Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS BESAR

ODS MIOPIA RINGAN

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji kasus : dr.Sri Inakawati, M.Si.Med., Sp. M (K)


Pembimbing : dr.Kartika Cindy Fibrian
Dibacakan oleh : Yana Cynthia Dewi / 22010115210079
Dibacakan tanggal : 6 April 2017

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus : ODS Miopia Ringan


Penguji kasus : dr.Sri Inakawati, M.Si.Med., Sp. M (K)
Pembimbing : dr. Kartika Cindy Fibrian
Dibacakan oleh : Yana Cynthia Dewi / 22010115210079
Dibacakan tanggal : 6 April 2017
Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 6 April 2017

Mengetahui,

Penguji Kasus, Pembimbing,

dr.Sri Inakawati, M.Si.Med., Sp. M (K) dr. Kartika Cindy Fibrian


LAPORAN KASUS
ODS MIOPIA RINGAN

Penguji kasus : dr.Sri Inakawati, M.Si.Med., Sp. M (K)


Pembimbing : dr. Kartika Cindy Fibrian
Dibacakan oleh : Yana Cynthia Dewi/ 22010115210079
Dibacakan tanggal : 6 April 2017

I. PENDAHULUAN
Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) tahun
2012 menyebutkan setidaknya 285 juta penduduk dunia menderita gangguan
penglihatan, di mana 39 juta penduduk dunia mengalami kebutaan dan 246
juta penduduk dunia menderita low vision.1 Sebanyak 65% orang dengan
gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan berusia 50 tahun
atau lebih. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah
gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, diikuti oleh katarak dan glaukoma.
Sebesar 18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan penglihatan
sejak masa kanak-kanak. Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak di seluruh
dunia adalah katarak, diikuti oleh glaukoma dan Age related Macular
Degeneration (AMD). Sebesar 21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan
4% adalah gangguan penglihatan sejak masa kanak-kanak. 1
Refraksi, kejernihan media refrakta dan saraf mempengaruhi tajam
penglihatan . Bila terdapat kelainan/gangguan pada komponen tersebut, akan
dapat mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Kelainan refraksi atau
ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar
tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di
belakang bintik kuning (macula lutea) dan mungkin tidak terletak pada satu
titik yang fokus. Pembiasan sinar pada mata ini ditentukan oleh media
penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca dan
panjang bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media refrakta
dan panjangnya bola mata seimbang sehingga setelah melalui media refrakta
dibiaskan tepat di daerah macula lutea pada retina. Kelainan refraksi dikenal
dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma.2,3
Astigmatisma merupakan kelainan refraksi dimana pembiasan pada
meridian yang berbeda tidak sama akibat kelainan kelengkungan di kornea.
Hipermetropia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk
ke mata jatuh di belakang retina pada mata yang istirahat (tanpa akomodasi).
Miopia terjadi bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan
retina oleh mata yang tidak berakomodasi. 4,5
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dapat menyebabkan berbagai
macam permasalahan seperti kebutaan, gangguan dalam bekerja dan gangguan
sosial.1 Sehingga diperlukan pemeriksaan mata yang rutin sehingga kelainan
refraksi dapat terdeteksi lebih dini.

II. IDENTITAS PENDERITA


Nama : An.O
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. CM : 664392 (Pasien Poli Mata RSU William Booth)
Agama : Islam
Alamat : Sampangan, Semarang
Pekerjaan : Pelajar

III. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 29
Maret 2017 pukul 11.00 WIB di Poliklinik Mata RSU William Booth

Keluhan Utama
Penglihatan kedua mata kabur saat melihat jarak jauh

Riwayat Penyakit Sekarang


± 3 bulan yang lalu pasien mengeluh penglihatan kedua mata kabur pada
saat melihat jauh tetapi membaik jika jaraknya menjadi dekat. Pandangan

5
kabur terjadi perlahan, dirasakan sepanjang hari semakin lama semakin
memberat. Pasien juga mengeluh harus memicingkan mata untuk melihat
fokus pada suatu benda. Tidak ada mata merah, tidak ada bengkak, tidak ada
nyeri/cekot-cekot pada mata, tidak ada nrocos, tidak ada silau, tidak ada
kotoran mata, tidak ada melihat pelangi. Pandangan kabur seperti tertutup
kabut (-), melihat kilatan cahaya (-), melihat bintik-bintik hitam (-). Karena
dirasakan mengganggu aktivitas pekerjaannya, Penderita kemudian
memeriksakan diri ke Poliklinik Mata RSU William Booth.

Riwayat Penyakit Dahulu

▪ Riwayat trauma pada mata sebelumnya disangkal


▪ Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya S-1,00 pada mata kanan dan kiri
sejak ±1 tahun yang lalu, pasien hanya menggunakan kacamata saat di
sekolah.
▪ Riwayat pemakaian lensa kontak disangkal
▪ Riwayat menonton tv jarak dekat
▪ Riwayat membaca buku sambil tiduran
▪ Riwayat penyakit mata 1 tahun terakhir disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Ibu kandung dan kakak perempuan pasien menggunakan kacamata. Ibu
pasien menggunakan kacamata jauh dekat S-2,00 dan lensa adisi S+1,00
untuk mata kanan dan kiri. Kakak perempuan pasien menggunakan kacamata
jauh S-2,00 untuk mata kanan dan S-2,75 untuk mata kiri

Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien adalah seorang pelajar SMA
 Biaya pengobatan ditanggung BPJS PBI
Kesan ekonomi cukup

6
IV. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik (29 Maret 2017)
Status Praesens
Keadaan umum : Baik
Kesadaaran : Compos Mentis, GCS 15
Tanda vital : TD :120/90 mmHg RR : 22x/menit
Nadi : 84x/menit Suhu : 36,9oC
Pemeriksaan Fisik:
: Kepala : Mesosefal
Thorax : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Status Oftalmologis

Oculus Dexter Oculus Sinister


5/30 Visus dasar 5/30
S-2,00 D 5/5 Visus Koreksi S-1,75 D 5/5
Bebas ke segala arah Gerak bola mata Bebas ke segala arah
Tidak ada kelainan Supercilia Tidak ada kelainan
Edema (-), ptosis (-), Palpebra Edema (-), ptosis (-),
lagoftalmus (-),hiperemis (-), lagoftalmus (-),hiperemis (-),
entropion (-), ektropion (-), entropion (-), ektropion (-),
tumor (-) tumor (-)
Hiperemis (-), Conjungtiva Hiperemis (-),
sekret (-), edema (-) palpebralis sekret (-), edema (-)

7
Hiperemis (-), Conjungtiva Hiperemis (-),
sekret (-) fornices sekret (-)
Sekret (-), Conjungtiva Sekret (-),
injeksi konjungtiva(-), injeksi bulbi injeksi konjungtiva (-), injeksi
siliar (-) siliar (-)
Tak ada kelainan Sklera Tak ada kelainan
Jernih Cornea Jernih
Kedalaman cukup, jernih, Camera oculi Kedalaman cukup, jernih,
Tindal Efek (-) anterior Tindal Efek (-)
Kripte (+), sinekia anterior (-), Iris Kripte (+), sinekia anterior (-),
sinekia posterior (-), atrofi iris sinekia posterior (-),atrofi iris
(-) (-)
Bulat, sentral regular Pupil Bulat, sentral regular,
d= 3 mm,reflek pupil (+)N d= 3 mm,reflek pupil (+)N
Jernih Lensa Jernih
(+) cemerlang Fundus reflex (+) cemerlang
T(digital) normal Tensio oculi T(digital) normal
Dalam batas normal Funduskopi Dalam batas normal

Pemeriksaan Binokularitas : - Duke Elder test (-)


- Alternating Cover Test vision balance +)
- Distorsi (-)
Visus binokuler : 5/5

V. RESUME
Seorang anak perempuan usia 16 tahun datang ke poliklinik mata RSU
William Booth, pasien mengeluh ± 3 bulan yang lalu penglihatan kedua mata
kabur pada saat melihat jauh dan membaik bila jarak menjadi dekat. Pada
jarak yang jauh, pasien kesulitan membaca tulisan atau melihat benda karena
terlihat kabur. Penglihatan kabur dirasakan sedikit demi sedikit bertambah
sejak dari awal dirasakan. Hiperemis (-), nyeri pulsatil (-), lakrimasi (-),

8
photofobia (-), sekret (-), Pandangan kabur seperti tertutup kabut (-), melihat
kilatan cahaya (-), floaters(-).

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik : Status presens dalam batas normal
Status oftalmologis :
Oculus Dexter Oculus Sinister
5/30 Visus dasar 5/30
S-2,00 D 5/5 Visus Koreksi S-1,75 D 5/5
Tenang Segmen Anterior Tenang
Dbn Funduskopi Dbn

Pemeriksaan binokuler Visus Dexter Visus Sinister


Aflternating Cover Test Vision balance (+)
Distori -
Duke Elder Test -

VI.DIAGNOSIS BANDING
Hipermetropia
Astigmatisma

DIAGNOSIS KERJA
ODS Miopia Ringan

VII. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata sesuai dengan koreksi

RSUD Dr. KARIADI SEMARANG


Untuk Jauh
Kanan Kiri
180˚ 0˚ 180˚ 0˚
Sph Cylinder Prisma Sph Cylinder Prisma

D D as gr bas D D as gr bas
S -2,00 S-1,75

Jarak pupil ( Untuk jauh 64 mm)


9
( Untuk dekat 62 mm)
Pro : An. O
Tanggal : 29 Maret 2017
VIII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Ad bonam

IX. USUL
1. Kontrol pemeriksaan visus setiap 1 tahun sekali

X. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien bahwa pasien menderita myopia (rabun jauh)
pada mata kanan dan kiri, dapat diatasi dengan menggunakan kacamata.
2. Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan
menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai
kacamata yaitu minus semakin bertambah.
3. Meminta pasien untuk kontrol 1 bulan kemudian apabila penglihatan
kabur masih dirasakan.
4. Menjelaskan untuk tidak membaca, menggunakan komputer dan
menonton tv dengan jarak terlalu dekat terlalu lama dan menganjurkan
untuk berisitirahat tiap 30 menit beraktivitas.
5. Menjelaskan tidak boleh membaca sambil tiduran, tidak boleh membaca di
tempat remang-remang/cahaya kurang.
6. Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol pemeriksaan mata minimal
setiap 1 tahun sekali

10
XI. DISKUSI
A.Kelainan Refraksi
Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :6
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)
3. Kekuatan lensa kristalina (rata-rata 21 D)
4. Panjang aksial (rata-rata 24 mm)

Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak


terbentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi
ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa akan membelokkan sinar
pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan
susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjang bola mata. Pada
kelainan refraksi , sinar dibiaskan di depan (myopia) atau di belakang macula
lutea (hipermetropia).2
Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang
bola mata yang tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan
kornea atau lensa yang tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias
abnormal di dalam mata (ametropia indeks). Ametropia dapat ditemukan
dalam bentuk kelainan miopia, hipermetropia, dan astigmatisme. Bentuk-
bentuk ametropia :

1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau
lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di
belakang retina. Pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina
karena bola mata lebih panjang dan pada hipermetropia aksial fokus
bayangan terletak di belakang retina.4

2. Ametropia refraktif

11
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila
daya bias kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia
refraktif) atau bila daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di
belakang retina (hipermetropia refraktif).4
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak
normal. Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti
pada keratokonus. Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan
kornea lebih kecil dari kondisi normal.4

Terdapat tiga tipe kelainan refraksi yaitu:


a. Myopia
b. Hipermetropia
c. Astigmatisma
Kelainan refraksi bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan tajam
penglihatan atau visus. Terdapat 2 metode pemeriksaan tajam penglihatan yaitu
secara subjektif dengan trial and error dan secara objektif dengan
autorefraktometer

B. Pemeriksaan Visus Subjektif Dengan Optotipe Snellen.


Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan refraksi secara subyektif. Pemeriksaan
refraksi secara subyektif adalah suatu tindakan untuk memperbaiki penglihatan
seseorang dengan bantuan lensa yang ditempatkan didepan bola mata. Pada kasus
ini dilakukan koreksi secara trial and error
Alat-alat yang digunakan:
- Optotipe Snellen
- Trial lens set
Prosedur pemeriksaan terdiri dari dua langkah :
1. Langkah pertama : Pemeriksaan visus dasar
2. Langkah kedua : Koreksi visus

12
Gambar 1. Pinhole Gambar 2. Optotipe snellen

Gambar 3. Trial frame

Langkah pertama.
 Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari optotipe Snellen, salah satu mata
pasien ditutup kemudian disuruh membaca huruf terbesar sampai huruf
terkecil.
 Bila huruf terbesar tidak terbaca maka pasien diperiksa dengan hitung jari.
Contoh : visus = 1/60 (artinya pasien bisa membaca optotipe Snellen pada
jakar 1 meter sedangkan orang normal bisa membaca optotipe Snellen
pada jarak 60 meter)
 Bila hitung jari tidak bisa, maka pasien diperiksa dengan lambaian tangan
pada jarak 1 m. Pasien disuruh menyebutkan arah lambaian tangan.
Hasilnya visus = 1/300
 Bila lambaian tangan tidak bisa maka pasien diperiksa dengan
menggunakan sinar, untuk membedakan gelap-terang dan arah datangnya
sinar. Hasilnya visus = 1/~ LP(light projection) baik/buruk

13
 Bila tidak bisa membedakan gelap dan terang, maka visus = 0. Pastikan
dengan reflek pupil direk dan indirek.

Langkah kedua.
 Koreksi visus dilakukan jika pasien dapat membaca huruf Snellen.
Pemeriksaan dilakukan dengan tehnik trial and error.
 Pasang trial frame. Koreksi dilakukan bergantian, dengan cara menutup
salah satu mata.
 Pasang lensa sferis +0,5D. Setelah diberi lensa sferis +0,5D visus
membaik, berarti hipermetrop.
 Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa sferis
sampai didapatkan visus 6/6.
 Koreksi yang diberikan pada hipermetrope adalah koreksi lensa sferis
positif terbesar yang memberikan visus sebaik-baiknya.
 Jika diberi lensa sferis positif bertambah kabur, berarti miopia. Maka lensa
diganti dengan lensa sferis negatif.
 Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa sferis
sampai didapatkan visus 6/6
 Koreksi yang diberikan pada miopia adalah koreksi lensa sferis negatif
terkecil yang memberikan visus sebaik-baiknya.
 Jika visus tidak bisa mencapai 6/6, maka dicoba dengan memakai pinhole
 Bila visus membaik setelah diberi pinhole, berarti terdapat astigmatisma
maka dilanjutkan dengan koreksi astigmatisma.
 Setelah visus menjadi 6/6, kemudian dilakukan pemeriksaan binokularitas
:
Duke elder test
Pasien disuruh melihat optotipe snellen dengan menggunakan lensa
koreksi, kemudian ditaruh lensa sferis +0,25D pada kedua mata. Jika
pasien merasa kabur berarti lensa koreksi sudah tepat, apabila menjadi
jelas berarti pasien masih berakomondasi.

14
Alternating cover test
Dilakukan dengan cara menutup kedua mata secara bergantian. Pasien
membandingkan kedua mata mana yang paling jelas. Pada mata
miopia, mata yang paling jelas koreksinya dikurangi. Pada mata
hipermetropia, mata yang paling jelas koreksinya ditambah.
Distortion test
Pasien disuruh berjalan sambil memakai lensa koreksi. Jika saat
berjalan lantai tidak goyang-goyang dan tidak merasa pusing maka
koreksi sudah tepat.
Reading test
Untuk pasien yang berusia 40 tahun atau lebih, perlu dilakukan test
penglihatan dekat. Diberi lensa sferis positif sesuai umur kemudian
membaca kartu jaeger
Lensa addisi untuk penglihatan dekat biasanya diberikan berdasarkan
patokan umur :
- 40 tahun : + 1,00D
- 45 tahun : + 1,50D
- 50 tahun : + 2,00D
- 55 tahun : + 2,50D
- 60 tahun : + 3,00D
 Setelah semua pemeriksaan selesai maka dibuatkan resep kaca mata
dimana sebelumnya telah diukur PD (pupil distance) dengan penggaris.

C. Definisi Miopia
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar
yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di
retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan
akibat bayangan yang kabur.6,7

15
Gambar 4. Miopia

Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering


disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
unutk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai
punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling
kedalam atau esotropia.7

D. Klasifikasi Miopia6-8
Dikenal beberapa tipe dari miopia :
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar
3 dioptri.
2. Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :
1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D

16
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D
Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada
bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi
ini mengelilingi papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi
dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau
yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer
(degenerasi latis).7,8
Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering
dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai
pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan.
Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai
ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.7,8

Gambar 2. Degenerasi Latis

17
Berdasarkan gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi 7,9
a. Miopia simpleks
Ini lebih sering daripada tipe lainnya dan dicirikan dengan mata yang
terlalu panjang untuk tenaga optiknya (yang ditentukan dengan kornea dan
lensa) atau optik yang terlalu kuat dibandingkan dengan panjang
aksialnya.
b. Miopia nokturnal
Ini merupakan keadaan dimana mata mempunyai kesulitan untuk melihat
pada area dengan cahaya kurang, namun penglihatan pada siang hari
normal.
c. Pseudomiopia
Terganggunya penglihatan jauh yang diakibatkan oleh spasme otot siliar.
d. Miopia yang didapat
Terjadi karena terkena bahan farmasi, peningkatan level gula darah,
sklerosis nukleus atau kondisi anomali lainnya.

E. Gejala Klinis Miopia,8,9,10


Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi ).7-8
Gejala objektif miopia antara lain:

1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b)Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.7-8

18
2. Miopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks Gambaran
yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam
badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap
belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia
dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh
daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.7-8

Gambar 2. Myopic cresent

3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan


perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.

19
Gambar 3. Fundus Tigroid

F. Pemeriksaan Penunjang7,9,10
Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah :
1. Refraksi Subjektif
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rekraksi subjektif,
metode yang digunakan adalah dengan metode “trial and error”. Jarak
pemeriksaan 6 meter dengan menggunakan kartu Snellen.
2. Refraksi Objektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2.00 D
pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah
dengan arah gerakan retinoskop (against movement).
3. Autorefraktometer
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.

G. Penatalaksanaan
a. Lensa Kacamata
Kacamata masih merupakan yang paling aman untuk
memperbaiki refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa
dibuat dalam bentuk meniskus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke
depan (pantascopic tilt). 6-10

20
b. Lensa Kontak
Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca yang berisi cairan.
Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea
dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil
dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya
antara lain adalah lensa kaku yang permeabel udara., yang terbuat dari asetat
butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa
kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan
kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih
besar.7-9
Lensa keras dan lensa yang permeabel-udara mengoreksi kesalahan
refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Daya refraksi
total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan belakang lensa
(kelengkungan dasar) bersamsa dengan daya lensa sebenarnya yang disebabkan
oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang. Hanya yang kedua yang
bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak. Lensa keras dan lensa
permeabel-udara mengatasi astigmatisme kornea dengan memodifikasi
permukaan anterior mata menjadi bentuk yang benar-benar sferis.7-10
Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur,
mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian, daya refraksinya hanya
terdapat pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini
hanya sedikit mengoreksi astigmatisme kornea, kecuali bila disertai koreksi
silindris untuk membuat suatu lensa torus.

a. Bedah Keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara
umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain dan
bukan didasarkan pada perhitungan optis maternatis.8-11

21
b. Lensa Intraokular
Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk
koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk
lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam
mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas
suatu optik yang terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik) yang
terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa
intraokular adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan
ekstrakapsular.10,11

e. Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia


Ekstaksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia
sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang
dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan
komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia
tinggi.8-10

H. Komplikasi7
Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa :
- Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis
- Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina
- Ablasi retina
- Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi
glaucoma

I. Prognosis
Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana
yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik.
Prognosis yang didapat sesuai dengan derajat keparahannya. Penyulit yang dapat

22
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling.
Juling biasanya esotropia akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat
juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.6-9

XII. PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini, pasien didiagnosis ODS miopia ringan berdasarkan
data dasar yang didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik sebagai berikut.
Pada anamnesis didapatkan penglihatan kedua mata kabur pada saat melihat jauh
dan membaik bila jarak menjadi dekat. Pada jarak yang jauh, pasien kesulitan
membaca tulisan atau melihat benda karena terlihat kabur. Penglihatan kabur
dirasakan sedikit demi sedikit bertambah sejak dari awal dirasakan. Pasien juga
mengeluh harus memicingkan mata untuk melihat fokus pada suatu benda. Tidak
ada mata merah, tidak ada bengkak, tidak ada nyeri/cekot-cekot pada mata, tidak
ada nrocos, tidak ada silau, tidak ada kotoran mata, tidak ada melihat pelangi.
Pandangan kabur seperti tertutup kabut (-), melihat kilatan cahaya (-), melihat
bintik-bintik hitam (-). Pada pemeriksaan dengan snellen chart didapatkan visus
dasar mata kanan 5/30 visus dasar mata kiri 5/30 dengan visus koreksi mata kanan
S – 2.00 D 5/5 mata kiri S – 1.75 D 5/5. Temuan tersebut mendukung diagnosis
ODS miopia ringan. Kasus myopia pada pasien ini termasuk miopia aksial karena
terjadi penambahan panjang diameter anteroposterior bola mata dari normal.6
Pada pasien ini diberikan resep kacamata untuk membantu pasien dalam
penglihatan jarak jauh. Prinsipnya adalah dengan pemberian kacamata lensa sferis
konkaf (negatif) terkecil yang memeberikan ketajaman penglihatan maksimal.
Kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki miopia.
Prognosis miopia pada pasien ini cenderung mengarah baik. Pada tingkat ringan
dan sedang dari miopia simple prognosisnya baik bila penderita miopia memakai
kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif prognosis
miopia buruk terutama bila disertai oleh perubahan koroid dan vitreus sedangkan
pada miopia maligna prognosisnya sangat jelek.
Edukasi yang diberikan kepada pasien bertujuan untuk mencegah
progresivitas miopia secara cepat dan mempertahankan keadaan penglihatan

23
sebaik mungkin. Mengingat derajat myopia pada pasien ini ringan. Maka edukasi
mengenai kontrol pemeriksaan mata menjadi sangat penting yang bertujuan untuk
melakukan visus koreksi supaya tidak menjadi progresif. Hal ini juga karena
kecocokan dengan kacamata yang diresepkan sekarang bisa berubah sewaktu
waktu karena penambahan usia dan perubahan struktur bola mata.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global Data on Visual Impairment . Geneva: WHO, 2012


2. Ilyas H, Sidarta. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2004
3. Ilyas H, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010
4. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta : Widya
Medika,2000
5. Lee BS, Lindstrom RL, Reeves SW, Hardten DR. Modern management of
astigmatism. International Ophthalmology Clin. 2013;53(1):65-78.
6. Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
7. Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1.
Widya Medika, Jakarta.
8. Nana Wijana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta. Abadi
Tegal.1993
9. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2003:5
10. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu
PenyakitMata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit M
ata FK UGM,2007;185-7
11. Ilyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum
dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Balai penerbit Sagung Seto,2002

25

Anda mungkin juga menyukai