Anda di halaman 1dari 20

Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS

STUDI DESKRIPTIF MANAJEMEN PENDIDIKAN


INKLUSIF DI SMA

Diajukan kepada Universitas Negeri Surabaya


untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian
Program Sarjana Pendidikan Luar Biasa

Oleh :
NURUL HASANAH RAMLI
NIM. 13010044080

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
2018

1
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

STUDI DESKRIPTIF MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SMA

Nurul Hasanah Ramli dan Sujarwanto


Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya,
nurulramli@mhs.unesa.ac.id, jarwanto_plb@yahoo.com.

ABSTRACT
Inclusive education is the provision of education system that provides opportunities for all children with special
needs or gifted talented to get the same education with another regular students and respect diversity, and without
discrimination for all students. Through inclusive education, students with special needs can follow education or
learning in the educational environment together with the regular students.
The purpose of this study was to describe the management of inclusive education at Public Senior High School
10 Surabaya. This research used descriptive method with qualitative approach. Data collection techniques are
obtained through observation, interviews and documentation. In the data analysis techniques used several steps
including: the data condensation, data display (presentation of data), conclusion and verification.
The conclusions of this study were: 1 ) student management includes enrollment, all students with special needs
have equal opportunity but with a note must have intelligence above minety (90), in accordance with the number of
available quota as well as consideration of resources owned ( 2) curriculum management using a flexible and
modifiable 2013 curriculum (3), 3) management of teachers and education personnel, must have specific criteria
competent in their field, 4) classroom management and learning using class setting: inclusive with full regular classes;
5) management of facilities and infrastructure for learning media, accessible school infrastructure for students with
special needs and environmentally friendly for regular students; 6) funding management of government, parents, and
community participation 7) relations of society and school there was school committees and cooperation with
universities.

Keywords: management, inclusive education

– learning together in ordinary pre-school provision,


PENDAHULUAN schools, colleges and universities with appropriate
Pendidikan inklusif didefinisikan sebagai sistem networks of support”.Center for Study on Inclusive
Education (CSIE), “Inclusion means enabling all
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
students to participate fully in the life and work of
kesempatan untuk semua anak berkebutuhan khusus mainstreaming settings, whatever their needs.
ataupun memiliki potensi seperti cerdas istimewa/bakat Dari pernyataan tersebut dapat di maknai bahwa
istimewa untuk mendapatkan pendidikan yang sama
pendidikan inklusif dapat diikuti oleh semua orang dan
dengan anak reguler lainnya dan saling menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminasi bagi semua dapat berlangsung di setiap jenjang pendidikan, mulai
peserta didik. Hal ini sesuai dengan Permen Pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi. Semua siswa tanpa
Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009 Pasal 1 yang memandang jenis kebutuhannya di perbolehkan untuk
berbunyi. bersama-sama hidup dan bekerja dalam lingkungan
Sistem penyelenggaraan pendidikan yang umum. Lebih lanjut, dalam Pedoman Umum
memberikan kesempatan kepada semua peserta Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, 2011: 12)
didik yang memilki kelainan dan memiliki potensi
Pendidikan Inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam dan diawali dari Negara-negara Scandinavia (Denmark,
lingkungan pendidikan secara bersama-sama Norwegia, Swedia). Tuntutan penyelenggara pendidikan
dengan peserta didik umumnya. inklusif di dunia semakin nyata terutama sejak
Menurut Staub dan Peck (dalam Pedoman Umum diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, 2011: 8) 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan di
Pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan
Bangkok tahun 1991 yang menghasilkan deklarasi
tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas
reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler adalah Education for All. Implikasi dari pernyataan ini mengikat
tempat belajar yang sesuai bagi anak berkelainan, apapun bagi semua anggota konferensi agar semua anak tanpa
jenis kelainannya dan bagaimana gradasinya. Menurut kecuali termasuk anak berkebutuhan khusus
Sharon Rustemier (dalam Garnida, 2015: 49) mendapatkan layanan pendidikan secara memadai.
“Center for Study on Inclusive Education Selanjutnya pada tahun 1994 diselenggarakan konvensi
(CSIE), inclusive education is all children and young
people – with and and without disabilities or difficulties pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan

2
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya dikenal Tidak hanya instrument Internasional yang
dengan ‘The Salamanca Statement on Inclusive menjamin hak dasar anak dalam memperoleh pendidikan,
Education’. pembukaan UUD 1945 alinea 4 juga menyatakan bahwa
Negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, yakni
Sudah disepakati oleh seluruh masyarakat di
dengan memfasilitasi hak dasar untuk memperoleh
dunia, bahwa setiap anak harus memiliki hak untuk pengajaran. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31
mendapatkan pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut ayat 1 dan Undang Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
UNESCO mengadakan sebuah konferensi yaitu, The Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan
Salamanca World Conference on Special Needs bahwa setiap warga Negara yang memiliki kesulitan
Education pada tahun 1994. Pada paragraph ketiga dari belajar, seperti kesulitan membaca (disleksia), menulis
The Salamanca Statement and Framework for Action on (disgrafia), dan menghitung (diskalkulia) maupun
penyandang ketunaan (tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
Special Needs Education yang dihasilkan dari konferensi
tunadaksa, dan tunalaras). Bagi warga Negara Indonesia
tersebut disepakati bahwa: yang memiliki kelainan dan atau kesulitan belajar maka
“…Schools should accommodate all children dapat mengikuti pendidikan di sekolah regular sesuai
regardless of their physical, intellectual, social, dengan tingkat ketunaan dan kesulitannya ( pendidikan
emotional, linguistic or other conditions. This should terpadu ).
include disabled and gifted children, street and working Setiap penyelenggaraan pendidikan perlu
children, children from remote or nomadic populations, manajemen supaya kegiatan pembelajaran dapat berjalan
children from linguistic, ethnic or cultural minorities dengan baik dan mencapai hasil yang ditentukan.
and children from other disadvantaged or marginalized Manajemen berfungsi untuk mengelola sesuatu mulai
areas or groups…” dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
Pernyataan diatas secara langsung memberikan dan pengawasan untuk mengkoordinir sumber daya
kewajiban kepada sekolah untuk mengakomodasi seluruh organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
anak termasuk anak-anak yang memiliki kelainan fisik, Manajemen dalam pendidikan mempunyai fungsi
intelektual, sosial, emosional, linguistic maupun kelainan untuk memberikan pelayanan secara professional supaya
lainnya. Sekolah-sekolah juga harus memberikan layanan proses pendidikan bisa berlangsung secara efektif dan
pendidikan untuk anak-anak yang berkelainan maupun efisien. Keberhasilan pembangunan pendidikan dalam
yang berbakat, serta anak-anak yang berasal dari rangka meningkatkan kualitas pendidikan sekolah tidak
golongan-golongan termarjinalkan yang lain. Sejalan lepas dari pengelolaan pendidikan di sekolah itu sendiri.
dengan hal tersebut, UNESCO mencetuskan prinsip Pengelolaan pendidikan sekolah merupakan faktor yang
pendidikan untuk semua atau Education for All. Prinsip sangat penting untuk mewujudkan tujuan pendidikan
Educational for All tersebut mengandung makna bahwa sebagaimana yang diharapkan semua pihak baik bagi
pendidikan tersedia untuk semua tanpa memandang pengelola sekolah, guru, dan peserta didik. Werang
perbedaan, atau wajib mengakomodasi keberagaman (2015: 2) mengemukakan manajemen adalah pencapaian
kebutuhan siswa yang normal maupun yang memiliki tujuan organisasional secara efektif dan efisien melalui
kebutuhan khusus. Filosofi Education for Alllahir sebagai perencanaan, pengelolaan, kepemimpinan, dan
konsekuensi logis dari adanya pernyataan Salamanca pengendalian sumber daya organisasional. Peran
yang menegaskan perlu adanya penyelenggaraan pendidik sangat menunjang dalam proses pembelajaran
pendidikan yang inklusif dan tidak diskriminatif. untuk mencapai tujuan yang di harapkan. Upaya
Selanjutnya, pada European Physical Education Review, peningkatan kesejahteraan dan keprofesionalan guru di
David Morley, Richard Bailey, Jon Tan dan Belinda Indonesia juga telah dilakukan agar pengelolaan
Cooke (2005) dalam jurnalnya yang berjudul “Inclusive pendidikan diharapkan semakin baik, meningkatkan
Physical Education: teachers views of including pupils produktivitas dan mutu pendidikannya.
with Special Educational Needs and/or disabilities in Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan
Physical Educatio” mengutip bahwa: istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan
“The UK government has also made more explicit its terjemahan dari child with special needs (anak
commitment to developing an inclusive education system berkebutuhan khusus) yang telah digunakan secara luas
(Department for Education and Employment, 1997), di dunia internasional. Ada satu istilah lain yang beberapa
through its adoption of the Salamanca Statement tahun terakhir berkembang secara luas yaitu difabel.
(United Nations Educational, Scientific and Cultural Istilah difabel merupakan kependekan dari diference
Organization, 1994) which proposes that governments
ability (kemampuan berbeda). ABK memang berbeda
enrol all children in regular schools whrever possible”.
dengan anak normal pada umumnya, baik dari segi fisik,
Maknanya bahwa pemerintah inggris juga telah
mental, maupun secara pemikiran. Meskipun demikian
mengembangkan komitmennya untuk sistem pendidikan
bagi ABK harus memiliki kesamaan perlakuan seperti
inklusif (Departemen Pendidikan dan Ketenagakerjaan,
yang telah anak-anak normal rasakan, tidak terkecuali
1997), mengadopsi dari pernyataan Salamanca (United
dalam masalah pendidikan. Pendidikan merupakan salah
Nations Educational, Scientific and Cultural
satu modal utama untuk semua anak, tidak hanya untuk
Organization, 1994) yang menyatakan bahwa pemerintah
anak normal, ABK pun juga membutuhkan pendidikan
harus mendaftarkan anak berkebutuhan khusus di sekolah
untuk modal hidupnya agar tetap bertahan dan dapat
umum sedapat mungkin.

3
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

bersaing dengan lingkungan sekitarnya yang terkadang Sekolah Menegah Atas (SMA) adalah jenjang
sulit untuk ditebak. pendidikan menengah pada pendidikan formal di
Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia Indonesia setelah lulus dari sekolah menengah pertama.
terus meningkat setiap tahunnya. Menurut perhitungan
Pendidikan menengah atas mempersiapkan lulusannya
WHO (World Health Organization) diperkirakan 10
persen dari seluruh penduduk Indonesia (24 juta untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya
penduduk) adalah berkebutuhan khusus (ILO, 2014: 2) yaitu kuliah ataupun bekerja. Pernyataan ini berada di
Jumlah penyandang disabilitas yang begitu besar dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
tersebut perlu mendapatkan perhatian yang memadai dari 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan
pemerintah khususnya dalam bidang pendidikan yaitu Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
pendidikan inklusif. Provinsi Jawa Timur juga telah membentuk watak serta peradaban bangsa yang
mendeklarasikan diri untuk menjalankan program
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
pendidikan inklusif. Salah satunya adalah Kota Surabaya
hal ini di dukung dengan adanya Peraturan Gubernur bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2011 pasal 2 tentang didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif yang berbunyi: kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menajdi warga
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi Di butuhkan banyak persiapan dalam
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh
merealisasikan pendidikan inklusif serta kemungkinan
pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya, mewujudkan penyelenggaraan akan terjadinya permasalahan dalam pelaksanaannya
pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak maka perlu adanya sekolah inklusif yang dapat dijadikan
diskriminatif bagi semua peserta didik berkebutuhan piloting (program percontohan) bagi sekolah-sekolah
khusus sebagaimana dimaksud pada huruf a. menengah atas yang akan menjalankan program
Selanjutnya, di perkuat kembali oleh Undang- pendidikan inklusif.
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016
Pada studi pendahuluan dari beberapa SMA
Bagian Keenam mengenai Hak Pendidikan Pasal 10 yang
berbunyi: Negeri di Surabaya, menunjukkan bahwa SMA Negeri 10
a. Penyandang Disabilitas berhak mendapatkan Surabaya dalam menyelenggarakan pembelajaran inklusif
pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di memiliki banyak kelebihan yakni Peserta didik ABK
semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara yang berprestasi, hal ini di buktikan saat Diknas
inklusif dan khusus. mengadakan Olimpiade Sains (OSN), peserta didik ABK
b. Mempunyai kesamaan kesempatan untuk menjadi pernah mengikuti OSN fisika dan mendapatkan juara 2,
pendidik atau tenaga kependidikan pada satuan ada juga yang juara 1 di ajang Psikologi Mencari Bakat
pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang Anak Berkebutuhan Khusus 2013 Kategori SMP/SMA
pendidikan. Se-Jawa Timur, OSN Biologi, Kir, juara bernyanyi, dan
c. Mempunyai kesamaan kesempatan sebagai OSN Matematika, jadi berbagai macam kejuaraan sudah
penyelenggara pendidikan yang bermutu pada satuan pernah di raih oleh peserta didik di SMAN 10 Surabaya.
pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang SMA Negeri 10 Surabaya juga telah meluluskan
pendidikan; dan Peserta didik ABK dan banyak juga yang melanjutkan ke
d. Mendapatkan akomodasi yang layak sebagai peserta jenjang perguruan tinggi dan tersebar di berbagai
didik. universitas yaitu, Universitas Indonesia (UI), Universitas
Di Kota Surabaya Jumlah sekolah inklusif pada Negeri Surabaya (UNESA), Sekolah Tinggi Manajemen
jenjang SMA sangatlah sedikit. Meski dalam daftar Informatika dan Teknik Komputer (STIKOM), Institut
sekolah inklusi PPDB 2016 Surabaya hanya terdapat 2 Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik
SMA Negeri yang melayani program sekolah inklusif Indonesia (IKIP PGRI), Universitas Dr. Soetomo
yakni SMAN 8 Surabaya dan SMAN 10 Surabaya, Dinas (UNITOMO), Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Pendidikan Kota Surabaya, pada tahun pelajaran 2012- (UNTAG), dan masih banyak lagi.
2013 menunjuk SMAN 10 Surabaya sebagai sekolah Manajemen pendidikan inklusif di SMA Negeri 10
inklusi. Sedangkan SMAN 8 Surabaya baru ditunjuk Surabaya sangat menarik untuk diteliti karena juga
menjadi sekolah inklusif pada tahun pelajaran 2013-2014. didukung oleh sarana dan prasarana dan guru reguler
Meskipun Kota Surabaya belum mendeklarasikan diri yang harus menguasai layanan pembelajaran bagi ABK
menjadi kota inklusi tetapi dalam hal pendidikan pada khususnya dalam hal modifikasi RPP maupun saat
jenjang SD, SMP, SMA, maupun SMK sudah banyak yg penyesuaian pembelajaran dikelas. Dengan demikian
menjadi sekolah inklusif. model penyelenggaraan dan karakteristik dalam
pembelajaran terdapat keunikan tersendiri dalam

4
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

penyelenggaraannya, sehingga perlu adanya SMA yang aspek yang banyak, maupun masalah yang hanya
dapat dijadikan sebagai model bagi penyelenggara mengandung satu aspek saja yang munkin hanya berupa
sekolah inklusif pada jenjang SMA yang baru. SMAN 10 kasus tunggal (Sanjaya, 2014: 60). Tujuan dari penelitian
Surabaya merupakan sekolah yang sesuai untuk dijadikan deskriptif telah dikemukakan oleh Nazir (2011: 60)
model, sebab merupakan sekolah menengah atas pertama bahwa untuk membuat deskripsi, gambaran, lukisan
yang ditunjuk sebagai sekolah inklusif di kota Surabaya. secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang
maka akan diuraikan hasil penelitian tentang studi diselidiki. Hal ini dapat disimpulkan bahwa metode
deskriptif manajemen pendidikan inklusif di SMA Negeri deskriptif merupakan metode penelitian yang berupaya
10 Surabaya. Tujuan dalam penelitian ini adalah; 1) untuk memberikan gambaran dan menjelaskan masalah
Mendeskripsikan manajemen peserta didik di SMA yang aktual ataupun yang sedang muncul pada saat
Negeri 10 Surabaya, 2) Mendeskripsikan manajemen sekarang.
kurikulum di SMA Negeri 10 Surabaya, 3) Berdasarkan dari uraian penjabaran di atas,
Mendeskripsikan manajemen tenaga pendidik dan tenaga penelitian ini dikategorikan sebagai studi deskriptif
kependidikan di SMA Negeri 10 Surabaya, 4) karena penelitian ini bertujuan untuk memberikan
Mendeskripsikan manajemen kelas dan kegiatan gambaran yang terkait dengan fenomena yang sedang
pembelajaran di SMA Negeri 10 Surabaya, 5) terjadi dalam pendidikan saat ini, yakni pendidikan
Mendeskripsikan manajemen sarana dan prasarana di inklusif yang dapat menjawab fokus penelitian. Di
SMA Negeri 10 Surabaya, 6) Mendeskripsikan butuhkan multi sumber data pada penelitian ini yakni
manajemen pembiayaan di SMA Negeri 10 Surabaya, 7) dengan metode deskriptif akan di dapatkan berbagai
Mendeskripsikan manajemen hubungan masyarakat sumber data dengan melakukan wawancara, observasi
dengan sekolah di SMA Negeri 10 Surabaya. serta dokumentasi terkait dengan model manajemen
pendidikan inklusif di SMA 10 Negeri Surabaya.
METODE Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan
dengan jenis Metode deskriptif. Penelitian kualitatif dokumentasi. Pada penelitian ini, Observasi diadakan
menurut Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2014: 5) menurut kenyataan, melukiskannya dengan kata-kata
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatatnya
yang menggunakan latar alamiah, dengan menafsirkan dan kemudian mengolahnya dalam rangka masalah yang
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan di teliti secara ilmiah (Nasution, 2008: 106). Bentuk
melibatkan berbagai metode yang ada. Menurut Moleong observasi yang akan dilakukan yaitu obeservasi non-
(2014: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang partisipan, yaitu observasi yang tidak memiliki
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang keterlibatan langsung dan hanya sebagai pengamat dan
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, sudah memiliki pedoman observasi terstruktur yang telah
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic di siapkan agar proses pengamatan berjalan sesuai tujuan
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan dan terarah. Sesuai dengan pemaparan di atas maka
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan observasi akan dilakukan sesuai kenyataan yaitu saat
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. pembelajaran di dalam kelas sedang berlangsung, obyek
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan observasi yang akan diamati adalah media pembelajaran
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang yang digunakan guru, metode pembelajaran, penerimaan
alamiah dengan memperhatikan fenomena yang terjadi di anak berkebutuhan khusus terhadap pembelajaran yang
sekitar obyek penelitian dengan melibatkan berbagai dijelaskan oleh guru serta penilaian yang diterapkan guru
metode yang ada. Penelitian kualitatif digunakan untuk untuk peserta didik reguler dan ABK, dan pendampingan
mendeskripsikan manajemen pengelolaan pendidikan peserta didik berkebutuhan khusus di dalam kelas oleh
inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya. guru pembimbing khusus (GPK). Pada penelitian ini
Penelitian ini menggunakan metode penelitian telah dilakukan wawancara dengan kepala sekolah, wakil
deskriptif. Menurut Nazir (2011: 54) metode deskriptif kepala sekolah bagian kesiswaan, wakil kepala sekolah
adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok bagian humas, tata uasaha, wakil kepala sekolah bagian
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem kurikulum, guru kelas, wakil kepala sekolah bagian
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sarana dan prasarana, koordinator pendidikan inklusif,
sekarang. Selanjutnya, masalah yang layak diteliti dengan guru pendamping khusus (GPK). Dalam penelitian ini
metode deskriptif adalah masalah yang relevan dengan dokumentasi meliputi 1) perangkat pembelajaran yang
keadaan dewasa ini, baik masalah yang mengandung terdiri dari silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran

5
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

(RPP), 2) data sekolah seperti profil sekolah, data guru HASIL DAN PEMBAHASAN
dan data peserta didik, 3) SK dari kepala sekolah maupun A. Hasil
dari pihak lain yang terkait dengan fokus penelitian, 4) Hasil penelitian akan memaparkan data yang telah
foto sarana dan prasarana, 5) dokumen lain terkait dengan diperoleh selama penelitian melalui teknik pengumpulan
fokus penelitian seperti foto-foto kegiatan selama proses data yang meliputi wawancara, observasi dan
pembelajaran, kegiatan sekolah ataupun hasil assesmen dokumentasi. Dengan obyek penelitian yakni manajemen
peserta didik. pendidikan inklusif dengan jumlah tujuh aspek
Dalam penelitian ini menggunakan uji keabsahan diantaranya adalah manajemen peserta didik, manajemen
(trusthworthiness) data diperlukan suatu teknik kurikulum, manajemen tenaga pendidik dan tenaga
pemeriksaan data yang terkumpul dan harus diuji kependidikan, manajemen kelas dan kegiatan
kemantapan dan kebenaranya. Dalam penelitian kualitatif pembelajaran, manajemen sarana dan prasarana,
uji keabsahan data berfungsi untuk manajemen pembiayaan, manajemen hubungan
mempertanggungjawabkan hasil penelitian. Wahyudi masyarakat dengan sekolah di SMA Negeri 10 Surabaya.
(2005: 76) mengungkapkan bahwa untuk menguji 1. Manajemen Peserta Didik
keabsahan data ada beberapa teknik yang bisa digunakan Awal mula pendaftaran di SMA Negeri 10
yaitu triangulasi, review informan, dan member check. Surabaya dilakukan assesmen dan identifikasi, dari
Dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. hasil assesmen dan identifikasi kemudian mengisi
Menurut Moleong (2013: 330) triangulasi adalah teknik formulir pendaftaran, pengisian formulir pendaftaran
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu peserta didik reguler dengan ABK sama saja, yang
yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan membedakan hanya peserta didik ABK disertai
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dengan hasil tes psikologi dan IQ, peserta didik
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berkebutuhan khusus yang diterima untuk bersekolah
triangulasi sumber data. Karena menggunakan berbagai di SMA Negeri 10 Surabaya terbatas, peserta didik
sumber data yang berbeda kemudian dibandingkan berkebutuhan khusus yang dapat diterima hanya
ataupun dicek silang dengan sumber data yang lain dengan ketunaan tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan
dengan tujuan untuk menggali informasi yang lebih autis ringan dengan catatan IQ normal sehingga
dalam lagi dan memperkaya informasi yang telah dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas peserta
diperoleh dari sumber pertama. didik berkebutuhan khusus mampu menyeimbangi
Pada penelitian ini menggunakan analisis data peserta didik reguler lainnya, SMA Negeri 10
Deskriptif Kualitatif dengan menggunakan model Miles, Surabaya membatasi peserta didik berkebutuhan
Huberman, dan Saldana (2014: 31-33) berikut langkah- khusus dikarenakan kurangnya tenaga pendidik yang
langkahnya: a) Kondensasi data merujuk pada proses dapat menangani anak berkebutuhan khusus.
memilih, menyederhanakan, mengabstrakkan, dan Persyaratan khusus bagi calon peserta didik yang
mentransformasikan, data yang mendekati keseluruhan akan bersekolah di SMA Negeri 10 Surabaya harus
bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, disertakan dengan hasil tes psikologi, dan hasil tes IQ
transkip, wawancara, dokumen-dokumen dan materi- tidak kurang dari angka 90 agar calon peserta didik
materi empiris lainnya, b) Penyajian data biasanya dibuat berkebutuhan khusus dapat mengikuti pelajaran
dalam bentuk cerita atau teks yang bersifat naratif. dengan baik. Bahwa, pada awalnya sekolah pernah
Penyajian data disusun dengan baik sehingga menerima peserta didik tunagrahita, slow learner, dan
memungkinkan pelaku penelitian dapat menjadikannya tunadaksa berat namun sekolah tidak mampu karena
sebagai jalan untuk menuju pada pembuatan kesimpulan, tenaga pendidik yang belum siap, serta aksesbilitas
c) Langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dan yang belum ada sehingga menyebabkan pihak sekolah
verifikasi terhadap kesimpulan yang dibuat dari mulai membatasi agar tidak merepotkan guru kelas
permulaan pengumpulan data seorang penganalisis dan GPK dalam hal pendampingan pembelajaran.
kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat Dengan jenis ketunaan yang diterima dan aksesbilitas
keteraturan penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang sekolah, penerimaan calon peserta didik baru terbatas
mungkin alur sebab-akibat, dan proposisi, kesimpulan- dan tidak menerima anak yang dengan ketunaan
kesimpulan “final” mungkin tidak muncul sampai spesifikasi berat dikarenakan ada beberapa
pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya aksesbilitas yang belum memadai, Pada tahun ajaran
kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, baru 2017/2018 SMA Negeri 10 hanya menerima dua
penyimpanan dan metode pencarian ulang yang jenis ketunaan saja yakni Tunanetra, dan Tunadaksa,
digunakan, kecakapan peneliti dan tuntutan-tuntutan hal ini disesuaikan dengan kemampuan sekolah.
pemberi dana.

6
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

Proses pendaftaran calon peserta didik baru di materai serta tanda tangan dari orang tua peserta didik
SMA Negeri 10 Surabaya melalui dua jalur yaitu agar tidak ada terjadi kesalahpahaman di kemudian
Online dan Offline, jalur offline didahulukan untuk hari.
anak mitra warga dan jalur prestasi, selanjutnya jalur Selanjutnya Berdasarkan hasil wawancara
online adalah untuk pendaftaran anak reguler. dengan WSP, menyatakan bahwa yang terlibat
Sedangkan untuk anak ABK berada pada jalur didalam assesemen dan identifikasi adalah KPI, GPK
pendaftaran offline, assesmen dan identifikasi dan GK serta kerjasama dengan psikolog dari
dilakukan untuk menentukan peminatan program UNAIR. Hal tersebut kembali diperkuat oleh
peserta didik apakah berminat di MIPA atau di IPS, pernyataan WH dan KPI, bahwa GPK, GK, serta
assesmen ada dua macam yaitu IQ dan TPA (tes psikolog bekerjasama dalam hal assesmen serta
potensi akademik), anak ABK tidak akan diterima identifikasi, WH menambahkan bahwa BP serta
untuk bersekolah jika IQ di bawah 90 dan akan seluruh staff sekolah juga ikut andil didalamnya.
disarankan untuk bersekolah di SMK jika anak Selanjutnya, instrument assesmen dan identifikasi
memiliki skill dan akan disarankan bersekolah di dibuat oleh KPI dan GPK yang Berdasarkan kepada
SMALB jika anak memiliki ketunaan yang berat. WH pedoman assesmen dan identifikasi sekolah inklusif
mengatakan saat pendaftaran sebaiknya orangtua pada umumnya. KPI dan GPK menyatakan bahwa
peserta didik berkebutuhan khusus bekerjasama identifikasi merupakan langkah awal untuk
dengan GPK sekolah terdahulu untuk mendampingi menemukan kemampuan maupun kekurangan calon
agar dapat memberikan informasi tambahan terkait peserta didik berkebutuhan khusus yang mendaftar,
calon peserta didik tersebut, namun jika tidak bisa selanjutnya setelah proses tersebut akan dilanjutkan
cukup dengan hasil tes psikologi anak saja dan saat dengan assesmen yang meliputi assesmen akademik
awal pendaftaran sebaiknya anak diikutsertakan dapat yaitu CALISTUNG (Baca, Tulis, Hitung) dan TPA
dilihat secara langsung ketunaan apa yang dimiliki (Tes Potensi Akademik) selanjutnya assesmen non
oleh calon peserta didik tersebut. Untuk penjurusan akademik yaitu perkembangan bahasa serta motorik.
MIPA ataupun IPS hal tersebut atas dasar hasil tes Untuk penempatan kelas WK mengatakan
identifikasi/assesmen, serta hasil tes psikologi peserta bahwa satu kelas hanya bisa di isi maksimal satu
didik saat awal pendaftaran. Di sekolah terdapat tim peserta didik berkebutuhan khusus saja, bisa di isi dua
kepanitiaan inklusif yang memiliki tugas masing – jika peserta didik berkebutuhan khusus tersebut
masing, mulai dari penerimaan peserta didik, memiliki ketunaan ringan dan berbeda sehingga dapat
penanganan awal, serta mengevaluasi. Tim memudahkan GPK dalam mendampingi mata
kepanitiaan inklusif semua pihak sekolah terlibat, pelajaran. Hal tersebut sama dengan hasil wawancara
kepala sekolah sebagai orang yang memegang kendali dengan WH dan KS yang menyatakan bahwa satu
teratas, selanjutnya WKM, WH, WK, WSP, GPK, peserta berkebutuhan khusus hanya satu perkelasnya,
KPI, dan GK berada di keanggotaan. Proses hal tersebut dikarenakan untuk mempermudah proses
penerimaan calon peserta didik baru baik yang reguler pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus
maupun berkebutuhan khusus dilakukan sesuai maupun yang reguler agar lebih fokus terhadap mata
dengan prosedur standart sekolah inklusif. WK dan pelajaran dan mempermudah GPK serta guru mata
WH serta GPK mengemukakan bahwa berkas pelajaran dalam menyampaikan pelajaran dan
persyaratan PPDB jalur inklusi yang wajib untuk pendampingan selama proses pembelajaran
dipenuhi adalah fotocopy SKHUN dua lembar, berlangsung.
Fotocopy raport dua lembar, fotocopy psikotes dua Hasil wawancara dengan GPK menyatakan
lembar, fotocopy KSK dua lembar, fotocopy akta bahwa tidak semua mata pelajaran peserta didik
kelahiran dua lembar, foto 3 x 4 lima lembar, NISN, berkebutuhan khusus harus didampingi, namun hanya
Materai, serta map berwarna hijau. GPK pada mata pelajaran tertentu saja jika anak mengalami
menambahkan bahwa waktu awal pendaftaran di kesulitan baru akan didampingi misalnya pelajaran
SMA Negeri 10 Surabaya terdapat surat perjanjian biologi untuk anak tunanetra yaitu pengenalan bunga
antara pihak sekolah dengan orangtua yang isinya melalui gambar, karena peserta didik tunanetra tidak
menyatakan jika selama 3 (tiga) tahun anak dapat melihat maka pembelajaran nya akan
bersekolah namun tidak ada kemajuan atau tidak didampingi oleh GPK melalui media pembelajaran
memiliki kemampuan untuk mengikuti ujian nasional, yaitu replika bunga dengan tekstur yang timbul agar
maka orangtua sepakat jika anak hanya mengikuti bisa diraba oleh peserta didik tunanetra tersebut.
ujian sekolah saja dan tidak akan diikutsertakan WKM dan WSP juga menyatakan hal yang sama
dalam ujian nasional, perjanjian tersebut berisi bahwa untuk media pembelajaran di SMA Negeri 10

7
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

Surabaya sudah lengkap dan kegunaannya pun sudah dengan hasil wawancara dengan GPK dan GK bahwa
cukup baik dan sangat membantu untuk peserta didik dalam RPP dan Silabus akan disesuaikan dengan
berkebutuhan khusus. WSP kembali mengatakan ketunaan yang dimiliki oleh anak.
Selain Silabus dan RPP terdapat juga Program
bahwa untuk media pembelajaran seperti replika
Pembelajaran Individual (PPI). Di dalam realisasi
bunga, tumbuhan, serta computer beserta aplikasinya peserta didik berkebutuhan khusus berbaur di dalam
sudah tersedia untuk anak tunanetra dan tunarungu. kelas reguler dengan anak normal yang lainnya. Yang
Selanjutnya hasil wawancara dengan WK mebuat PPI dalah GPK namun, terdapat juga
mengatakan bahwa program khusus untuk peserta kerjasama antara GPK dengan Guru Mata Pelajaran
didik berkebutuhan khusus memang ada namun tidak dalam hal mencocokkan materi yang sesuai dengan
selalu dilakukan, hanya yang membutuhkan saja kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.
Program Pembelajaran Individual (PPI) disesuaikan
maka program tersebut akan dilaksanakan, program
dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.
khusus di sekolah ada pelatihan membuat kue untuk Lebih lanjut, Pembuatan PPI adalah tugas GPK yang
semua jenis ketunaan yang berminat, terapi wicara bekerjasama dengan guru mata pelajaran. KPI dan
untuk anak tunarungu, serta terapi motorik untuk anak GPK juga menambahakan bahwa pembuatan serta
tunadaksa, dan kegiatan ekstrakulikuler jika anak pelaksanaan PPI wajib melibatkan orangtua agar
mampu untuk mengikutinya. Peserta didik orang tua dapat mengetahui program khusus yang
berkebutuhan khusus di SMA Negeri 10 Surabaya diberikan anak disekolah. Selanjutnya, GPK
menambahkan bahwasanya di sekolah terdapat buku
juga banyak yang berprestasi dan lulusan nya pun
penghubung, buku penghubung tersebut bertujuan
banyak yang melanjutkan ke jenjang pendidikan untuk penulisan hasil program yang telah diberikan ke
selanjutnya yaitu melanjutkan ke perguruan tinggi hal peserta didik berkebutuhan khusus, lalu buku tersebut
ini sesuai dengan hasil wawancara dengan WSP, KS, setiap harinya di bawa pulang oleh peserta didik
TU, dan juga KPI bahwasanya lulusan sekolah ada berkebutuhan khusus untuk diberikan ke orang tua
yang kuliah di UI (Universitas Indonesia), UNESA wali murid untuk kemudian di tandatangani.
(Universitas Negeri Surabaya) dan perguruan tinggi
3. Manajemen Tenaga Pendidik dan tenaga
bergengsi lainnya. WSP menambahkan bahwasanya
Kependidikan
peserta didik berkebutuhan khusus di SMA Negeri 10
Semua guru di SMA Negeri 10 Surabaya
Surabaya tidak jauh beda dengan yang reguler dalam
sudah mengenal apa itu inklusif karena seringnya
hal IQ, bahkan ada beberapa yang menyaingi peserta
diadakan pelatihan ataupun seminar tentang inklusi
didik reguler.
yang diadakan oleh pihak sekolah maupun dari
DIKNAS (Dinas Pendidikan). Hal tersebut sama
2. Manajemen Kurikulum
dengan pernyataan dari KS dan WK bahwa guru –
Kurikulum yang digunakan di SMA Negeri 10
Surabaya adalah kurikulum reguler yaitu kurikulum guru sudah dibekali tentang pendidikan inklusif dan
2013. Dari kurikulum reguler tersebut dimodifikasi sering membahas terkait pendidikan inklusif
kedalam bentuk Silabus dan RPP. peserta didik disekolah saat mengadakan rapat.
berekebutuhan khusus maupun reguler semuanya WKM menambahkan, bahwa GPK di sekolah
sama yaitu menggunakan kurikulum 2013. Kurikulum tidak selalu mendampingi peserta didik dikelas,
tersebut disesuaikan juga dengan kemampuan peserta
karena jumlah dari GPK yang terbatas hal ini tidak
didik, ada juga yang dimodifikasi jika anak tidak
mampu mengikuti kurikulum reguler. Yang sesuai dengan jumlah ABK yang seharusnya
memodifikasi RPP adalah GPK dan bekerjasama oleh ditangani. Satu GPK maksimal menangani 8 orang
Guru Mata Pelajaran. Lebih lanjut, secara keseluruhan anak. WKM juga mengatakan bahwa jika anak
kurikulum di sekolah semuanya reguler karena mengalami kesulitan dalam mata pelajaran saja baru
merupakan sekolah inklusif, namun modifikasi hanya GPK mendampingi, dan pada saat ujian sekolah
terletak pada bagian media pembelajaran saja peserta didik ABK tidak boleh didampingi sama
selebihnya mengikuti RPP reguler. Lebih lanjut, SMA
sekali. Hal ini untuk memupuk kemandirian anak
Negeri 10 Surabaya terdapat tim khusus dalam
pengembangan kurikulum yang menangani tersebut dalam mengerjakan soal.
pengelolaan pembelajaran dan yang terlibat di tahun WKM mengatakan bahwa jumlah GPK di
ini ada 4 (empat) orang yang terdiri dari koordinator SMA Negeri 10 Surabaya masih sangat sedikit
tim dan tiga orang lainnya sebagai anggota. bahkan masih kurang, hal ini sama dengan pernyataan
Kurikulum modifikasi disesuaikan oleh ketunaan oleh WH bahwa sekolah masih membutuhkan
peserta didik selama peserta didik tersebut memiliki tambahan GPK yang professional di bidangnya, WH
IQ di atas 90, misalnya anak yang memiliki hambatan
mengatakan jika seharusnya GPK adalah lulusan S1
penglihatan maka modifikasi dilakukan hanya pada
metode dan media pembelajarannya. Hal ini sama PLB (Pendidikan Luar Biasa) namun di SMA Negeri

8
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

10 Surabaya GPK masih dari jurusan lain yang 4. Manajemen Kelas dan Kegiatan Pembelajaran
mengisi. Lebih lanjut, penerimaan guru dilakukan SMA Negeri 10 Surabaya menggunakan
oleh dinas pendidikan, jika sekolah membutuhkan settingan kelas inklusif, perkelasnya peserta didik
tenaga guru tambahan, sekolah harus mengirim berkebutuhan khusus dibatasi hanya satu orang saja
proposal untuk meminta tenaga pendidik, kemudian agar dalam proses pembelajaran bisa fokus dan GPK
baru dinas pendidikan memberikan tenaga pendidik juga lebih fokus, kalau dikelas jumlah peserta didik
yang dibutuhkan tersebut. Selanjutnya, KPI juga ABK banyak, kasihan GPK nya mengingat jumlah
menjelaskan bahwa guru – guru reguler sudah GPK yang sangat terbatas dan juga GPK tidak semua
memiliki bekal untuk memodifikasi RPP yang sesuai menguasai mata pelajaran. SMA Negeri 10 Surabaya
untuk peserta didik berkebutuhan khusus yang akan menggunakan kelas dengan sistem kelas reguler penuh
disesuaikan oleh kondisi peserta didik tersebut. RPP karena memang seharusnya sekolah inklusif seperti
maupun silabus yang dibuat sesuai dengan apa yang itu. Namun, GPK mengatakan jika peserta didik
diajarkan dikelas dalam settingan kelas inklusif, hal berkebutuhan khusus sedang tidak ingin belajar atau
tersebut juga terlihat bagaimana kerjasama antara GK menggangu teman nya dikelas maka akan di tarik
dan GPK melakukan tugasnya masing – masing saat keruang sumber terkadang kelas juga menggunakan
di kelas inklusif. Hal tersebut sesuai dengan sistem pull out (memisahkan peserta didik dari kelas)
pernyataan dari KPI dan GPK bahwa dikelas GK dan seperti yang di jelaskan oleh GPK untuk di bawa ke
GPK merupakan dari bagian tim inklusif dalam ruang sumber.
pengelolaan pembelajaran. Sehingga pada saat GK Dalam kegiatan pengelolaan pembelajaran
menerangkan materi, GPK akan mendampingi anak untuk mencapai hasil yang maksimal guru mata
sesuai dengan tugasnya dan materi nya pun sama pelajaran dan GPK akan bekerja sama dalam
dengan apa yang diberikan oleh GK, tempat duduk pengelolaan kelas, lebih lanjut, hasil wawancara
peserta didik berkebutuhan khusus juga akan di dengan WKM mengatakan bahwa guru mata pelajaran
letakkan di bangku paling depan di dekat papan tulis, dan GPK bekerjasama dalam hal memodifikasi Silabus
hal ini untuk memudahkan konsentrasi anak dan juga dan RPP, modifikasi tersebut dilakukan sesuai dengan
memudahkan GPK untuk mendampingi materi yang kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus,
sedang dijelaskan oleh GK. Berkaitan mengenai biasanya modifikasi terletak di dalam metode
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, WH pengajaran dan media pembelajaran saja selebihnya isi
mengatakan bahwa tidak ada persyaratan khusus di materi akan tetap sama dengan peserta didik reguler
sekolah untuk tenaga pendidik dan tenaga lainnya. Dalam hal penilaian tidak ada pembedaan
kependidikan, hanya saja terbagi menjadi dua yaitu sedikit pun, penialaian peserta didik berkebutuhan
tenaga pendidik PNS dan non PNS. Selanjutnya untuk khusus dan reguler sama sama menggunakan standar
bagian administrasi kepala koordinatornya harus S1 nilai yang sama. Penialaian akan sama karena
dan keanggotaan admnistrasi yang lain masih merupakan kelas inklusif dan pada awal pendaftaran
honorer, lalu untuk bagian pelaksana urusan harus sudah di assesmen dan identifikasi bahwa IQ peserta
memiliki pengalaman mengajar maksimal lima tahun didik berkebutuhan khusus dengan reguler kurang
dan menyandang gelar S1. Selanjutnya sekolah tidak lebih sama, yang membedakan hanya terletak pada
pernah membuka lowongan rekruitmen tenaga ketunaan fisik saja.
pendidik dan tenaga kependidikan sebab hal tersebut Kurikulum yang digunakan pun adalah
dilakukan melalui pihak Dinas Pendidikan untuk kurikulum 2013 yang dimodifikasi sesuai dengan
ditempatkan disekolah jika sekolah tersebut memang kebutuhan maupun karakteristik peserta didik. Media
membutuhkan. WSP menambahkan bahwasanya pembelajaran digunakan jika anak membutuhkan,
sekolah tiap tahunnya mengadakan workshop dengan biasanya yang membutuhkan media pembelajaran
mengundang pihak dari luar kota seperti malang dan adalah peserta didik tunarungu dan tunanetra, untuk
juga dari SLB (Sekolah Luar Biasa). Dari workshop anak autis ringan dan tunadaksa kebanyakan tidak
tersebut pihak sekolah dan pihak yang di undang menggunakan media pembelajaran.
tersebut bekerjasama dan membahas bagaimana cara
menangani anak berkebutuhan khusus di sekolah 5. Manajemen Sarana dan Prasarana
inklusif, dengan diadakannya workshop rutin tiap Pengadaan alat bantu khusus untuk peserta
tahunnya hal ini dapat menambah wawasan guru – didik berkebutuhan khusus di SMA Negeri 10
guru terkait pendidikan inklusif tersebut. Surabaya itu memang ada, dan semuanya terletak di
ruang sumber. Untuk pengadaannya sendiri alat bantu
khusus tersebut berasal dari dua sumber yakni ada

9
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

yang dari pemerintah dan ada juga yang berasal dari print brile masih direncanakan mengingat terbatasnya
swadaya sekolah, sedangkan alat bantu yang berasal dana yang berada disekolah.
dari orang tua peserta didik tidak ada. Kegunaan ruang
sumber disekolah sudah terlaksana dengan sangat 6. Manajemen Pembiayaan
baik, mulai dari kegiatan keterampilan, kesenian Sumber pembiayaan di sekolah ada tiga aspek
peserta didik berkebutuhan khusus mengerjakan hal yang terlibat yaitu pemerintah, orang tua peserta didik,
tersebut di ruang sumber. Aksesbilitas di sekolah dan keterlibatan masyarakat. Dari pemerintah biasanya
sudah ada contohnya seperti lantai yang menonjol agar berupa operasional sekolah, sarana prasarana maupun
peserta didik khususnya yang memiliki ketunaan gaji guru, sedangkan gaji guru honorer/GTT (Guru
dalam penglihatan dapat berjalan sendiri secara Tidak Tetap) berasal dari dana sekolah. Sedangkan
mandiri, selanjutnya tangga khusus/tangga miring, dana dari orang tua berupa dana mandiri yaitu
kruk, kursi roda untuk peserta didik yang memiliki pembayaran SPP tiap bulan nya sejumlah Rp. 150.000
hambatan fisik seperti tunadaksa. setiap bulan, dari pembayaran SPP tersebut lah gaji
Alat – alat khusus tersebut memang ada dan guru honorer, listrik sekolah, wifi, air ataupun biaya
sudah tersedia dan semuanya berada diruang sumber, tambahan seperti pengadaan sarana prasarana dari
khusus untuk kursi roda di letakkan di dekat gerbang swadaya sekolah berasal. Hal serupa juga disampaikan
sekolah agar jika ada peserta didik yang membutuhkan oleh WH bahwa sebenarnya sekolah kekurangan guru
bisa segera digunakan. Pengadaan alat bantu sekolah pendamping khusus (GPK), yang professional dan
sebagian dari pemerintah dan sebagian lagi dari pihak harus lulusan dari PLB (Pendidikan Luar Biasa)
sekolah sendiri, namun sangat terkendala di biaya jika namun, harus yang PNS karena gaji PNS didapatkan
pihak sekolah yang membelinya, pengadaan dari dari pemerintah, sekolah sulit untuk menerima yang
pemerintah sangat sedikit sedangkan kebutuhan masih status honorer dikarenakan terbatasnya
sekolah sangat banyak, apalagi ketunaan anak dan pendanaan yang berada di dalam sekolah. WH
karakteristiknya berbeda-beda, tentu hal tersebut menambahkan bahwasanya SPP sejumlah Rp. 150.000
membutuhkan banyak tambahan media pembelajaran perbulannya tidak cukup untuk menutupi kebutuhan
maupun sarana prasarana lainnya. Untuk aksesbilitas sekolah, karena tidak semua anak yang bersekolah di
keramik timbul khusus tunanetra terbatas hanya di SMA Negeri 10 Surabaya membayar SPP, sekolah
gedung lama saja, sedangkan di gedung yang baru wajib menerima anak yang kurang mampu, yang biasa
tidak ada sama sekali aksesbilitas hal tersebut disebut peserta didik Mitra Warga. Mitra warga adalah
dikarenakan dalam pengerjaan saat pembangunan anak kurang mampu yang gratis secara keseluruhan
pihak dinas tidak memberitahukan kepada pihak yang dan bebas dari segala pembiayaan yang berada
melakukan pengerjaan bangunan untu diadakan nya disekolah termasuk tidak membayar SPP dan baju
aksesbilitas, karena sudah dari pemerintah memang harus diberikan gratis dari pihak sekolah, biaya
bentuk gedung sekolahnya seperti itu, oleh karena itu terbesar sekolah terletak pada listrik dan sarana
pihak yang mengerjakan gedung tidak berani untuk prasarana serta infrastruktur sekolah. Sedangkan dana
mengubahnya. Aksesbilitas di sekolah masih terbilang dari masyarakat belum ada sama sekali. Namun
kurang karena tidak adanya papan brile di tiap pintu pernyataan tersebut tidak serupa dengan apa yang di
masuk ruangan, hal tersebut sangat dibutuhkan untuk katakan oleh KPI bahwasanya dana bantuan dari
peserta didik yang mengalami hambatan penglihatan masyarakat untuk pendidikan inklusif di sekolah ada,
agar orientasi mobilitas dapat berjalan dengan baik di namun KPI tidak menjelaskannya lagi secara rinci.
sekolah. WSP selanjutnya mengatakan bahwa sarana Terkait pendanaan pendidikan inklusif yang
prasarana di sekolah masih kurang, sekolah dibebankan ke orang tua peserta didik hanya berupa
membutuhkan mesin print brile karena GPK disekolah SPP saja dan tidak ada tambahan biaya lainnya.
belum bisa membaca huruf brile, apalagi saat ujian
sekolah, WSP yang juga merupakan guru fisika 7. Manajemen Hubungan Masyarakat dengan Sekolah
kesulitan jika ingin melakukan penialaian karena WSP Sudah seharusnya pendidikan menjadi
juga tidak tau membaca huruf brile, biasanya WSP tanggung jawab bersama baik dari pemerintah,
memberikan hasil ujian peserta didik tunanetra masyarakat maupun dari pihak sekolah itu sendiri
tersebut ke GPK untuk diterjemahkan, namun GPK karena semua membutuhkan pendidikan oleh kerena
juga memberikannya ke pihak SLB yang bisa diajak itu, atas dasar tanggung jawab tersebut akan
bekerjasama dalam terjemahan huruf brile baru dicapainya hasil dan tujuan yang sama dari semua
kemudian dapat dinilai oleh guru. Pengadaan mesin pihak, di sekolah terdapat komite sekolah yang
memiliki fungsi sebagai supporting, controlling, dan

10
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

bisa juga sebagai motivator. Komite di SMA Negeri dalam satu rombongan belajar minimal satu (1)
10 Surabaya ada yang dari tokoh pendidikan, tokoh peserta didik yang memiliki kelainan untuk setiap
masyarakat, dan juga dari wali murid. Untuk rombongan belajar dan paling banyak sesuai dengan
bekerjasama dengan pihak LSM (lembaga swadaya kekuatan dan daya dukung sekolah. Dengan berbagai
masyarakat KS mengungkapkan belum ada, bahkan pertimbangan ada yang menentukan jumlah
KS menilai bahwa LSM kurang tertarik untuk maksimalnya di bawah standar maksimal pada
bekerjasama tentang dunia inklusif. Sedangkan untuk rombongan belajar satuan pendidikan khusus yaitu
forum khusus antara pihak sekolah dan orangtua ada untuk SD/MI di bawah 5 peserta didik yang memiliki
forum khusus untuk bekerjasama antara orang tua dan kelainan dan untuk SMP/MTs dan
pihak sekolah terkait kebutuhan anak dan SMA/SMK/MA/MAK di bawah 8 peserta didik yang
perkembangan pendidikan anak disekolah. Forum memiliki kelainan. Hal ini sesuai dengan yang
dengan orang tua peserta didik memang terkadang tercantum didalam PERMENDIKNAS Nomor 1 tahun
diadakan, namun berbanding terbalik dengan apa yang 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus pasal
disampaikan oleh KS bahwa forum orang tua dengan 1 yang berbunyi, “standar proses pendidikan khusus
guru – guru tidak ada, tetapi disampaikan secara tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan
individual saja, karena terkadang pihak wali peserta tunalaras mencakup perencanaan proses pembelajaran,
didik tidak dapat hadir dengan alasan sibuk bekerja. dan pengawasan proses pembelajaran”. Dengan hal ini
Hubungan masyarakat dengan sekolah sangat baik hal sekolah dapat menyesuaikan quota peserta didik yang
ini dapat dilihat dari kerjasama antara sekolah dengan diterima dengan tenaga pendidik, sarana prasarana
perguruan tinggi seperti kerjasama dibidang yang tersedia disekolah, maupun kemampuan yang
pendidikan yaitu dengan UINSA, UNESA, dan dimiliki oleh sekolah.
UNAIR. Untuk UNAIR (Universitas Airlangga) Pengaturan ini dalam upaya memberikan
sekolah sering bekerjasama dalam bidang psikologi, layanan yang optimal sesuai dengan kekuatan sekolah
kerjasama tersebut dilakukan pada awal assesmen dan dan dalam upaya pemerataan penyebaran peserta didik
identifikasi, pihak sekolah mendatangkan psikolog berkebutuhan khusus di setiap satuan pendidikan di
yang berasal dari UNAIR, bahwa setiap tahunnya wilayah/daerahnya masing-masing. Ketentuan ini
sekolah selalu bekerjasama dengan pihak UNAIR. perlu diatur dan dipetakan oleh Dinas Pendidikan
Sementara itu untuk penyaluran lulusan disekolah Provinsi yang mempunyai kewenangan untuk
terdapat bimbingan sebelum peserta didik menyelenggarakan pendidikan khusus atau
berkebutuhan khusus akan lulus, biasanya GPK dan menyelenggarakan pendidikan inklusif pada satuan
KPI yang berperan dalam hal ini, apakah anak ingin pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan.
melanjutkan keperguruan tinggi atau tidak bahwa Dalam melaksanakan penerimaan peserta didik
untuk mendaftar ke perguruan tinggi, peserta didik di baru (PPDB) di SMA Negeri 10 Surabaya melalui dua
antar oleh KPI untuk mendaftar untuk memudahkan jalur yakni offline dan online. Dalam penerimaan
pihak universitas mengetahui identifikasi awal peserta peserta didik baru berkebutuhan khusus yang pertama
didik. adalah membentuk panitia peserta didik baru
B. Pembahasan berkebutuhan khusus yang dilengkapi dengan tenaga
1. Manajemen Peserta Didik yang sudah memahami tentang pendidikan inklusif
Berdasarkan data yang diperoleh manajemen dan keberagaman karakteristik peserta didik
peserta didik di SMA Negeri 10 Surabaya menerima berkebutuhan khusus (Werang, 2015: 39). Kemudian,
peserta didik berkebutuhan khusus dengan semua jenis menyusun panduan penerimaan peserta didik baru
ketunaan namun dengan catatan IQ peserta didik yang menyertakan atau mengakomodasi peserta didik
tersebut tidak kurang dari angka 90 sehingga dapat baru yang memiliki kebutuhan khusus atau yang
mengikuti pembelajaran dengan baik dan setara memiliki kelainan, yang ketiga persyaratan dan
dengan peserta reguler lainnya. Penerimaan peserta mekanisme penerimaan peserta didik berkebutuhan
didik berkebutuhan khusus pada setiap satuan khusus perlu disusun pada pedoman penerimaan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan peserta didik baru untuk setiap tahun pelajaran, yang
inklusif perlu mempertimbangkan sumber daya yang keempat setiap calon peserta didik baru ketika
dimiliki oleh sekolah. Satuan pendidikan tersebut mendaftar harus menyerahkan/melampirkan hasil
harus mengalokasikan kursi peserta didik (quota) pemeriksaan dokter umum/dokter spesialis mata untuk
paling sedikit 1 (satu) peserta didik yang memiliki calon peserta didik yang memiliki hambatan dibagian
kelainan dalam satu rombongan belajar yang akan penglihatan (tunanetra), atau yang memiliki gangguan
diterima. Quota peserta didik yang memiliki kelainan kecerdasan (tunagrahita) harus

11
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

menyerahkan/melampirkan hasil pemeriksaan IQ dari damping Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari
psikolog. Selanjutnya, sekolah penyelenggara sekolah asal, dan orang tua calon peserta didik, karena
pendidikan inklusif menerima peserta didik orang tua peserta didik berkebutuhan khusus adalah
berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sosok yang lebih awal memahami kondisi anaknya.
sumber daya yang dimiliki sekolah dan Hal ini merupakan sumber data atau informasi utama
mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik bagi seorang guru dalam upaya memahami
berkebutuhan khusus. Jika peserta didik baru yang keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan
akan diterima di sebuah sekolah/satuan pendidikan khusus agar dapat memberikan sesuatu atau keputusan
adalah lima (5) rombongan belajar maka minimal yang tepat untuk setiap anak sesuai dengan
sekolah tersebut harus menerima 5 peserta didik yang kebutuhannya (Kustawan, 2012: 53). Dalam
berkebutuhan khusus. Ketika berdasarkan kekuatan komponen-komponen keberhasilan pendidikan
sumber daya yang ada dan menjadi sebuah keputusan inklusif perlunya koordinasi dari berbagai banyak
sekolah bahwa setiap rombongan belajar maksimal factor yang berkaitan dengan lingkungan, sistem
akan menerima 5 rombongan belajar dikali 3 peserta dukungan, peran orangtua, sekolah khusus (SLB), dan
didik berkebutuhan khusus yaitu sama dengan 15 juga pemerintah. Beberapa komponen terkait dengan
peserta didik berkebutuhan khusus. Selanjutnya, dalam lingkungan sekitar juga sangat menentukan bagi
penerimaan peserta didik baru perlu melaksanakan keberhasilan peserta didik berkebutuhan khusus dalam
assesmen (assesmen awal) dalam upaya penjaringan menjalankan aktivitas pembelajaran sesuai dengan
dan penempatan peserta didik berkebutuhan khusus tujuan yang hendak dicapai (Ilahi Takdir, 2013: 184).
sehingga sekolah seawal mungkin mengetahui 2. Manajemen Kurikulum
kekuatan, kelemahan, kebutuhan dan baseline (standar SMA Negeri 10 Surabaya menggunakan
awal) peserta didik berkebutuhan khusus tersebut kurikulum K13 atau kurikulum 2013 yang bersifat
(Kustawan, 2012: 53-54). Assesmen pendidikan di fleksibel dan dapat dimodifikasi serta dikembangkan
sekolah inklusif pada peserta didik berkebutuhan dalam bentuk silabus dan RPP maupun dalam bentuk
khusus adalah merupakan proses sistematis pengajuan PPI. Pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional
pertanyaan tentang perilaku belajar peserta didik untuk Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif
tujuan penempatan kelas dan instruksi pada proses bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan
pembelajaran ( Wallace & McLoughlin, 1979: 79 ). memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
Dinas Pendidikan Jawa Timur dalam dijelaskan bahwa satuan pendidikan penyelenggara
pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pendidikan inklusif menggunakan kurikulum tingkat
Manajemen Pengelolaan SMA dan SMK, dan Sekolah satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan
Luar Biasa (SLBN) Negeri di wilayah Provinsi Jawa dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat,
Timur dalam Proses penerimaan peserta didik jalur minat, dan potensinya. Kemudian lebih lanjut, bahwa
inklusif memiliki persyaratan khusus dimana peserta pembelajaran perlu mempertimbangkan prinsip-
didik harus memenuhi syarat berupa pemenuhan prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan
berkas seperti pengisian Formulir Pendaftaran, karakteristik belajar peserta didik, dan begitu juga
Fotocopy SKHU, Fotocopy Raport, Fotocopy dengan penilaian, dijelaskan bahwa penilaian hasil
Psikotes, Fotocopy KSK, Fotocopy Akta Lahir, Foto belajar mengacu pada kurikulum yang bersangkutan.
3x4, NISN, dan khusus untuk calon peserta didik Bagi peserta didik yang mengikuti pembelajaran
berkebutuhan khusus yang mendaftar di jalur inklusif Berdasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai
terdapat persyaratan tambahan yaitu yang pertama dengan standar nasional pendidikan dan di atas standar
adalah bagi peserta didik yang mengalami hambatan nasional pendidikan wajib mengikuti ujian nasional.
berat, maka peserta didik disarankan mendaftar ke Bagi peserta didik yang mengikuti pembelajaran
SLB, yang kedua peserta didik melampirkan hasil Berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah
assesmen awal (assesmen fisik/Psikologis, Akademik, standar nasional pendidikan nasional pendidikan maka
Fungsional, Sensori dan Motorik) yang dikeluarkan akan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh
oleh lembaga Psikologi atau ahli yang berwenang, satuan pendidikan yang bersangkutan (Kustawan,
kemudian yang ketiga adalah prioritas diberikan 2012: 54-55).
kepada peserta didik berkebutuhan khusus yang Kurikulum merupakan bagian penting dari
tempat tinggalnya paling dekat dengan sekolah setiap perencanaan pendidikan yang memengaruhi
penyelenggara pendidikan inklusif tanpa membedakan arah serta tujuan peserta didik di dalam lembaga
status ekonomi dan ketunaan/kekhususannya. Saat pendidikan. Arah dan tujuan pendidikan yang hendak
pendaftaran di SMA Negeri 10 Surabaya anak harus di dicapai tidak bisa terlaksana dengan sendirinya tanpa

12
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

adanya perencanaan yang matang dan strategi 3. Manajemen Tenaga Pendidik dan Tenaga
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kecerdasan Kependidikan
peserta didik. Kurikulum merupakan komponen Hasil penelitian menemukan bahwa standar
penting pada lembaga pendidikan formal yang pendidik dan tenaga kependidikan di SMA Negeri 10
digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi Surabaya adalah memiliki kriteria khusus yakni
pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun
pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil mental, serta pendidikan prajabatan dan kelayakan
pendidikan (S. Nasution dalam Ilahi Takdir, 2013: fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan
168). sekolah juga harus siap mengelola kelas yang (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 7).
heterogen dengan menerapkan kurikulum dan Selanjutnya, standar pendidik akan menentukan
pembelajaran yang bersifat individual, maupun kualifikasi setiap guru sebagai tenaga professional
kelompok (Mudjito, et all, 2012: 36). yang dapat menunjang keberhasilan pencapaian tujuan
Dari hasil data ditemukan bahwa terdapat tiga pendidikan. Asumsi yang mendasarinya adalah standar
prinsip dalam suatu kurikulum. Pertama, harus mampu proses hanya mungkin dapat dilaksanakan manakala
meningkatkan peserta didik pada setiap jenjang guru memiliki kualifikasi tertentu. Dengan demikian,
sekolah. Kedua, harus menjadikan kehidupan aktual tidak setiap orang bisa menjadi guru. Jabatan guru
peserta didik kearah perkembangan dalam satu hanya dapat dipegang oleh orang yang telah memiliki
kehidupan yang integral. Ketiga, mengembangkan kualifikasi tertentu (Sanjaya Wina, 2013: 8).
aspek kreatif kehidupan sebagai sebuah uji coba atas Lebih lanjut, setiap sekolah penyelenggara
keberhasilan sekolah peserta didik sehingga mampu pendidikan inklusif seyogyanya mempunyai pendidik
berkembang dalam mengembangkan potensi dirinya dan tenaga kependidikan yang memenuhi standar
(Kilpatrick, 1971: 77). kualifikasi akademik dan kompetensi. Di samping
Dari hasil penelitian menemukan bahwa kepala sekolah, wakil kepala sekolah sesuai
prinsip pendidikan yang disesuaikan pada satuan bidangnya, guru kelas, guru mata pelajaran, guru
pendidikan umum dalam setting pendidikan inklusif bimbingan dan konseling, tenaga administrasi, tenaga
menyebabkan adanya tuntutan dan penyesuaian yang kebersihan sekolah, penjaga sekolah dan tenaga
besar terhadap guru maupun kurikulum disekolah lainnya alangkah lebih baik jika sekolah
tersebut. Untuk mengimplementasikannya maka penyelenggara pendidikan inklusif mempunyai guru
perlunya penyusunan kurikulum yang fleksibel yaitu yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
dengan adannya penyesuaian-penyesuaian pada pendidikan khusus.
komponen kurikulum seperti pada tujuan, isi, atau Guru pendidikan khusus adalah guru yang
materi, proses dan evaluasi serta penilaian (Kustawan, memiliki kualifikasi akademiik minimum (D-IV) atau
2012: 58-59). sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi dengan
Selanjutnya, dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 program pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat 2 (PLB). Guru yang berlatar belakang kualifikasi
perlu adanya pertimbangan serta keputusan yang akademik tersebut banyak diangkat menjadi pegawai
sesuai dalam pengaplikasian kurikulum. Di SMA negeri sipil atau non pegawai negeri sipil pada Sekolah
Negeri 10 Surabaya terdapat tim khusus yang Luar Biasa. Tersedianya pendidik dan tenaga
mengembangkan Silabus dan RPP. Khusus untuk kependidikan yang memadai di sekolah penyelenggara
model kurikulum program pembelajaran individual pendidikan inklusif merupakan kebutuhan yang krusial
(PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang dalam penyelenggara pendidikan. Pemerintah
dan melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, Kabupaten/Kota maupun Provinsi memegang peranan
kepala sekolah, orangtua, dan tenaga ahli yang lain penting dalam upaya menyediakan pendidik dan
yang terkait. Model ini diperuntukkan pada peserta tenaga kependidikan di sekolah penyelenggara
didik yang mempunyai hambatan belajar yang tidak pendidikan inklusif. Di sekolah penyelenggara
memungkinkan untuk mengikuti proses belajar pendidikan inklusif perlu disediakan Guru
Berdasarkan kurikulum reguler. Peserta didik Pembimbing Khusus (GPK) seperti dijelaskan
berkebutuhan khusus seperti ini dapat dikembangkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70
potensi belajarnya dengan menggunakan PPI dalam Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta
setting kelas reguler, sehingga mereka bisa mengikuti Didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
proses belajar sesuai dengan fase perkembangan dan kecerdasan dan/atau bakat istimewa menyebutkan
kebutuhannya (Mudjito, et all, 2012: 226-227). bahwa Pemerintah kabupaten/kota perlu menyediakan
paling sedikit 1 (satu) orang guru pembimbing khusus

13
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

(GPK) pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk sekolah, dinas pendidikan kabupaten/kota/ Provinsi
menyelenggarakan pendidikan inklusif (Kustawan, dan pihak terkait lainnya (Kustawan, 2012: 76).
2012: 74). Pentingnya GPK di sekolah penyelenggara Hal ini diperjelas dalam Journal of Teacher
pendidikan inklusif sesuai dengan Pasal 41 PP Nomor Education, Toni R. Van Laarhoven, Dennis D. Munk,
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Kathleen Lynch, Julie Bosma & Joanne Rouse (2007)
yang berbunyi, “ Setiap satuan pendidikan yang dalam jurnalnya yang berjudul “A Model for
melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki Preparing Special and General Education Preservice
tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi Teachers for Inclusive Education” mengutip bahwa
menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dimana guru pendidikan khusus dan umum bergabung
dengan kebutuhan khusus.” Pemerintah Provinsi dalam proyek sukarela yang menampilkan kurikulum
melakukan koordinasi perencanaan, pengadaan, dan dan meningkatkan pengalaman guru dikelas inklusif.
pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan Sebuah inisiatif lebih umum untuk meningkatkan dan
untuk membantu sekolah penyelenggara pendidikan melibatkan guru didalam program dan pengalaman
inklusif. Bagi sekolah umum dan sekolah kejuruan bidang baru (Strawderman & Lindsey, 1995).
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif dan Selanjutnya, dari data hasil penelitian yang di
belum memiliki guru pembimbing khusus perlu dapatkan bahwa GPK di SMA Negeri 10 Surabaya
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi hanya ada 7 orang, yang memiliki latar pendidikan
dan/atau Lembaga Pendukung Pendidikan untuk luar biasa hanya 1 (satu) orang saja. Dengan jumlah
pengadaan guru pembimbing khusus. tersebut sekolah menganggap masih membutuhkan
Mengenai Guru Pembimbing Khusus pada tenaga pendidik yang professional dan dari latar
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 belakang pendidikan luar biasa agar dapat dengan baik
Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dalam hal menangani peserta didik berkebutuhan
dan Pengawasan Satuan Pendidikan dijelaskan bahwa khusus. Jumlah tersebut dianggap masih kurang,
beban mengajar Guru Pembimbing Khusus pada namun setidaknya sekolah telah andil dalam mengikuti
satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Pasal 10 Ayat 1.
inklusif paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam Satu orang GPK menangani 4 orang peserta didik
1 (satu) minggu. GPK tidak melakukan pendampingan berkebutuhan khusus yang ada di sekolah. Guru
pembelajaran secara penuh di kelas reguler, karena memiliki peranan penting dalam hal memajukan
dibatasi hanya 6 jam saja tiap satu minggunya, semua aspek dari proses pendidikan inklusif
sesekali GPK mendampingi peserta didik (UNESCO, 2005) guru memiliki kekuatan untuk
berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan mata menilai peserta didik melalui pengetahuan yang
pelajaran tertentu saja, jika memang sangat dimiliki, keterampilan, sikap, serta keyakinan maupun
dibutuhkan, jika anak masih bisa maka tidak perlu nilai-nilai dan dengan kualitas serta tindakan yang
adanya pendampingan dari GPK. Pendampingan GPK dimiliki oleh guru tersebut termasuk keahlian
biasanya dilakukan di ruang sumber agar tetapi bisa pedagogi mereka (Pendidikan Queensland, 2001;
fokus (Robyn Robinson & Suzane Carrington, 2002). Hayes, Mills, Christie, & Lingard, 2006; Kearney,
Tugas GPK yaitu menyusun program 2011). Keberadaan guru yang berkualitas di dalam
pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata sekolah penyelenggara pendidikan inklusif merupakan
pelajaran, melaksanakan program pembimbingan bagi salah satu factor berkualitasnya prestasi belajar peserta
guru kelas dan guru mata pelajaran, memonitor dan didik di sekolah inklusif (Zarghami, schnellert Gary,
mengevaluasi program pembimbingan bagi guru kelas 2004: 89).
dan guru mata pelajaran, memberikan bantuan 4. Manajemen Kelas dan Kegiatan Pembelajaran
professional dalam penerimaan, identifikasi, assesmen, Berdasarkan dari hasil penelitian dan data
prevensi, intervensi, kompensatoris dan layanan yang di dapatkan bahwa dalam proses pembelajaran
advokasi peserta didik, memberikan bantuan peserta didik di SMA Negeri 10 Surabaya
professional dalam melakukan pengembangan menggunakan kelas reguler penuh yang didalamnya
kurikulum, program pendidikan individual, terdapat peserta didik reguler maupun peserta didik
pembelajaran, penilaian, media dan sumber belajar berkebutuhan khusus agar mereka dapat saling
serta sarana dan prasarana yang aksesibel, menyusun berinteraksi dan menghargai satu sama lain. Hal ini
laporan program pembimbingan bagi guru kelas dan sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20
guru mata pelajaran, melaporkan hasil pembimbingan Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
bagi guru kelas dan guru mata pelajaran kepada kepala disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

14
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

manusia yang beriman, berilmu, cakap, kreatif, pembelajaran guru mata pelajaran mampu
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis menyampaikan pembelajaran yang mengacu kepada
dan bertanggung jawab. standar proses, standar proses adalah standar nasional
Jadi, melalui pendidikan, peserta didik pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
berkelainan dibentuk menjadi warganegara yang pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk
demokratis dan bertanggung jawab, yakni individu mencapai standar kompetensi lulusan (PP No. 19
yang mampu menghargai perbedaan serta Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6). Melalui standar
berpartisipasi dalam masyarakat. Betapapun kecilnya, proses inilah setiap satuan pendidikan diatur
mereka harus diberi kesempatan berteman dengan bagaimana seharusnya berlangsung dan standar proses
teman sebayanya (Suyanto, Mudjito, 2012: 32). Dalam merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakan
kelas inklusif guru berperan sebagai manajer utama tugas mengajaranya. Lebih lanjut, Pemberian tugas
dalam merencanakan, mengorganisasikan, sudah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
mengaktualisasikan, dan melaksanakan pengawasan peserta didik berkebutuhan khusus tidak ada
atau supervise kelas (Karwati & Priansa, 2014: 5). perbedaan dengan peserta didik reguler lainnya begitu
Selanjutnya, ruang kelas adalah tempat dimana rasa juga dengan pemberian penialaian (Kindsvatter, Wilen
komunitas dibangun, beragam kontribusi dirangkul, & Ishler dalam Tampubolon, 2015: 89). Penilaian
perbedaan yang menekankan dengan kelas inklusif hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusif
serta dimana pembelajaran dipandang sebagai mengacu pada kurikulum yang digunakan, peserta
membangun pengetahuan dengan orang lain, didik yang mengikuti pembelajaran Berdasarkan
pencapaian kunci dalam sekolah dan ruang kelas kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar
(Carrington Suzzane & MacArthur Jude, 2012: 272). nasional pendidikan atau di atas standar nasional
Lebih lanjut, peserta didik dapat belajar pendidikan wajib mengikuti ujian nasional, peserta
dengan baik jika mereka kreatif, aktif dan kegiatannya didik yang memiliki kelainan dan mengikuti
Berdasarkan pada pengalaman peserta didik. Guru pembelajaran Berdasarkan kurikulum yang
yang mengetahui dan memahami keadaan ini dapat dikembangkan di bawah standar nasional pendidikan
dengan mudah memasukannya ke dalam perencanaan mengikuti ujian yang di selenggrakan oleh satuan
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada setting pendidikan yang bersangkutan, peserta didik yang
pendidikan inklusif perencanaan pembelajaran yang menyelesaikan pendidikan dan lulus ujian mendapat
kreatif dan aktif Berdasarkan pengalaman, kondisi dan ijazah yang blankonya di keluarkan oleh pemerintah,
kemampuan peserta didik bukanlah tambahan tetapi sementara peserta didik yang memiliki kelainan dan
diperlukan oleh semua peserta didik termasuk peserta menyelesaikan pendidikan Berdasarkan kurikulum
didik berkebutuhan khusus. Kurikulum sekolah umum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di bawah
ataupun kejuruan penyelenggara pendidikan inklusif standar nasional pendidikan mendapatkan surat tanda
adalah kurikulum yang dilakukan penyesuaian dan tamat belajar yang blankonya di buat oleh sekolah
modifikasi sesuai dengan hambatan dan kebutuhan (Suyanto, AK Mudjito, 2012: 47-48). Dalam setting
peserta didik berkebutuhan khusus. Penyesuaian dan kelas inklusif semua pihak yang terkait sangat
modifikasi tersebut meliputi penyesuaian cara, media, berperan penting. Orang tua, konselor, para guru,
materi, dan penilaian pembelajaran (Kustawan, 2012: diharapkan dapat bekerja dengan sukses untuk peserta
60). didik berkebutuhan khusus yang karakteristiknya
Dari hasil penelitian bahwa pembelajaran berbeda – beda serta memiliki keberagaman
dikelas dilakukan dengan sangat baik oleh guru mata budayanya akan menemukan bantuan sebagaiamana
pelajaran maupun GPK yang mendampingi peserta yang ditawarkan, gunakan para tenaga pendidik yang
didik berkebutuhan khusus saat itu. Guru mata mengajarkan anak-anak dengan keberagaman budaya,
pelajaran mampu mengelola kelas serta menyamakan bantu mereka mengembangkan pertanyaan, dan sikap
hak peserta didik reguler dan ABK. Peserta didik introspeksi, bantu mereka memahami dan
berkebutuhan khusus dalam kelas diharuskan untuk menyelesaikan masalah yang mereka temui, bantu
menempati bangku paling depan agar fokus dalam mereka mengelola tekanan kelompoknya, berikan
belajar. Dalam kegiatan belajar di kelas reguler dengan kesempatan pada mereka untuk mengembangkan
cara penggabungan, peserta didik berkebutuhan pilihan-pilihan karirnya (Fraiser, Colangelo, Zaffrann
khusus lebih memiliki kemajuan prestasi belajar dalam Mudjito et all, 2012: 168). Dalam melakukan
dibandingkan jika di kelas khusus (Dunn dalam J. pembelajaran di kelas setting inklusif dibutuhkan guru
David Smith, 1998: 15). Selanjutnya, dalam hasil yang professional dan mengetahui persis bagaimana
penelitian dan data yang di dapatkan saat pelaksanaan cara menghadapi/mengajar peserta didik berkebutuhan

15
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

khusus serta mampu menyeimbangi dengan peserta sekolah, toilet, tangga, lingkungan sekitar sekolah dan
didik reguler lainnya, oleh karena itu, SMA Negeri 10 tanda-tanda khusus sekolah. Aksesbilitas non fisik
Surabaya biasa mengadakan pelatihan ataupun misalnya buku dalam huruf Braille bagi peserta didik
seminar tentang cara mengajar peserta didik yang mempunyai gangguan kurang penglihatan/Low
berkebutuhan khusus di kelas setting inklusif, yang vision, bahasa isyarat bagi peserta didik yang memiliki
mengikikuti seminar tersebut bukan hanya guru saja, hambatan pendengaran, serta sikap guru yang
tapi semua elemen tenaga pendidik yang ada disekolah disesuaikan dengan kebutuhan khusus peserta didik
dan narasumber berasal dari pakar pendidikan inklusif dalam kegiatan pembelajaran. Lebih lanjut,
maupun dari sekolah luar biasa, peranan orangtua juga Wahyuningrum (dalam Ilahi, 2012: 186) menyatakan
tidak kalah penting untuk menjadi pembimbing bagi sarana-prasarana merupakan wahana strategis untuk
anaknya yang mengalami berkebutuhan khusus mempermudah pelaksanaan setiap kegiatan. Sarana
(Karnes, Schwedel, Lewis dalam Mudjito et all, 2012: prasarana di bagi menjadi dua bagian yaitu, fasilitas
169). fisik dan fasilitas uang. Sarana pendidikan adalah
semua perangkat peralatan, bahan dan perabot yang
5. Manajemen Sarana dan Prasarana langsung digunakan dalam proses pendidikan di
Berdasarkan data dari hasil penelitian yang sekolah (Bafadal, 2003: 2).
terkait manajemen sarana dan prasarana di SMA Di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
Negeri 10 Surabaya bahwa standar sarana dan harus menyiapkan media pembelajaran dan peralatan
prasarana di SMA Negeri 10 Surabaya sudah cukup khusus yang disesuaikan kebutuhan peserta didik.
baik, standar nasional pendidikan yang berkaitan Nana Sujana (dalam Ilahi, 2012: 175), merumuskan
dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat nilai urgenitas dari media dalam pembelajaran. Lebih
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, lanjut, dalam Instructional Media and Technologies
laboratorium, tempat bermain, kantin, serta sumber For Learning memberikan rumusan mendasar tentang
belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses kontribusi media pembelajaran. Pertama, penyampaian
pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi pesan pembelajaran dapat lebih terstandar. Kedua,
informasi dan komunikasi PP No. 19 Tahun 2005 Bab pembelajaran dapat lebih menarik. Ketiga,
1 Pasal 1 Ayat 8. Standar sarana prasarana merupakan pembelajaran lebih interaktif. Keempat, kualitas
standar yang cukup penting karena standar proses pembelajaran lebih meningkat. Kelima, proses
pendudikan hanya mungkin dapat dilakukan manakala pembelajaran dapat berlangsung kapan pun dan di
ada standar sarana yang memadai (Sanjaya Wina, tempat mana pun diperlukan. Keenam, peran guru
2013: 8-9). berubah kearah yang positif (Kemp, Dayton, 1996:
Selanjutnya, alat khusus bagi peserta didik 24). Selanjutnya, untuk pengadaan sarana prasarana di
berkebutuhan khusus di sekolah sudah ada meskipun SMAN 10 Surabaya sedikit demi sedikit mulai di
masih terbatas dikarenakan kekhususan peserta didik lakukan, apa yang kurang akan di tambahkan
yang heterogen. Sarana dan prasarana harus memenuhi mengingat pembiayaan untuk pembelian sarana
persyaratan Standar Nasional Nomor 24 Tahun 2007 prasarana untuk sekolah sangat terbatas. Untuk
tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah
Dasar dan Menengah. Selanjutnya, sarana dan harus mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan
prasarana di sekolah penyelenggara pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 Tentang Sarana dan
inklusif harus aksesibel bagi semua peserta didik Prasarana Pendidikan (Werang, 2015: 142).
khususnya peserta didik berkebutuhan khusus.
Menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang 6. Manajemen Pembiayaan
penyandang cacat, aksesbilitas adalah kemudahan Berdasarkan dari data hasil penelitian bahwa
yang disediakan bagi penyandang cacat guna manajemen pembiayaan yang ada di SMA Negeri 10
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala Surabaya bersumber dari pemerintah, pemerintah
aspek kehidupan dan penghidupan yang bertujuan memberikan dana ke sekolah secara berkala.
yaitu untuk mewujudkan kemandirian bagi semua Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
orang termasuk yang memiliki hambatan fisik Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan,
(Kustawan Dedy, 2012: 80-81). Jenis aksesbilitas ada biaya penyelenggaraan ataupun pengelolaan
dua yaitu aksesbilitas fisik dan non fisik. Aksesbilitas pendidikan adalah biaya investasi dan operasi. Lebih
fisik misalnya jalan menuju sekolah, halaman sekolah, lanjut, biaya investasi berupa penyediaan sarana dan
ruang kelas, pintu ruang kelas, koridor kelas, prasarana, pengembangan SDM serta modal kerja
perpustakaan, laboratorium, arena olahraga, taman tetap. Sedangkan biaya operasi yaitu gaji pendidik dan

16
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

tenaga kependidikan, serta segala tunjangan yang di butuhkan (Garnida Dadang, 2015: 99).
melekat pada gaji, bahan atau peralatan habis pakai, Penyelenggaraan pendidikan inklusif memerlukan
dan biaya operasi pendidikan tak langsung contohnya partisipasi anggota masyarakat dan pihak ketiga yang
seperti air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana tidak mengikat. Melalui kerjasama ini masyarakat dan
prasarana (Garnida, 2015: 97). pihak ketiga atau donator diharapkan dengan sukarela
Khusus untuk sekolah penyelenggara memberikan perhatian, pengorbanan, dan kerjasama
pendidikan inklusif, kebutuhan pembiayaan sangat untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
banyak dan beragam. Sekolah di tuntut untuk pendidikan (Kustawan Dedy, 2012: 99-100).
melengkapi alat khusus seperti kursi roda, kruk, riglet, Sementara itu, di sekolah sudah ada kerjasama yang
mesin print Braille, maupun infrastruktur sekolah yang terlihat antara masyarakat dengan sekolah. Kerjasama
ramah bagi peserta didik berkebutuhan khusus serta dengan pihak terkait seperti psikolog, maupun
aksesibel, dan sekolah juga harus menyediakan media perguruan tinggi untuk penyaluran peserta didik yang
pembelajaran yang sesuai dengan hambatan yang telah lulus sudah berjalan dengan baik. Hubungan
dimiliki oleh peserta didik. Pada awal proses masyarakat dengan sekolah sangat baik hal ini dapat
penerimaan peserta didik baru harus di lakukan dilihat dari kerjasama antara sekolah dengan
assesmen dan identifikasi terhadap anak agar guru perguruan tinggi seperti kerjasama dibidang
mengetahui penempatan dan instruksi yang harus pendidikan yaitu dengan UINSA, UNESA, dan
dilakukan (Wallace & McLoughlin, 1979: 79). UNAIR. Untuk UNAIR (Universitas Airlangga)
Pembiayaan penyelenggara sekolah inklusif sekolah sering bekerjasama dalam bidang psikologi,
menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, kerjasama tersebut dilakukan pada awal assesmen dan
Masyarakat, dan Orang tua. Khusus untuk sekolah identifikasi.
inklusif pembiayaan tambahan sangat diperlukan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama
seperti pengadaan media pembelajaran yang sesuai antara sekolah, masyarakat dan pemerintah. Ketiganya
dengan kebutuhan peserta didik, pengadaan ruang harus saling berkaitan dan bekerjasama dalam
sumber, kurikulum modifikasi, serta identifikasi dan mencapai hasil yang diinginkan. Oleh sebab itu, para
assesmen yang bekerjasama dengan psikolog juga Pembina dan pelaksana pendidikan harus
memerlukan biaya tambahan. Oleh sebab itu, sekolah memberdayakan masyarakat agar berpartisipasi dan
tidak bisa hanya mengandalkan bantuan dana dari berperan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.
pemerintah saja, sekolah memerlukan partisipasi dari Partisipasi seperti perencanaan, penyediaan tenaga
masyarakat dan juga dari pihak orang tua, khusus ahli/professional, pengambilan keputusan, pelaksanaan
untuk orang tua, sekolah membebankan biaya pembelajaran dan evaluasi, pendanaan, pengawasan
tambahan seperti SPP (Sumbangan Pendanaan dan penyaluran lulusan serta orang yang berperan
Pendidikan) yang di bayar tiap bulan nya untuk didalamnya seperti komite sekolah, dewan pendidikan,
memperkuat pendanaan di sekolah. Karena forum-forum pemerhati pendidikan inklusif sangatlah
keterlibatan penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan
lepas dari bantuan pemerintah, orang tua, dan inklusif (Pedoman Umum Penyelenggaraan Inklusif,
masyarakat yang memiliki peran penting untuk ikut 2011: 32).
serta dalam memajukan pendidikan inklusif (Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem PENUTUP
Pendidikan Nasional Pasal 46 Ayat 1). Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa.
7. Manajemen Hubungan Masyarakat dengan Sekolah 1. Manajemen Peserta Didik
Berdasarkan dari data hasil penelitian bahwa Manajemen peserta didik yang pertama yaitu
di SMA Negeri 10 Surabaya terdapat komite sekolah penerimaan peserta didik yang semua peserta didik
yang berfungi sebagai supporting, controlling, dan bisa berkebutuhan khusus memiliki kesempatan yang
juga sebagai motivator. Sudah seharusnya pendidikan sama namun dengan catatan harus sesuai dengan
menjadi tanggung jawab bersama baik dari aturan penerimaan peserta didik yang berada di
pemerintah, masyarakat maupun dari pihak sekolah itu sekolah tersebut, kemampuan peserta didik, serta
sendiri karena semua membutuhkan pendidikan oleh kuota yang tersedia dan perlu mempertimbangkan
kerena itu, atas dasar tanggung jawab tersebut akan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Peserta didik
dicapainya hasil dan tujuan yang sama dari semua yang diterima di dahulukan yang lokasi rumahnya
pihak. Partisipasi dan keikusertaan peran masyarakat terdekat dari sekolah, serta memiliki inteligensi yang
dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif sangatlah masih bisa untuk di didik. Pada saat proses

17
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

pendaftaran peserta didik berkebutuhan khusus calon mengirim proposal untuk meminta tenaga pendidik ke
peserta didik, orang tua, dan GPK asal sekolah dinas pendidikan. Selanjutnya, berkaitan mengenai
sebelumnya harus ikut serta, hal ini untuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, tidak ada
mempermudah proses assesmen dan identifikasi. persyaratan khusus di sekolah untuk tenaga pendidik
Dalam melaksanakan penerimaan peserta didik baru dan tenaga kependidikan hanya saja terbagi menjadi
(PPDB) di SMA Negeri 10 Surabaya terdapat dua dua bagian yaitu PNS dan Non PNS. Selanjutnya,
jalur yaitu offline dan online. Peserta didik untuk bagian admnistrasi kepala coordinator harus
berkebutuhan khusus mendaftar di jalur offline. Jalur menyandang gelar S1, untuk bagian pelaksana urusan
pendaftaran peserta didik berkebutuhan khusus sama harus memiliki pengalaman mengajar maksimal lima
dengan jalur reguler yakni mengisi kelengkapan tahun dan menyandang gelar S1.
berkas-berkas pendaftaran, setelah itu proses 4. Manajemen Kelas dan Kegiatan Pembelajaran
assesmen dan identifikasi yang di tangani oleh panitia SMA Negeri 10 Surabaya menggunakan kelas
pendaftaran tim inklusif. dengan sistem settingan kelas inklusif dengan kelas
2. Manajemen Kurikulum reguler penuh. Terkadang juga dilakukan pull out jika
SMA Negeri 10 Surabaya menggunakan anak mengalami bosan belajar dikelas atau kegiatan
kurikulum 2013 (K13) yang bersifat fleksibel dan lain maka akan di tarik ke ruang sumber. Peserta didik
dapat dimodifikasi dan kemudian di kembangkan ke berkebutuhan khusus dibatasi hanya satu orang saja
dalam bentuk silabus dan RPP yang disesuaikan perkelas agar pembelajaran dapat lebih fokus.
dengan kemampuan peserta didik berkebutuhan Selanjutnya, GPK dan guru mata pelajaran
khusus. Modifikasi RPP dilakukan oleh GPK yang bekerjasama dalam hal modifikasi RPP, modifikasi
bekerjasama oleh guru mata pelajaran, modifikasi dilakukan Berdasarkan kemampuan peserta didik
RPP terletak pada media pembelajaran. Terdapat juga berkebutuhan khusus, modifikasi biasanya terletak
program pembelajaran individual (PPI) yang pada metode pembelajaran serta media pembelajaran,
dikembangkan bersama tim khusus yang melibatkan penyesuaian cara mengajar, materi, dan penilaian
guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru mata
orangtua, dan tenaga ahli yang lain yang terkait. pelajaran serta GPK yang mendampingi peserta didik
Model ini diperuntukkan pada peserta didik yang berkebutuhan khusus sudah sangat baik, guru mata
mempunyai hambatan belajar yang tidak pelajaran mampu mengelola kelas serta menyamakan
memungkinkan untuk mengikuti proses belajar hak peserta didik reguler dan ABK. Peserta didik
Berdasarkan kurikulum reguler. berkebutuhan khusus diharuskan untuk menempati
3. Manajemen Tenaga Pendidik dan Tenaga bangku paling depan dikelas agar lebih fokus dalam
Kependidikan belajar.
Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di 5. Manajemen Sarana dan Prasarana
SMA Negeri 10 Surabaya sebagian besar sudah Sarana dan prasarana di SMA Negeri 10
mengenal inklusif itu seperti apa dikarenakan sering Surabaya sudah cukup baik, sudah tersedia kursi roda,
diadakan nya seminar maupun pelatihan untuk semua kruk, tangga miring, lantai timbul, media
staff keguruan. Bagi guru khusus yang akan pembelajaran, infrastruktur yang aksesibel untuk
menangani peserta didik berkebutuhan khusus harus peserta didik berkebutuhan khusus serta ramah
memiliki kriteria khusus yaitu professional di lingkungan bagi peserta didik reguler lainnya.
bidangnya dan harus lulusan pendidikan luar biasa. Pengadaan sarana prasarana mulai di adakan sedikit
Selanjutnya, sekolah juga memiliki Guru Pembimbing demi sedikit, sarana prasarana di sekolah dinilai
Khusus (GPK) yang memiliki peran pendampingan masih kurang dikarenakan peserta didik yang
bagi peserta didik berkebutuhan khusus saat proses jumlahnya banyak serta memiliki karakteristik serta
pembelajaran, pembimbingan akan dilakukan saat kebutuhan yang heterogen, hal tersebut
peserta didik mengalami kesulitan saat proses mengakibatkan banyak nya sarana prasarana yang
pembelajaran, jika tidak maka GPK akan membiarkan harus terpenuhi, namun terkendala di pendanaan.
peserta didik berkebutuhan khusus menyelesaikan 6. Manajemen Pembiayaan
secara mandiri. Sekolah masih kekurangan tenaga Sumber pembiayaan di SMA Negeri 10
pendidik khususnya GPK, sekolah membutuhkan Surabaya tidak luput dari partisipasi pemerintah,
tambahan GPK yang professional di bidangnya serta orang tua, serta masyarakat. Pemerintah memberikan
lulusan S1 pendidikan luar biasa. Penerimaan guru dana ke sekolah secara berkala. Ada dua pendanaan
dilakukan oleh dinas pendidikan, jika sekolah yaitu biaya investasi dan operasi. Biaya investasi
membutuhkan tenaga guru tambahan, sekolah harus berupa penyediaan sarana dan prasarana, serta modal

18
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

kerja tetap. Biaya operasi yaitu gaji pendidik dan DAFTAR PUSTAKA
tenaga kependidikan, bahan atau peralatan habis A.K, Mudjito, Harizal, Elfindri. 2012. Pendidikan
pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung Inklusif. Jakarta: Buduose Media Jakarta.
seperti air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana Adriadi. 2013. ManajemenPendidikan Inklusif di MAN
dan prasrana. Kemudian dana tambahan berupa SPP Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta: pps
yang setiap bulan berasal dari orang tua peserta didik Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
untuk memperkuat pendanaan sekolah. Yogyakarta.
7. Manajemen Hubungan Masyarakat dengan Sekolah Ali, Mohammad, Asrori, Muhammad. 2014.
Manajemen hubungan masyarakat dengan Metodologi & Aplikasi Riset Pendidikan.
sekolah di SMA Negeri 10 Surabaya yaitu terdapat Jakarta: PT Bumi Aksara.
komite sekolah yang memiliki fungsi sebagai Ardana, Raka Hega. 2014. Manajemen Peserta Didik
supporting, controlling,, dan bisa juga sebagai Sekolah Inklusif di Sekolah Menengah Pertama
motivator. Komite berasal dari tokoh pendidikan, PGRI Kecamatan Kasihan. Yogyakarta: Pps
Universitas Negeri Yogyakarta.
masyarakat, dan juga bisa dari wali peserta didik.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu
Sekolah juga bekerjasama dengan perguruan tinggi
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
yaitu Universitas Airlangga (UNAIR) dalam hal
Carrington Suzanne & MacArthur Jude. 2012.
penerimaan peserta didik seperti assesmen, psikolog Teaching in Inclusive School Communities.
di datangkan dari UNAIR. Selanjutnya dengan Australia: John Wiley & Sons Australia, Ltd.
perguruan tinggi seperti UNESA, UINSA dalam hal Catherine Clark, Alan Dyson, Alan Millward& Sue
penyaluran lulusan bagi peserta didik berkebutuhan Robson. 1999. “Theories of Inclusion, Theories
khusus yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang of Schools: deconstructing and reconstructing
berikutnya serta mampu untuk berkuliah. the inclusive school”. British Educational
Research Journal. Vol 25, No. 2.
Saran David Morley, Richard Bailey, Jon Tan, Belinda
1. Bagi Dinas Pendidikan Cooke. 2005. “Inclusive Physical Education
a. Menyediakan tenaga pendidik yang professional teacher,s views of including pupils with Special
Educational Needs and/or disabilities in physical
di bidangnya, serta mempermudah permintaan
Education”. Journal Of European Physical
sarana prasarana yang dibutuhkan oleh sekolah
Education Review. Vol. II (I):84-107:049826
2. Bagi Kepala Sekolah
Elias Avramidis, Phil Bayliss, Robert Burden. 2000.
a. Mengajukan kepada dinas pendidikan untuk “Student Teachers’ Attitudes Towards the
penambahan tenaga pendidik khususnya guru Inclusion of Children with Special Educational
pembimbing khusus (GPK) karena sekolah masih Needs in the Ordinary School”. Teaching and
kekurangan GPK. Teacher Education. Vol 16: 277-293.
b. Mengadakan sosialisasi kepada orang tua peserta Fatemeh Zarghami, Gary Schnellert. 2004. “Class
didik terkait pendidikan inklusif yang di Size Reduction: No Silver Bullet for Special
selenggarakan di sekolah, serta mengadakan Education Students Achievement”.
pelatihan berkala untuk para guru dengan International Journal of Special Education.
mengundang para tokoh pemerhati pendidikan Vol. 19, No. 1.
inklusif. Federico R. Waitoller, Alfredo J. Artiles. 2013. “A
3. Bagi Guru Decade of Professional Development Research
for Inclusive Education: A Critical Review and
a. Mempertahankan kerjasama antara guru
Notes for a Research Program”. Review of
pembimbing khusus dalam mengelola kelas,
Educational Research. Vol. 83, No. 3: 319-
menyamakan hak antara peserta didik reguler dan 356.
peserta didik berkebutuhan khusus. Garnida, Dadang. 2015. Pengantar Pendidikan
b. Mengikuti pelatihan ataupun seminar terkait anak Inklusif. Bandung: PT RefikaAditama.
berkebutuhan khusus agar lebih menambah Hermanto. 2010. “Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
wawasan dan mengetahui pembaharuan Membutuhkan Keseriusan Manajemen
pendidikan. Sekolah”. Jurnal Pendidikan Khusus. Vol. 6,
c. Mempertahankan kerjasama dengan guru mata No. 2.
pelajaran dalam proses pembelajaran serta Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusif
penggunaan media pembelajaran agar lebih Konsep & Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz
digunakan saat proses pembelajaran. Media.

19
Studi Deskriptif Manajemen Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 10 Surabaya

ILO (International Labour Organization). 2014. Indonesia Inklusi, (Online),


Inklusi Penyandang Disabilitas di (www.antarajatim.com/berita/18837/warg
Indonesia. Jakarta. a-jember-deklarasikan-gerakan-bersama-
Info, Surabaya. 2013. Daftar Sekolah Inklusi PPDB indonesia-inklusi, (diakses 4 February
Surabaya 2016. 2016).
http://insurabaya.blogspot.co.id/2014/04/ Suyanto, AK, Mudjito. 2012. Masa Depan Pendidikan
daftar-sekolah-inklusi-ppdb-surabaya.html Inklusif. Kementerian Pendidikan dan
(diakses 13 February 2017). Kebudayaan Direktorat Jenderal
Karwati, Euis, Priansa Donni Juni. 2014. Manajemen Pendidikan Dasar.
Kelas (Classroom Management) Guru Suzanne Carrington, Robyn Robinson. 2004. “A Case
Profesional yang Inspiratif, Kreatif, Study of Inclusive School Development: A
Menyenangkan, dan Berprestasi. Bandung: Journey of Learning, School of Learning and
Penerbit Alfabeta. Professional Studies”. Journal of Inclusive
Kustawan, Dedy. 2012. Pendidikan Inklusif & Upaya Education. Vol. 8 (2) : 141-153.
Implementasinya (Pedoman Teknis Tampubolon, Manahan. 2015. Perencanaan &
Penyelenggaraan Permendiknas No. 70 Tahun Keuangan Pendidikan (Education and Finance
2009). Jakarta Timur: PT Luxima Metro Plan). Jakarta: Mitra Wacana Media.
Media. Tim Penyusun. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pendidikan Nasional.
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Toni R. Van Laarhoven, Dennis D. Munk, Kathleen
Ghalia Indonesia. Lynch, Julie Bosma& Joanne Rouse. 2007.
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan “A Model for Preparing Special and General
Inklusif 2011. Education Preservice Teachers for Inclusive
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Education, American Association of Colleges for
Tahun 2007, Tentang Sarana dan Prasarana Teacher Education”. Journal of Teacher
Pendidikan. Education. Vol 58, No. 5: 440-455.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tula, Jerry J. 16 September 2015. Pelayanan
Tahun 2009, Tentang Pendidikan Inklusif Penyandang Disabilitas dalam Menggunakan
Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan Berbagai Sarana Aksesbilitas, (Online),
dan Memiliki Potensi Kecerdasandan/atau (www.kemensos.go.id/modules.php?name
Bakat Istimewa. =News&file=article&sid=18765,dikses 01
Pergub Jatim Nomor 6 Tahun 2011, Tentang Maret 2017).
Pendidikan Inklusif. Undang - Undang 1945 Republik Indonesia Pasal 31
Robbins, Stephen & Judge A. Timothy. 2013. Ayat 1, Setiap Warga Negara Berhak
Organizational Behavior. United States of Mendapatkan Pendidikan.
America: Pearson Education, Inc., Undang - Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1,
publishing as Prentice Hall. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan Jenis, Undang - UndangNomor 2 Tahun 1989, Tentang
Metode & Prosedur. Jakarta: Penerbit Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5,
Kencana Prenada Media Group. Bahwa Setiap Warga Negara Indonesia
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran yang Memiliki Kelainan dan atau Kesulitan
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Belajar Maka Dapat Mengikuti Pendidikan
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. di Sekolah Reguler Sesuai dengan Tingkat
Setyaningsih, Nurul. 2012. Manajemen Pembelajaran Ketunaan dan Kesulitannya.
pada Sekolah Inklusi di SD Negeri 03 Blotongan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga: Tahun 2016 Bagian Keenam, Tentang Hak
PpsUniversitas Kristen Satya Wacana Pendidikan Pasal 10
Salatiga. Werang, Basilius R. 2015. Manajemen Pendidikan di
Smith, David, J. 1998. Inclusion Schoosl For All Sekolah. Yogyakarta: Media Akademi.
Students. United States of America: Yakub, Hisbanarto. 2014. Sistem Informasi
Wadsworth Publishing Company A Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Graha
Division of International Thomson Ilmu.
Publishing Inc.
Solichah, Zumrotun. 1 desember 2016. Warga
Jember Deklarasikan Gerakan Bersama

20

Anda mungkin juga menyukai