Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KESEHATAN KOMUNITAS

DAN ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
LAPORAN SEMINAR

LAPORAN RENCANA PEMECAHAN MASALAH PENYAKIT


MENULAR DAN TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS
TALISE

Oleh:
Hemriadi
10 16 777 14 169

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Komunitas dan Ilmu Kedokteran Pencegahan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2017

0
BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia mengalami transisi epidemiologi penyakit dan kematian yang


disebabkan oleh pola gaya hidup, meningkatnya sosial ekonomi dan
bertambahnya harapan hidup. Pada awalnya, penyakit didominasi oleh penyakit
menular, namun saat ini penyakit tidak menular (PTM) terus mengalami
peningkatan dan melebihi penyakit menular tetapi penyakit menular sendiri
masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.1,2
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai
media. Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir
semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif
tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya
bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit
jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan
wabah dan menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit menular merupakan
hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi.3
Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah
diare, malaria, demam berdarah dengue, ISPA, tifus abdominalis, penyakit
saluran pencernaan dan penyakit lainnya.2
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak
Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan
terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua
pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular
seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes.4
Tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena
penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi
lain, kematian akibat penyakit menular seperti malaria, TBC atau penyakit
infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa
pada tahun 2030. Secara global, regional dan nasional pada tahun 2030 transisi

1
epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin
jelas.4
Beberapa penyakit tidak menular yang menunjukkan kecenderungan
peningkatan adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker, diabetes
mellitus, kecelakaan dan sebagainya.2
Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan strata pertama sangat berperan
untuk menangani masalah ini. Salah satu dari 6 program pokok puskesmas (the
basic six) adalah pencegahan & pengendalian penyakit menular & tidak
menular.2
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Talise jumlah angka
kematian kasar tahun 2013 sebanyak 21 orang, dan terjadi peningkatan kasus
kematian sebanyak 28 orang, rata–rata yang meninggal lansia dengan kasus
jantung, hipertensi, dan diabetes militus (DM).5
Berdasarkan laporan dan data Puskesmas Talise angka kesakitan tertinggi
tahun 2013 adalah ISPA sebanyak 2357 (43,06%) sedangkan ditahun 2014
sebanyak 7642 (64,25%) terjadi peningkatan kasus penyakit ISPA ditahun 2014
dan disusul oleh penyakit–penyakit lainnya seperti gastritis, hipertensi, penyakit
kulit alergi dan lain–lain.5
Berdasarkan data yang diambil dari Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Tingkat Puskesmas (SP2TP) di Puskesmas Talise tahun 2015 ditemukan ISPA
menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Talise dan
diikuti oleh hipertensi di urutan kedua.6,7
Dari data yang telah dipaparkan di atas, masalah yang ditemukan pada
penyakit menular dan tidak menular di puskesmas Talise adalah ISPA dan
Hipertensi, jadi rencana pemecahan masalah yang akan saya bahas dalam
laporan ini adalah ISPA dan Hipertensi.

2
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TALISE

1. Gambaran Geografis dan Administratif


Puskesmas Talise terletak di di jalan Yos Sudarso No. 2 Kelurahan
Talise Kecamatan Mantikulore. Letaknya relatif strategis, berada di jalan
raya trans sulawesi dan instansi/ kantor lain seperti kantor Kecamatan,
KUA, Kantor Pos, Sekolah, SPBU dan komplek ruko sehingga
memudahkan masyarakat untuk datang mendapatkan pelayanan
kesehatan. Sampai akhir tahun 2015 Puskesmas Talise mempunyai
jejaring yan terdiri atas 3 Puskesmas Pembantu, 2 Pos Bersalin Desa
(Polindes) dan 4 Poskesdes (Pos Kesehatan Desa).

2. Gambaran kependudukan
Luas wilayah kerja puskesmas Talise 82,53 KM2 yang mencakup 4
kelurahan, yaitu kelurahan Talise, Talise Valangguni, Tondo, dan
Kelurahan Layana, dengan jumlah penduduk 35.909 jiwa. Adapun batas
wilayah kerja Puskesmas Talise adalah :
 Sebelah Barat : Teluk Palu
 Sebelah Utara : Kelurahan Mamboro
 Sebelah Timur : Daerah pegunungan
 Sebelah Selatan : Kelurahan Besusu

3
Gambar 1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Pantoloan 5

Berdasarkan data BPS Kota Palu Tahun 2015, jumlah penduduk di


wilayah kerja Puskesmas Talise adalah 35.909 jiwa yang tersebar di tiga
Kelurahan antara lain Kelurahan Talise yang jumlah penduduknya masih
bersatu dengan Kelurahan Valangguni 20.112 jiwa, Kelurahan Tondo
sekitar 12.169 jiwa dan Kelurahan Layana Indah 3.628 jiwa. Dengan
membandingkan jumlah penduduk tahun sebelumnya, maka jumlah
penduduk dari tahun 2014 ke 2015 mengalami penurunan sebanyak
2.001 jiwa atau 1,05 %. Perubahan ini lebih disebabkan oleh perbaikan
sistem adminstrasi kependudukan.

Grafik II.1 Distibusi Penduduk di Wilayah UPTD UrusanPuskesmas Talise


Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2015
3,507
3,496
3,453

4000
3,232
3,227

3,126

3,775

3500
2,775

3000
2,376
1,949

2500
1,873
1,786
1826
Jumlah penduduk

1799

1,726
1781
1,654

1710

1696
1,582
1645

1,536
1599
1,527
1,585

Laki-laki
1,437

1,418

2000
1338

1,212

1,193
1164

1500 Perempua
966
907

869
804
781

741

n
677

600
593

1000
460
409

LK+P
500
0
> 65
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
0-4
5-9
10-14

Kelompok Umur

Gambar 2. Grafik Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Talise 5

3. Data 10 penyakit terbanyak tahun 2015


Pada tahun 2015 ditemukan data 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Talise
pada urutan pertama diduduki oleh ISPA dengan jumlah kasus 638 kasus, diikuti

4
dengan Hipertensi dengan jumlah kasus 572 kasus, Cedera akibat lain 212
kasus, cedera akibat kecelakaan lalu lintas 140 kasus, asma bronchiale 94 kasus,
diabetes mellitus 93 kasus, PPOK 18 kasus, PJK 17 kasus, tumor payudara 13
kasus dan Strok 9 kasus. Dapat dilihat pada tabel berikut:6

No Nama Penyakit Jumlah


1. ISPA 638
2. Hipertensi 572
3. Cedera akibat lain 212
4. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas 140
5. Asma bronchiale 94
6. DM 93
7. PPOK 18
8. Jantung koroner 17
9. Tumor Payudara 13
10. Strok 9

Table 1. 10 penyakit terbanyak tahun 20156


4. Data 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Talise Periode juni-Agustus
Tahun 2016.
Pada tahun 2016 periode bulan Juni - Agustus ditemukan ISPA dan
Hipertensi menempati urutan pertama dan kedua pada 10 penyakit terbanyak di
Puskesmas Talise dan disusul dengan obesitas, diabetes mellitus, asma bronchial,
PJK, Cedera kecelakaan lalu lintas, penyakit tiroid, tuberkulosis dan diare
dengan masing-masing jumlah kasus dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:7

Hiperten PJK DM Obesitas Penyakit ASMA TB Diare ISPA CKL


si tiroid

Juni 98 18 26 10 2 12 8 28 138 3

Juli 72 22 38 14 3 21 18 32 248 7

5
Agustus 71 26 54 16 4 24 20 34 285 8

Tabel 2. 10 penyakit terbanyak periode bulan Juni-Agustus tahun 2016.7

300
250
200
150
juni
100
50 juli
0 agustus

Gambar 3. Grafik 10 penyakit terbanyak periode bulan Juni- Agustus tahun 20167

Dari grafik diatas terlihat bahwa ISPA masih merupakan masalah penyakit
menular yang terbanyak dan hipertensi mewakili penyakit tidak menular
terbanyak pada periode Juni-Agustus Puskesmas Talise.7

6
BAB III
PEMBAHASAN

Dari data yang telah didapatkan di SP2TP Puskesmas Talise pada tahun 2015
menunjukkan bahwa ISPA menempati urutan pertama pada 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas Talise begitu juga dengan data yang ditemukan pada 10
penyakit terbanyak periode bulan Juni-Agustus tahun 2016, hal ini dapat
disimpulkan bahwa ISPA masih merupakan masalah utama dari tahun ke tahun
di Puskesmas Talise.6,7

7
94 96 95
100 79 84 83

56 52
50 30

0
talise tondo layana

juni juli agustus

Gambar 4. Grafik ISPA periode bulan Juni-Agustus Tahun 2016.7

Dari grafik di atas menunjukkan bahwa angka kejadian terbanyak dalam tiga
bulan terakhir ini berada di Kelurahan Tondo . Dari hasil observasi yang
ditemukan di Kelurahan Tondo ditemukan faktor-faktor yang mempermudah
seseorang terserang ISPA sebagai berikut, terdapatnya penggunaan tungku
masak yang masih banyak, kepadatan hunian yang padat, ventilasi rumah yang
tidak memenuhi syarat, dan kebiasaan merokok dalam rumah serta status sosial
ekonomi yang rendah, sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah
nelayan, buruh, petani, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan keadaan sosial
ekonomi tersebut maka sebagian besar masyarakat berpendapatan musiman. Dari
hasil observasi tersebut ditemukan faktor-faktor risiko yang dapat mempermudah
seseorang terserang ISPA yang sesuai dengan teori sebagai berikut:
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Pertama, menjaga agar aliran
udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang
bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Sirkulasi udara dalam
rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum bila mempunyai ventilasi
minimal 10% dari luas lantai. Ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan

8
kelembaban yang tinggi dan membahayakan kesehatan sehingga kejadian ISPA
akan semakin bertambah.8
Menurut Depkes, yaitu rasio luas lantai seluruh ruangan dibagi jumlah
penghuni minimal 10 m2/orang dan luas kamar tidur minimal 8 m2, tidak
dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur kecuali
anak dibawah umur 5 tahun. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan
jumlah penghuni dapat mempermudah penularan ISPA. Kepadatan hunian yang
berlebihan memudahkan penularan penyakit infeksi pernapasan, tuberkulosis,
meningitis, dan penularan parasit usus dari satu orang ke orang lainnya.9,10
Asap rokok yang di inhalasi mengandung banyak zat – zat kimia termasuk
formaldehida, sianida, karbon monoksida, amonia dan nikotin serta zat – zat
karsinogenik lainnya. Zat–zat asap rokok yang dihirup terlalu sering
menyebabkan kerusakan pada mukosiliar traktus respiratorius dan menyebabkan
sekresi mukus yang berlebihan sehingga mengakibatkan kolonisasi pada
membran mukosa oleh berbagai bakteri patogen yang berpotensi untuk
menginfeksi saluran pernapasan.11
Orang dengan sosial ekonomi yang rendah mempunyai insiden lebih besar
untuk terjadinya peningkatan pajanan agent infeksius. Pada keluarga dengan
sosioekonomi yang rendah umumnya mempunyai banyak anak dan menghuni
tempat tinggal yang padat, kedua kondisi lingkungan seperti itu mengakibatkan
penularan agent infeksius. Rendahnya sanitasi dan perilaku hidup bersih juga
dapat meningkatkan pajanan agent infeksius. Status sosioekonomi dapat
meningkatkan resiko infeksi dan penyakit menular karena menurunnya
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.12
Pencemaran udara terhadap manusia melalui berbagai cara akan
mempengaruhi sistem pernapasan, hal ini terjadi karena manusia menghirup dan
menghembuskan udara dari paru-paru sekitar 10 m3 per hari. Pada saat bernapas
akan terjadi translokasi bahan pencemar udara terhisap masuk ke dalam
pembuluh darah alveoli. Darah membawa bahan pencemar kembali ke jantung
dan dari jantung beredar ke seluruh tubuh melalui aorta, dengan demikian bahan
pencemar tersebut disamping dapat menimbulkan bronchitis dan pulmonary

9
emphisema juga akan merangsang timbulnya penyakit pada organ jaringan
dalam tubuh. Pencemaran udara dapat mengakibatkan peradangan paru dan jika
hal ini berlangsung terus–menerus dapat mengakibatkan penurunan fungsi paru,
yang akhirnya dapat meningkatkan kelainan faal paru obstruktif. Kelainan faal
paru obstruktif yang dimaksud adalah penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM). Bahan pencemar udara yang dapat menyebabkan kelainan pada saluran
pernapasan jika bahan pencemar tersebut dihirup dari udara antara lain adalah
gas SO2, O3, NO2 dan partikel debu. Bahan–bahan tersebut dapat
mempengaruhi fungsi paru yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
kelainan paru obstruktif.13
Pencemaran udara karena debu biasanya menyebabkan penyakit pernapasan
kronis seperti bronchitis kronis, emfisema paru, asma bronchiale, bahkan kanker
paru. Kadar debu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi saluran
pernapasan dan gangguan fungsi paru. Semakin tinggi konsentrasi partikel debu
dalam udara, jumlah partikel yang mengendap di paru juga akan semakin
banyak. Semakin lama paparan berlangsung, jumlah partikel yang mengendap di
paru juga akan semakin banyak yang nantinya menyebabkan penyakit
pneumokoniosis.14
Pada penggunaan tungku masak dengan kayu sebagai bahan bakar akan
menghasilkan gas NO2. Pada pajanan NO2 yang tinggi misalnya pada kebakaran
gedung akan terjadi edema paru dan diffuse lung injury. Pajanan NO2 jangka
panjang akan mengakibatkan bronkitis akut maupun kronik. Pajanan NO2 dosis
rendah akan menambah hiperresponsif bronkus, memudahkan infeksi terutama
pada anak-anak dan menurunkan faal paru pada penderita PPOK.15

10
120
108
100 82
66 72
80 56
60 43
40
20
0
<5 TAHUN >5 TAHUN

JUNI JULI AGUSTUS

Gambar 5. Grafik klasifikasi ISPA berdasarkan usia 20167

Dari grafik diatas tampak bahwa usia ≥ 5 tahun lebih banyak mengalami
ISPA dari pada usia <5 tahun, dan dapat dilihat bahwa setiap bulannya kejadian
ISPA pada usia <5 tahun semakin meningkat. Dapat disimpulkan bahwa ISPA
lebih mudah terjadi pada usia balita dan lebih mudah menyerang usia anak-anak.
Hal ini dikarenakan karena saluran pernapasan bagian atas pada anak masih
relatif kecil, pendek dan sempit begitu juga pada saluran pernapasan bagian
bawah, trakea dan bronkus mempunyai lumen yang sempit dan pertumbuhan
paru belum sempurna. Tidak hanya itu, sistem pergerakan mukosiliar juga masih
belum sempurna dan jumlah serum Ig A masih sangat sedikit, yang menandakan
bahwa sistem imun pada balita masih belum sempurna.16
Perencanaan pemecahan masalah pada masalah infeksi saluran pernapasan
akut dapat dilakukan dengan cara identifikasi masalah menggunakan analisis
pendekatan system dengan tabel sebagai berikut:17

Tabel 3. Identifikasi Masalah17


KOMPONEN KEMUNGKINAN PENYEBAB
MASALAH

11
INPUT MAN Tidak ada masalah
MONEY Tidak ada masalah
MATERIAL Kurangnya pamflet/poster yang
mempromosikan tentang ISPA dan faktor
risikonya
METODE Penyuluhan ISPA tidak rutin dilakukan
kepada masyarakat
MARKETING Sosialisasi ISPA kepada masyarakat masih
kurang
LINGKUNGAN Tingkat pengetahuan masyarakat tentang
ISPA, faktor risiko ISPA dan
hubungannya dengan lingkungan rumah
masih kurang
PROSES P1 Tidak ada masalah
P2 Belum terlaksana dengan baik
P3 Tidak masalah

Dari tabel identifikasi masalah dengan analisis pendekatan sistem ditemukan


masalah-masalah sebagai berikut:17
A. Kurangnya pamflet/poster yang mempromosikan tentang ISPA dan
faktor risiko ISPA
B. Penyuluhan ISPA tidak rutin dilakukan kepada masyarakat
C. Sosialisasi ISPA kepada masyarakat masih kurang
D. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang ISPA, faktor risiko ISPA dan
hubungannya dengan lingkungan rumah masih kurang
E. Belum terlaksana dengan baik
Dari masalah-masalah diatas dapat dilakukan analisis penyebab maslah
menggunakan tabel paired comparison sebagai berikut:17
Tabel 4. Tabel Paired Comparison17
A B C D E Total

12
A A C D E 1
B B D E 1
C C D 1
D D 1
E 0
Total Vertikal 0 0 1 2 2
Total Horizontal 1 1 1 1 0

Total 1 1 2 3 2 9

Dari hasil identifikasi masalah berdasarkan tabel paired comparison


ditemukan urutan prioritas masalah yang harus diselesiakan sebagai berikut:17
D. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang ISPA, faktor risiko ISPA dan
hubungannya dengan lingkungan rumah masih kurang.
C. Sosialisasi ISPA kepada masyarakat masih kurang
E. pelaksanaan belum terlaksana dengan baik
A. Kurangnya pamflet/poster yang mempromosikan tentang ISPA dan Faktor
risiko ISPA
B. Penyuluhan ISPA tidak rutin dilakukan kepada masyarakat
Setelah dilakukan identifikasi masalah dengan menggunakan tabel paired
comparison dilakukan penghitungan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu
masalah, yang dapat dihitung menggunakan tabel sebagai berikut:17

Tabel 5. Tabel Nilai Kumulatif17


D 3 3/9x 100% 33,33 % 33,33%
C 2 2/9 x 100% 22,22 % 55,55%
E 2 2/9 x 100% 22,22% 77,77%

13
A 1 1/9 x 100% 11,11% 88,88%
B 1 1/9 x 100% 11,11% 100%
Jumlah 9 100%
Berdasarkan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah yang berupa
tingginya kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Talise, cukup
menyelesaikan 4 penyebab karena penyebab tersebut sudah mencapai 80%,
diantarannya adalah17
1. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang ISPA, faktor risiko ISPA dan
hubungannya dengan lingkungan rumah masih kurang.
2. Sosialisasi ISPA kepada masyarakat masih kurang
3. Pelaksanaan belum terlaksana dengan baik
4. Kurangnya pamflet/poster yang mempromosikan tentang ISPA dan faktor
risiko ISPA
Dari hasil identifikasi masalah, analisis penyebab masalah dan nilai
kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah dapat dibuat Plan Of Actio (POA)
sebagia berikut:17
Tabel 6. Plan Of Action (POA)17
Tujuan Kegiatan Sasaran Waktu PIC
Meningkatkan Penyuluhan Ibu-ibu Setiap bulan Petugas
Pengetahuan tentang ISPA, yang 1 kali P2M
Masyarakat faktor risiko ISPA, datang di (sesuai bekerja
tentang penanganan, Posyandu dengan sama
Penyakit ISPA pencegahan & jadwal dengan
hubungannya Posyandu) PROMKES
dengan lingkungan
rumah

Pembagian brosur Ibu-ibu Setiap bulan Petugas


tentang ISPA, yang 1 kali P2M
faktor risiko ISPA, datang di (sesuai bekerja
hubungannya posyandu dengan sama
dengan lingkungan jadwal dengan

14
rumah, cara Posyandu) PROMKES
penanganan &
pencegahannya

Tabel 7. Jumlah Kasus PTM Periode Juni-Agustus tahun 2016 di Puskesmas


Talise7
Penyakit tidak menular JUNI JULI AGUSTUS
Hipertensi 98 72 71
Penyakit jantung koroner 11 12 39
Gagal jantung 0 0 0
Diabetes mellitus 22 20 30
Obesitas 33 34 7
Penyakit tiroid 2 3 5
Stroke 0 0 0
Asma bronkhial 11 24 24
SLE 0 0 0
Thalasemia 0 0 0
PPOK 0 0 0
Osteoporosis 0 0 0
Gagal ginjal kronik 0 0 0
Tumor payudara 3 5 5
Retinoblastoma 0 0 0
Leukimia 0 0 0
Kanker serviks 0 0 0
Cedera akibat KLL 4 6 8
Cedera akibat KDRT 0 0 0
Cedera akibat lain 42 23 38
Total

15
Dari tabel diatas terlihat bahwa hipertensi menempati jumlah terbanyak
penyakit tidak menular di Puskesmas Talise periode Juni-Agustus tahun 2016
dengan total jumlah kasus 241 kasus. Dapat dilihat juga pada grafik di bawah
ini7:

100
90
80
70
60
50
40
30 Juni
20
10 Juli
0
Agustus

Gambar 6. Grafik Jumlah Kasus PTM Periode Juni-Agustus tahun 2016 di


Puskesmas Talise7
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung
dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal
(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan
stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai.
Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya
terus meningkat.18
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang memiliki tekanan
darah tinggi yaitu faktor yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan.
Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan adalah usia, jenis kelamin, riwayat
keluarga dan genetik/keturunan, sedangkan faktor-faktor yang dapat
dikendalikan adalah kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak

16
jenuh, kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang
aktifitas fisik, stress dan penggunaan estrogen.18
Dari hasil observasi masyarakat di wilayah kerja puskesmas Talise
ditemukan beberapa faktor risiko yang dapat dikendalikan adalah kebiasaan
merokok, kebiasaan makan makanan yang tinggi garam, makanan-makanan yang
bersantan (mengandung lemak) dan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
adalah usia dan jenis kelamin.7
Kebiasaan merokok masyarakat dapat menyebabkan tekanan darah tinggi
oleh karena zat nikotin dapat meningkatkan denyut jantung dan menyebabkan
vasokonstriksi perifer, yang akan meningkatkan tekanan darah arteri pada jangka
waktu yang pendek selama dan setelah merokok. Kebiasan merokok dapat
meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung dan stroke. Karena itu, kebiasaan
merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi,
merupakan kombinasi yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan kardiovaskuler.19,20
Nutrisi adalah salah satu faktor yang dapat dikendalikan dan dapat
mempengaruhi kejadian hipertensi. Hal ini berkaitan dengan konsumsi nutrien
tertentu yang dapat menstimulasi naiknya tekanan darah. Nutrien yang
berdampak nyata terhadap naiknya tekanan darah adalah mineral sodium.
Konsumsi makanan tinggi sodium mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap kejadian hipertensi. Sesuai dengan hasil observasi lapangan bahwa
kebiasaan masyarakat Talise mengkonsumsi makanan yang tinggi garam yang
menyebabkan tekanan darah masyarakat Talise tinggi.19,20
Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan bersantan dapat
meningkatkan tekanan darah karena santan menandung lemak jenuh. Makanan
berlemak jenuh berpengaruh terhadap naiknya tekanan darah. Hal ini terjadi
akibat pengaruh lemak jenuh yang menyebabkan atherosklerosis. Dimulai
dengan atherosklerosis dimana gangguan struktur anatomi pembuluh darah
peripher yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh
darah di sertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang
menghambat gangguan peredaran darah peripher. Kekakuan dan kelambanan

17
aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya
dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan
gambaran peningkatan tekanan darah dalam system sirkulasi. Secara singkat jika
pembuluh dara menyempit, maka tekanan darah di dalam pembuluh darah akan
meningkat.19,20
Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan pada masyarakat di wilayah
kerja puskesmas Talise adalah usia. Data usia yang ditemukan dapat dilihat pada
grafik dibawah ini:

Jumlah Kasus Hipertensi Berdasarkan


Kelompok Umur penderita rawat jalan
periode Juni-Agustus tahun 2016
≥ 60
120 tahun
45-54 55-59
100 Thn Thn

80
60
40
20
0

Gambar 7. Grafik Frekuensi Kasus Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur penderita rawat
jalan periode Juni-Agustus tahun 20167
Dari grafik diatas terlihat bahwa semakin bertambahnya usia semakin terjadi
peningkatan jumlah orang yang menderita hipertensi dan yang paling banyak
pada usia lansia yaitu ≥60 tahun. Usia merupakan salah satu faktor risiko yang
tidak dapat dikendalikan. Risiko hipertensi meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Seseorang rentan mengalami hipertensi pada usia 30-50
tahun, dimana hipertensi yang biasa dialami adalah hipertensi primer. 50-60%
pasien yang berusia ≥60 tahun mempunyai tekanan darah diatas 140/90 mmHg.
Isolated Systolic Hypertension biasanya terjadi pada umur >50 tahun. Konsep ini
didukung penelitian yang dilakukan oleh Indrawati, Wedhasari dan Yudi tahun
2009 yang menunjukkan bahwa factor usia mempunyai risiko paling tinggi
terhadap kejadian hipertensi.19

18
Juni Juli Agustus

Gambar 8. Garfik jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin penderita periode Juni-Agustus 20167
Dari grafik diatas terlihat bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak
mengalami kejadian hipertensi setiap bulannya daripada jenis kelamin laki-laki.
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikendalikan.
Mengingat wanita pra menopause memiliki risiko lebih kecil terhadap penyakit
kardiovaskuler disbanding pria pada usia yang sama. Kadar estrogen yang
rendah menyebabkan darah menjadi lebih kental yang meningkatkan risiko
terjadinya penggumpalan darah. Lebih jauh lagi menopause mempengaruhi
kolesterol jahat yaitu LDL (Low Density Lipoprotein), sehingga meningkatkan
risiko penyakit jantung.19
Perencanaan pemecahan masalah pada masalah hipertensi dapat dilakukan
dengan cara identifikasi masalah menggunakan analisis pendekatan system
dengan tabel sebagai berikut:17

KOMPONEN KEMUNGKINAN PENYEBAB


MASALAH

19
INPUT MAN
a. Kurangnya sumberdaya petugas pelaksana
program
b. Kurangnya pengetahuan kader-kader
posbindu tentang pengendalian faktor risiko
dan bahaya hipertensi
MONEY Kurangnya anggaran operasional untuk
petugas pelaksana program untuk
melakukan evaluasi pada individu yang
memiliki faktor risiko hipertensi.
MATERIAL Tidak adanya pamflet / poster yang
mempromosikan faktor risiko dan bahaya
hipertensi
METODE Penyuluhan tentang pengendalian faktor
risiko Hipertensi masih belum terprogram
dengan baik.
Sosialisasi mengenai ruang lingkup
posbindu sebagai tempat screening faktor
risiko belum maksimal
MARKETING Kurangnya sosialisasi yang disampaikan
petugas pada masyarakat tentang penyakit
hipertensi
LINGKUNGAN 1. p- Tingkat pengetahuan dan kesadaran masya
ra rakat mengenai hipertensi masih rendah.
2. - pola hidup masyarakat yang tidak sehat
3. ( konsumsi makanan yg tinggi garam
4. (I ikan asin), makanan bersantan,merokok).
PROSES P1 Tidak ada masalah
P2 Kurang maksimal
P3 Tidak ada masalah

Tabel 8. Identifikasi Masalah17


Dari tabel identifikasi masalah dengan analisis pendekatan system ditemukan
masalah-masalah sebagai berikut:17
A. Kurangnya sumber daya petugas pelaksana program
B. Kurangnya pengetahuan kader-kader posbindu tentang pengendalian
faktor risiko dan bahaya Hipertensi.
C. Kurangnya anggaran operasional untuk petugas pelaksana program untuk
melakukan evaluasi pada individu yang memiliki faktor risiko hipertensi.
D. Tidak adanya pamflet/poster yang mempromosikan faktor risiko dan
bahaya hipertensi

20
E. Penyuluhan tentang pengendalian faktor risiko Hipertensi masih belum
terprogram dengan baik.
F. Sosialisasi mengenai ruang lingkup posbindu sebagai tempat screening
faktor risiko belum maksimal
G. Tingkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai hipertensi
masih rendah.
H. Pola hidup masyarakat yang tidak sehat (konsumsi makanan yg tinggi
garam (ikan asin), makanan bersantan, dan merokok).
I. Pelaksanaannya kurang maksimal
Dari masalah-masalah diatas dapat dilakukan analisis penyebab maslah
menggunakan tabel paired comparison sebagai berikut:17

Tabel 9. Tabel Paired Comparison17


Dari hasil identifikasi masalah berdasarkan tabel paired comparison
ditemukan urutan prioritas masalah yang harus diselesiakan sebagai berikut:17
E. Penyuluhan tentang pengendalian faktor risiko Hipertensi masih belum
terprogram dengan baik.
B. Kurangnya pengetahuan kader-kader posbindu tentang pengendalian
faktor risiko dan bahaya Hipertensi.
F. Sosialisasi mengenai ruang lingkup posbindu sebagai tempat screening
faktor risiko belum maksimal.

21
G. Tingkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai hipertensi
masih rendah.
H. Pola hidup masyarakat yang tidak sehat (konsumsi makanan yg tinggi
garam (ikan asin), makanan bersantan, dan merokok).
D. Tidak adanya pamflet / poster yang mempromosikan faktor risiko dan
bahaya hipertensi.
A. Kurangnya sumber daya petugas pelaksana program
C. Kurangnya anggaran operasional untuk petugas pelaksana program untuk
melakukan evaluasi pada individu yang memiliki faktor risiko hipertensi.
I. Pelaksanaannya kurang maksimal
Setelah dilakukan identifikasi masalah dengan menggunakan tabel paired
comparison, dilakukan penghitungan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu
masalah, yang dapat dihitung menggunakan tabel sebagai berikut:17
Tabel 10. Tabel Nilai Kumulatif17

Berdasarkan nilai kumulatif untuk mennyelesaikan suatu masalah yang


berupa tingginya kejadian Hipertensi di wilayah kerja puskesmas Talise, cukup
menyelesaikan 5 penyebab karena pennyebab tersebut sudah mencapai 80%,
diantarannya adalah:17
1. Penyuluhan tentang pengendalian faktor risiko hipertensi masih belum
terprogram dengan baik.
2. Kurangnya pengetahuan kader-kader posbindu tentang pengendalian
faktor risiko dan bahaya Hipertensi.

22
3. Sosialisasi mengenai ruang lingkup posbindu sebagai tempat screening
faktor risiko belum maksimal
4. Tingkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai hipertensi
masih rendah.
5. Pola hidup masyarakat yang tidak sehat (konsumsi makanan yg tinggi
garam (ikan asin), makanan bersantan, dan merokok).
Dari hasil identifikasi masalah, analisis penyebab masalah dan nilai
kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah dapat dibuat Plan Of Actio (POA)
sebagai berikut:17
Tabel 11. Plan Of Action (POA)17
TUJUAN KEGIATAN SASARAN WAKTU PIC
1. Meningkatkan a. Penyuluhan Posbindu Minggu Petugas
kesadaran pengendalian wilayah ke-2 Promosi
masyarakat hipertensi kerja Novembe kesehatan
tentang b. Konseling puskesmas r
pentingnya Talise
pengendalian
hipertensi
2. Meningkatkan - Melakukan Kader Minggu- Dokter
pengetahuan Training Of Posbindu ke-2 puskesmas
kader Posbindu Traineer (TOT) Novembe- Petugas P2
tentang r
pengendalian
hipertensi
3. Deteksi dini a. Wawancara dengan Masyarakat Bulan Petugas
terhadap faktor kuesioner usia (>15 Novembe Program
risiko hipertensib.Pemeriksaan kesehatan thn) r P2
terkait FR

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Kemenkes R.I. Pedoman Surveilans Penyakit Tidak Menular. 2013.
2. Kemenkes R.I. Nomor1479/menkes/sk/x/2003. Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit tidak Menular Terpadu Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.2003.
3. Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.
4. Rencana operasional promosi kesehatan dalam pengendalian penyakit tidak
menular. Kemenkes R.I Pusat Promosi kesehatan. 2011.
5. Profil Puskesmas Perawatan Talise. 2015.
6. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Tingkat Puskesmas (SP2TP). 2015.
7. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Tingkat Puskesmas (SP2TP). 2016.
8. Krieger J and Higgins DL. Housing and health: time again for public health
action. American Journal of Public Healt; 2002. Vol.92.
9. Depkes RI. Standar prosedur operasional klinik sanitasi untuk puskesmas:
Jakarta; 2000.
10. Keman S. Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman: 2005.
11. Kosikowska U et al. Passive smoking as a risk faktor for upper respiratory
tract colonization Haemophilus influenzae in healty pre-school children. Pol
J Environ Stud; 2011. Vol.20. P1541-45.
12. Cohen S. Social status and susceptibility to respiratory Infection. Pittsburgh:
Department of Psychology Carnegie Mellon University; 1999. P246-249.
13. Yulaekah S. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Batu Kapur. UNDIP: Semarang; 2007.
14. Simanjuntak ML, Pinontoan OD, Pangemanan JM. Hubungan Antara Kadar
Debu, Masa Kerja, Penggunaan Masker Dan Merokok Dengan Kejadian
Pneumokoniosis Pada Pekerja Pengumpul Semen Di Unit Pengantongan
Semen PT. Tonasa Line Kota Bitung. JIKMU; 2015. Vol. 5. No. 2b. P520-
32.
15. Hidayat S, Yunus F, Susanto AD. Pengaruh Polusi Udara dalam Ruangan
terhadap Paru. CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012.

24
16. Yingxi Chen, Williams E, Kirk1M. Risk Factors for Acute Respiratory
Infection in the Australian Community. PLOS ONE; 2014. Vol 9. Issue7.P1-
7.
17. Usman A. Bahan Kuliah Blok KEKOM POA. UNHAS; 2012.
18. Kemenkes R.I. Hipertensi. Infodatin: Jakarta; 2014.
19. Rahayu H. Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat RW 01 Srengseng
Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. Universitas Indonesia:
Depok; 2012.
20. Sirajuddin S. Penyakit Degeneratif. FKMUNHAS: Makassar; 2011.

25

Anda mungkin juga menyukai