Anda di halaman 1dari 5

GANGGUAN, MASALAH NUTRISI, JENIS & PRINSIP DIET PASCA BEDAH

Oleh Galuh Septrilina, 1406544362

Keperawatan Dewasa VI-A (FG 4)

Fakultas Ilmu Keperawatan

Pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara


invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Dalam
pembedahan, perawat melakukan prosedur preoperative care, intraoperative care, dan
postoperative care. Preoperative care merupakan suatu prosedur yang dilakukan
sebelum pembedahan berlangsung. Intraoperative care merupakan prosedur yang
dilakukan saat pembedahan berlangsung. Sedangkan, postoperative care merupakan
prosedur yang dilakukan sesudah pembedahan berlangsung. Dalam lembar tugas ini
akan dibahas mengenai gangguan, masalah nutrisi, dan jenis & prinsip diet
postoperative/ pasca bedah.

Parameter pengkajian yang dilakukan untuk menghindari gangguan/ komplikasi


pada pasien pasca bedah (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter, Perry, & Hall,
2013).

1. Tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah, nadi, napas, dan nyeri).


2. Sirkulasi
3. Kesadaran
4. Kepatenan intravena
5. Kontrol sensorik dan motorik
6. Posisi
7. Kondisi luka pasien
8. Adanya mual dan muntah

Berdasarkan parameter di atas bila terjadi kesalahan atau keabnormalan data


pasien akan mengakibatkan gangguan atau komplikasi yang dijelaskan di bawah ini.

Gangguan atau komplikasi yang akan dialami oleh seseorang setelah


pembedahan adalah sebagai berikut (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter, Perry,
& Hall, 2013):

1. Pada sistem respirasi


a. Atelektasis merupakan kolaps yang terjadi di alveoli dengan sekresi
mukus. Penyebabnya karena tidak adekuatnya ekspansi paru. Anastesi,
analgesik, dan posisi imobilisasi mencegah terjadinya ekspansi paru yang
baik. Lebih banyak berisiko pada pasien dengan pembedahan abdomen
atas (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter, Perry, & Hall, 2013).
b. Hipoksemia merupakan tidak adekuatnya konsentrasi oksigen di dalam
darah arteri. Penyebabnya anestesi dan analgesik menekan respirasi.
Meningkatkan retensi mukus dengan ventilasi yang lemah terjadi karena
nyeri dan posisi yang salah. Berisiko pada pasien OSA (Berman, Snyder,
& Frandsen, 2016; Potter, Perry, & Hall, 2013).
2. Pada sistem sirkulasi
a. Perdarahan merupakan hilangnya darah dalam jumlah yang besar pada
waktu yang singkat. Tanda dan gejalanya seperti hipotensi, lemah dan
nadi yang cepat, kulit lembab atau dingin, napas cepat, gelisah dan
pengeluaran urinnya berkurang. Penyebabnya karena rusak atau
terbukanya bekas luka jahitan. Berisiko pada pasien dengan kelainan
koagulasi (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter, Perry, & Hall,
2013).
b. Syok hipovolemik merupakan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan sel
karena kehilangan valume cairan sirkulasi. Tanda dan gejalanya sama
dengan perdarahan. Pada pasien perdarahan biasanya akan menyebabkan
syok hipovolemik (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter, Perry, &
Hall, 2013).
3. Pada sistem Gastrointestinal
a. Distensi abdomen merupakan retensi udara dala usus dan rongga
abdomen selama pembedahan gastrointestinal. Tanda dan gejalanya
termasuk meningkatnya ukuran abdomen, pasien mengeluh kembung.
Penyebabnya lambatnya gerakan peristaltik karena anastesi, manipulasi
bowel, atau imobilisasi (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter,
Perry, & Hall, 2013).
b. Mual dan muntah merupakan tanda dari tidak benarnya pengosongan
lambung atau stimulasi kimia penyebab muntah. Pasien mengeluh perut
penuh dan sakit. Penyebanya karena distensi abdomen, ketakutan, nyeri,
medikasi, makan dan minum sebelum gerakan peristaltik normal kembali
(Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter, Perry, & Hall, 2013).
4. Pada sistem perkemihan
a. Retensi urin merupakan akumulasi urin karena kehilangan tonus otot
kandung kemih. Tanda dan gejala seperti, ketidakmampuan berkemih,
gelisah, distensi kandung kemih. Biasanya muncul 6-8 jam setelah
pembedahan. Terjadi karena efek anastesi dan analgesik. Manipulasi
lokal dari jaringan kandung kemih dan sekitarnya, posisis yang salah dari
pasien juga dapat menganggu refleks pengosongan (Berman, Snyder, &
Frandsen, 2016; Potter, Perry, & Hall, 2013).
b. Infeksi saluran urin merupakan infeksi yang terjadi di saluran urin karena
bakteri atau kontaminasi. Tanda dan gejala termasuk disuria, gatal, nyeri
abdomen, kemungkinan demam, urin berbusa, adanya WBC (White
Blood Cell) dan leukosit pada urinalisis. Kebanyakan terjadi karena
katerisasi (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter, Perry, & Hall,
2013).
5. Pada sistem integumen
a. Infeksi pada luka merupakan invasi jaringan luka dalam akibat
mikroorganisme patogenik. Tanda dan gejalanya kulit hangat, merah,
dan rasa nyeri disekitar bagian luka, demam dan menggigil, bagian tepi
luka terkelupas. Bisanya infeksi muncul 3-6 hari setelah pembedahan.
Infeksi terjadi karena teknik aseptik yang salah atau kontaminasi luka.
Contohnya, pada pasien perforasi bowel risiko infeksi akan tinggi karena
kontaminasi bakteri dari usus besar (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016;
Potter, Perry, & Hall, 2013).
b. Luka dehisens merupakan terbukanya luka jahitan. Tanda dan gejalanya
meningktanya drainase dan munculnya jaringan lapisan dalam. Biasanya
terjadi 6-8nhari setelah pembedahan. Malnutrisi, obesitas, radiasi
preoperatif di tempat pembedahan, usia tua, sirkulasi jaringan lemah,
batuk dan posisi (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016; Potter, Perry, &
Hall, 2013).
c. Luka eviserasi merupakan keluarnya jaringan dan organ bagian dalam
melalui luka bedah. Biasanya terjadi 6-8 hari setelah pembedahan. Pasien
dehisens akan memiliki risiko tinggi untuk terjadinya eviserasi.
6. Pada sistem saraf
a. Nyeri kepala merupakan nyeri yang tidak dapat dilakukan suatu tindakan
analgesik dan intervensi untuk mengurangi nyeri. Penyebabnya karena
luka atau balutan, cemas, atau posisi (Berman, Snyder, & Frandsen,
2016; Potter, Perry, & Hall, 2013).

Masalah nutrisi yang akan terjadi pada pasien pasca bedah adalah sebagai
berikut:

1. Ketidakseimbangan nutrisi biasanya terkait dengan anastesi atau maipulasi


bedah usus. Sampai kembalinya gerakan peristaltik, dapat terjadi mual, muntah,
dan yang paling buruk adalah anoreksia. Klien diberikan terapi intravena untuk
mempertahnkan keseimbangan cairan dan elektrolit (Berman, Snyder, &
Frandsen, 2016).
2. Mual dan muntah merupakan tanda dari tidak benarnya pengosongan lambung
atau stimulasi kimia penyebab muntah. Pasien mengeluh perut penuh dan sakit.
Penyebanya karena distensi abdomen, ketakutan, nyeri, medikasi, makan dan
minum sebelum gerakan peristaltik normal kembali. Intervensi gizi untuk
makanan harus ditahan sampai mual hilang atau menurun. Dorong pasien untuk
makan secara perlahan dan tidak makan jika mersa mual. Mempromosikan
kebersihan mulut (DeLaune & Ladner, 2011; Potter, Perry, & Hall, 2013).
3. Anoreksia merupakan gejala umum dari banyak kondisi fisik dan efek samping
obat tertentu. Masalah sosial, seperti rasa takut, kecemasan, dan depresi, sering
menyebabkan anoreksia. Di bawah ini intervensi yang dapat membantu dalam
penanganan anoreksia (Dudek, 2014).
a. Menyediakan makanan menarik dan sesuai dengan selera masing-masing.
jika pasien anoreksia megalami penurunan merasakan di dalam makanan
ditambahkan dengan bumbu yart.
b. Jadwal prosedur dan obat-obatan.
c. Minum 30 menit sebelum dan sesuah makan makanan padat nutrisi.
d. Menawarkan suplemen cair si antara waktu makan untuk kalori makanan dan
protein jika konsumsi makan rendah.
e. Batasi asupan lemak.

Jenis dan prinsip diet pasca bedah

Tujuan: untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera kembali normal untuk
mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan
cara (Almatsier, 2006):

1. Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)


2. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
3. Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan

Diet pasca bedah dengan memberikan makanan secara bertahap dari bentuk cair, saring,
lunak, biasa (Almatsier, 2006).

1. Diet pasca bedah I, dilakukan selama 6 jam setelah pembedahan, makanan


berbentuk cairan dengan ukuran mulai dari 30 ml/jam.
2. Diet pasca bedah II, diberikan pada pasien pasca bedah besar, makanan
diberikan dalam bentuk cair kental 8-10 kali sehari dengan ukuran 50 ml/jam.
3. Diet pasca bedah III, diberikan pada pasien pasca bedah besar, makanan lunak
seperti biskuit ditambah susu dengan ukuran ≤ 2000ml sehari.
4. Diet pasca bedah IV, makanan lunak 3 kali sehari dan makanan selingan 1 kali.
Referensi:

Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Berman, A., Snyder, S. & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of
Nursing Concepts, Process, and Practice 10th Ed. New Jersey: Pearson.

DeLaune, S.C. & Ladner, P.K. (2011). Fundamentals of Nursing Standards & Practice
4th Ed. New York: Delmar Cengage Learning.

Dudek, S.G. (2014). Nutrition Essentials for Nursing Practice 7th Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A. & Hall, A.M. (2013). Fundamentals of Nursing
8th Ed. Canada: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai