Anda di halaman 1dari 16

Perbandingan Pendidikan Jerman dan

Indonesia
KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI
PERBANDINGAN KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI JERMAN DAN INDONESIA
ASPEK YANG
NO. JERMAN INDONESIA
DIBANDINGKAN
Sarjana dan pascasarjana
a. Universitas
1. Pembagian Sarjana dan pascasarjan
b. Fakultas seni dan music
c. Fachhochschulen
2. Tingkatan a. Sarjana (Bachelor) a. Diploma
b. Master b. Sarjana
c. Doktor c. Magister
d. Doktor
3. Masa Studi a. Sarjana : 4 tahun a. Diploma
b. Master : 2 tahun D1 : 1-2 tahun
c. Doktor : 4 tahun DII : 2-3 tahun
DIII : 3-5 tahun
DIV : 4-7 tahun
b. Sarjana : 4-7 tahun
c. Magister : 2-5 tahun
d. Doktor : 4-6 tahun
4. Jalur Masuk Abitur dan tes Ujian masuk (SNMPTN)
5. Sistem belajar SKS SKS
6. Nilai Tingkatan nilai dari tertinggi Tingkatan nilai dari yang
ke terendah paling tinggi ke paling
Sehr (1), gut (2), befriedigend rendah
(3), aureichend (4), mangelhaft A(4), B(3), C(2), D(1),
(5) E(0)
7. Mata Kuliah Wajib - a. Pendidikan agama;
b. pendidikan
kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
8. Bukti Kelulusan Diplom Ijazah
9. Ujian Kelulusan Sarjana : Thesis Diploma : Tugas Akhir
Master: Thesis Sarjana : Skripsi
Doktor : Disertasi Master : tesis
Doktor : disertasi
Pendidikan tinggi di Jerman tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, baik dari segi lama
pendidikan, system belajar, ujian kelulusan, maupun tingkatannya. Hanya saja di Jerman tidak
ada program diploma (politeknik) seperti di Indonesia, karena di Jerman program pendidikan
tingginya dibagi menjadi tiga macam, yaitu universitas, fakultas seni dan music,
dan fachhochschulen. Universitas lebih mengutamakan ke pengajaran teori, fakultas seni dan
music, sesuai namanya mempelajari tentang music dan seni, fachhochschulen menitik beratkan
pada aspek terapan.
Hal lain yang berbeda antara kurikulum pendidikan tinggi di Jerman dan Indonesia
adalah jalur masuknya. Di Jerman, untuk memasuki perguruan tinggi dipakai hasil ujian abitur
dan nilai Gymnasiale Oberstufe ditambah dengan tes sesuai dengan jurusan yang dipilih calon
mahasiswa. Sedangkan di Indonesia, untuk masuk perguruan tinggi melalui ujian masuk (UM)
tanpa memperhatikan nilai pada sekolah menengah.
Hal lain yang berbeda dari universitas di Jerman dan di Indonesia adalah mengenai nilai.
Kalau di Jerman, nilai yang paling baik justru yang angkanya kecil, yaitu 1. Semakin besar angka
itu maka nilai nilainya semakin buruk. Berkebalikan dengan di Indonesia, semakin besar
angkanya, maka nilainya semakin baik, di mana nilai tetinggi adalah 4 dengan predikat A.
http://emahannasijada.blogspot.com/2012/05/perbandingan-pendidikan-jerman-dan.html

PERBANDINGAN PENDIDIKAN DI JERMAN DAN


INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada tahun 1945, pemerintah tertinggi negara Jerman berakhir sebagai akibat hancurnya
regim Sosialis Nasional dan menyerahkan Jerman tanpa syarat kepada kekuatan Sekutu,
kemudian pada tahun 1949, dua negara rival Jerman muncul, yaitu pada daerah penduduk soviet
lahir Republik Demokrasi Jerman (the Germani Democratic Republik, GDR), sebuah negara
dengan sistem satu partai-Marxisme-Leninisme, dengan ekonomi terpimpin dan pada daerah
pendudukan Amerika, Inggris, dan Perancis muncul negara Republik Federal Jerman, dengan
sistem perekonomian liberal dan prualistik. Republik Federal Jerman ditetapkan secara resmi
sebagai bentuk negara, dengan ciri utama pemerintahan sendiri.
Secara geografis, Jerman terletak di tengah-tengah benua Eropa dengan luas daerah
356,957 kilometer persegi. Jerman berpenduduk 82 juta lebih, dan kira-kira 8% di antaranya
bukan kebangsaan jerman melainkan warga negara asing yang berdatangan ke jerman. Ada
tantangan tersendiri bagi Jerman terhadap mereka yang pendatang, baik yang telah lama berada
di jerman maupun yang baru, masalahnya adalah mengenai bahasa, hal ini merupakan tantangan
bagi sistem pendidikan Jerman. Sangat sukar memberikan kesempatan yang sama dalam
pendidikan kepada anak-anak imigran. Namun demikian bahasa Jerman tetap merupakan bahasa
yang dominan dengan berbagai variasi dialek derah.
Kemudian sekarang kita beralih pada pendapatan Jerman, Jerman sebagai negara ekspor
tangguh mendapat tantangan berat dalam perdagangan internasional, hal ini jelas membawa
dampak pada pendidikan. Hal yang sama juga terjadi pada bidang perdagangan dan bidang jasa
di Jerman yang masyarakatnya sedang mengalami perubahan sangat cepat. Disamping itu aliran
dana semenjak tahun 1990 ke kantong negara yang dulunya bernama Republik Demokrasi
Jerman terus berlangsung untuk membiayai pembangunan kembali, perbaikan infra struktur dan
usaha penanggulangan pengangguran. Hal ini secara langsung membebania nggaran negara besar
sekali, dan jelas ini mengancam anggaran pemerintah untuk pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN DI JERMAN
I. JERMAN
A. Politik dan Tujuan Pendidikan
Berdasarkan sejarah, pendidikan di Jerman berdasarkan dua sumber yaitu gereja dan
negara. Sudah menjadi tradisi semenjak awal abad pertengahan bahwa geraja selalau terlibat
dalam pendidikan, sedangkan the Lander (asal mula kekuasaan daerah) selalau pula mengatakan
bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas pendidikan. Pengumuman resmi mengenai wajib
belajar pada beberapa daerah semanjak akhir abad ke-17 dapat dianggap sebagai penanda resmi
bahwa masalah pendidikan adalah tanggung jawab negara. Semenjak itu, pengaruh gereja secara
umum mulai berkurang. Maka masalah pendidikan mulai saat itu terletak terutama pada
kekuatan politik para guru, orang tua, siawa/mahasiswa sebagai perubahan dalam sistem
pendidikan.
Dalam Republik Federal Jerman pasca perang, sistem sekolah tiga jalur dan universitas
dengan sistem ekonomi adalah bentuk yang digunakan. Oleh karena Undang-undang Federal,
yang bertanggung jawab mengenai pendidikan, semenjak itu pula pembicaraan di tingkat
“Lander” berlangsung terus tentang tujuan reformasi pendidikan. Pemerintah negara bagian
(State) yang Sosial Demokrat cenderung untuk menempatkan pendidikan sebagai hak azasi
dengan penekana pada, usaha pendidikan itu atas inisiatif sendiri, persamaan, dan tindakan
pengimbalan, sementara pihak Kristen Demokrat Konservatif menginginkan tujuan dan kegiatan
pendidikan itu bersifat kolektif untuk kepentingan masyarakat, seperti penyiapkan lulusan yang
berkualitas.
Politik pendidikan dan formulasi tujuan pendidikan merupakan topik yang hangat dalam
kelompok Republik Demokrasi. Pada tahun 1949, lebih dari 2/3 guru-guru yang bertugas
dibawah partai Sosialis Nasional diganti dengan guru-guru baru yang telah mendapat pendidikan
jangka pendek. Dengan demikian kecocokan dengan peraturan komunis dapat tercapai lebih
meyakinkan. Maka berlangsunglah model pendidikan Soviet, seperti prinsip “pengajaran
politeknik” (1958-59), dengan tujuan formal pendidikan untuk membentuk pribadi sosialis.
Sistem pendidikan berjalan secara ketat, denagn kontrol politik tersentralisasi, serta perencanaan
ekonomi dan sosial yang sesuai dengan doktrin negara.
Denagn hilangnya dasar ideologi yang utama, dan sistem politik pun berubah,
reunifikasi jerman memaksa Lander jerman timur menyesuaikan sistem pendidikannya dengan
struktur yang ada di Jerman Barat. Maka dalam konstitusi Negara (baru) serta dalam pembukaan
Undang-undang tentang Sekolah khusus dan Universitas ditetapkan tujuan umum pendidikan
dengan tekanan pada pengembangan individualitas dan partisipasi dalam kehidupan.

B. Struktur dan Jenis pendidikan


Pada tahu 1992, Lander Jerman Timur sedang melakukan reformasi mendasar, tidak ada
gambaran akurat yang dapat diberikan mengenai struktur menyeluruh yang mencakup seluruh
jerman. Akan tetapi, sistem pemberian ijazah yang ada di Jerman barat juga sama dengan yang
ada di Jerman Timur.
a. Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Tinggi
Tergantung pada negara bagian, wajib sekolah di Jerman berlaku sembilan atau sepuluh
tahun, dengan normal anak masuk sekolah pada usia enam tahun. Jika seorang siswa gagal
mendapatkan sertifikat tamat belajar, ia tidak lagi berhak mendapatkan pelayanan pendidikan
formal, dan hal ini sering menimbulkan kesulitan dalam kehidupan sosial dan ekonomi yang
bersangkutan.
Pendidikan dasar biasanya berlangsung empat tahun, tetapi ibu kota negara, Berlin,
melaksanakan sistem enam tahun, beberapa negara bagian lainnya melaksanakan pengajaran
tambahan dua tahun pada Grade 5 dan 6 dalam suatu lembaga perantara yang memberikan
berbagi jenis pelajaran sebagai persiapan masuk ke program-program sekolah menengah. Hari
sekolah dihitung 190 hari setahun pada tingkat pendidikan dasar, dan anak-anak belajar mulai
pukul 8:00 pagi sampai pukul tergantung pada tingkat kelas atau “Grade”.
Dari kelompok umur yang sama, 28,8% memasuki program atau sekolah yang lebih
tinggi yang di kenal dengan Realschule, kadang-kadang di sebut juga Mittelschule (sekolah
menengah). Biasanya, Realschule mempersiapkan siswa untuk memasuki karir sebagai pegawai
atau buruh kelas menengah.
Di Jerman Barat ada upaya semasa fase reformasi tahun 1970-an untuk menggabungkan
Fachhochschulen dan universitas kedalam suatu institusi, sementara beberapa buah lembaga
bentuk gabungan ini berjalan, model seperti ini tidak banyak mendapat simpati dan dukungan
untuk dilaksanakan dalam sekala besar. Tetapi, satu pengecualian ialah penggabungan fakultas
pendidikan guru ke dalam universitas yang sudah ada, atau peningkatan fakultas pendidikan guru
menjadi universitas.
b. Pendidikan Prasekolah
Pada abad ke-18 dan 19, muncul lembaga-lembaga untuk mengurus kesejahteraan anak-
anak yang membutuhkan bantuan yang pada awalnya menyediakan pengajaran keagamaan
(Injil). Pendidikan ini diarahkan pada pengendalian dampak-dampak negatif yang bermacam-
macam akibat industrialisasi. Pendidikan prasekolah ini melayani anak-anak dari usia 3 tahun,
dan guru-gurunya disiapkan melalui pendidikan kejuruan khusus, pendidikan prasekolah
lazimnya tidak punya kurikulum untuk belajar membaca dan menulis atau berhitung.
c. Pendidikan Khusus
Pada tahun 1989, baik di Jerman Timur maupun Jerman Barat, kira-kira 4% siswa
tercatat pada lembaga-lembaga yang khusus melayani anak-anak cacat. Di samping itu, Jerman
Timur menjalankan sistem sekolah khusus (Spezialschulen) bagi anak-anak yang punya bakat
istimewa dalam bidang seni atau olah raga yang jumlahnya kira-kira 1% dari kelompok umur.
Biasanya anak-anak cacat diklasifikasikan berdasarkan cacat alami yang menimpanya,
seperti buta, cacat fisik, gangguan mental dan sebagainya. Pengadaan kelas-kelas khusus, bahkan
kadang-kadang sekolah khusus, mengikuti klasifikasi ini. Ada dua kategori yang termasuk
program pendidikan khusus, yaitu yang disebut “kelainan tingkah laku” dan “kesulitan belajar”
pada pendidikan khusus.
d. Pendidikan Vokasional, Teknik, dan Bisnis
Sistem penandidikan yang menawarkan kualifikasi terdiri dari bermacam-macam jenis
dan mempunyai struktur yang agak kompleks, paralel dengan pendidikan vokasional, teknik dan
bisnis. Pendidikan vokasional diselenggarakan oleh sekolah-sekolah negeri, sedangkan ijazah
diberikan oleh Kamar Dagang, Industri atau keuangan, program ini sering disebut “sistem
ganda”. Sertifikat atau ijazah ini adalah resmi dan diakui oleh negara. Satu sekolah yaitu
Fachgymnasium, secara resmi sekolah ini termasuk sekolah umum pada tingkat menengah
keatas. Program kurikulumnya diarahkan pada bidang ekonomi, sosial dan teknikt.
Secara keseluruhan sistem pendidikan vokasional, teknik dan bisnis ini diselenggarakan
dengan seperangkat peraturan yang mencakup persyaratan masuk, transisi, dan kualifikasi
lulusan.

e. Pendidikan Orang Dewasa dan pendidikan Nonformal


Pendidikan bagi orang dewasa (Adult Education) di Jerman dikelompokkan dalam tiga
kategori umum, vokasional (termasuk teknik dan keuangan), dan politik. Program pendidikan
orang dewasa ini didominasi penyelenggaraannya oleh volchochschulen, biyasanya didukung
oleh masyarakat setempat. Walaupun sekolah ini mungkin terdaftar sebagai organisasi nirlaba.
Mata pelajaran yang diajarkan mencakup yaitu;
1. Bahasa
2. Ekonomi, matematika, dan ilmu pengetahuan alam
3. Kesehatan
4. Kerajinan tangan
5. Sekolah persamaan
6. Politik dan ilmu-ilmu sosial
7. Pendidikan, psikologi, dan teologi
8. Kesusastraan dan seni
Mata pelajaran yang diberikan pada volkshochschulen dapat dianggap sebagai
pendidikan vokasional orang dewasa, maka institusi ini menjadi sangat penting sebagai
penyelenggara progran itu.
Pendidikan politik bagi orang dewasa diartikan terutama sebagai kegiatan yang erat
hubungannya dengan partai politik, dan juga berhubungan dengan pelajaran-pelajaran yang
diberikan oleh serikat-serikat kerja. Mencapai 10% dari orang-orang yang sesungguhnya
memerlukan peningkatan kualifikasi profesional melalui program ini. Dapat dikatakan bahwa
sedikit sekali kegiatan ini dalam bentuk formal dengan pengertian diakui oleh pemerintah dengan
sertifikat, program pendidikan orang dewasa sebagai sektor keempat dalam sistem pendidikan
jerman bukan tidak beralasan.

C. Manajemen Pendidikan
a. Otorita
Konstitusi Federal telah menetapkan wewenang Lander atas pendidikan, maka beberapa
Lender membuat beberapa ketentuan dalam konstitusi mereka masing-masing mengenai
pengaturan masalah-masalah pendidikan, dan selurunya melalui proses legislative. Pengaturan
itu mencakup penetapan tujuan pendidikan, struktur, isi pengajaran, dan prosedur dalam sistem
daerah mereka masing-masing. Dalam negara bagian, tanggung jawab pendidikan terletak pada
level kementrian kabinet yang seringring disebut Kementian Kebudayaan. Pada negara-negara
bagian yang luas derahnya. Sekolah tidak dikontrol secara langsung oleh kementrian negara
bagian, tetapi melalui badan administratif regional yang merupakan bagian dari badan eksekutif
tanpa pasangan atau counterpart langsung dari pihak legislatif atau DPR. Masyarakat setempat
biasanya juga punya tanggung jawab menyediakan infra struktur yang diperlukan dan ada
kalanya juga terlibat dalam pengangkatan staf.
Supervisi atau inpeksi terhadap sekolah merupakan tugas kementrian negara bagian,
secara langsung atau tidak. Dengan beberapa pengecualian, gereja-gereja negara bagian tidak lai
melakukan fungsi supervisi terhadap sekolah. Secara resmi ada tiga fungsi supervisi sekolah,
fungsi pedagogis, hukum dan servis masyarakat.
Rekonsiliasi mengenai struktur pendidikan di Jerman, Konferensi Mentri-mentri
Kebudayaan menetapkan, melalui keputusan bulat, prinsip-prinsup pendidikan yang berlaku
secara nasional serta kesepakatan mengenai masalah-masalah internasional. Komisi Gabungan
Perencanaan Pendidikan dan Dukungan Penelitian merumuskan rekomendasi dan mengawasi
program-program eksperimen. Dalam Komisi, Pemerintah Federal dan Pemerintahan Negara
Bagian memiliki hak suara yang sama. Sesudah perubahan Konstitusi tahun 1969, sejumlah
wewenang negara bagian menegenai pendidikan tinggi dialihkan ke pemerintah Federal.
b. Pendanaan
Dengan pengecualian pendidikan tinggi, keuangan pendidikan sepenuhnya berada di
tangan Lender dan masyarakat setempat. Secara umum, seluruh biaya personil ditanggung oleh
pemerintah negara bagian, dan infra struktur oleh masyarakat. Hampir semua program
pendidikan (termasuk pembebbasan uang kuliah pada pendidikan tinggi) bersifat gratis.
Pemerintah Federal juga memberikan bantuan kepada sebagian siswa sekolah menengah dan
mahasiswa perguruan tinggi, banyak diantaranya yang menerima bantuan dari anggaran
pemerintah dengan jumlah yang cukup besar (kira-kira 90% dari biaya operasional sekolah).
Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan mencapai 3,7% (Jerman Barat) dari GNP
(Gross National Product) dalam tahun 1990, dan ditambah 1,7% untuk penelitian. Investasi
swasta untuk penelitian dan pembangunan berjumlah 3,9%, sehingga pengeluaran tahun 1990
mencapai 9,3% dari GNP. Tetapi semenjak 1975 sebagai pertanda berakhirnya perluasan sistem
secara menyeluruh. Dalam tahun 1989, unit biaya pendidikan persiswa untuk sekolah-sekolah
adalah DM 6,2000 (Us$3,650) dan DM 17,100 (US$10,060) permahasiswa pada pendidikan
tinggi.
c. Personalia
Guru-guru Gymnasien dan sebagian guru-guru spesialis untuk bidang keuangan yang di
didik ditingkat universitas, dengan tekanan utama di bidang keahlian di bandingkan dengan
bidang keguruan. Pada umumnya, pendidikan bidang studi mencakup dua disiplin ilmu yang
dapat diambil pada universitas atau fakultas. Untuk beberapa spesialisasi, bidang pendidikan
umum dilengkapi dengan mata kuliah khusus sepert bidang membaca bagi calon guru
pendidikandasar atau diagnosis terapan bagi yang bermaksud mengajar pada lembaga pendidikan
khusus.dalam jurusan pendidikan, tekanan terberat adalah pada pendekatan sejarah, filosofis, dan
orientasi pada praktikum.
d. Kurikulum
Menteri-menteri pendidikan negara bagian menentukan kurikulum mereka sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan mereka melakukan itu melalui tiga
jenis instrumen yaitu, pertama, tabel yang menguraikan jumlah jam belajar per minggu, serta
mata pelajaran sesuai dengan “grade” dan jenis sekolah, kedua, pedoman
kurikulum, ketiga,pemberian wewenang penulisan dan pengadaan buku teks.
Tujuan umum kurikulum ditentukan oleh peraturan sekolah (sering dinyatakan pada
Mukadimah suatu Keputusan, sedangkan tujuan khusus diterbitkan dalam kaitannya dengan
pedoman kurikulum. Ini diputuskan oleh kementrian negara bagian dan mencakup silabus,
rekomendasi metode mengajar, dan kadang-kadang juga model rencana pelajaran. Mengenai
buku teks , tidak ada yang dapat dipakai di sekolah-sekolah Jerman tanpa mendapat persetujuan
dari mentri negara bagian.
Keputusan untuk metode mengajar tertentu sepenuhnya diserahkan kepada guru.
Dengan semakin menurunnya rasio murid-guru(dari 30:1 tahun 1960 menjadi 15:1 dalam tahun
1980), makin jelas kecenderungannya bahwa metode mengajar “techer-centered” makin di
tinggalkan beralih pada bekerja dengan kelompok kecil murid dalam kerangka pendekatan
“student-centered”. Semenjak akhir tahun 1980-an, konsep “pengajaran terbuka” atau “open
instruction” yang menekankan pada “murid belajar atas dorongan sendiri” semakin berkembang
dan semakin popular pada sekolah-sekolah pendidikan dasar dan juga pada sebagian sekolah
menegah pertama.
e. Ujian, Kenaikan Kelas, dan Sertifikasi
Tes formal pada prinsipnya tidak digunakan untuk menilai keberhasilan anak disekolah.
Pengecualian itu hanya untuk keperluan diagnostik yaitu mengidentifikasi jenis-jenis dyslexia
(kesulitan belajar membaca dan menulis karena kondisi pada otak). Kemudia seperti telah
disebutkan terdahulu, tidak ada kenaikan kelas secara otomatis, tetapi kelas mengulang juga
sudah hampir tidak dilaksanakan lagi (hanya 1,5% per kelas di pendidikan dasar, dan kira-kira
4% di sekolah tingkat menengah pada tahun 1990).
Sertifikat dan diploma yang dicapai di universitas dan jian-ujian negara bagian dan
memberi hak kepada pemegangnya untuk memasuki program pendidikan yang lebih tinggi, dan
juga mengandung nama-nama profesional, termasuk gelar akedemik .

f. Evaluasi, dan penelitian pendidikan


Tidak ada evaluasi nasional yang dilakukan secara teratur mengenai hasil pendidikan.
Komponen Jerman dalam Asosiasi Internasional untuk Penelitian Penilaian Pencapaian
Pendidikan dalam bidang “Membaca” merupakan survei pertama dalam dua dekade terakhir
yang didasrkan pada sempelprobabilitas siswa secara nasional. Apabila di bandingkan dengan
negara lain, Jerman belum banyak melakukan penelitian empiris dalam bidang pendidikan.

D. Reformasi dan Isu-Isu Pendidikan


Masa untuk melakukan reformasi pendidikan yang mendasar di Jerman Barat secara
resmi berakhir tahun 1975 dengan dibubarkannya Dewan Pendidikan (Council of Education)
yang mencoba mengimplementasikan sistem pendidikan yang sama sekali baru. Semenjak itu,
pemerintah yang konservatif cenderung mempertahankan struktur tripatrit pada pendidikan
menengah, sementara kementrian yang beraliran Sosial Demokrat mencoba
menerapkanGesamtschule sebagai alternatif, kalau tidak sebagai pengganti, sistem tripartit.
Sesungguhnya, seluruh Jerman akan terus mengalami masalah yang kelihatannya makin
meningkat, bukan makin terselesaikan. Masalahnya terutama pada anak-anak yang sudah punya
persoalan sebelumnya karena latar belakang sosial yang tidak menguntungkan. Integrasi anak-
anak imigranyang jumlahnya semakin besar sesungguhnya merupakan tantangan berat bagi
pendidikan Jerman, termasuk isu “pemberian kesempatan yang sama”. Mencari perimbangan
antara kebutuhan untuk integrasi sosial bagi anak-anak cacat dan penyelenggaraan pengajaran
yang optimal tetap menjadi fokus pemikiran.

II. INDONESIA
A. Dasar dan tujuan pendidikan
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Kemudian tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Fungsi Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan mempunyai
dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu
yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.Tujuan pendidikan menduduki posisi
penting diantara komponen-komponen pendidikan lainya. Tujuan pendidikan bersifat normatif,
yaitu mengandung unsur-unsur norma bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan
hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup
yang baik.Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu, maka menjadi keharusan
bagi pendidik untuk memahaminya.
Khusus untuk Indonesia tujuannya ditekankan pada pembentukan manusia seutuhnya
dengan berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Dasar pancasila adalah pada kelima silanya secara
utuh dan UUD 1945 terutama pada alenia bahwa setiap warga negara berhak menerima
pengajaran.
B. Struktur pendidikan
Departemen pengelola utama pendidikan di Indonesia adalah departemen pendidikan
dan kebudayaan. Kebijakan pendidikan dikembangkan di pusat (Departemen) dan disebarkan
keseluruh Wilayah dengan lembaga pendidikannya seperti hal kurikulum dan ujian-ujian, serta
pembinaan lain seperti administrasi dan supervisi. Negara berkembang berhasilnya pelaksanaan
wajib belajar taraf SD berakibat perlunya pemikiran tentang kebijaksanaan untuk mingkatkan
wajib belajar sampai taraf SMA. Untuk menanggapi ini perlu mendapat pertimbangan seperti
ekonomi dan politik.
C. Sistem pendidikan
Hak dan kewenangan dalam bidang administrasi pendidikan sejalan dengan alur dalam
pemerintahan atau polotik, untuk ini dikenal dengan sentralisasi, desentralisasi, dan otonomi.
1. Sentralisasi menunjuk pada hak dan wewenang yang terpusat pada pemerintah pusat.
2. Desentralisasi menunjuk pada hak dan wewenang pada daerah.
3. Otonomi daerah adalah pada aspek-aspek yang bebas pengelolaannya pada daerah, sehingga
otonomi ini kurang lazim digunakan dalam bidang administrasi pendidikan.

D. Jenis pendidikan
Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
 Jalur pendidikannya
1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.
1. Jalur Pendidikan Formal
Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
1. pendidikan dasar,
2. pendidikan menengah,
3. dan pendidikan tinggi.
2. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi:
1. pendidikan kecakapan hidup,
2. pendidikan anak usia dini,
3. pendidikan kepemudaan,
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
5. pendidikan keaksaraan,
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
7. pendidikan kesetaraan, serta
8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
3. Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
 Jenis pendidikan mencakup:
1. pendidikan umum,
2. kejuruan,
3. akademik,
4. profesi,
5. vokasi,
6. keagamaan, dan
7. khusus.
E. Kurikulum
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu
lembagapenyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada
peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran
ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan
dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini
dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan
dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.

Kurikulum pendidikan nasional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 36 yaitu:


1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan takwa
b. Peningkatan akhlak mulia
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan
e. Tuntutan pembangunan daerah da lingkungan
f. Tuntutan dunia kerja
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
h. Agama
i. Dinamika perkembangan global
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

F. Pendanaan pendidikan
a. Tanggung Jawab Pendidikan Pasal 46
1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
b. Sumber Pendanaan Pendidikan
1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan
keberlanjutan.
2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai
dengan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
c. Pengelolaan Dana Pendidikan
1) Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas publik.
2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
d. Pengalokasian Dana Pendidikan
1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal
20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Daerah.

G. Evaluasi Pendidikan
a. Evaluasi Pasal 57
1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal
dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

b. Evaluasi Pasal 58
1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga
mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan.

BAB III
KESIMPULAN
ANALISI PERBANDINGAN PENDIDIKAN
DI JERMAN DAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

PERMASALAHAN PERBANDINGAN
NO ANALISIS
PENDIDIKAN JERMAN INDONESIA
1 Tujuan  Untuk membentuk  Mencerdaskan kehidupan Setiap negara memiliki
pribadi sosialis. bangsa serta tujuan pendidikan
 Mengembangkan pembentukan manusia masing-masing yang
individualitas dan seutuhnya berdasarkan tujuannya untuk
partisipasi dalam pancasila dan UUD memperbaiki taraf
kehidupan 1945 bahwa setiap hidup menjadi lebih
masyarakat. warga negara berhak baik, suatu bangsa
 Menyiapkan lulusan menerima pengajaran. dapat dikatakan maju
yang berkualitas.  Untuk berkembangnya yaitu dapat dinilai dari
 Undang-undang potensi peserta didik kualitas pendidikan
tentang Sekolah agar menjadi manusia yang ada di negara
khusus dan yang beriman dan tersebut.
Universitas ditetapkan bertakwa kepada Tuhan
tujuan umum Yang Maha Esa,
pendidikan dengan berakhlak mulia, sehat,
tekanan pada berilmu, cakap, kreatif,
pengembangan mandiri dan menjadi
individualitas dan warga negara yang
partisipasi dalam demokratis serta
kehidupan. bertanggung jawab.

2 Sistem Sistem pendidikan Sistem pendidikan di Kedua negara tersebut


Jerman Barat adalah Indonesia adalah memiliki sistem
desentralisasi sentralisasi, namun pendidikan yang sama,
sedangkan Jerman dalam yang dalam
Timur adalah penyelengaraannya pelaksanaannyapun
sentralisasi. satuan dan kegiatan dapat berjalan dengan
pendidikan baik.
dilaksanakan secara
desentralisasi.
3 Dasar Jerman Timun dalam Indonesia mendasari Kedua negara ini
dasar pendidikannya pendidikan dengan memiliki dasar yang
lebih condong ke arah falsafah pancasila. berbeda, namun
pengembangan nilai- perbedaan Dasar
nilai sosialis- tersebut tidak menjadi
komunisme, penghambat untuk
sedangkan Jerman setiap negara dalam
Barat bertitik tOlak mewujudkan
dari nilai-nilai pendidikan, selagi
Demokrasi yang lebih dasar yang di anut itu
liberal, yang tidak menyimpang
membiarkan aturan pendidikan,
kompetisi individual maka dapat dikatakan
berkembang secara sah-sah saja, demi
alamiah. mewujudkan
pendidikan yang
semakin lebih baik.
4 Kurikulum Menteri-menteri Berdasarkan standar Kurikulum yang
pendidikan negara nasional disesuaikan digunakan di indinesia
bagian menentukan dengan perkembangan menurut kami baik
kurikulum mereka peserta didik dengan karena dalam
sesuai dengan kebutuhan lingkungan kurikulum tersebut
peraturan perundang- pendidikan nasional. diterapkan cara
undangan yang penyesuaian terhadap
berlaku, dan mereka perkembangan peserta
melakukan itu melalui didik dengan
tiga jenis instrumen lingkungan hal ini
yaitu, pertama, tabel dapat memudahkan
yang menguraikan pendidik dalam
jumlah jam belajar per memahami karakter
minggu, serta mata dan kemampuan anak
pelajaran sesuai didik.
dengan “grade” dan Kemudian kurikulum
jenis sekolah. yang digunakan di
kedua, pedoman negara Jerman juga
kurikulum. baik, selagi tidak
ketiga, pemberian menyimpang dengan
wewenang penulisan pendidikan.
dan pengadaan buku
teks.

5 Proses Keputusan untuk 1. pendidikan formal, Proses pendidikan


metode mengajar 2. nonformal, dan yang diterapkan di
tertentu sepenuhnya 3. informal. jerman cukup menarik,
diserahkan kepada tak ada salahnya
guru. konsep indonesia dapat
“pengajaran terbuka” mengadopsi tehnik
atau “open yang digunakan di
instruction” yang Jerman agar dapat
menekankan pada membangun
“murid belajar atas pendidikan di
dorongan sendiri”. indonesia lebih baik
lagi. Tehnik tersebut
nantinya dapat di
terapkan pada
pendidikan di
indonesia baik dalam
pendidikan formal,
non formal dan
informal. Tak ada
salahnya hal ini dicoba.
6 Evaluasi Tidak ada evaluasi Evaluasi Pasal 58 dalam kegiatan
nasional yang 1. Evaluasi hasi belajar Evaluasi pendidikan
dilakukan secara peserta didik dilakukan ternyata indonesia
teratur mengenai hasil oleh pendidik untuk dapat dikatakan lebih
pendidikan. memantau proses, baik di bandingkan
Apabila di bandingkan kemajuan, dan dengan Negara Jerman.
dengan negara lain, perbaikan hasil belajar
Jerman belum banyak peserta didik secara
melakukan penelitian berkesinambungan.
empiris dalam bidang
pendidikan.

7 Pembiayaan Dengan pengecualian Sumber pendanaan Dalam masalah


pendidikan tinggi, pendidikan di Indonesia administrasi
keuangan pendidikan berasal dari APBN, pendidikan, kedua
sepenuhnya berada di APBD ditanggung negara ini memiliki
tangan Lender dan bersama antar pusat, peran yang baik dalam
masyarakat setempat. daerah dan masyarakat bidang pendidikan, dan
Secara umum, seluruh masyarakat juga ikut
biaya personil berpartisipasi dalam
ditanggung oleh masalah administrasi
pemerintah negara pendidikan.
bagian, dan infra
struktur oleh
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta:
Departemen Agama RI.
Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara.
http://uninaamor.blogspot.com/2012/11/perbandingan-pendidikan-di-jerman-dan.html

Anda mungkin juga menyukai