Terapi penghambat kinase

Sampai saat ini tidak ada terapi penghambat kinase yang sudah diterima
sebagai terapi untuk karsinoma nasofaring. Saat ini sedang dilakukan uji klinis
terhadap obat Erlotinib.
Erlotinib merupakan turunan kuinizolin dengan sifat antineoplastik. Erlotinib secara
reversible mengikat domain katalitik intraseluler EGFR, sehingga secara reversible
akan menghambay fosforilasi EGFR dan menghalangi kejadian tranduksi sinyal dan
efe tumorigenik yang terkait dengan aktivasi EGFR.

Programmed Death (PD-1) Inhibitor

Salah satu kelas imunoterapi yang paling dikenal adalah Programmed Death
(PD-1) checkpoint inhibitor, atau lebih dikenal dengan anti PD-1 inhibitor.
Programmed Death merupakan satu dari beberapa checkpoint yang dipelajari secara
luas untuk pengembangan terapi (contoh lainnya CTLA-4, TIM3 dan LAG3). Setiap
checkpoint memiliki peran endogenous yang berbeda-beda, berhubungan dengan
jalur sinyal dan kadar ekspresi pada berbagai tumor. Dengan demikian inhibisi pada
tiap checkpoint dapat memberikan hasil efikasi yang berbeda pada tiap tipe tumor.
Saat ini ada 4 tipe obat PD-1 yang berkembang secara klinis 1 :

1. Nivolumab (BMY)
2. Lambrolizumab (MRK)
3. Pidilizumab (CureTech)
4. RG7446 (Roche)

Terapi Sel Dendritik

Sel dendritik merupakan sel imun yang memediasi imunitas bawaan (innate)
dan didapat (adaptive). Secara umum mereka adalah antigen-presenting cells yang
memproses kepingan dari zat asing (antigen) dan menstimulasi sel T untuk
menginisiasi respon imun terhadap elemen-elemen spesifik.
DC-Vax dikembangkan oleh Northwest Biotherapeutics, DC-Vax ini
memakai spektrum antigen yang unik yang diambil dari lysate tumor yang sudah
direseksi dari pasien, antigen ini lebih dipilih dibandingkan sel dendritik primer
dengan antigen tunggal (misalnya buatan Provenge). Secara teoritis, hal ini punya
kelebihan dalam menargetkan beberapa antigen dan menciptakan terapi yang lebih
personal yang diharapkan akan sesuai/cocok dengan profil ekspresi tumor yang
spesifik untuk tiap pasien. Bagaimanapun teknologi ini juga mampu kekurangan yaitu
dijumpainya respon variabel yang lebih banyak, yang pada beberapa pasien akan
meningkatkan ekspresi antigen yang akan menstimulasi respon imun yang lebih kuat
1,4

Terapi Chimeric Antigen Reseptor T-Cell (CAR-T)

Terapi ini merupakan tambahan dari menipulasi sel dendritik, pendekatannya


adalah melalui aplikasi teknologi terapi genetik dalam modifikasi sel T itu sendiri
untuk secara langsung mengenai antigen tumor. Pendekatan adoptive cell therapy
(ACT) memodifikasi sel T untuk mengekspresikan reseptor permukaan yang
dinamakan chimeric antigen receptors (CARs) yang akan mengenali antigen pada sel
tumor. CARs ini memiliki ciri khas yaitu terdiri atas fragmen antibodi monoklonal,
disebut dengan single-chain variable fragment (scFv) yang mengekspresikan di sisi
luar membran sel T, dan berfusi dengan molekul stimulatori intraselular. Fragmen
scFV ini mampu mengenali target tumor. Selama proses perlengketan, bagian
stimulatori intraselular menginisiasi sinyal untuk mengaktifkan sel T 1

Vaksin Kanker

Sebagaimana pada vaksin tradisional, vaksin kanker akan menginduksi respon


imun dengan mengeluarkan antigen spesifik pada sel tumor. Karena banyak terapi
imun secara umum dapat menstimulasi respon imun yang serupa (secara sederhana
ini disebabkan lisisnya sel), vaksin kanker ini tergolong cukup teliti dan spesifik.
Mutasi peptida p53 , vaksin sel dendrit

Merupakan vaksin anti kanker, yang terdiri dari sel dendrit dan mutasi peptide
p53. Banyaknya sel tumor yang mengekspresikan mutasi protein p53,
mengakibatkan hilangnya regulasi apoptosis dan proliferasi sel abnormal. Oleh
karena itu, vaksinasi mutasi peptide p53 dan sel dendrit dapat merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk merespon sel tumor yang mengekspresikan mutasi p53 dan
melisiskan sel tumor.

Advaxis

Advaxis merupakan vaksin kanker berbasis bakteri Listeria yang bekerja


mengekspresikan fusi dari beberapa protein dengan sekuens LLO (Listeriolysin O)
yang menyebabkan proteolisis yang cepat dari protein yang mengalami fusi untuk
menimbulkan respon imun. Vaksin andalannya adalah ADXS-HPV untuk kanker
kepala dan leher diman vaksin ini pilihan baik untuk pasien yang tidak toleransi
terhadap terapi cisplatin atau resisten terhadap platinum.1,4

Penelitian imunoterapi khusus untuk karsinoma nasofaring dilakukan di


Malaysia pada 2015 oleh Chai et al dimana mereka meneliti tumor antigen four-
jointed box 1 (FJX1) yang overekspresi pada karsinoma nasofaring. Mereka
menginvestigasi 9-20 peptida spesifik sekuens asam amino yang cocok dengan FJX1
membutuhkan imunisasi intramuskular untuk melatih sistem imun host merupakan
pilihan terapi untuk karsinoma nasofaring. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
peptida tersebut imunogenik dan peptida yang distimulasi sel T mampu menginduksi
aktivitas sitolitik yang spesifik terhadap peptida khususnya terhadap sel kanker yang
diekspresikan FJX1. Hal ini menandakan bahwa peptida ini mampu menginduksi
sekresi sitokin sitotoksik spesifik terhadap sel kanker yang diekspresikan FJX1 dan
berperan sebagai terapi potensial berbasis vaksin untuk pasien karsinoma nasofaring
.3
Penelitian Li et al (2015) di China dimana mereka menginvestigasi efikasi
regimen imunoterapi cytokine-induced killer cell (CIK) dengan cisplatin (GC) pada
pasien karsinoma nasofaring dengan metastase. Dari penelitian ini didapati bahwa
terapi CIK efektif dalam meningkatkan efikasi terapi kemoterapi GC untuk
karsinoma nasofaring dengan metastase. Hasil penelitian ini memberikan dasar untuk
strategi terapi alternatif untuk metastase karsinoma nasofaring.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson MD. 2014. Cancer Immunotherapies. Diunduh dari:


www.biomedtracker.com pada 7 Juni 2016.
2. Lee, S.dan Margolin, K. 2011. Cytokines in Cancer Immunotherapy. Cancers.
3. 3856-3893.
3. Chai, S.J.,Yap, Y.Y., Foo, Y.V., Yap, L.F., Ponniah S., Teo, S.H., Cheong,
S.C., Patel, V., Lim, K.P. 2015. Identification of Four-Jointed Box 1 (FJX1)-
Specific Peptides for Immunotherapy of Nasopharyngeal Carcinoma. PloS
ONE. 10(11).
4. Li, Y., Pan, K., Liu, L., Li, Y., Gu, M., Zhang, H., Shen, W., Xia, J., dan Li, J.
2015. Sequential Cytokine-Induced Killer Cell Immunotherapy Enhances the
Efficacy of the Gemcitabine Plus Cisplatin Chemotherapy Regimen for
Metastatic Nasopharyngeal Carcinoma. PloS ONE. 10(6).

Anda mungkin juga menyukai