Anda di halaman 1dari 44

Minggu, 08 November 2015

ASKEP STROKE

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak
yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi
masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak
10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. (Batticaca, 2008)
Secara global, penyakit serebrovaskular (stroke) adalah penyebab utama kedua kematian.
Ini adalah penyakit yang dominan terjadi pada pertengahan usia dan orang dewasa yang lebih
tua. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2005, stroke menyumbang 5,7 juta kematian di
seluruh dunia, setara dengan 9,9 % dari seluruh kematian. Lebih dari 85 % dari kematian ini
akan terjadi pada orang yang hidup di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan
sepertiga akan pada orang yang berusia kurang dari 70 tahun. Stroke disebabkan oleh gangguan
suplai darah ke otak, biasanya karena pembuluh darah semburan atau diblokir oleh gumpalan
darah. Ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.
(World Health Organization, 2015)
Stroke adalah penyebab kematian nomor satu di Indonesia, berdasar penelitian kami di
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Data kejadian stroke dilihat dari prevalensi
(angka kejadian) stroke bisa dilihat di Hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang
diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (Depkes, 2015)
Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan penderita stroke
cukup tinggi. Penderitanya melebihi prevalensi stroke di daerah perkotaan secara nasional.
Singkawang merupakan kota di Kalimantan Barat dengan prevalensi stroke yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan penelitian di lima rumah sakit yang ada di Kota
Singkawang menunjukkan, adanya peningkatan jumlah pasien stroke yang dirawat. Jumlah
tersebut belum termasuk pasien stroke yang dirujuk dan dirawat di rumah sakit selain di
Singkawang serta pasien yang berobat ke puskesmas. Jumlah kekambuhan stroke juga
menunjukkan angka yang tinggi. (Robino, 2015)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini yaitu untuk dapat mengetahui serta
memahami Asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke.
2. Tujuan khusus
Secara khusus, setelah mempelajari makalah ini mahasiswa/i S1 Keperawatan Non Reguler
STIK Muhammadiyah Pontianak, diharapkan dapat :
a. Menjelaskan pengertian stroke.
b. Menyebutkan etiologi stroke.
c. Menjelaskan patofisiologi dari stroke.
d. Menyebutkan manifestasi klinis stroke.
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik.
f. Mengetahui penatalaksanaan umum medikal.
g. Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi pada klien dengan
stroke.

C. Ruang Lingkup Penulisan


Dalam penyusunan makalah ini kelompok hanya membahas penyakit secara tinjauan teoritis
dan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan stroke dengan pendekatan proses
keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini kelompok menggunakan metode kepustakaan dengan cara
mencari dari buku-buku sebagai referensi, membaca dan mempelajari buku-buku literatur yang
terkait dengan stroke. Kelompok juga mengambil beberapa referensi dari internet.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penuyusunan makalah ini terdiri dari empat bab, yakni Bab I tentang
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penyusunan, ruang lingkup penyusunan,
metode penyusunan, dan sistematika penyusunan; Bab II tinjauan teoritis yang terdiri dari
konsep dasar stroke; Bab III asuhan keperawatan stroke secara teoritis, yang terdiri pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi; Bab IV penutup, yang
terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Stroke
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akbat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (Sudoyo Aru, dkk 2009)
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak
yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. (Batticaca, 2008)
Stroke atau penyakit serebrovaskular adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi
akibat penyumbatan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. (Sylvia A.
Price, 2005)
Stroke atau cerebral vaskuler accident (CVA) adalah gangguan dalam sirkulasi
intraserebral yang berkaitan vascular insuffisiency, trombosis, emboli, atau perdarahan. (Wahyu
Widagdo dkk, 2007)
B. Etiologi
Stroke dibagi 2 jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemorragik.
1. Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini
dibagi 3, yaitu :
a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
b. Stroke Embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion Sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya
gangguan denyut jantung.
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir
70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis,
yaitu:
a. Hemoragik intraserebral: perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Hemoragik subarakoid: perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara
permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke:
a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
1) Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita.
2) Umur : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
3) Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
b. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
1) Hipertensi,
2) Penyakit jantung,
3) Kolestrol tinggi,
4) Obesitas,
5) Diabetes Melitus.
6) Polisetemia,
7) Stress emosional.
c. Kebiasaan hidup.
1) Merokok,
2) Peminum alkohol,
3) Obat-obatan terlarang,
4) Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan berkolestrol.
(Amin & Hardhi, 2013)
C. Patofisiologi
Setiap kondisi yang meyebabkan perubahan perfusi darah pada otak yang menyebabkan
keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebakan iskemik otak. Iskemik
yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit
sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena.
Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh
darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis
interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak
total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai
terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan okigen dalam satu menit dapat
menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan
oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area
yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel
neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan
metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau ke dalam
jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh
darah yang menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat
dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh
tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan resiko
serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah kebagian tertentu, menimbulkan
gegar otak dan kehilagan kesadaran, peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan
menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau
hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan
intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak
diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi bradikardia,
hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat
mengiritasi pembuluh darah, menigen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong
spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa
terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan
vasokonstriksi arteri otak. Vasospasme merupakan kompikasi yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fokal neurologis, iskmik otak dan infark. (Fransisca B. Batticaca, 2008)
Stroke hemoragik
Peningkatan tekanan sistemik
Stroke non hemoragik
Vasospasme arteri serebral/ saraf serebral

Gambar 2 : Pathway Stroke Non Hemoragik


(Amin & Hardhi, 2013)
Aneurisme
Perdarahan araknoid/ ventrikel
Hematoma serebral
Peningkatan TIK/ herniasi serebral
Penurunan kesadaran
Penekanan saluran pernafasan
Pola nafas tidak efektif
Area gocca
Iskemik/ infark
Resiko aspirasi
Kerusakan komunikasi verbal
Kerusakan fungsi N VII dan N XII
Defisit perawatan diri
Hemiparase/ plegi kiri
Hemisfer kanan

Deficit neurologi
Kurang pengetahuan
Kerusakan intregitas kulit
Gangguan mobilitas fisik
Hemiparase/ plegi kanan
Hemisfer kiri
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Suplai darah kejaringan serebral tidak adekuat
Trombus/ emboli diserebral
Resiko trauma
Resiko jatuh
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke.
1. Gejala klinis pada stroke hemoragik, berupa:
a. Defisit neurologis mendadak,
b. Kadang-kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,
c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun,
d. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasinya.
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak,
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),
c. Perubahan mendadak pada status mental (kesadaran menurun),
d. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,
e. Gangguan penglihatan,
f. Gangguan daya ingat,
g. Bicara pelo atau cadel,
h. Mual dan muntah,
i. Nyeri kepala hebat,
j. Vertigo,
k. Gangguan fungsi otak. (Amin & Hardhi, 2013)
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
Membantu menunjukkan penyebab stroke secara spesifik, misalnya pertahanan atau
sumbatan arteri.
2. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan – CT-scan)
Mengetahui adamya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan
intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat, beberapa
kasus trombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi doppler (USG doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau
timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
5. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa
yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; klasifikasi parsial
dinding aneurisma ada perdarahan subarakhnoid.
7. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara memeriksakan darah rutin, gula darah,
urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah (AGD), biokimia darah, dan elektrolit.
(Batticaca, 2008)
F. Penatalaksanaan umum medikal
Penatalaksaan medik pada klien dengan stroke meliputi:
1. Non pembedahan
a. Terapi antikoagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien dengan riwayat
ulkus, eremia dan kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan secara subkutan atau melalui IV
drip.
b. Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang.
c. Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu menghancurkan trombotik
dan embolik.
d. Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) dapat digunakan untuk menstabilkan bekuan diatas
anuarisma yang ruptur.
e. Calcium channel blocker (Nimodipine) dapat diberika untuk mengatasi vasospasme pembuluh
darah.
2. Pembedahan
a. Karotid endarteretomi untuk mengangkat plaque atherosclerosis.
b. Superior temporal arteri-middle serebra arteri anatomisis dengan melalui daerah yang tersumbat
dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang dipengaruhi. (Wahyu Widagdo, dkk.
2007)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. (Nursalam, 2011)
Pengkajian pada pasien stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, dan diagnose
medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alas an klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.
3. Penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intracranial.Keluahan perubahan perilaku juga umum terjadi.Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian obat-obatan yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanay
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien.Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual
karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Perawat juga memasukkan pengkajian tehadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah : keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi
pada gangguan neurologis di dalam system dukungan individu.

7. Pengkajian Aktivitas/ istirahat


Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia). Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang
otot).
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis); paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum. Gangguan penglihatan, dan gangguan tingkat kesadaran.
8. Pengkajian Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung (MCI ( Myocard Infarct, reumatik/ penyakit jantung
vaskuler, GJK (Gagal Jantung Kongestif), endokarditis bakterial), polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
Tanda : Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler.
Nadi : Frekuensi dapat bervariasi (karena krtidakstabilan fungsi jantung/ kondisi jantung, obat-
obatan, efek stroke pada pusat vasomotor). Distritmia, perubahan EKG. Desiran pada karotis,
femoralis, dan arteri iliaka/ aorta yang abnormal.
9. Integritas ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira. Kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
10. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria. Distensi abdomen
(distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negatif (ileus paralitik).
11. Makanan/ cairan
Gejala : Nafsu makan hilang. Mual munta selama fase akut (Peningkatan TIK).
Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorokkan, disfagia. Adanya riwayat
diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Kesulitan menelan (gangguan pada reflek palatum dan faringeal). Obesitas
(faktor risiko).
12. Neurosensori
Pemeriksaan 12 Saraf kranial
a) Saraf Olfaktorius (N. I)
Fungsi : Saraf sensorik, untuk penciuman.
Cara pemeriksaan : Anjurkan klien menutup mata dan uji satu persatuan hidung klien
kemudian anjurkan klien untuk mengidentifikasi perbedaan bau-bauan yang diberikan. (seperti
teh atau kopi)
b) Saraf Optikus (N. II)
Fungsi : Saraf sensorik, untuk penglihatan.
Cara pemeriksaan : dengan snellen cart pada jarak 5-6 meter dan pemeriksaan luas pandang
dengan cara menjalankan sebuah benda dari samping ke depan (kanan dan kiri, atas kebawah).
c) Saraf Okulomotorius (N. III)
Fungsi : Saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata dan kontraksi pupil.
Cara pemeriksaan : Anjurkan klien menggerakkan mata dari dalam keluar, dan dengan
menggunakan lampu senter uji reaksi pupil dengan memberikan rangsangan sinar kedalamnya.
d) Saraf troklearis (N. IV)
Fungsi : Saraf motorik, untuk pergerakan bola mata.
Cara pemeriksaan : Anjurkan klien melihat kebawah dan kesamping kanan-kiri dengan
menggerakkan tangan pemeriksa.
e) Saraf Trigeminalis (N. V)
Fungsi : Saraf motorik, gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, reflek kornea dan
reflek berkedip.
Cara pemeriksaan : Dengan menggunakan kapas halus sentuhan pada kornea klien
perhatikan reflek berkedip klien, dengan kapas sentuhkan pada wajah klien, uji kepekan lidah
dan gigi, anjurkan klien untuk menggerakkan rahang atau menggigit.
f) Saraf Abdusen (N. VI)
Fungsi : saraf motorik, pergerakan bola mata kesamping melalui otot lateralis.
Cara pemeriksaan : Anjurkan klien melirik kanan dan kiri.
g) Saraf Fasialis (N. VII)
Fungsi : saraf motorik, untuk ekspresi wajah.
Cara pemeriksaan : Dengan cara menganjurkan klien tersenyum, mengangkat alis,
mengerutkan dahi, uji rasa dengan menganjurkan klien menutup mata kemudian tempatkan
garam/gula pada ujung lidah dan anjurkan mengidentifikasi rasa tersebut.
h) Saraf Vestibulokoklear (N. VIII)
Fungsi : saraf sensorik, untuk pendengaran dan keseimbangan.
Cara pemeriksaan : tes rine weber dan bisikan, tes keseimbangan dengan klien berdiri
menutup mata.
i) Saraf Glosofaringeus (N. IX)
Fungsi : Saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa.
Cara pemeriksaan : dengan cara membedakan rasa manis dan asam, dengan
menggembungkan mulut.
j) Saraf Vagus (N. X)
Fungsi : Saraf sensorik dan motorik, reflek muntah dan menelan.
Cara pemeriksaan : Dengan menyentuh faring posterior, klien menelan saliva disuruh
mengucapkan kata ah.
k) Saraf Asesorius (N. XI)
Fungsi : Saraf motorik, untuk menggerakan bahu.
Cara pemeriksaan : anjurkan klien untuk menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil
klien melawan tahanan tersebut.
l) Saraf Hipoglosus (N. XII)
Fungsi : Saraf motorik, untuk menggerakan lidah.
Cara pemeriksaan : Dengan cara klien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi
ke sisi.
(Amin & Hardhi, 2012)
13. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena)
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/ fasia.
14. Pernafasan
Gejala : Merokok (faktor risiko).
Tanda : Ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas. Timbulnya
pernafasan sulit dan/ atau tak teratur. Suara nafas terdengar/ ronki (aspirasi sekresi).
15. Keamanan
Tanda : Motorik/ sensorik : masalah dengan penglihatan. Perubahan persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesultan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada
stroke kanan). Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenalnya dengan
baik. Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/ gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan
dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri). Gangguan
dalam memutukan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/ kurang kesadaran diri
(stroke kanan).

16. Interaksi sosial


Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
17. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga , stroke (faktor resiko). Pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor risiko). (Doengoes, 2000).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi darah
serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
4. Defisit pengetahuan: keluarga berhubungan dengan keterbatasan kognitif.
5. Kerusakan komunikasi verbal behubungan dengan kerusakan neuromuskular.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis.
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial.
8. Resiko tinggi terhadap menelan behubungan dengan kerusakan neuromuskular.
C. Intervensi
Rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi darah
serebral.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan
serebral kembali normal
b. Kriteria hasil : klien akan mengatakan sakit kepala berkurang bahkan hilang dan merasa nyaman,
eksremitas klien dapat kembali digerakkan, tanda-tanda vital normal, dan tingkat kesadaran
compos mentis.
c. Intervensi :
1) Kaji keadaan umum.
Rasional : Untuk mengetahui gangguan pada perfusi jaringan.
2) Pantau TTV
Rasional : Hipertensi dapat menjadi faktor pencetus.
3) Bantu klien dalam meletakan kepala agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
Rasional : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi
serebral.
4) Anjurkan klien mempertahankan keadaan tirah baring.
Rasional : Aktivitas yang kontinu dapat menigkatkan TIK.
5) Kolaborasi dalam pemberian O2 sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan aliran darah serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan
mobilitas fisik teratasi.
b. Kriteria hasil : klien dapat beraktivitas sesuai kemampuan, tidak ada kontraktur otot, tidak terjadi
penyusutan otot, ekstremitas sebelah kiri dapat digerakkan dan skala aktivitas 1.
c. Intervensi :
1) Kaji tingkat aktivitas klien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien.
2) Ajarkan untuk mengubah posisi minimal 2 jam sekali.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan.
3) Ajarkan klien ROM pasif.
Rasional : Meminimalkan atropi otot dan meningkatkan sirkulasi.
4) Bantu klien tingikan tangan dan kepala 30-40º
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat relaksasi otot sesuai indikasi.
Rasional : Untuk meningkatkan spasitisitas pada ektremitas yang terganggu.
6) Kolaborasi dalam pemberian matras bulat.
Rasional : Meningkatkan distribusi merata berat badan menurunkan tekanan tulang-tulang
tertentu.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perawatan diri
klien meningkat.
b. Kriteria hasil : klien tampak segar, klien tampak bersih dan rapi, nafas tidak berbau, kebutuhan
terpenuhi dan kuku pendek dan rapi
c. Intervensi :
1) Kaji perawatan diri klien.
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.
2) Anjurkan keluarga untuk selalu memerhatikan kebersihan dan kebutuhan klien.
Rasional : Memenuhi kebutuhan klien.
3) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional :Menjaga kebersihan klien.
4) Bantu klien memotong kuku.
Rasional : Menjaga kebersihan kuku klien.
5) Bantu klien untuk mengganti laken.
Rasional : Memberikan rasa nyaman kepada klien.
6) Bantu memandikan klien.
Rasional : Menjaga kebersihan diri klien.
4. Defisit pengetahuan: keluarga berhubungan dengan keterbatasan kognitif
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pengetahuan klien
dan keluarga bertambah.
b. Kriteria hasil : berpartisipasi dalam penyuluhan kesehatan, memulai perubahan gaya hidup klien
dan keluarga mengetahui penyebab penyakit stroke
c. Intervensi :
1) Kaji pengetahuan keluarga.
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.
2) Diskusikan dengan keluarga mengenai penyakit klien dan kekuatan pada individu.
Rasional : Membantu dalam membangun harapan dan meningkatkan pemahaman.
3) Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual.
Rasional : Memungkinkan menurunkan risiko kambuh.
4) Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakit klien.(Penkes)
Rasional : Menambah pengetahuan keluarga dan klien.
5) Memotivasi klien dan keluarga untuk memperbaiki pola hidup.
Rasional : Meningkatkan kesehatan.
5. Kerusakan komunikasi verbal behubungan dengan kerusakan neuromuskular.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan
komunikasi verbal berkurang.
b. Kriteria hasil : mengindikasi pemahaman tetang masalah komunikasi, membuat metode
komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
c. Intervensi :
1) Kaji tipe/ derajat disfungsi.
Rasional : membantu menentukan derajat kerusakan serebral
2) Ajarkar metode komunikasi alteratif.
Rasional : membantu klien dalam berkomunikasi.
3) Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan cepat.
Rasional : memfokuskan respon klien.
4) Kolaborasi dengan ahli terapi wicara.
Rasional : melatih fungsi wicara.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perubahan persepsi
sensori teratasi.
b. Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran dan mengakui perubahan dalam kemampuan.
c. Intervensi :
1) Kaji kesadaran sensorik.
Rasional : untuk mengetahui kesesuaian dari gerak.
2) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.
Rasional : membantu melatih kembali sensorik.
3) Ciptakan lingkungan yang sederhana dengan memindahkan perabot yang membahayakan.
Rasional : menurunkan resiko terjadi kecelakaan.
4) Menghilangkan kebisingan eksternal yang berlebihan sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan ansietas dan respon emosi.
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan harga
diri teratasi.
b. Kriteria hasil : mengungkapkan penerimaan dirindalam situasi da berkomunikasi dengan orang
terdekat tentang situasi yang terjadi.
c. Intervensi :
1) Kaji luas gangguan persepsi.
Rasional : menentukan faktor-faktor perencanaan selanjutnya.
2) Anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya.
Rasional : untuk mengenal dan memahami perasaan saat ini.
3) Berikan dukungan terhadap perilaku dan usaha.
Rasional : mengubah dan memahami tentang peran diri.
4) Kolaborasi dengan ahli psikologi.
Rasional : mempermudah adaptasi terhadap perubahan peran.
8. Resiko tinggi terhadap menelan behubungan dengan kerusakan neuromuskular.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi resiko
tinggi menelan.
b. Kriteria hasil : mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi
tercegah dan mempertahankan berat badan.
c. Intervensi :
1) Kaji resiko tinggi terhadap menelan.
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya.
2) Bantu klien dalam posisi duduk saat makan.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi.
3) Anjurkan klien menggunakan sedotan saat minum.
Rasional : menurunkan resiko tersedak.
4) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional : meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, memfasilitasi koping. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi
independent (suatu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk/ perintah dari dokter
atau tenaga kesehatan lainnya). Dependent (suatu tindakan dependent berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis, tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan
medis dilaksanakan) dan interdependent suatu tindakan yang memerlukan kerja sama dengan
tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga social, ahli gizi, fisioterapi dan dokter. (Nursalam,
2000).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, rencana keperawatan dan implementasi
keperawatan. Tahap evaluasi yang memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama
tahap pengkajian, perencanaan dan implementasi. (Nursalam, 2011)
Evaluasi :
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak
adekuatnya sirkulasi darah serebral kembali normal.
2. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular teratasi.
3. Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular
teratasi.
4. Diagnosa Keperawatan : Defisit pengetahuan: keluarga berhubungan dengan keterbatasan
kognitif teratasi.
5. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan komunikasi verbal behubungan dengan kerusakan
neuromuskular berkurang.
6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis
teratasi.
7. Diagnosa Keperawatan : Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial
teratasi.
8. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap menelan behubungan dengan kerusakan
neuromuskular tidak terjadi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak
yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi
masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak
10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. Pengkajian yang
sangat diperhatikan dalam asuhan keperawatan stroke ini adalah pemeriksaan fisik 12 saraf
kranial. Diagnosa yang dapat diangkat pada asuhan keperawatan pasien dengan stroke ini adalah
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi darah
serebral, Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit
perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit pengetahuan: keluarga
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, Kerusakan komunikasi verbal behubungan dengan
kerusakan neuromuskular, Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis,
Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial dan Resiko tinggi terhadap
menelan behubungan dengan kerusakan neuromuskular.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini kelompok dapat menyampaikan saran kepada semua
pihak baik dari pihak institusi maupun kalangan mahasiswa STIK Muhammadiyah di Pontianak
agar mampu mendeteksi dini dan melakukan penanganan lebih lanjut apabila ditemukan gejala
dan tanda dari stroke serta dapat segera melakukan pencegahan dini dengan pola hidup yang baik
dan asupan kebutuhan nutrisi yang cukup bagi tubuh sekaligus dapat menjadi bahan bacaan bagi
pihak institusi maupun mahasiswa/i STIK Muhammadiyah Pontianak.
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Depkes. 2015. Stroke Pembunuh Nomor Satu di Indonesia. Jakarta: tersedia dalam
www.litbang.depkes.go.id/node/639 (diakses pada tanggal 02 Juli 2015, pukul 20.12 WIB)
Doengoes, M.E, Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Hutapea, Robino. 2015. Kalimantan Barat, Penderita Stroke Tertinggi. Depok: tersedia dalam
www.sinarharapan.co/news/read/150513024/kalimantan-barat-penderita-stroke-tertinggi%20o
(diunggah pada tanggal 13 Mei 2015 pukul 14:15 WIB, diakses pada tanggal 02 Juli 2015 Pukul
09.44 WIB)
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2012. Handbook Health Student. Yogyakarta. Media Action Publishing.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Nursalam. 2011. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep Dan Praktik. Jakarta: Salemba
Medika.
Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Widagdo, Wahyu dkk. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Trans Info Media.
World Health Organization. 2015. STEPwise approach to stroke surveillance. Geneva: tersedia dalam
www.who.int/chp/steps/stroke/en/ (diakses pada tanggal 02 Juli 2015, pukul 19.31 WIB)
Jumat, 29 April 2011
Asuhan keperawatan dengan klien STROKE

STROKE
1. Pengertian Stroke
Brunner dan Suddarth (2002:2131) menjelaskan bahwa stroke atau cidera
serebrovaskuler (CVA), adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak.
Menurut pendapat lain stroke merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat
timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral (Sylvia A. Price,
1995:964).
Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukan oleh Depkes bahwa stroke merupakan salah
satu manifestasi neurologik yang umum secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai
darah ke otak (Depkes, 1995:49).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit stroke adalah suatu gangguan
neurologis yang bersifat fokal atau umum yang timbul secara mendadak atau sekunder dari suatu
proses patologis pada pembuluh darah serebral yang menyebabkan berhentinya suplai darah ke
jaringan otak sehingga fungsi otak menjadi rusak/hilang.

2. Anatomi Fisiologi Otak Dan Pembuluh Darah Otak


a. Anatomi Fisiologi Otak
Berat otak manusia dewasa kira-kira 2% dari berat badannya. Otak menerima 20% dari curah
jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen dan sekitar 400 kilo kalori energi setiap
harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh
manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan
glukosa relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak merupakan proses yang tetap
dan kontinu tanpa masa istirahat. Bila alirah darah terhenti selama 10 detik saja, maka kesadaran
mungkin sudah akan hilang dan penghentian dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan
kerusakan ireversibel.
Secara garis besar otak dibedakan menjadi tiga bagian utama yaitu: serebrum, serebelum dan
batang otak.
1). Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling menonjol. Disini terletak
pusat-pusat sarat yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses
penalaran, ingatan dan intelegensi. Serebrum dibagi menjadi himesfer kanan dan kiri oleh suatu
lekuk atau celah dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisfer serebri
terdiri dari substansia griseria yang disebut sebagai korteks serebri, terletak di dalam substansia
alba yang merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medula. Kedua hemisfer
saling dihubungkan oleh suatu pita lebar yang disebut korpus kalosum. Didalam substansia alba
tertanam kelompokkan massa sunstansia grisea yang disebut ganglia basalis. Pusat aktivitas
sensorik dan motorik pada masing-masing hemisfer dirangkap dua dan sebagian besar berkaitan
dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah
kiri dan hemisfer serebri kiri mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut
pengendalian kontralateral.
Hemisfer utama (biasanya kiri) mempunyai spesialisasi untuk bahasa dan kalkulasi
matematik namun sebatas pada tugas ruang. Hemifer minor (biasanya kanan) mempunyai
spesialisasi untuk proses memahami sesuatu secara keseluruhan, menerima gambaran abstrak,
musik dan lokasi ruang, tetapi tidak sanggup mengadakan komunikasi melalui bahasa verbal,
meski komunikasi masih dapat dilakukan dengan gerakan dan kegiatan emosional.

Fungsi utama masing-masing lobus tersebut adalah:


a). Lobus Frontalis
(1) Area 4 Brodmann, merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab terhadap gerakan
voluntary.
(2) Area 6 Brodmann, bertanggung jawab atas gerakan terlatih, misalnya menulis, mengemudi atau
mengetik.
(3) Area 8 Brodmann, dinamakan area lapang pandang frontal dan bersama area 6 bertanggung
jawab atas gerakan menyidik voluntary dan deviasi konjungat dari mata dan kepala.
(4) Area 4,6,8,9 dan 46 Brodmann, mengatur gerakan mata voluntary.
(5) Area 44 dan 45 Brodmann, dikenal sebagai area bicara motorik Brocha yang bertanggung jawab
atas pelaksanaan motorik bicara. Hemisfer dominan yang mengatur bicara terletak pada hemisfer
kiri.
(6) Area 19 sampai 12 Brodmann, merupakan area yang berkaitan dengan kepribadian, seperti
fungsi ingatan, rasa tanggung jawab, ide-ide, pikiran dan pandangan ke masa depan.
b). Lobus Parietalis
(1) Area 1 sampai 3 Brodmann (Area somestetik primer), mempunyai peranan utama dalam
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik (berupa nyeri, suhu, raba, tekan dan
proprioseptik) yang lebih tinggi dari semua sisi tubuh dan disinilah menggapai kesadaran.
(2) Area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 Brodmann), menerima berbagai modalitas sensorik
berupa kualitas, bentuk, tekstur dan suhu berdasarkan pengalaman-pengalaman di masa lalu,
seperti mengidentifikasi mata uang dengan tangan tanpa melihat.
(3) Area 39 Bordmann (girus angularis), mengintegrasi kemampuan memahami bahasa tulisan.
(4) Area 40 Brodmann (girus supermarginalis), mengintegrasi kemampuan stereogenesis.
c). Lobus Temporalis
(1) Korteks pendengaran primer (Area 41 dan 42 Brodmann), berfungsi sebagai penerima suara.
(2) Korteks asosiasi pendengaran (area 22 Brodmann), diperlukan untuk area pemahaman yang
dikenal dengan area Wernicke.
d). Lobus Oksipitalis
(1) Area 17 Brodmann (korteks penglihatan primer), menerima informasi penglihatan dan
menyadari sensasi warna.
(2) Area 18 dan 19 Brodmann, sebagai korteks visual primer dikelilingi oleh korteks asosiasi visual
dimana informasi penglihatan menjadi berarti.
(3) Korteks asosiasi visual terletak disebelah area 39 Brodmann lobus temporalis, keduanya
dikaitkan dengan kemampuan dalam memahami simbol bahasa.
2). Serebelum
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang
menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang memisahkannnya dari bagian serebelum posterior.
Berat serebelum sekitar 150 gr atau dari berat batang otak sebelumnya. Serebelum terdiri dari
bagian tengah, vermis dan dua hemisfer lateral.
Serebelum fungsinya mengatur dan mengkoordinasi aktivitas otot skeletal dan
mempertahankan postur serta kekuatan otot. Aktifitas serebelum berasal dari input-input multiple
susunan saraf pusat dan susunan saraf tengah. Saraf eferen berjalan ke serebelum dari korteks
serebri melalui system korteks serebelum dan pons. Impuls-impuls serebral eferen dikirim ke
korteks motorik melalui nucleus merah. Formasi reticular di batang otak dan nucleus pestibula.
Serebelum juga berfungsi dalam petunjuk-petunjuk penglihatan dan koordinasi gerakan tubuh.
3). Batang Otak
Batang otak terdiri dari mesensefalon (otak tengah), pons dan medula oblongata. Diseluruh
batang otak banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan naik turun. Masing-masing struktur
mempunyai fungsi tetapi fungsi ketiganya sebagai unit untuk menjalankan saluran impuls yang
disampaikan dari serebri dan lajur spinal. Batang otak merupakan pusat relai dan refleks dari
susunan saraf pusat.
Mesenfelon merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya diatas pons. Bagian
ini terdiri dari bagian posterior dan bagian anterior. Pada otak tengah ini berpangkal nukleus
saraf kranial II (N.Optikus) dan III (N.Oculomotoris).
Pons berupa jembatan serabut-serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum,
serta menghubungkan mesensefalon disebelah atas dengan medula oblongota dibawah. Bagian
bawah pons berperan dalam pengaturan pernafasan. Nervus IV (N. Trochearis), V (N.
Trigeminus), IV (N. Abducens) dan VII (N. Fasialis) berinduk di pons.
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstrikor,
pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Selain itu medula oblongota
mengandung nukleus-nukleus lima saraf kranial terakhir, yaitu: Nervus VIII (N. Auditorius),
Nervus IX (N. Glosofaringeus), Nervus X (N. Vagus), Nervus XI (N. Accesorius) dan Nervus
XII (N. Hipoglosus).
Sedangkan untuk Nervus I (N. Olfaktorius) langsung berhubungan dengan otak tanpa melalui
batang otak. Fungsi saraf ini yaitu sebagai saraf penghirup terletak di bagian atas mukosa hidung
di sebelah atas dari concha nasalis superior
b. Peredaran darah otak
Susunan saraf pusat (SSP) seperti juga jaringan tubuh lainnya, sangat tergantung dari aliran
darah yang memadai untuk nutrisi dan pembangunan sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah
arteria ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain, sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat
untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteria, yaitu arteria vertebralis dan arteria
karotis interna, yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk siskulasi arteriosus serebri
Willisi.
1) Sistem Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi
tulang rawan tiroidea. Arteri interna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan pharing. Arteri
karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.
Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khusus yang berespon terhadap tekanan
darah/perubahan arteri yang secara refleks mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke dalam rongga tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
khiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Segera setelah masuk kedalam ruang
subarakhnoid dan sebelum bercabang-cabang, arteri karotis interna mempercabangkan arteri
optalmika yang masuk ke dalam orbita, bagian hidung dan sinus udara.
2) Sistem Vertebrasasiler
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Artinya
subklavia kanan merupakan cabang dari arteri inominata, sedangkan kiri merupakan cabang
langsung dari aorta.
Arteria vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum setinggi perbatasan pons
dan medula oblongota. Kedua arteri bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris terus
berjalan setinggi otak tengah dan disini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri
serebri posterior. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus cokhlearis dan organ-organ
vestebular, korteks penglihatan primer diperdarahi oleh arteri kalkarina yang merupakan cabang
dari arteria serebri posterior. Arteri serebri posterior dan cabng-cabangnya memperdarahi
sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus cokhlearis dan organ-
organ vestebular, korteks penglihatan primer diperdarahi oleh arteri kalkarina yang merupakan
cabang dari arteria serebri posterior.
3) Regulasi dan penyesuaian peredaran darah serebral
Dalam keadaan fisiologi jumlah darah yang mengalir ke otak (CBF) ialah 50-60 ml per 100gr
jaringan otak permenit. Jumlah ini selalu berubah karena bermacam-macam pengaruh, maka
volume darah selalu akan menyesuaikan diri, faktor-faktor penyesuaian darah serebral dibagi
menjadi:
a) Faktor Ektrinsik (diluar otak)
(1) Tekanan darah sitemik
(2) Kemampuan jantung untuk memompa darah ke sirkulasi
(3) Kualitas pembuluh darah karotikovertebral
(4) Kualitas darah yang menentukan viskositas
b) Faktor Intrinsik (didalam otak)
(1) Autregulasi arteri serebral
(2) Faktor-faktor biokomiawi regional

3. Etiologi
Stroke atau gangguan peredarah darah otak dapat disebabkan oleh penyempitan atau
tertutupnya maupun pecahnya pembuluh darah ke otak dan ini terjadi karena:
a. Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering dan umumnya menyerang orang
yang usia lanjut. Trombosis serebral biasanya ada kaitannya dengan kerusakan pembuluh darah
akibat arterosklerotik lemak. Trombosit melepaskan enzim adenosin dipospat yang mengawali
mekanisme emboli atau mungkin dapat tinggal ditempat dan akhirnya seluruh arteri itu akan
tersumbat dengan sempurna.
b. Emboli Serebral
Emboli serebral adalah adanya penyumbatan pembuluh darah serebral, misalnya oleh bekuan
darah, lemak ataupun darah. Pada umumnya emboli berasal dari trombus dijantung (dinding atau
katup) yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli serebral pada umumnya
berlangsung secara progresif cepat dan gejalanya dapat timbul dalam 10 sampai 30 detik.
c. Perdarahan serebral
Perdarahan ini dapat terjadi diluar durameter hemoragi ekstradural atau epidural, dibawah
durameter (hemoragi subdural), di ruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam
substansi otak (hemoragi intraserebral).
Perdarahan darah intraseberal terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak. Perdarahan
yang terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi pada umumnya terjadi pada usia 50 tahun
akibat pecahnya pembuluh arteri aorta, terjadi perembesan atau aliran ke dalam parenkim otak
darah mengakibatkan penekanan dan pergeseran serta pemisahan jaringan otak yang berdekatan.
Akibatnya otak akan membengkak, jaringan otak internal akan tertekan sehingga dapat
menyebabkan infark otak, edema dan kemungkinan herniasi otak.

4. Faktor-faktor Resiko Terjadinya Stroke


Kelainan-kelainan yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya stroke diantaranya
adalah:
a. Faktor resiko mayor (utama), yaitu:
1) Diabetes melitus
Diabetes melitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar,
menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah dan
penyempitan tersebut akan mengganggu aliran darah ke otak akhirnya menyebabkan infark sel-
sel dalam otak.
2) Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak,
apabila pembuluh darah otak pecah maka akan terjadi perdarahan otak dan apabila pembuluh
darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel akan mengalami
kematian.
3) Penyakit Jantung
Penyakit jantung reumatik, penyakit jantung koroner dengan infark otot jantung dan
gangguan irama denyut jantung merupakan faktor resiko stroke yang cukup potensial. Penyakit
tersebut akan menyebabkan hambatan atau sumbatan alirah darah otak karena jantung
melepaskan gumpalan darah atau sel-sel jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah peristiwa
ini disebut emboli. Selain itu adanya kelainan pada jantung menyebabkan penurunan aliran darah
yang dipompakan sehingga aliran darah yang diedarkan menjadi berkurang dan perfusi jaringan
menjadi menurun termasuk jaringan otak. Jika perfusi terus berlanjut maka jaringan otak menjadi
ischemik dan akhirnya terjadi infark.
b. Faktor resiko minor
1) Kadar kolesterol yang tinggi
Tingginya kadar lemak/lipid menyebabkan resiko pembentukan arterosklerosis karena lemak
yang terdapat dalam darah akan menempel pada pembuluh darah yang akhirnya menjadi plak
sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah.
2) Keadaan viskositas darah
Peningkatan hematokrit seperti pada polisitemia dapat menyebabkan peningkatan kekentalan
(visikositas) darah sehingga aliran darah menjadi kurang lancar.
3) Obesitas
Orang-orang dengan kegemukan cenderung untuk menderita penyakit jantung, darah tinggi
dan diabetes militus. Kegemukan juga menjadikan orang jarang beraktivitas karena berat badan
yang tinggi dan terjadi kelemahan pada otot tungkai. Ini semua dapat mengakibatkan terjdinya
stroke.
4) Alkohol
Alkohol memberikan pengaruh yang berbahaya bagi peredarah darah otak kesamping bagi
otak itu sendiri. Alkohol terbukti dapat meningkatkan tekanan darah, mengganggu metabolisme
glukosa dan lemak dalam tubuh juga mengganggu pembekuan darah.
5) Penggunaan pil kontrasepsi
Pil kontrasepsi mengandung hormon estrogen yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
6) Stress
Stress akan merangsang saraf simpatis untuk kemudian memacu jantung agar bekerja lebih
keras. Stress juga akan merangsang hormon-hormon adrenergik seperti adrenalin yang
menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan peningkatan tekanan darah.
7) Aktivitas
Kekurangan aktivitas dapat mengakibatkan peredarah darah tidak lancar termasuk peredarah
darah otak.
8) Riwayat keluarga
Sejak diketahui bahwa stroke cenderung terjadi dalam satu keluarga maka anamnese
keluarga menjadi penting.
9) Usia
Pada sebagian umur 45 tahun lebih orang akan mendapatkan gangguan stroke, karena faktor
yang diduga dapat mempercepat arterosklerosis.
10) Merokok
Merokok dapat mempercepat pengerasan pembuluh nadi (arterosklerosis) dan akan
meningkatkan kecenderungan pembekuan darah.

11) Jenis Kelamin


Menurut beberapa penelitian laki-laki lebih sering menderita stroke dibandingkan
perempuan, hal ini mungkin terkait dengan faktor kebiasaan merokok dan minum alkohol.

5. Tanda dan gejala Stroke


Berikut ini adalah tanda dan gejala yang terjadi pada penderita stroke :
a. tiba – tiba sakit kepala
b. Pusing, bingung.
c. Penglihatan kabur.
d. Kehilangan keseimbangan.
e. Kelemahan / kelumpuhan tangan dan atau kaki.
f. Bicara tidak jelas.
g. Konsentrasi menurun.
h. Sukar menelan.
i. Tidak mampu mengontrol buang air besar dan atau buang air kecil.
j. Terjadi penurunan sampai dengan kehilangan kesadaran.
Sumber : ( http://www.Infokes.com/,2000 )

6. Klasifikasi Stroke
a. Berdasarkan Etiologi
1) Infark Otak
Dimana suplai darah yang dialirkan ke otak hanya melalui arteri serebral yang sehat atau
berdilatasi sehingga hanya jaringan otak yang sehat saja yang mempunyai jauh darah dan daerah
edema tidak kebagian.
2) Perdarahan Intraserebral
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak, perdarahan yang terjadi karena arterosklerosis
dan hipertensi yang pada umumnya terjadi diatas 30 tahun, akibat pecahnya pembuluh arteri otak
sehingga terjadi pembesaran atau terjadi aliran darah kedalam parenkim, pergeseran dan
memisahkan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
internal akan tertekan sehingga dapat menyebabkan edema dan kemungkinan herniasi otak.
3) Perdarahan subarachnoid
Merupakan gangguan alirah darah pada satu atau lebih pembuluh darah serebral karena oklusi
atau pecahnya pembuluh darah serebral secara spontan.
b. Berdasarkan Lokasi Lesi
1) Sistem Karotis
Kelainan terjadi pada arteri karotis baik kiri atau kanan dan percabanyannya.
2) Sistem Vertebrabasiler
Kelainan terjadi pada arteri vertebrabasailer dan percabangannya.

7. Patofisiologi Terjadinya Stroke Infark


Otak harus menerima alirah darah yang konstan untuk mempertahankan fungsi normalnya
karena otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sendiri. Aliran darah juga berfungsi
sebagai tempat untuk membuang sampah metabolik, karbondioksida dan asam laktat. Jika aliran
darah ke otak berkurang atau menurun maka akan terjadi kerusakan otak dengan cepat.
Melalui proses autoregulasi serebral, alirah darah ke otak tetap diupayakan konstan sejumlah
750 ml/menit. Untuk merespon terhadap perubahan tekanan darah atau karbondioksida, maka
akan terjadi vasokontriksi atau vasodilatasi dari arteri otak.
Dalam stroke, iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran arterinya terganggu akibat
trombus atau emboli sehingga menimbulkan gangguan fungsi otak. Iskemik menyebabkan
hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik jaringan otak. Proses ini dapat mengakibatkan kematian
pada neuron, sel ganglia dan struktur otak disekitar area infark. Edema yang terjadi dapat
memperberat infarknya itu sendiri. Edema dapat berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa
hari.
Setelah terjadi infark dan edema maka secara otomatis terjadi penurunan kemampuan otak
untuk menjalankan fungsi neurologisnya sehigga terjadi defisit neurologis pada area kontralateral
dari area lesi sesuai dengan karakteristik otak.

Untuk mempermudah pemahaman dapat dilihat pada skema dibawah ini:


Adanya sumbatan akibat trombosis atau emboli atau adanya pembuluh darah
Yang pecah

Gangguan suplai darah ke otak karena kerusakan aliran darah arteri


Penurunan suplai darah ke otak

Bagian otak kekurangan oksigen dan glukosa

Terjadi infark serebral pada Terjadi edema dan kongesti


pada area yang mengelilingi infark

ron, sel glia Menambah parahnya keadaan


infark

n tubuh
ena lesi

Sumber: Donna D. Ignatavicius et.al. 1995: 1254

8. Manajemen Pengobatan Dan Tindakan Pada Penyakit Stroke


a. Perawatan dan pengobatan gangguan fungsi vital
1) Semua penderita stroke dalam fase akut harus diistirahatkan di tempat tidur.
2) Pencatatan dan monitoring tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu minimal 3x
sehari.
3) Nyeri kepala disertai gelisah diobati dengan analgetik dan transqualizer: bendzodiazepan atau
anti depresan.
4) Fungsi lumbal pada penderita perdarahan sebaiknya ditunda kemungkinan bahaya herniasis,
kecuali bilamana diagnosa diragukan dengan infark atau meningitis.
b. Klien dengan gangguan kesadaran
1) Mencegah dan mengobati komplikasi-komplikasi seperti bronchopneumoni, perhatikan ventilasi
dan periksa dada serta auskultasi 2x sehari.
2) Bila perlu slyem dihisap atau dikeluarkan dengan mesin penghisap.
3) Mungkin diperlukan endotrakeal tube, respirator, trakeatomi dan oksigen.
4) Bila didapat tanda-tanda infeksi pulmonal maka diberikan antibiotik seperti ampisilin atau
tetrasikilin 4x 250 mg.
5) Penderita dibolak-balik setiap 4 jam sekali perhatikan bahaya aspirasi makanan atau muntah
sewaktu memberi makan.
c. Prinsip Pengobatan
Prinsip pengobatan pada perdarahan intra serebral atau ektra serebral atau tekanan darah
diusahakan mendekati nilai normal. Bila sistolik diatas 200 mmHg dan diastolik diatas 110
mmHg maka pada hari pertama diturunkan sampai 200 mmHg dan 100 mmHg, pada hari
berikutnya diturunkan perlahan-lahan sehingga sistolik sekitar 170 mmHg dan diastolik sekitar
90 mmHg.

d. Untuk stroke ischemik


Selama post akut (sampai hari ke 7-10) tekanan darah tidak perlu diturunkan, bila terus-menerus
meninggi (sistolik diatas 200 mmHg dan diastolik 120 mmHg dan dikhawatirkan perdarahan
intraserebral, maka baru diturunkan dengan transqualizer dahulu lalu diuretika sesudah hari ke 7-
10 barulah diberikan pengobatan anti hipertensi bila tekanan darah makin tinggi.
e. Obat-obatan yang memperbaiki metabolisme otak belum ada yang efektif.
f. Kontrol/pengobatan komplikasi neurologi atau nonneurologi
1) Edema otak: infus manitol 2%, 1-1,5 gr/kg berat badan/hari.
2) Pada edema ringan: 60 gtt/menit: 3 cc/menit jadi lebih dalam 100 menit.
3) Pada edema berat/tanda-tanda herniasi otak dapat diberikan 240 gtt/menit maka habis 300 cc
dalam 50 atau 25 menit. Komplikasi yang dapat timbul dari pemakaian obat ini adalah renal
failure atau infark tubular renal. Berhati-hati dehidrasi bila dijumpai adanya eritrosit dalam urine
kecepatan infus dikurangi atau pemberian dihentikan. Perhatikan intake dan output cairan
4) Hindari pemberian infus Dextrose 5% karena dapat memperberat oedema otak sebaiknya
digunakan cairan isotonik seperti dextrose dalam 0,25 dan 0,5% Nacl.
5) Bila tidak mau makan atau stupor diberikan sonde feeding
6) Hematonia/hydrocephalus dilakukan tindakan operasi.
g. Pencegahan serangan stroke berulang
1) Harus berobat (kontrol) teratur dan pengobatan faktor resiko.
2) Pada stroke ischemik terutama TIA dapat diberikan:
a) Anti platecit agregrasi, yang sudah dibuktikan dengan asam aseto salisilat (aspirin) dengan dosis
2-3 x100 mg selama 2 tahun.
b) Anti koagulan, jarang dipakai, sebaiknya hanya dilakukan dibawah pengawasan ahli dengan
pengawasan laboratorium lengkap. Indikasi adalah TIA serial yang tidak berhasil dengan ASA,
sesudah serangan infark dengan emboli ke otak, diberikan selama 8 minggu, emboli karena
stenosis mitral.
3) Untuk mencegah perdarahan ekstraserebral karena pecahnya aneurisme perlu istirahat mutlak
ditempat tidur selam 2 minggu dilarang mengedan/batuk serta diberi obat penenang diazepam
3xmg.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis dan alamat.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1) Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Biasanya klien dengan stroke datang ke rumah sakit dengan alasan nyeri atau sakit kepala,
gangguan motoris, gangguan sensoris dan gangguan kesadaran.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST mulai dari adanya keluhan sampai datang
ke rumah sakit.
(2) Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien saat pengkajian yang dikembangkan dengan teknik PQRST.
Pada stroke perdarahan biasanya akan ditemukan penurunan kesadaran dan kemungkinan terjadi
sampai koma sehingga klien tidak dapat ditanyakan apa yang dirasakan, sedangkan pada stroke
akibat infark biasanya terjadi kelumpuhan sebelah (hemiplegi), kepala pusing atau nyeri, bicara
tidak jelas dan klien mengeluh lemah tubuh.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada umumnya klien stroke akan mempunyai riwayat diabetes melitus, penyakit jantung atau
hipertensi dan adanya faktor-faktor resiko seperti: kadar kolesterol yang tinggi, keadaan
viskositas darah yang tinggi (menderita polisetemia), diabetes, kebiasaan minum-minuman
beralkohol, riwayat penggunaan pil kontrasepsi, sering stress dan kurang beraktivitas serta
kebiasaan merokok.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada keluarga akan didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan yaitu hipertensi, diabetes
militus atau riwayat penyakit yang sama dengan klien yaitu stroke.
d) Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah sakit dan pola aktivitas klien selama di rumah,
terdiri dari:
1) Pola nutrisi (makan dan minum), terjadi perubahan dan masalah dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi karena kurangnya nafsu makan, kehilangan sensasi kecap, menelan, mual dan muntah.
2) Eliminasi (BAB dan BAK) terjadi perubahan dalam pola pemenuhan karena terjadi
incontinensia urine dan konstipasi.
3) Istirahat tidur, kesulitan tidur dan istirahat karena adanya nyeri dan kejang otot.
4) Personal hygiene, klien biasanya memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
perawatan dirinya karena adanya kelemahan.
5) Aktivitas gerak, akan didapat kehilangan sensasi atau paralise (hemiplegi), dan kesukaran dalam
memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya karena adanya kelemahan.

e) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dan didokumentasikan secara per system,
meliputi:
(1) Sistem Pernafasan
Biasanya didapatkan pernafasan tidak teratur, pernafasan sulit dan frekuensi nafas meningkat,
klien akan didapatkan penurunan/kesulitan dalam batuk, bunyi nafas ngorok akibat adanya sekret
yang menumpuk pada auskultasi akan terdengar adanya ronchi, mungkin terjadi
kelemahan/paralisi otot-otot pernafasan sehingga pengembangan dada kadang ditemukan tidak
simetris kiri kanan.
(2) Sistem Kardiosvaskuler
Pada stroke dengan faktor resiko penyakit jantung biasanya diperoleh adanya gejala payah
jantung seperti edema, dyspneu, terdapat bunyi jantung tambahan seperti murmur, gallop dan
bunyi jantung S III, hipertensi, denyut jantung mungkin irreguler dan nadi cepat.
(3) Sistem Pencernaan
Biasanya didapatkan data adanya mual, muntah, anoreksia, konstipasi, penurunan sensasi rasa,
kehilangan kemampuan menelan, ketidakmampuan mengunyah, kehilangan sensasi pada lidah,
wajah dan kerongkongan (disfagia), obesitas, adanya distensi abdomen. Bising usus melemah
dan menurun dan terjadi konstipasi.
(4) Sistem Persarafan
Gangguan pada sistem persarafan tergantung pada area otak yang terkena lesi (infark).
(a) Tes Fungsi Serebral
Status mental, kemungkinan adanya gangguan pada orientasi berupa dimensia, penurunan
daya ingat berupa amnesia, perhatian dan perhitungan dapat terganggu dengan adanya acalculia,
pada fungsi bahasa dapat ditemukan adanya afasia baik motorik maupun sensorik atau afasia
visual (buta kata) dan adanya distria.
Tingkat kesadaran menurun terutama pada stroke perdarahan bisa sampai terjadi koma. Nilai
GCS biasanya kurang dari 15.
Pengkajian Bicara, kadang terjadi kebingungan dalam pembicaraan. Obrolan/pembicaraan
klien datang tidak nyambung dan sulit dimengerti atau terdapat kesulitan dalam berbicara.
Tes Fungsi Kranial, pada stroke infark nervus kranial yang sering terkena biasanya yaitu:
Nervus III, IV dan VI terjadi penurunan lapang pandang, perubahan ukuran pupil, pupil tidak
sama, pupil berdilatasi, diplopia dan kabur, nervus V ditemukan gangguan dalam mengunyah,
terjadi paralise otot-otot wajah, anastesia daerah dahi, Nervus VII biasanya tidak adanya lipatan
nasalobial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa 2/3 bagian anterior lidah,
Nervus IX kemungkinan ditemukan adanya pola bicara yang sangat (pelo) susah menelan dan
tidak dapat bicara, Nervus X sering ditemukan adanya data kehilangan komunikasi bunyi suara
parau (tidak jelas) dan sulit untuk diajak bicara, Nervus XII biasanya terdapat kelumpuhan lidah
dan jatuhnya lidah ke satu sisi.
(b) Pemeriksaan Motorik
Gangguan fungsi motorik biasanya kontralateral sehingga menimbulkan fungsi koordinasi dan
pergerakan terbatas, menurunnya tonus otot, kelemahan tubuh secara umum menyebabkan
koordinasi terganggu terutama berdiri dan berjalan, adanya rasa sakit dan terbatas Range Of
Motion (ROM).
(c) Uji Refleks
Terdapat refleks patologis berupa refleks babinksi positif sedangkan pada pemeriksaan refleks
biasanya normal atau mengalami penurunan.
(d) Fungsi Sensorik
Kemungkinan adanya defisit sensori pada ektrimitas yang paralise.
(e) Fungsi Serebrum
Kemungkinan adanya gerakan yang tidak bermakna seperti ataksia.
(f) Iritasi meningen
Biasanya tidak terdapat kelainan kecuali pemeriksaan babinksi terkadang ditemukan positif
(untuk stroke infark).
(5) Sistem Endokrin
Kemungkinan ditemukan peningkatan kadar glukosa serta adanya peningkatan hormon tiroid,
atau terjadi penurunan beberapa kadar hormon yang berkaitan dengan produksi hipotalamus dan
hipofise.
(6) Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola kemih yaitu incontinensia urine.
(7) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan kontralateral lesi otak pada ekstremitas baik atas maupun bawah,
hipertropi otot, kehilangan tonus atau adanya penurunan tonus otot. Terjadi kesulitan dalam
aktivitas karena lemah kehilangan sensasi, ROM terbatas.
(8) Sistem Integumen
Tanda-tanda kemerahan pada area yang tertekan, dekubitus, kulit kotor dan lengket.
(9) Sistem Penglihatan, Pendengaran dan Wicara
Ketajaman penglihatan berkurang pergerakan mata terganggu, penurunan lapang pandang, pupil
dilatasi, kehilangan setengah lapang pandang.
Pada pendengaran biasanya disertai tinitus, dan pada fungsi wicara sering ditemui kelumpuhan
pada lidah sehingga sulit berbicara dan kehilangan kemampuan berkomunikasi verbal.
f) Data Psikologis
1) Status Emosi
Klien menjadi irritable atau emosi yang labil terjadi secara tiba-tiba, klien menjadi mudah
tersinggung, mengingkari dan sukar untuk didekati.
2) Kecemasan
Klien biasanya merasa cemas dengan adanya perubahan (kelumpuhan) yang terjadi pada dirinya.
3) Pola koping
Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi tertutup (supresi).
4) Gaya Komunkasi
Klien mengalami gangguan komunikasi verbal seperti berbicara rero atau sulit dimengerti.
5) Konsep Diri
(a) Body Image: klien memiliki persepsi dan merasa bahwa bentuk, fungsi tubuh dan
penampilannya yang sekarang mengalami penurunan, berbeda dengan keadaan sebelumnya.
(b) Ideal Diri: klien merasa tidak dapat mewujudkan cita-cita yang diinginkannya. Klien merasa
tidak mampu lagi untuk berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan dimana ia berada.
(c) Harga Diri: klien merasa tidak berharga lagi dengan kondisinya yang sekarang, klien merasa
tidak mampu dan tidak berguna serta cemas dirinya akan selalu memerlukan bantuan dari orang
lain.
(d) Peran: klien merasa dengan kondisinya yang sekarang ia tidak dapat melakukan peran yang
dimilikinya baik sebagai orang tua, suami/istri ataupun seorang pekerja.
(e) Identitas Diri: klien memandang dirinya berbeda dengan orang lain karena kondisi badannya
yang disebabkan oleh penyakitnya.
g) Data Sosial
Pada data objektif akan didapatkan ketidakmampuan berbicara, kehilangan kemampuan
berkomunikasi secara verbal, ketergantungan kepada orang lain dan sosialisasi dengan
lingkungan, pembicaraan tidak dapat dimengerti, sedangkan pada data subjektif ditemukan klien
berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat. Selain itu bisa ditemukan sikap klien yang sering
menarik diri dari orang lain dan lingkungan karena merasa hanya akan membebani orang lain.
h) Data Spiritual
Terkadang klien merasa tidak yakin dengan kesembuhannya. Klien merasa hidupnya lebih
buruk daripada sebelumnya. Klien tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupannya di
kemudian hari atau klien cenderung mempunyai pandangan negatif terhadap kehidupannya
dikemudian hari.
i) Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik khusus untuk pasien stroke.
Kemungkinan ditemukannya peningkatan hematokrit dan penurunan hemoglobin serta
adanya peningkatan dari leukosit. Biasanya dilakukan pemeriksaan protombin time (PT) dan
partial tromboplastin (PTT) sebagai informasi untuk pemberian obat antikoagulan.
Pemeriksaan CSF juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ada sel darah merah dalam
CSF yang mungkin mengindikasikan adanya perdarahan subaracnoid.
2) Pemeriksaan diagnostik
(a) CT-Scan, akan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
(b) Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau ostruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
(c) EEG, mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak yang mungkin
memperlihatkan adanya lesi yang spesifik.
(d) MRI, menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragi atau malformasi arteriovena
(MAV).
(e) Ultrasonografi Doppler, mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis,
aliran darah atau muncul plak, arteriosklerotik).
(f) Sinar X tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit serebral, klasifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaracnoid.
(g) Pungsi lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya pada trombosis, emboli
serebral dan TIA.
b. Analisa Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya kemudian
dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang nantinya
akan menjadi diagnosa keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke menurut Marilynn E
Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C Geissler adalah:
1) Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan
oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia ;flaksid / paralisis
hipotonik ( awal ); paralisis spastis.
3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol otot fasial/oral, kelemahan /
kelelahan umum.
4) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, tranmisis, integrasi (
trauma neurologis atau defisit ), stress psikologis ( penyempitan lapang perseptual yang
disebabkan oleh ansietas ).
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot. Kerusakan perseptual/kognitif.
Nyeri/ketidaknyamanan. Depresi.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
7) Resiko gangguan asupan nutrisi berhubungan dengan kesulitan mengunyah, kesulitan menelan,
mual dan muntah, penurunan kesadaran.
8) Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi.

3. Perencanaan
1) Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan
oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan:
Perfusi jaringan serebral kembali baik.
Kriteria Evaluasi:
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Tidak terdapat tanda peningkatan TIK seperti dilatasi pupil, cegukan, penglihatan ganda,
muntah yang proyektif.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
 Tekanan darah < 160/95 mmHg
 Nadi 70-80x /menit
 Respirasi 16-29 x/menit
 Suhu 360C-37,50 C
Intervensi Rasional
1. Pantau/catat keadaan status 1. Mengetahui kecenderungan tingkat
neurologis sesering mungkin dan kesadaran dan potensial peningkatan
bandingkan dengan keadaan TIK, mengetahui lokasi, luas dan
normal. kemajuan/resolusi kerusakan SSP.
2. Hipertensi atau hipotensi postural
dapat menjadi faktor pencetus.
2. Pantau tanda-tanda vital. Hipertensi dapat terjadi karena syok.
Disritmia atau murmur
mencerminkan adanya gangguan
jantung yang menjadi pencetus CVA.
Ketidakteraturan pernafasan dapat
memberikan gambaran lokasi
kerusakan serebral/peningkatan TIK.
3. Menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/perfusi
3. Letakkan kepala dalam posisi agak serebral.
ditinggikan dan dalam keadaan 4. Manuver valsava dan batuk dapat
anatomis (netral) 15-30 derajat. meningkatkan TIK dan memperbesar
4. Cegah terjadinya mengedan dan resiko terjadi perdarahan.
batuk.
- Dapat digunakan untuk
5. Berikan obat sesuai indikasi, memperbaiki/meningkatkan aliran
berupa: darah serebral dan selanjutnya dapat
- Anti koagulasi mencegah pembekuan saat
embolus/trombus merupakan faktor
masalahnya.
- Untuk mencegah lisis atau
pembekuan yang terbentuk dan
perdarahan yang berulang yang
- Antifibrotik serupa.
-
- Hipertensi lama / kronik,
memerlukan penanganan yang
berlebihan dapat memperluas
- Anthipertensi kerusakan jaringan.
- Digunakan untuk memperbaiki
sirkulasi kolateral atau menurunkan
vasospasme.
- Vasodilator perifer - Penggunaan kontroversial dalam
mengendalikan edema serebral.

- Steroid

2) Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan kekuatan otot,


penurunan kesadaran, atropi otot.
Tujuan:
Klien dapat meningkatkan mobilisasi fisiknya
Kriteria Evaluasi:
 Tidak terjadi kontaktur
 Tidak terjadi atropi otot
 Dapat melakukan ROM aktif dan pasif
 Kekuatan otot penuh (5) pada ekstremitas atas dan bawah
Intervensi Rasional
1. Ubah posisi setiap minimal 2 jam1. Menurunkan resiko terjadinya
(terlentang dan miring kanan kiri) trauma atau ischemik jaringan.
2. Lakukan latihan rentang gerak
(ROM) aktif dan pasif pada 2. Meminimalkan atropi otot,
semua ektremitas. meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontaktur.
3. Sokong ekstrimitas dalam posisi3. Mencegah kontraktur/foot droop
fungsionalnya, gunakan papan dan memfasilitasi kegunaannya
kaki, pertahankan posisi neteral. jika berfungsi kembali
4. Libatkan keluarga untuk 4. Meningkatkan harapan bagi
berpartisipasi dalam latihan bagi perkembangan / peningkatan
klien kontrol kemandirian
5. Konsultasikan dengan ahli 5. Program khusus dapat
fisioterapi untuk latihan resisitif dikembangkan untuk menemukan
dan ambulasi klien kebutuhan yang berarti/menjaga
kekurangan dalam hal
keseimbangan, koordinasi dan
kekuatan.

3) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk berbicara,


kehilangan kontrol/tonus otot fasia.
Tujuan:
Komunikasi verbal dapat tetap terjalin.
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat memahami tentang masalah komunikasi
 Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
 Klien dapat menggunakkan sumber-sumber yang tepat (isyarat, tulisan).
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat disfungsi komunikasi 1. Menentuka daerah dan derajat
verbal klien . kerusakan serebral yang terjadi serta
derajat kesulitan proses komunikasi
2. Afasia adalah gangguan dalam
2. Bedakan antara afasia dan menggunakan dan
disartria. menginterpretasikan simbol-simbol
bahasa. Disartria adalah dapat
memahami, membaca, menulis tetapi
kesulitan membentuk / mengucapkan
kata-kata karena kelemahan dan
paralise dari otot-otot.
3. Melakukan penelitian terhadap
adanya kerusakan sensoris (afasia
3. Mintalah pasien untuk mengikuti sensoris).
perintah sederhana seperti buka
mata dan tunjuk pintu. 4. Melakukan penilaian terhadap
4. Tunjukkan objek dan mintalah adanya kerusakan afasia motorik,
pasien menyebutkannya. bisa mengenali tidak dapat
menyebutkan
5. Mengidentifikasikan disartria sesuai
5. Mintalah pasien untuk komponen motorik dan bicara seperti
mengucapkan suara sederhana lidah, gerakan bibir dan kontrol nafas
seperti “ah” dan “pas”. 6. Memberikan komunikasi tentang
kebutuhan berdasarkan keadaan /
6. Berikan metode komunikasi defisit yang mendasari
alternatif seperti menulis dan 7. Bermanfaat dalam menurunkan
menggambar. frustasi bila tergantung pada orang
7. Antisipasi dan penuhi lain dan tidak dapat berkomunikasi
kebutuhannya. secara berarti
8. Mengurangi isolasi sosial pasien dan
meningkatkan penciptaan
8. Anjurkan pengunjung komunikasi yang efektif
mempertahankan usahanya untuk
berkomunikasi dengan pasien.
9. Pengkajian secara individual
9. Kolaborasi dengan ahli terapi kemampuan bicara dan sensori,
wicara motorik dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasikan kekurangan /
kebutuhan terapi

4) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berespon, penurunan


stimulasi dari lingkungan, stress psikologis.
Tujuan:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori
Kriteria evaluasi:
 Tingkat kesadaran dapat dipertahankan dan perceptual
 Klien dapat mengenali orientasi waktu, tempat dan orang
 Klien mampu mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap defisit.
Intervensi Rasional
1. Lihat kembali proses patologis 1. Kesadaran akan daerah yang
kondisi individual. terkena membantu perlu mengawasi
defisit spesifik dan perawatan.
2. Gangguan penglihatan berdampak
2. Evaluasi gangguan penglihatan negatif terhadap kemampuan klien
lapang pandang ketajaman untuk menerima lingkungan dan
persepsi, diplopia. mempelajari kembali keterampilan
motorik.
3. Pengenalan terhadap orang dan
benda dapat membantu masalah
3. Dekati klien untuk penglihatan persepsi. Penutupan mata dapat
yang normal. Tutup mata yang menurunkan kebingungan karena
sakit jika perlu. adanya pandangan ganda.
4. Penurunan kesadaran sensorik
berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan / posisi tubuh dan
4. Kaji kesadaran sensorik seperti kesesuaian dari gerakan.
panas, dingin, tajam dan tumpul. 5. Membantu melatih jaras sensorik
untuk mengintegrasikan persepsi
5. Berikan stimulasi terhadap rasa dan interpretasi stimulasi.
sentuhan. 6. Membantu klien untuk
mengidentifikasi ketidak
konsistenan dari persepsi dan
6. Lakukan validasi terhadap persepsi integrasi stimulasi dan mungkin
klien menurunkan distorsi persepai pada
realita
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan:
Kebutuhan akan perawatan diri terpenuhi
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
 Klien mampu melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
 Klien mampu mengidentifikasi sumber komoditas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan dan tingkat 1. Membantu dalam mengantisipasi
kekurangan untuk melakukan / merencanakan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. kebutuhan secara individual.
2. Klien mungkin saja ketakutan dan
2. Hindari melakukan sesuatu untuk sangat tergantung meskipun
pasien yang dapat melakukan bantuan yang diberikan
aktifitas sendiri tetapi berikan bermanfaat dalam mencegah
bantuan sesuai kebutuhan . frustasi. Penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin
untuk diri sendiri, meningkatkan
pemulihan dan mempertahankan
harga diri.
3. Meningkatkan perasaan makna
3. Berikan umpan balik yang positif diri, meningkatkan kemandirian
untuk setiap usaha yang dan mendorong klien untuk
dilakukan atau berhasil berusaha secara kontinue

6) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan harga diri.
Kriteria evaluasi :
 Klien dapat berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah
terjadi.
 Klien dapat menerima keadaannya sekarang.
 Klien dapat mengenali perubahan dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif.
Intervensi Rasional
1. Jalin rasa saling percaya antara 1. Meningkatkan kepercayaan klien
perawat pasien. untuk keberhasilan tindakan
selanjutnya
2. Bantu klien untuk 2. Membantu pasien untuk
mengekspresikan perasaannya menganal dan mulai memahami
pada orang yang klien percaya. perasaannya.
3. Berikan penghargaan atas
keberhasilan sekecil apapun baik3. Membantu menurunkan perasaan
mengenai penyembuhan fungsi marah dan ketidakberdayaan dan
tubuh maupun kemandirian menimbulkan perasaan adanya
pasien. perkembangan.
4. Berikan dukungan terhadap 4. Mengisyaratkan kemungkianan
perilaku/usaha seperti adaptasi untuk mengubah dan
peningkatan minat/partisipasi memahami peran diri sendiri
pasien dalam kegiatan dalam kahidupan selanjutnya.
rehabilitasi.

7) Gangguan asupan nutrisi berhubungan dengan kesulitan mengunyah, kesulitan menelan, mual
dan muntah, penurunan kesadaran.
Tujuan :
Asupan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Evaluasi:
 Klien dapat makan dengan cara yang tepat
 Aspirasi tidak terjadi
 Kenaikan berat badan
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan menelan 1. Mengetahui seberapa besar
pasien. ketidakmampuan pasien dalam
menelan.
2. Letakan pasien pada posisi 2. Menggunakan gravitasi untuk
duduk/tegak selama dan setelah memudahkan dalam proses
makan. menelan dan menurunkan risiko
terjadinya aspirasi.
3. Berikan makan dengan perlahan3. Pasien dapat berkonsentrasi pada
pada situasi yang tenang. mekanisme makan tanpa adanya
4. Berikan makanan per oral secara gangguan dari luar.
bertahap mulai dari makanan 4. Makanan lunak lebih mudah
setengah cair, makanan lunak untuk mengendalikannya didalam
ketika pasien menelan air. mulut, menurunkan risiko
5. Anjurkan pasien untuk minum terjadinya aspirasi.
air dengan menggunakan sedotan.
5. Menguatkan otot fasial dan otot
6. Anjurkan untuk berpartisipasi menelan dan menurunkan
dalam program latihan/kegiatan. terjadinya tersedak.
6. Dapat meningkatkan pelepasan
endorfin dalam otak dan
meningkatkan perasaan senang
dan meningkatkan nafsu makan.

8) Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi.
Tujuan :
Klien mengetahui tentang penyakitnya.
Kriteria Evaluasi :
 Klien berpartisipasi dalam proses perawatan
 Klien memahami tentang penyakitnya
 Klienmulai merubah gaya hidup yang dapat memperberat keadaannya.

Intervensi Rasional
1. Diskusikan keadaan patologis 1. Membantu membangun harapan
yang khusus yang berhubungan yang realistis dan meningkatkan
dengan keadaan pasien. pemahaman terhadap keadaan dan
kebutuhan saat ini.
2. Inform Consent pada setiap 2. membantu pasien untuk
tindakan yang akan dilakukan. memahami pengobatan dan
perawatan yang akan dilakukan.
3. Sarankan pasien untuk 3. Stimulasi yang beragam dapat
mengurangi stimulus dari memperbesar gangguan proses
lingkungan terutama saat berfikir.
kegiatan berfikir.
4. Identifikasi faktor – faktor risiko4. Meningkatkan kesehatan secara
yang dapat memperberat keadaan umum dan mungkin menurunkan
pasien, seperti merokok, risiko kambuh ulang.
perubahan gaya hidup.
5. Identifikasi tanda dan gejala 5. Evaluasi dan intervensi yang
yang memerlukan kontrol secara cepat menurunkan risiko
medis, seperti perubahan fungsi terjadinya komplikasi/kehilangan
penglihatan, sensorik, motorik, fungsi yang berlanjut.
dan sakit kepala yang hebat.

4. Pelaksanaan
Berisikan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Setiap
perencanaan yang telah dibuat secara idealnya dapat dilaksanakan seluruhnya, tetapi hal tersebut
juga harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan diri perawat serta klien dan keluarga.

5. Evaluasi
Berisikan tentang evaluasi dari asuhan yang telah dilakukan secara keseluruhan dan dapat
bersifat feedback terhadap seluruh proses keperawatan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

arbara C.Long. (1996). Perawatan Medical Bedah, Jilid 2. Ikatan Alumni Pajajaran. Bandung
runner and Suddarth. (1988). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3. EGC Kedokteran.
Jakarta
arpenito.Lynda Jual. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. EGC Kedokteran.
Jakarta
ongoes.E Marylin. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC Kedokteran. Jakarta
lvia, Price A. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Konsep-Konsep Penyakit. Buku 2. EGC Kedokteran. Jakarta
tp : //www.infokes.com//,2000
tp : //www.kompas.com//,2004

Anda mungkin juga menyukai