IDENTIFIKASI RHODAMIN B
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Untuk mengidentifikasi adanya rhodamin B pada sampel makanan dan minuman
dengan menggunakan metode kromatografi sederhana.
2. Waktu Praktikum
Jumat, 23 November 2016
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan adalah rhodamin B, yaitu
merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Rhodamin
B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk
pangan. Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan kanker. Uji toksisitas Rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit
dan tikus dengan injeksi subkutan dan secara oral. Rhodamin B dapat menyebabkan
karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu timbul sarcoma lokal.
Sedangkan secara IV didapatkan LD5089,5mg/kg yang ditandai dengan gejala adanya
pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran
organnya (MerckIndex, 2006).
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil.
Pengaruh buruk rhodamin b bagi kesehatan antara lain menimbulkan iritasi pada saluran
pernapasan, kulit, mata dan saluran pencernaan serta berpotensi terjadinya kanker hati.
Penyalahgunaan rhodamin B dalam banyak ditemuipada makanan dan minuman seperti
es cendol, permen, saus tomat dan kue. (Wijaya, 2011).
Tujuan penambahan Rhodamin B pada jajanan kue adalah untuk menambah
kualitas dari kue tersebut dimana warnanya menjadi merah muda terang mencolok
sehingga konsumen menjadi tertarik untuk membeli kue tersebut. Selain itu
banyak penjual jajanan yang masih menggunakan Rhodamin B karena harganya
relatif murah dan mudah didapat. Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan
bahwa sampel-sampel kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado
ada yang positif menggunakan Rhodamin B. Sampel yang positif menggunakan
Rhodamin B yaitu sampel kue bolu kukus yang diambil di pasar Karombasan, pasar
Bersehati dan pasar Tuminting. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis jajanan kue
berwarna merah muda tersebut menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan 2
kali pengujian (duplo) (Yamlean, 2011).
Zat warna Rhodamin B sangat berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika
dikonsumsi jangka panjang, Rhodamin B bisa memicu kanker jika dikonsumsi
tahunan, karena bukan pewarna untuk makanan, karena Rhodamin B tidak bisa larut
dicerna oleh tubuh, meskipun kadar Rhodamin B dalam terasi sangat kecil,
lambat laun akan terjadi penumpukan dalam tubuh manusia. Penggunaan
Rhodamin B dalam terasi disebabkan oleh ketidakpahaman produsen terhadap
bahaya zat pewarna tersebut. Padahal, sebenarnya cita rasa bahan makanan itu tidak
akan berubah tanpa zat pewarna itu. Banyak produsen memakai Rhodamine B karena
harganya murah dan warnanya mencolok. Terasi yang mengandung zat pewarna
berbahaya itu bisa dikenali melalui tampilan fisiknya yang berwarna merah mencolok
dan berpendar (Astuti, 2010).
Sebelum dilakukan analisis kuantitatif rhodamin B pada sampel, dilakukan
identifikasi untuk mengetahui ada tidaknya rhodamin B pada sampel dengan
menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak dan kromatografi lapis
tipis(KLI). Berdasarkan hasil pemeriksaan rhodamin B dengan menggunakan
metode spektrofotometri sinar tampak dan kromatografi lapis tipis (KLT) pada
sampel diperoleh data dan gambar kurva serapan. Dapat dilihat bahwa bentuk kurva
serapan (absorbansi) dan panjang gelombang maksimum daribahan baku (A) dan
sampel (B,C,D) sama sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga sampel tersebut
mengandung rhodaminB (Silalahi, 2011).
Kromatografi adalah teknik pemisahan diantara dua fase, yaitu fase diam
(padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Kromatografi lapis tipis
merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi
dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran
Kromatografi Lapis Tipis. Spektrofotometri UV/Vis Penyerapan sinar tampak atau
ultraviolet oleh suatu molekul yang dapat menyebabkan eksitasi electron dalam
orbital molekul tersebut dari tingkat energy dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi (Khopkar, 1990).
Mekanisme pemisahan dengan kromatografi kertas prinsipnya sama dengan
mekanisme pada kromatografi kolom. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah
kertas saring, yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas
yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring dicelupkan ke
dalam. pelarut polar yang mengisi dasar wadah. Fasa mobile ( pelarut ) dapat saja
beragam. Air, etanol, asam asetat atau campuran zat-zat ini dapat digunakan (Munzil,
2002).
D. SKEMA KERJA
1. Pembuatan Larutan Rhodamin B (sebagai standar)
Rhodamin B
Larutan Rhodamin B
Sampel
1 gram NaCl
Hasil
4. Pengujian Rhodamin B pada Sampel
Rhodamin B Sampel
Hasil
Hasil
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
F. ANALISIS DATA
1. Perhitungan Rf
Jarak spot yang bergerak ke atas
Rf =
Jarak lintasan eluen
Struktur Rhodamin B
Di dalam Rhodamine B sendiri terdapat ikatan dengan klorin (CL yang
dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga
berbahaya. Reaksi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna.disini
dapat digunakan Reaksi Frield-Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana
dan xentana. Reaksi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol, sedangkan dengan
keberadaan seng klorida menghasilkan fluorescein. Apabila resorsinol diganti dengan
N -N-dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan Rhodamine B.Selain terdapat
ikatan Rhodamine B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan
konjugasi dari Rhodamine B inilah yang menyebabkan Rhodamine B berwarna
merah. Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamine B dan Klorin
membuat adanya kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamine B
menyebabkan terjadinya efek toksik bila masuk kedalam tubuh manusia. atom CL
yang ada sendiri adalah termasuk dalam halogen, dan sifat halogen yang berada
dalam senyawa organik akan menyebabkan toksik dan karsinogenik.
Rhodamine B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan
NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai
pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th, dan titik leburnya pada
suhu 165 0C.
Pada praktikum ini dilakukan identifikasi Rhodamin B pada wantek atau pewarna
tekstil dan terasi dengan menggunakan kromatografi kertas. Kromatografi adalah suatu
cara pemisahan dimana komponen-komponen yang akan dipisahkan didistribusikan
antara 2 fase, salah satunya yang merupakan fase stasioner (fase diam) dan yang lainnya
berupa fase mobil (fase gerak). Fase gerak dialirkan menembus atau sepanjang fase
stasioner. Fase diam cenderung menahan komponen campuran, sedangkan fase gerak
cenderung menghanyutkannya. Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fase diam
dan perbedaan kelarutannya dalam fase gerak, komponen-komponen suatu campuran
dapat dipisahkan. komponen yang kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih kuat
terserap atau terabsorpsi pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang
lebih larut atau kurang terserap akan bergerak lebih cepat. Kromatografi kertas biasa di
pakai dalam menganalisa senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia
ataupun bahan lainnya. Keuntungan utama kromatografi kertas ialah dari proses
kemudahannya dan kesederhanaannya dalam pelaksanaan pemisahan yaitu hanya pada
lembaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan dan juga sebagai
penyangga. Selain itu keuntungan menggunakan kromatografi kertas ialah keterulangan
bilangan Rf yang besar pada kertas sehingga pengukuran Rf dapat menjadi parameter
yang berharga dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru. Hasil pemisahan dianalisis
berdasarkan harga atau nilai faktor retardasi (Rf) pada masing-masing noda, bercak atau
spot yang dihasilkan pada pelarut yang sama. Apabila diperoleh jarak noda yang sama
dengan sampel standar, berarti sampel yang dianalisis sama dengan sampel standar.
Perhitungan niali Rf dilakukan dengan cara membagi jarak yang ditempuh zat terlarut
dengan jarak yang ditempuh pelarut.
Percobaan pertama yaitu membuat larutan standar rhodamin B sebagai
pembanding dengan sampel. Bubuk rhodamin yang berwarna warna hijau keunguan
pekat ditambahkan dengan aquades sehingga membentuk larutan rhodamin B yang
merwarna merah terang. Selanjutnya sampel terasi dan wantek masing-masing
dilarutkan dengan asam asetat glasial encer dengan tujuan untuk mendestruksi senyawa-
senyawa yang ada di dalam sampel dan menstabilkan rhodamin B agar tidak berubah
dari bentuk terionisasi menjadi bentuk netral. Selanjutnya dilakukan penyiapan eluen
sebagai pelarut atau fase gerak. Digunakan NaCl yang dilarutkan dalam etanol. Eluent
yang digunakan bersifat lebih polar dari fase diamnya agar sampel yang polar tidak
terikat kuat pada fase diamnya. Penggunaan eluen ini disesuaikan dengan sifar polar
Rhodami B karena memiliki gugus karboksil dengan pasangan elektron bebas dan
gugus amina pada struktur molekulnya. Gugus karboksil dan amina ini akan
membentuk ikatan hidrogen intermolekular dengan pelarut polar sehingga mudah larut
dalam pelarut polar seperti alkohol Oleh karena itu, digunakan campuran eluen polar
agar dapat mengeluasi Rhodamin B dengan baik. Setelah dibuat eluen, maka larutan
eluen tersebut dijenuhkan terlebih dahulu. Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan
partikel fasa gerak terdistribusi merata pada seluruh bagian chamber sehingga proses
pergerakan spot di atas fasa diam oleh fasa gerak berlangsung optimal, dengan kata lain
penjenuhan digunakan untuk mengotimalkan naiknya eluen.
Kertas yang sebagai fase gerak sekaligus sebagai media pendukung diberi batas
atas dan bawah masing-masing 1 cm. Fungsinya sebagai penanda jarak tempuh eluen.
Batas bawah kertas dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terendam oleh eluent. Setelah
itu, dilakukan penotolan larutan baku dan sampel menggunakan pipa kapiler. Tujuannya
yaitu supaya penotolan kecil karena dalam kromatografi kertas, penotolan yang baik
diusahakan sekecil mungkin untuk menghindari pelebaran spot dan jika sampel yang
digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Pelebaran spot dapat mengganggu
nilai Rf karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Penotolan dilakukan pada
garis bawah yang telah dibuat. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering.
Penotolan kertas juga tidak boleh terlalu berdekatan untuk menghindari bergabungnya
spot masing-masing larutan dan tidak boleh terlalu pekat untuk menghindari adanya
tailing saat spot naik bersama fasa gerak. Selanjutnya, kertas dimasukkan dengan hati-
hati ke dalam chamber tertutup yang berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak berada di
bawah garis. Kromatografi kertas ini menggunakan metode ascending (naik). Kemudian
fase gerak dibiarkan naik sampai hampir mendekati batas atas kertas. Fase gerak
perlahan-lahan bergerak naik. Meskipun melawan gravitasi, namun eluent bisa naik
karena adanya afinitas. Dalam proses naiknya fase gerak, komponen-komponen yang
berbeda dari campuran berjalan pada tingkat yang berbeda sesuai dengan kepolarannya.
Setelah mencapai jarak tempuh, kertas diangkat dan dibiarkan kering. Tujuannya untuk
menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat pada plat untuk menjamin penguapan
telah sempurna dan agar spot jelas terlihat. Selanjutnya untuk lebih memeperjelas ada
tidaknya spot yang terbentuk dengamelihatnya di bawah sinar Uv.
Dari hasil pengamatan terlihat sampel wantek terlihat tidak adanya spot yang
terbentuk. Begitu juga pada sampel terasi tidak adanya spot yang terbentuk. Hal ini
mungkin dikrenakan beberapa faktor diantaranya sampel yang terlalu pekat sehingga
mempengaruhi kemampuan pergerekan sampel oleh eluen, penotolan yang tidak
sempurna dan kesalahan kesalahan yang lainnya. Karena sebenarnya kandungan
rhodamin B pada wantek tinggi dan hasil yang seharusnya yaitu adanya spot yang
terbentuk. Kemudian pada sampel terasi tidak terlihatnya noda atau perjalanan
rhodamin B di sepanjang lintasan sehingga di dapat nilai Rf sampel yaitu 0 sedangkan
Rf standarnya sebesar 0,7954. Hal ini berarti terasi itu tidak menggunakan pewarna
sintetik rhodamin B. Rf yang didapatkan pada standar untuk wantek sebesar 0.9259 dan
Rf pada sampel wantek sebesar 0.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil
yang negatif untuk kedua sampel (wantex dan terasi) dimana tidak adanya spot yang
terbentuk pada ke dua sampel. Hal ini mungkin dikrenakan beberapa faktor diantaranya
sampel yang terlalu pekat sehingga mempengaruhi kemampuan pergerekan sampel oleh
eluen, penotolan yang tidak sempurna dan kesalahan kesalahan yang lainnya. Dimana di
dapat nilai Rf untuk sampel terasi yaitu 0 sedangkan Rf standarnya sebesar 0,7954.
Sedangkan Rf yang didapatkan pada standar untuk wantek sebesar 0.9259 dan Rf pada
sampel wantek sebesar 0.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Rahayu, dkk. 2010. Penggunaan Zat Warna Rhodamin B pada Terasi
Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Produsen Terasi di Desa Bonang
Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Semarang : Universitas Muhammadiyah
Semaramg.
Seto,S. 2001. Pangan dan Gizi, Ilmu, Teknologi, Industri Dan Perdagangan. Institusi
Pertanian Bogor: Bandung.
Silalahi, Jansen dan Farhur Rahman. 2011. Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak
Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatano Sumatera Utara. Medan :
Fakultas Farmnsi Universitas Sumatera Utara.
Wijaya, D. 2011. Waspadai Zat Aditif dalam Makananmu. Jogjakarta: Penerbit Buku
Biru.
Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Yamlean, Paulina V.Y. 2011. Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada
Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado. Manado :
Universitas Sam Ratulangi.
ACARA II
IDENTIFIKASI RHODAMIN B
DISUSUN OLEH
UNIVERSITAS MATARAM
2016