Lapsus Ikm
Lapsus Ikm
Oleh
Imam Mardani
H1A 212 026
Pembimbing Fakultas
dr. Ika Primayanti, M.Kes
dr. Mayuarsih Kartika
dr. I Gusti Ngurah Agung Ariawan
dr. Qudratini Fitriana
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
2.2.1 Definisi.........……………........................................................................7
2.2.2 Klasifikasi………....……........................................................................7
2.2.3 Epidemiologi….......................................................................................8
2.2.4 Patofisiologi.….......................................................................................8
2.2.5 Diagnosis…......…..................................................................................9
2.2.6 Penatalaksanaan......................................................................................12
2.2.7 Komplikasi…………….........................................................................17
2.2.8 Prognosis…......……….........................................................................21
3.2 Anamnesis............................................................................................................. 22
3.6 Penatalaksanaan................................................................................................... 27
3.7 Prognosis...............................................................................................................28
2
BAB IV KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) ...............................................29
4.1 Tujuan...................................................................................................................29
4.2 Metodologi............................................................................................................29
BAB V PEMBAHASAN
6.1 Kesimpulan.........................................................................................................39
6.2 Saran...................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 41
3
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan gaya hidup masyarakat pada zaman modern ini menyebabkan semakin
meningkatnya risiko terserangnya penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular
(non-communicable disease), seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi,
diabetes, dan hiperlipidemia. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin
(resistensi insulin), di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di jaringan
perrifer (otot dan lemak), serta sekresi insulin oleh sel berta pankreas atau keduanya.
Bila kadar glukosa darah tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati.1,2
Menurut data dari WHO terdapat peningkatan penderita diabetes mellitus di
seluruh dunia dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus
berkaitan dengan adanya jumlah populasi yang meningkat, bertambahnya umur
harapan hidup, perubahan pola hidup tradisional ke arah pola hidup modern,
kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh masyarakat dan peningkatan prevalensi
obesitas.3,4
Berdasarkan data statistik terdapat 382 juta orang mengidap diabetes mellitus
pada tahun 2013 dan angkanya akan terus meningkat dengan perkiraan 592 juta orang
pada tahun 2035. Sebagian besar orang dengan penyakit diabetes mellitus berasal dari
negara berkembang. Umur pengidap diabetes mellitus bervariasi, namun umur
sebagian besar pasien berkisar antara umur 40 hingga 59 tahun.4
International Diabetes Federation memprediksi adanya kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada
tahun 2035. Sedangkan World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan
jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. 1,5
4
Pada tahun 2016, kasus diabetes mellitus di Puskesmas Gunungsari menempati
urutan ketiga penyakit tidak menular terbanyak setelah hipertensi dan asma bronchial.
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas, jumlah kasus baru diabetes mellitus di
wilayah kerja Puskesmas Gunungsari cenderung mengalami peningkatan tiap
tahun.6,7
Dari data-data tersebut di atas, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk
menurunkan angka kejadian diabetes mellitus. Dalam hal ini, Puskesmas sebagai
ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang bertanggung
jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat memiliki peranan
yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.2 Diabetes Mellitus Tipe II
2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus Tipe II
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya 1,2
7
2.2.3 Epidemiologi Diabetes Mellitus Tipe II
Terjadi kecenderungan peningkatan insidens dan prevalensi DM tipe-2 di dunia
kemungkinan disebabkan karena meningkatnya pasien obesitas dan aktivitas fisik
yang kurang. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes
yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang.1 WHO memprediksi kenaikan
jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030 di Indonesia.Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi
DM ,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi
12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta.3,4,5
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta
jiwa.Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural
sebesar 7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes
sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya,
berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan padatahun 2030 nanti akan
ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi
DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%)maka diperkirakan terdapat 12 juta
penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 jutadi daerah rural.4
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena berkurang atau rusaknya sel beta
sebagai penghasil insulin pada pankreas yang menyebabkan produksi insuline
menjadi berkurang atau tidak terproduksi lagi. Pada saat makanan yang masuk ke
8
dalam tubuh, maka makanan tersebut akan dirubah menjadi glukosa. Glukosa
kemudian masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas menghasilkan sedikit
insulin atau tidak menghasilkan insulin sama sekali karena kerusakan sel beta pada
pulau langerhans yang terdapat pada pankreas. Insulin yang dihasilkan tersebut akan
masuk ke dalam aliran darah, selanjutnya dikarena jumlah insulin yang diproduksi
dengan glukosa yang masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit maka menyebabkan
penumpukan glukosa dalam darah.2,3
9
adanya komplikasi spesifik DM, dan menilai tingkat pengetahuan pasien mengenai
DM, aktifitas fisik, dan nutrisi (diet).2
Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada aspek yang
relevan dengan DM, seperti berat badan atau BMI, pemeriksaan retina, tekanan darah
ortostatik, pemeriksaan ekstremitas bawah, pulsasi perifer, dan tempat injeksi insulin.
Tekanan darah > 130/80 mmHg dianggap hipertensi pada individu dengan DM.1,2
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara : 2
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok
toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).1,2
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.
10
Tabel 2 : Kriteria diagnosis Diabetes Mellitus
1. Kadar A1C ≥ 6,5%. Uji kadar A1C harus dilakukan pada laboratorium yang
menggunakan metode yang sudah tersetifikasi NGSP dan terstandarisasi
DCCT assay.*
Atau
2. Glukosa Plasma Puasa ≥ 126g/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan setidaknya 8 jam.*
Atau
Atau
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-
hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa
11
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
Etiologi diabetes pada individu DM dengan onset baru biasanya dapat dinilai
dengan kriteria klinis. Individu dengan DM tipe 1 cenderung memiliki karakteristik
berikut : (1) onset diabetes biasanya dibawah 30 tahun, (2) biasanya ramping, (3)
memerlukan insulin sebagai terapi awal, (4) kecenderungan untuk mengalami
ketoasidosis, dan (5) penigkatan risiko penyakit autoimun seperti penyakit autoimun
tiroid, insufisiensi renal, anemia pernisiosa dan lainnya.1,3
12
menanamkan kesadaran pada pasien sehingga mendorong pasien untuk berperilaku
yang sesuai untuk kesehatannya. Edukasi yang perlu diberikan adalah mengenai : 1
Perjalanan penyakit DM.
Pentingnya pengendalian dan pemantauan DM dan cara-cara yang dapat
dilakukan.
Penyulit DM dan resikonya serta cara mengatasi sementara keadaan gawat
darurat.
Permasalahan khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemi saat kehamilan,
dan lain-lain.
13
Lemak
o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
o Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
o Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
o Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
o Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
o Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
o Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi,dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu,
dan tempe.
o Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
Natrium
o Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gram (1 sendok teh)garam dapur.
o Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.
o Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,buah, dan sayuran serta sumber
karbohidrat yang tinggi serat,karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan
bahanlain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari. 1,4
14
Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori total untuk pasien diabetes adalah sebesar 25-30 kalori/kgBB
ideal. Kebutuhan kalori ini dapat dikurangi atau ditambah tergantung faktor-faktor
berikut : 4
Jenis kelamin : Pada wanita kebutuhan kalori lebih sedikit dibanding pria.
Umur: pasien usia > 40 thn kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk usia 40-
59thn, 10% untuk usia 60-69 thn dan 20% untuk usia > 70 tahun.
Aktivitas fisik atau pekerjaan: kebutuhan kalori ditambah sesuai dengan
intensitas aktivitas fisik. (penambahan kebutuhan kalori 10% dari kebutuhan
basal pada keadaan istirahat, 20 % pada keadaan aktivitas ringan, 30% pada
aktivitas sedang dan 50% pada aktivitas sangat berat).
Berat badan: pada kegemukan, kebutuhan energi dikurangi 20-30%
tergantung derajat kegemukan, pada pasien kurus ditambah 20-30%.
Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur penting artinya bagi pasien diabetes. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan BB dan
memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah.1,2
B. TERAPI FARMAKOLOGI
Obat Hipoglikemik Oral
Penghambat glukoneogenesis.
15
Golongan Obat Hipoglikemia Oral
1. Sulfonilurea
2. Non-Sulfonilurea
Golongan obat yang termasuk kedalam tipe ini adalah golongan Glinid (ex.
Repaglinide dan nateglinid). Obat ini bekerja dengan berinteraksi pada sisi lain dari
reseptor sulfonilurea untuk memicu sekresi insulin. Obat golongan ini meski bekerja
pada reseptor yang sama, tapi durasi kerjanya lebih cepat dibanding sulfonilurea
sehingga dapat menurunkan/mencegah efek hipoglikemia puasa.1,2
3. Biguanide
Obat yang termasuk golongan ini ialah metformmin. Kerja obat ini adalah lebih
dominan pada sensitasi insulin yang bekerja secara umum menghambat
glukoneogenesis di hepar, yang bertujuan menurunkan produksi glukosa hepar. Obat
ini juga bekerja meningkatkan penggunaan glukosa pada jaringan ferifer, meski efek
ini bersifat sekunder dalam mengurangi keracunan glukosa.
4. Thiazolidinediones (TZDs)
16
metabolisme glukosa pada jaringan perifer, selain itu juga berperan dalam
menghambat lipolisis dan meredistribusi simpanan lemak dari hepar dan otot menuju
jaringan subkutan. Efek tambahan yang dihasilkan obat ini juga mempengaruhi
jumlah adipocytokine yang bersirkulasi (terutama adiponectine), dimana pada pasien
yang mendapat terapi TZDs kadarnya meningkat hingga 2-3 kali.1,2
Keuntungan terapi dengan obat ini adalah enak dipakai (hanya 1x dosis/hr),
efek hipoglikemik rendah dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia. Selain itu, ada
efek menguntungkan terkait metabolisme lemak, yaitu menurunkan kadar trigliserida,
LDL dan kolesterol serta meningkatkan kadar HDL; menurunkan tekanan darah;
meningkatkan fungsi endotel; mengurangi inflamasi vaskular dan meningkatkan
aktifitas fibrinolitik.2
17
Jika tidak ada cukup insulin yang bekerja, baik akibat kekurangan sintesis
insulin maupun resistensi insulin, akan terjadi efek yang berkebalikan. Salah satu di
antaranya adalah menyebabkan penurunan sintesis lipid dan meningkatkan proses
pemecahan lipid atau lipolosis. Hasil dari proses lipolisis tersebut adalah asam lemak
bebas (Free Fatty Acid), yang sebagian ada yang dikonversi menjadi Keton.
Penumpukan keton ini dapat menyebabkan peningkatan keasaman dalam sirkulasi
sistemik.2,3
Terdapat beberapa kelainan metabolik pada DKA, antara lain : 2
1. Hiperglikemia Glukosa darah >250 mg/dL.
Menimbulkan : Diuresis Osmotik akibat hiperglikemia (Poliuria) dan
Polidipsia yang muncul dalam 1-2 hari.
2. Ketosis dan Asidosis metabolik Ketonemia dan ketonuria sedang, serum
Bikarbonat yang rendah(<15 mEq/L) dan pH <7.3.
Menimbulkan : Pernapasan Kussmaul, Nafas beraroma keton.
Prinsip penatalaksanaan untuk kondisi ini adalah untuk memperbaiki kelainan
metabolik yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan : 2
Memberikan insulin.
2. Hyperosmolar Hyperglikemika
Kondisi ini paling sering ditemukan pada Diabetes Melitus tipe 2. Kondisi ini
ditandai dengan : 2
1. Hiperglikemia yang berlebihan yaitu >600 mg/dL.
2. Hiperosmolaritas : Osmolaritas plasma >310 mOsm/L.
3. Dehidrasi tanpa disertai dengan ketoasidosis.
Kondisi ini dapat terjadi akibat resistensi insulin dan intake glukosa yang
berlebihan. Prognosis penyakit ini lebih buruk jika dibandingkan dengan DKA.
Manifestasi klinisnya berupa dehidrasi, gejala dan tanda neurologis (hemiparesis,
penurunan kesadaran, hemianopia, nistagmus), dan rasa haus yang berlebih. Kondisi
18
ini sering ditemukan pada lansia, oleh karena itu seringkali disalah-artikan sebagai
stroke.1,2
3. Hipoglikemika
Kondisi ini paling sering terjadi akibat peningkatan kadar insulin yang berlebih
yang disertai dengan penurunan kadar glukosa di bawah normal. Keadaan ini paling
banyak terjadi akibat injeksi insulin yang tidak terkontrol dan penggunaan obat
hipoglikemik oral yang berkepanjangan.3
Komplikasi Kronis
A. Mikroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah mikro, dan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi gangguan perfusi organ, yang
bermanifestasi pada : 3
Retinopati (kerusakan arteri yang memvaskularisasi retina).
Nefropati (penurunan perfusi ginjal).
B. Makroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah makro, dan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi gangguan perfusi organ, yang
bermanifestasi pada : 3
Penyakit Jantung Koroner (pada arteri koroner).
19
Stroke (pada arteri serebral).
Gangguan sirkulasi perifer (pada arteri-arteri perifer).
C. Neuropati
Ada dua perubahan patologis yang terkait dengan neuropati perifer : 1
Penebalan dinding pembuluh darah yang mensuplai nutrisi ke sel-sel saraf
atau neuron terjadi iskemia seluler.
Demielinisasi pada sel Schwann sehingga terjadi penurunan konduksi neuron.
Kedua kondisi tersebut masih disebabkan oleh adanya glukosa protein yang
bersifat degeneratif sehingga terjadi kerusakan struktural sel.
Terdapat dua tipe neuropati, yaitu Neuropati Somatosensorik (Somatic
neuropathy) dan Neuropati Autonomik (Autonom Neuropathy). Berikut adalah
perbedaan gejala klinis yang ditimbulkan :
D. Komplikasi Pada Kaki (Diabetic Feel Ulcer)
Seringkali timbul akibat kombinasi dari makroangiopati perifer dan neuropati
somatosensorik.
Merupakan komplikasi yang paling sering pada pasien diabetes melitus.
Lokasi yang paling sering mengalami ulserasi adalah pada bagian yang mengalami
penekanan paling besar sewaktu melangkah atau berdiri, yaitu pada bagian belakang
tumit, area plantar-metatarsal, atau pada ibu jari. Kondisi ini sering terjadi karena
pasien tidak dapat merasakan adanya kerusakan pada struktur kaki sehingga pasien
seringkali terlambat menyadari timbulnya komplikasi.
20
tipe 2 sudah mengalami komplikasi, perubahan telah terjadi dalam 5 – 12 tahun
sebelum diagnosis ditegakkan.1,2,3
21
BAB III
LAPORAN KASUS
22
Genogram Keluarga Pasien
23
Riwayat Pengobatan :
24
Frek. Nadi : 84 x/menit, irama teratur, kuat angkat
Frek. Nafas : 20 x/menit
Tek. Darah : 120/80 mmHg
Suhu aksila : 37,0 º C
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Gizi : Cukup
Status General
Kepala : Normochepali
THT
Telinga : Hiperemis (-), edema (-), sekret (-), bagian dalam sde
Hidung : Nafas cuping hidung (-), rinore (+) bening
Tenggorokan : Hiperemis (-)
Mukosa bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Leher :
Cor :
25
Pulmo :
Abdomen :
26
Pasien datang dengan keluhan sering kencing sejak 5 hari terakhir ini.
b. Aspek Klinik
Diabetes Mellitus Tipe II.
c. Aspek Risiko Internal
Pasien sering mengkonsumsi teh manis saat pagi hari. Pasien juga sering
mengkonsumsi makanan ringan yang manis dan jarang konsumsi buah dan sayur.
Pasien mengakui saat makan, porsi nasi lebih banyak dibandingkan lauk dan
sayurnya. Pola makan pasien juga tidak teratur. Pasien juga jarang berolah raga.
d. Aspek Keluarga
Kurangnya pengetahuan keluarga pasien mengenai penyakit diabetes mellitus,
penanganan diabetes mellitus dan cara pencegahannya. Kurangnya perhatian yang
diberikan dari keluarga terhadap penyakit pasien.
e. Skala Fungsional
Skala fungsional pasien yaitu kelas I karena pasien dapat melakukan kegiatan
dengan baik sehari-hari.
3.6 Penatalaksanaan
Terapi berdasarkan diagnosis pasien :
Glibenklamid tablet 10 mg, 1 x 1 tablet/hari sebelum makan, membantu
menstabilkan gula darah.
Tujuan Terapi
Menstabilkan gula darah dan mencegah terjadinya komplikasi.
Konseling
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita oleh
pasien adalah diabetes mellitus yang merupakan penyakit tidak menular
serta dapat dicegah dan dikendalikan dengan pola hidup yang sehat.
Pasien perlu diedukasi mengenai pentingnya mengkonsumsi obat setiap
hari untuk penyakit tersebut dan kontrol setiap minimal 10 hari sekali.
27
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai gejala-gejala yang dapat
timbul pada pasien.
Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan beberapa perubahan pola
hidup terutama yang berkaitan dengan makanan yang dikonsumsi dan
pola makan.
Menganjurkan pasien untuk meningkatkan frekuensi olahraga minimal
3 kali seminggu dengan durasi 30-45 menit.
Menganjurkan keluarga pasien agar meningkatkan asupan sayur-sayuran
dan buah-buahan serta istirahat yang cukup untuk meningkatkan daya
tahan tubuh pasien dan keluarga pasien
Menganjurkan keluarga pasien untuk memeriksakan diri ke puskesmas
atau pusat pelayanan kesehatan lainnya karena terdapat risiko terjadinya
penyakit.
28
BAB IV
4.1. Tujuan
4.2. Metodologi
Pasien sehari-hari tinggal di rumah milik pribadi bersama istri dan kedua
anaknya. Status ekonomi pasien termasuk dalam kategori menengah. Sumber
penghasilan keluarga didapatkan dari uang hasil bekerja sebagai sopir angkutan.
Uang yang didapatkan pasien rata-rata bisa Rp.1.500.000 sampai Rp.2.500.000
per bulan.
Rumah pasien saat ini merupakan rumah pribadi keluarga pasien yang
terdiri atas 2 kamar tidur, 1 ruang serbaguna yang juga dipakai sebagai ruang
tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah pasien berukuran ± 8 x 7 meter.
Rumah pasien terletak berdekatan dengan rumah keluarga lainnya dengan jarak
± 1-2 m dengan rumah sekitarnya.
29
penerangan berupa bola lampu di ruang tamu, ruang tidur dan dapur dan kamar
mandi. Lantai rumah pasien terbuat dari keramik. Dinding rumah terbuat dari
tembok yang sudah dicat, dan atap rumah terbuat dari genteng. Dalam rumah
pasien terdapat 2 pintu utama tempat akses keluar masuk dari rumah, 1 pintu di
masing-masing kamar dan 6 jendela serta 6 ventilasi. Berdasarkan pengamatan
secara keseluruhan rumah dan lingkungan keluarga pasien cukup tertata rapi
dan kebersihan rumahnya juga cukup dijaga oleh pasien.
30
Denah Rumah
U
31
Bagian depan rumah Ruang Tamu
32
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN
ASPEK BIOLOGIS
MELITUS
Adanya riwayat penyakit serupa
pada keluarga pasien.
Usia 48 tahun (Faktor risiko)
DIABETES
ASPEK ASPEK
MELITUS LINGKUNGAN
PERILAKU
MELITUS
ASPEK PELAYANAN
KESEHATAN
DIABETES
Program terkait
MELITUS
PTM kurang tersosialisai
dengan baik
DIABETES
MELITUS
DIABETES
33
MELITUS
BAB V
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada aspek yang
relevan dengan DM, seperti berat badan atau BMI, pemeriksaan retina, tekanan darah
ortostatik, pemeriksaan ekstremitas bawah, pulsasi perifer, dan tempat injeksi
insulin.5,6
34
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara : 6
35
i. Faktor Genetik dan Biologis
1. Usia
Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan,
kejadian diabetes mellitus paling tinggi pada usia 30-60 tahun. Pada beberapa
studi didapatkan bahwa prevalensi diabetes mellitus pada usia 45-60 tahun
dan lebih tua selalu lebih tinggi pada kelompok diabetes mellitus
dibandingkan kelompok kontrol. Pasien pada kasus berumur 48 tahun, dan
merupakan rentang puncak dari kejadian diabetes mellitus.
2. Riwayat keluarga yang menderita diabetes mellitus
Sekitar 20-40% variasi gula darah di antara individu disebabkan oleh faktor
genetik. Gula darah seorang anak akan lebih mendekati gula darah orang
tuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak adopsi.
Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor
lingkungan (seperti makanan), berperan besar dalam menentukan gula darah
pada penderita diabetes mellitus. Pasien memiliki riwayat ayah pasien
mengidap penyakit diabetes mellitus, pasien memiliki resiko untuk terkena
diabetes mellitus terlebih dengan adanya faktor perilaku yang dapat memicu
munculnya diabetes mellitus.
ii. Faktor Perilaku
1. Diet tinggi gula
Pasien pada kasus memiliki kebiasaan memakan makanan dan minum yang
manis-manis. Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan gula atau
pemanis yang berlebihan dengan gula darah yang tinggi pada beberapa
individu. Dengan meningkatnya intake gula pada individu akan menyebabkan
gula darah lebih banyak pada tubuh dan terjadi retensi cairan serta
peningkatan volume gula darah. Dengan demikian gula darah yang berlebihan
membuat kerja pancreas lebih besar dan dapat meningkatkan risiko terjadinya
diabetes mellitus.
36
2. Jarang berolah raga
Pasien pada kasus jarang melakukan olah raga. Aktifitas yang dilakukan
hanya mengurus rumah dan sibuk dengan pekerjaannya. Aktifitas tambahan
dan olah raga jarang dilakukan oleh pasien. Kurangnya aktifitas fisik dapat
menyebabkan individu akan lebih rentan terhadap gula darah tinggi. Aktifitas
fisik dan olah raga dapat melatih tubuh dan menjaga kebugaran tubuh.
Saat berolah raga akan terjadi peningkatan denyut jantung serta vasodilatasi
pembuluh darah. Melakukan olahraga secara teratur selain menurunkan
tekanan darah, dapat juga membantu menurunkan berat badan dan menjaga
bentuk tubuh. Jenis latihan yang dapat mengontrol gula darah adalah berjalan
kaki, bersepeda, berenang, dan aerobik.
37
terutama saat posbindu. Hal ini terutama ditujukan pada masyarakat yang
memiliki faktor resiko, karena masyarakat tersebut akan merasa dirinya sehat,
sehingga masyarakat tersebut akan tidak memperhatikan mengenai pola
makan, aktivitas fisik dan hal lainnya yang dapat memicu timbulnya diabetes
mellitus. Sehingga pihak petugas kesehatan dapat meningkatkan upaya
penjaringan pasien DM terutama pada usia lanjut dan seluruh anggota
keluarga lain yang mempunyai risiko menderita DM. Dengan dilakukan upaya
penyuluhan dan penjaringan, diharapkan dapat menurunkan angka kejadian
DM serta jika ditemukan pasien DM dapat ditemukan pada fase awal dan
diberikan penanganan secepat mungkin.
38
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit tidak menular yang angka
penderitanya terus mengalami peningkatan tiap tahun. Peningkatan kasus diabetes
mellitus tidak terlepas dari empat determinan kesehatan yang meliputi faktor
biologis atau genetik, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor pelayanan
masyarakat. Masalah utama pasien pada kasus ini berasal dari faktor perilaku,
sehingga diperlukan usaha dan upaya lebih dari pihak petugas kesehatan untuk
mengedukasi pasien agar kadar gula darah tetap terkontrol sehingga dapat
mengurangi risiko terjadinya komplikasi di kemudian hari.
6.2 Saran
Dalam menangani dan mengatasi kasus diabetes mellitus diperlukan adanya
kerjasama dari berbagai pihak kesehatan seperti gizi, pengendalian penyakit tidak
menular, dan promosi kesehatan. Dalam hal ini, penulis memberikan saran untuk
beberapa pihak agar dapat bermanfaat bagi kemajuan bersama.
39
DAFTAR PUSTAKA
3. Sudoyo AW. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing.
Gunungsari, Gunungsari.
Gunungsari, Gunungsari.
40