Anda di halaman 1dari 40

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

DIABETES MELLITUS TIPE II

Oleh
Imam Mardani
H1A 212 026

Pembimbing Fakultas
dr. Ika Primayanti, M.Kes
dr. Mayuarsih Kartika
dr. I Gusti Ngurah Agung Ariawan
dr. Qudratini Fitriana

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT
2017
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................6

2.1 Gambaran Penyakit Diabetes Mellitus Di Puskesmas Gunung Sari.......................6

2.2 Diabetes Mellitus Tipe II.........................................................................................7

2.2.1 Definisi.........……………........................................................................7

2.2.2 Klasifikasi………....……........................................................................7

2.2.3 Epidemiologi….......................................................................................8

2.2.4 Patofisiologi.….......................................................................................8

2.2.5 Diagnosis…......…..................................................................................9

2.2.6 Penatalaksanaan......................................................................................12

2.2.7 Komplikasi…………….........................................................................17

2.2.8 Prognosis…......……….........................................................................21

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................... 22

3.1 Identitas Pasien..................................................................................................... 22

3.2 Anamnesis............................................................................................................. 22

3.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................................. 24

3.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................................................ 26

3.5 Diagnosis Holistik................................................................................................ 26

3.6 Penatalaksanaan................................................................................................... 27

3.7 Prognosis...............................................................................................................28

2
BAB IV KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) ...............................................29

4.1 Tujuan...................................................................................................................29

4.2 Metodologi............................................................................................................29

4.3 Hasil penelusuran...................................................................................................29

4.4 Kerangka Konsep Masalah Pasien.........................................................................33

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Aspek Klinis........................................................................................................34

5.1.1 Pembahasan Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis................................34

5.1.2 Pembahasan Diagnosis Pasien.............................................................34

5.2 Pembahasan Terapi............................................................................................35

5.3 Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat....................................................................36

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................39

6.1 Kesimpulan.........................................................................................................39

6.2 Saran...................................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 41

3
BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan gaya hidup masyarakat pada zaman modern ini menyebabkan semakin
meningkatnya risiko terserangnya penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular
(non-communicable disease), seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi,
diabetes, dan hiperlipidemia. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin
(resistensi insulin), di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di jaringan
perrifer (otot dan lemak), serta sekresi insulin oleh sel berta pankreas atau keduanya.
Bila kadar glukosa darah tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati.1,2
Menurut data dari WHO terdapat peningkatan penderita diabetes mellitus di
seluruh dunia dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus
berkaitan dengan adanya jumlah populasi yang meningkat, bertambahnya umur
harapan hidup, perubahan pola hidup tradisional ke arah pola hidup modern,
kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh masyarakat dan peningkatan prevalensi
obesitas.3,4
Berdasarkan data statistik terdapat 382 juta orang mengidap diabetes mellitus
pada tahun 2013 dan angkanya akan terus meningkat dengan perkiraan 592 juta orang
pada tahun 2035. Sebagian besar orang dengan penyakit diabetes mellitus berasal dari
negara berkembang. Umur pengidap diabetes mellitus bervariasi, namun umur
sebagian besar pasien berkisar antara umur 40 hingga 59 tahun.4
International Diabetes Federation memprediksi adanya kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada
tahun 2035. Sedangkan World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan
jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. 1,5

4
Pada tahun 2016, kasus diabetes mellitus di Puskesmas Gunungsari menempati
urutan ketiga penyakit tidak menular terbanyak setelah hipertensi dan asma bronchial.
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas, jumlah kasus baru diabetes mellitus di
wilayah kerja Puskesmas Gunungsari cenderung mengalami peningkatan tiap
tahun.6,7
Dari data-data tersebut di atas, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk
menurunkan angka kejadian diabetes mellitus. Dalam hal ini, Puskesmas sebagai
ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang bertanggung
jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat memiliki peranan
yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Penyakit Diabetes Mellitus Di Puskesmas Gunung Sari


Berdasarkan data Puskesmas Gunung Sari pada tahun 2016-2017, jumlah
kunjungan kasus baru penderita penyakit diabetes mellitus cenderung flutuatif.
Jumlah kunjungan kasus baru pasien diabetes mellitus di Puskesmas Gunungsari
periode bulan Januari 2016 sampai November 2017 dapat dilihat pada grafik
berikut.6,7,8

Jumlah Kunjungan Kasus Baru


Pasien Diabetes Mellitus di
Puskesmas Gunungsari Periode
Januari 2016 - November 2017
80
70
60
50
40
30 2017
20
10 2016
0

Gambar 1. Jumlah Kunjungan Kasus Baru Diabetes Mellitus di Puskesmas Gunungsari


Periode Januari Tahun 2016-November Tahun 2017.

6
2.2 Diabetes Mellitus Tipe II
2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus Tipe II
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya 1,2

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang
menyebabkan hiperglikemia. Dua kelompok besar Diabetes Mellitus adalah DM tipe
1 dan tipe 2. DM tipe I disebabkan defisiensi insulin total atau absolut. DM tipe 2
merupakan suatu kelompok kelainan yang karakteristiknya dipengaruhi derajat
variabel dari resistensi insulin, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi
glukosa.2 Diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori klinis yaitu:1

7
2.2.3 Epidemiologi Diabetes Mellitus Tipe II
Terjadi kecenderungan peningkatan insidens dan prevalensi DM tipe-2 di dunia
kemungkinan disebabkan karena meningkatnya pasien obesitas dan aktivitas fisik
yang kurang. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes
yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang.1 WHO memprediksi kenaikan
jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030 di Indonesia.Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi
DM ,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi
12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta.3,4,5
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta
jiwa.Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural
sebesar 7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes
sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya,
berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan padatahun 2030 nanti akan
ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi
DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%)maka diperkirakan terdapat 12 juta
penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 jutadi daerah rural.4

2.2.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II


Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan respons
jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan
(2) penurunan kemampuan sel β pancreas untuk menskresi insulin sebagai respons
terhadap beban glukosa.3

Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena berkurang atau rusaknya sel beta
sebagai penghasil insulin pada pankreas yang menyebabkan produksi insuline
menjadi berkurang atau tidak terproduksi lagi. Pada saat makanan yang masuk ke

8
dalam tubuh, maka makanan tersebut akan dirubah menjadi glukosa. Glukosa
kemudian masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas menghasilkan sedikit
insulin atau tidak menghasilkan insulin sama sekali karena kerusakan sel beta pada
pulau langerhans yang terdapat pada pankreas. Insulin yang dihasilkan tersebut akan
masuk ke dalam aliran darah, selanjutnya dikarena jumlah insulin yang diproduksi
dengan glukosa yang masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit maka menyebabkan
penumpukan glukosa dalam darah.2,3

Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena kurangya sensitivitas terhadap


insulin (disebabkan kurangnya jumlah reseptor insulin dipermukaan sel) yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah. Pada awalnya makan yang
masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi glukosa, kemudian glukosa akan masuk
ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas akan menghasilkan insulin, dan insulin
tersebut akan masuk ke dalam pembuluh darah. Namun insulin tersebut mengalami
penurunan sensitivitas, sehingga glukosa menumpuk dalam darah dan tidak dapat
masuk ke dalam sel.2,3

2.2.5 Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.1,2
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai berat badan, riwayat keluarga
dengan DM dan komplikasinya, faktor risiko untuk kelainan kardiovaskular, dan gaya
hidup. Pada pasien yang telah terbukti DM, untuk anamnesis perlu ditanyakan
mengenai penanganan DM yang dilakukan sebelumnya, termasuk jenis terapi, nilai
HbA1C sebelumnya, hasil self-monitoring glukosa darah, frekuensi hipoglikemia,

9
adanya komplikasi spesifik DM, dan menilai tingkat pengetahuan pasien mengenai
DM, aktifitas fisik, dan nutrisi (diet).2
Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada aspek yang
relevan dengan DM, seperti berat badan atau BMI, pemeriksaan retina, tekanan darah
ortostatik, pemeriksaan ekstremitas bawah, pulsasi perifer, dan tempat injeksi insulin.
Tekanan darah > 130/80 mmHg dianggap hipertensi pada individu dengan DM.1,2
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara : 2

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok
toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).1,2
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

10
Tabel 2 : Kriteria diagnosis Diabetes Mellitus

No. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

1. Kadar A1C ≥ 6,5%. Uji kadar A1C harus dilakukan pada laboratorium yang
menggunakan metode yang sudah tersetifikasi NGSP dan terstandarisasi
DCCT assay.*

Atau

2. Glukosa Plasma Puasa ≥ 126g/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan setidaknya 8 jam.*

Atau

3. Glukosa plasma 2 jam ≥ 200mg/dL (11,1 mmol/) pada TTGO. TTGO


dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.*

Atau

4. Gejala klasik DM (hiperglikemia atau krisis hiperglikemik) + glukosa


plasma puasa ≥ 200g/dL (11,1 mmol/L).

*Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang, apabila tidak terdapat


gejala khas hiperglikemia

Cara pelaksanaan TTGO : 2

 Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-
hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa

11
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok

Etiologi diabetes pada individu DM dengan onset baru biasanya dapat dinilai
dengan kriteria klinis. Individu dengan DM tipe 1 cenderung memiliki karakteristik
berikut : (1) onset diabetes biasanya dibawah 30 tahun, (2) biasanya ramping, (3)
memerlukan insulin sebagai terapi awal, (4) kecenderungan untuk mengalami
ketoasidosis, dan (5) penigkatan risiko penyakit autoimun seperti penyakit autoimun
tiroid, insufisiensi renal, anemia pernisiosa dan lainnya.1,3

Sedangkan individu dengan DM tipe 2 seringkali memiliki manifestasi berikut :


(1) onset biasanya diatas 30 tahun, (2) biasanya obesitas (80% pasien obesitas, namun
pada lansia biasanya lebih ramping), (3) dapat tidak memerlukan insulin sebagai
terapi awal, dan (4) dapat mengalami kondisi yang berhubungan seperti resistensi
insulin, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dislipidemia, dan lainnya.3

2.2.6 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe II


A. TERAPI NON-FARMAKOLOGI
 Edukasi
DM tipe II sangat terkait dengan pola hidup yang mapan. Untuk itu, perlu
memberikan pemahaman kepada pasien mengenai penyakitnya. Hal ini guna

12
menanamkan kesadaran pada pasien sehingga mendorong pasien untuk berperilaku
yang sesuai untuk kesehatannya. Edukasi yang perlu diberikan adalah mengenai : 1
 Perjalanan penyakit DM.
 Pentingnya pengendalian dan pemantauan DM dan cara-cara yang dapat
dilakukan.
 Penyulit DM dan resikonya serta cara mengatasi sementara keadaan gawat
darurat.
 Permasalahan khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemi saat kehamilan,
dan lain-lain.

 Terapi Gizi Medis


Prinsip pengaturan diet pada pasien DM hampir sama dengan orang normal,
yaitu sangat penting menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang dan sesuai
kebutuhan kalori. Hal yang perlu diperhatikan pada penderita DM adalah jadwal
makan yang harus teratur, jenis dan jumlah makanan.2 Komposisi makanan yang
dianjurkan terdiri dari:2,3
Karbohidrat
o Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
o Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
o Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
o Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan
sama dengan makanan keluarga yang lain
o Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
o Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)
o Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

13
Lemak
o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
o Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
o Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
o Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
o Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
o Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
o Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi,dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu,
dan tempe.
o Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
Natrium
o Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gram (1 sendok teh)garam dapur.
o Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.
o Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,buah, dan sayuran serta sumber
karbohidrat yang tinggi serat,karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan
bahanlain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari. 1,4

14
 Kebutuhan Kalori

Kebutuhan kalori total untuk pasien diabetes adalah sebesar 25-30 kalori/kgBB
ideal. Kebutuhan kalori ini dapat dikurangi atau ditambah tergantung faktor-faktor
berikut : 4
 Jenis kelamin : Pada wanita kebutuhan kalori lebih sedikit dibanding pria.
 Umur: pasien usia > 40 thn kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk usia 40-
59thn, 10% untuk usia 60-69 thn dan 20% untuk usia > 70 tahun.
 Aktivitas fisik atau pekerjaan: kebutuhan kalori ditambah sesuai dengan
intensitas aktivitas fisik. (penambahan kebutuhan kalori 10% dari kebutuhan
basal pada keadaan istirahat, 20 % pada keadaan aktivitas ringan, 30% pada
aktivitas sedang dan 50% pada aktivitas sangat berat).
 Berat badan: pada kegemukan, kebutuhan energi dikurangi 20-30%
tergantung derajat kegemukan, pada pasien kurus ditambah 20-30%.
 Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur penting artinya bagi pasien diabetes. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan BB dan
memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah.1,2

B. TERAPI FARMAKOLOGI
 Obat Hipoglikemik Oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dibagi atas : 2


 Pemicu sekresi insulin.

 Penambah sensitifitas organ target terhadap insulin.

 Penghambat glukoneogenesis.

15
 Golongan Obat Hipoglikemia Oral
1. Sulfonilurea

Sulfonilurea bekerja pada sel β pankreas. Ikatan reseptor-sulfonilurea akan


menghambat kerja kanal ion K+-ATPase. Penutupan kanal ini akan menyebabkan
depolarisasi sel β sehingga merangsang masuknya Ca2+ dan selanjutnya memulai
proses sekresi hormon insulin.1

2. Non-Sulfonilurea

Golongan obat yang termasuk kedalam tipe ini adalah golongan Glinid (ex.
Repaglinide dan nateglinid). Obat ini bekerja dengan berinteraksi pada sisi lain dari
reseptor sulfonilurea untuk memicu sekresi insulin. Obat golongan ini meski bekerja
pada reseptor yang sama, tapi durasi kerjanya lebih cepat dibanding sulfonilurea
sehingga dapat menurunkan/mencegah efek hipoglikemia puasa.1,2

3. Biguanide

Obat yang termasuk golongan ini ialah metformmin. Kerja obat ini adalah lebih
dominan pada sensitasi insulin yang bekerja secara umum menghambat
glukoneogenesis di hepar, yang bertujuan menurunkan produksi glukosa hepar. Obat
ini juga bekerja meningkatkan penggunaan glukosa pada jaringan ferifer, meski efek
ini bersifat sekunder dalam mengurangi keracunan glukosa.

Keuntungan dari obat ini adalah hanya menyebabkan penurunan BB yang


ringan, peningkatan LDL ringan dan tidak menyebabkan hipoglikemia bila digunakan
sebagai monoterapi.1,2

4. Thiazolidinediones (TZDs)

TZNs bekerja mengurangi resistensi insulin dengan cara mengaktivasi PPAR-γ,


reseptor inti yang meregulasi transkripsi dari beberapa gen responsive-insulin yang
mengatur metabolisme KH dan lemak. Jadi kerja obat ini terutama pada stimulasi

16
metabolisme glukosa pada jaringan perifer, selain itu juga berperan dalam
menghambat lipolisis dan meredistribusi simpanan lemak dari hepar dan otot menuju
jaringan subkutan. Efek tambahan yang dihasilkan obat ini juga mempengaruhi
jumlah adipocytokine yang bersirkulasi (terutama adiponectine), dimana pada pasien
yang mendapat terapi TZDs kadarnya meningkat hingga 2-3 kali.1,2

Keuntungan terapi dengan obat ini adalah enak dipakai (hanya 1x dosis/hr),
efek hipoglikemik rendah dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia. Selain itu, ada
efek menguntungkan terkait metabolisme lemak, yaitu menurunkan kadar trigliserida,
LDL dan kolesterol serta meningkatkan kadar HDL; menurunkan tekanan darah;
meningkatkan fungsi endotel; mengurangi inflamasi vaskular dan meningkatkan
aktifitas fibrinolitik.2

5. DPP-IV inhibitor (dipeptidyl peptidase-IV inhibotor)

Obat golongan ini bekerja menghambat enzim dipeptidyl peptidase-IV, yaitu


enzim yang berperan dalam penghancuran/brakdown dari incretin, GLP-1 dan GIP.
Keuntungan obat golongan ini adalah efek samping yang relatif sedikit dan sangat
bagus digunakan pada psien dengan peningkatan gula darah ringan.2

2.2.7 Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe II


 Komplikasi Akut
1. Diabetic Ketoacidosis
Diabetik Ketoacidosis (DKA) paling sering terjadi pada Diabetes Melitus tipe
1. DKA dapat pula terjadi pada DM tipe 2 pada kondisi yang ekstrim. Selain
berfungsi dalam proses pemasukan glukosa ke intraseluler, insulin juga berfungsi
dalam menghambat glukoneogenesis, glikogenolisis, meningkatkan sintesis protein
pada sel hepar dan sel otot, serta meningkatkan proses lipogenesis atau sintesis lipid
pada hepar dan adiposit.1,2

17
Jika tidak ada cukup insulin yang bekerja, baik akibat kekurangan sintesis
insulin maupun resistensi insulin, akan terjadi efek yang berkebalikan. Salah satu di
antaranya adalah menyebabkan penurunan sintesis lipid dan meningkatkan proses
pemecahan lipid atau lipolosis. Hasil dari proses lipolisis tersebut adalah asam lemak
bebas (Free Fatty Acid), yang sebagian ada yang dikonversi menjadi Keton.
Penumpukan keton ini dapat menyebabkan peningkatan keasaman dalam sirkulasi
sistemik.2,3
Terdapat beberapa kelainan metabolik pada DKA, antara lain : 2
1. Hiperglikemia Glukosa darah >250 mg/dL.
Menimbulkan : Diuresis Osmotik akibat hiperglikemia (Poliuria) dan
Polidipsia yang muncul dalam 1-2 hari.
2. Ketosis dan Asidosis metabolik Ketonemia dan ketonuria sedang, serum
Bikarbonat yang rendah(<15 mEq/L) dan pH <7.3.
Menimbulkan : Pernapasan Kussmaul, Nafas beraroma keton.
Prinsip penatalaksanaan untuk kondisi ini adalah untuk memperbaiki kelainan
metabolik yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan : 2
 Memberikan insulin.

 Menggantikan cairan dan elektrolit secara intravena.

2. Hyperosmolar Hyperglikemika
Kondisi ini paling sering ditemukan pada Diabetes Melitus tipe 2. Kondisi ini
ditandai dengan : 2
1. Hiperglikemia yang berlebihan yaitu >600 mg/dL.
2. Hiperosmolaritas : Osmolaritas plasma >310 mOsm/L.
3. Dehidrasi tanpa disertai dengan ketoasidosis.
Kondisi ini dapat terjadi akibat resistensi insulin dan intake glukosa yang
berlebihan. Prognosis penyakit ini lebih buruk jika dibandingkan dengan DKA.
Manifestasi klinisnya berupa dehidrasi, gejala dan tanda neurologis (hemiparesis,
penurunan kesadaran, hemianopia, nistagmus), dan rasa haus yang berlebih. Kondisi

18
ini sering ditemukan pada lansia, oleh karena itu seringkali disalah-artikan sebagai
stroke.1,2
3. Hipoglikemika
Kondisi ini paling sering terjadi akibat peningkatan kadar insulin yang berlebih
yang disertai dengan penurunan kadar glukosa di bawah normal. Keadaan ini paling
banyak terjadi akibat injeksi insulin yang tidak terkontrol dan penggunaan obat
hipoglikemik oral yang berkepanjangan.3
 Komplikasi Kronis

Prinsip-prinsip timbulnya kelainan pada pembuluh darah dan beberapa organ


lain seperti ginjal dan mata adalah akibat adanya proses glikolisasi enzimatik yaitu
pembentukan AGEs (Advanced Glycolisation End products) atau Glucose Protein
akibat adanya pajanan yang berulang terhadap glukosa pada kondisi hiperglikemik.
AFEs terbentuk setelah glukosa mengalami ikatan enzimatik terhadap protein yang
bersirkulasi dalam darah. AGEs ini akan berikatan dengan berbagai sel-sel tubuh
(memiliki reseptor khusus AGEs) yang selanjutnya akan menyebabkan defek
struktural pada sel-sel tubuhyang menyebabkan kerusakan pada struktur
kardiovaskuler, mata, dan ginjal.1,2,3

A. Mikroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah mikro, dan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi gangguan perfusi organ, yang
bermanifestasi pada : 3
 Retinopati (kerusakan arteri yang memvaskularisasi retina).
 Nefropati (penurunan perfusi ginjal).
B. Makroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah makro, dan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi gangguan perfusi organ, yang
bermanifestasi pada : 3
 Penyakit Jantung Koroner (pada arteri koroner).

19
 Stroke (pada arteri serebral).
 Gangguan sirkulasi perifer (pada arteri-arteri perifer).
C. Neuropati
Ada dua perubahan patologis yang terkait dengan neuropati perifer : 1
 Penebalan dinding pembuluh darah yang mensuplai nutrisi ke sel-sel saraf
atau neuron terjadi iskemia seluler.
 Demielinisasi pada sel Schwann sehingga terjadi penurunan konduksi neuron.
 Kedua kondisi tersebut masih disebabkan oleh adanya glukosa protein yang
bersifat degeneratif sehingga terjadi kerusakan struktural sel.
Terdapat dua tipe neuropati, yaitu Neuropati Somatosensorik (Somatic
neuropathy) dan Neuropati Autonomik (Autonom Neuropathy). Berikut adalah
perbedaan gejala klinis yang ditimbulkan :
D. Komplikasi Pada Kaki (Diabetic Feel Ulcer)
 Seringkali timbul akibat kombinasi dari makroangiopati perifer dan neuropati
somatosensorik.
 Merupakan komplikasi yang paling sering pada pasien diabetes melitus.

Lokasi yang paling sering mengalami ulserasi adalah pada bagian yang mengalami
penekanan paling besar sewaktu melangkah atau berdiri, yaitu pada bagian belakang
tumit, area plantar-metatarsal, atau pada ibu jari. Kondisi ini sering terjadi karena
pasien tidak dapat merasakan adanya kerusakan pada struktur kaki sehingga pasien
seringkali terlambat menyadari timbulnya komplikasi.

2.2.8 Prognosis Diabetes Mellitus Tipe II


Pada umumnya diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan, namun dapat
dikendalikan dengan terapi non-farmakologi (penyuluhan, pencegahan DM,
pengaturan pola makan, latihan jasmani, dan lain-lain) dan didukung dengan
pemberian terapi farmakologi.1 Pada saat diagnosis, sebagian besar diabetes mellitus

20
tipe 2 sudah mengalami komplikasi, perubahan telah terjadi dalam 5 – 12 tahun
sebelum diagnosis ditegakkan.1,2,3

21
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Tn. MA
Umur : 48 tahun
Tanggal Lahir : 9 September 1969
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Supir Angkutan Umum
Alamat : Dusun Puncang Utara, RT.5, Gunung Sari
Pembiayaan : BPJS PBI

3.2 Anamnesis (20-11-2017)


Keluhan utama : Sering kencing
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli dewasa Puskesmas Gunungsari dengan keluhan sering
kencing sejak 5 hari terakhir. Pasien mengaku merasa tidak nyaman karena setiap saat
ingin kencing, saat malam hari frekuensi kencing sampai 5-8 kali, saat pagi dan siang
juga pasien sering kencing sehingga mengganggu aktifitasnya. Pasien juga
mengeluhkan sering merasa lapar dan haus sejak 1 bulan terakhir. Keluhan penurunan
berat badan tidak ditahu pasien. Keluhan kesemutan (-), mual (-), muntah (-), demam
(-), nyeri kepala (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis sebelumnya, hipertensi(-), TB(-),
asma(-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku ayah pasien dulu pernah menderita diabetes dan sekarang ayah
pasien sudah meninggal dunia.

22
Genogram Keluarga Pasien

23
Riwayat Pengobatan :

Pasien baru memulai pengobatan untuk Diabetes Mellitusnya


Riwayat Ekonomi dan Lingkungan :
 Pasien tinggal bersama istri, anaknya yang ke dua dan anaknya yang ke tiga.
Berikut usia dan pekerjaan dari masing-masing anggota keluarga:
a. Pasien 48 tahun, bekerja sebagai supir
b. Istri pasien 42 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga
c. Anak kedua pasien 18 tahun sebagai pelajar SMA
d. Anak kelima pasien 14 tahun sebagai pelajar SMP
 Pasien merupakan keluarga dengan ekonomi menengah. Pemasukan keuangan
didapatkan dari pekerjaan sebagai supir dengan penghasilan kira-kira Rp.
1.500.000 – 2.500.000/bulan.
 Untuk air minum, pasien menggunakan air PDAM yang dimasak.
 Pasien mengaku sudah merokok sejak kelas 1 SMA, dimana setiap hari pasien
dapat menghabiskan sekitar 1 bungkus.
 Untuk keperluan MCK, pasien menggunakan air PDAM, dan menggunakan
kamar mandi yang terletak di belakang rumah pasien. Saat ini pasien dan anggota
keluarga biasanya BAB di kamar mandi pribadi.
 Untuk mencuci pakaian, dan mandi serta mencuci kebutuhan sehari-hari, pasien
menggunakan air PDAM.
 Untuk memasak, keluarga pasien menggunakan kompor gas. Pasien memasak di
dapur yang berada di dbelakang rumah pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis

24
Frek. Nadi : 84 x/menit, irama teratur, kuat angkat
Frek. Nafas : 20 x/menit
Tek. Darah : 120/80 mmHg
Suhu aksila : 37,0 º C
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Gizi : Cukup
Status General

Kepala : Normochepali

Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Refleks pupil +/+ isokor

THT

 Telinga : Hiperemis (-), edema (-), sekret (-), bagian dalam sde
 Hidung : Nafas cuping hidung (-), rinore (+) bening
 Tenggorokan : Hiperemis (-)
Mukosa bibir : Pucat (-), sianosis (-)

Leher :

 Inspeksi : Benjolan (-), peningkatan vena jugularis (-)


 Palpasi : Pembesaran kelenjar (-)
Thorax :

Cor :

 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV MCL kiri, kuat angkat (-
), thrill (-)
 Perkusi : Batas jantung-paru dbn
 Auskultasi : S1 S2 Normal, regular, murmur (-), gallop (-)

25
Pulmo :

 Inspeksi : Gerakan dada simetris (+)


 Palpasi : Focal fremitus N/N
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen :

 Inspeksi : Distensi (-)


 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Hepar-Lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani, dalam batas normal
Ekstremitas :

Inguinal-genitalia-anus : Tidak diperiksa

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Glukosa Darah Sewaktu : 323 mg/dl (Pemeriksaan pada senin, 20-11-2017)
3.5 Diagnosis Holistik
a. Aspek Personal

26
Pasien datang dengan keluhan sering kencing sejak 5 hari terakhir ini.
b. Aspek Klinik
Diabetes Mellitus Tipe II.
c. Aspek Risiko Internal
Pasien sering mengkonsumsi teh manis saat pagi hari. Pasien juga sering
mengkonsumsi makanan ringan yang manis dan jarang konsumsi buah dan sayur.
Pasien mengakui saat makan, porsi nasi lebih banyak dibandingkan lauk dan
sayurnya. Pola makan pasien juga tidak teratur. Pasien juga jarang berolah raga.
d. Aspek Keluarga
Kurangnya pengetahuan keluarga pasien mengenai penyakit diabetes mellitus,
penanganan diabetes mellitus dan cara pencegahannya. Kurangnya perhatian yang
diberikan dari keluarga terhadap penyakit pasien.
e. Skala Fungsional
Skala fungsional pasien yaitu kelas I karena pasien dapat melakukan kegiatan
dengan baik sehari-hari.

3.6 Penatalaksanaan
 Terapi berdasarkan diagnosis pasien :
 Glibenklamid tablet 10 mg, 1 x 1 tablet/hari sebelum makan, membantu
menstabilkan gula darah.
 Tujuan Terapi
Menstabilkan gula darah dan mencegah terjadinya komplikasi.
 Konseling
 Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita oleh
pasien adalah diabetes mellitus yang merupakan penyakit tidak menular
serta dapat dicegah dan dikendalikan dengan pola hidup yang sehat.
 Pasien perlu diedukasi mengenai pentingnya mengkonsumsi obat setiap
hari untuk penyakit tersebut dan kontrol setiap minimal 10 hari sekali.

27
 Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai gejala-gejala yang dapat
timbul pada pasien.
 Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan beberapa perubahan pola
hidup terutama yang berkaitan dengan makanan yang dikonsumsi dan
pola makan.
 Menganjurkan pasien untuk meningkatkan frekuensi olahraga minimal
3 kali seminggu dengan durasi 30-45 menit.
 Menganjurkan keluarga pasien agar meningkatkan asupan sayur-sayuran
dan buah-buahan serta istirahat yang cukup untuk meningkatkan daya
tahan tubuh pasien dan keluarga pasien
 Menganjurkan keluarga pasien untuk memeriksakan diri ke puskesmas
atau pusat pelayanan kesehatan lainnya karena terdapat risiko terjadinya
penyakit.

3.7 Prognosis pasien


- Ad vitam : bonam.
- Ad functionam : bonam.
- Ad sanationam : dubia ad bonam karena penyakit dapat berulang.

28
BAB IV

PENELUSURAN (HOME VISIT)

4.1. Tujuan

Mengetahui faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus pada pasien, baik


faktor internal maupun eksternal.

4.2. Metodologi

Metodologi yang dipakai meliputi wawancara dan pengamatan langsung


terhadap lingkungan tempat tinggal pasien. Variabel yang dipakai adalah faktor
risiko, tanda dan gejala diabetes mellitus.

4.3. Hasil Penelusuran

Pasien sehari-hari tinggal di rumah milik pribadi bersama istri dan kedua
anaknya. Status ekonomi pasien termasuk dalam kategori menengah. Sumber
penghasilan keluarga didapatkan dari uang hasil bekerja sebagai sopir angkutan.
Uang yang didapatkan pasien rata-rata bisa Rp.1.500.000 sampai Rp.2.500.000
per bulan.

Rumah pasien saat ini merupakan rumah pribadi keluarga pasien yang
terdiri atas 2 kamar tidur, 1 ruang serbaguna yang juga dipakai sebagai ruang
tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah pasien berukuran ± 8 x 7 meter.
Rumah pasien terletak berdekatan dengan rumah keluarga lainnya dengan jarak
± 1-2 m dengan rumah sekitarnya.

Rumah pasien menghadap ke barat. Kondisi pencahayaan di rumah pasien


cukup baik karena cahaya tetap masuk dari jendela pasien, dan ada sumber

29
penerangan berupa bola lampu di ruang tamu, ruang tidur dan dapur dan kamar
mandi. Lantai rumah pasien terbuat dari keramik. Dinding rumah terbuat dari
tembok yang sudah dicat, dan atap rumah terbuat dari genteng. Dalam rumah
pasien terdapat 2 pintu utama tempat akses keluar masuk dari rumah, 1 pintu di
masing-masing kamar dan 6 jendela serta 6 ventilasi. Berdasarkan pengamatan
secara keseluruhan rumah dan lingkungan keluarga pasien cukup tertata rapi
dan kebersihan rumahnya juga cukup dijaga oleh pasien.

Terkait keperluan MCK, keluarga pasien mengaku melakukan aktivitas


mandi, buang air dan mencuci dikamar mandi pasien yang berada dibelakang
rumah. Keperluan minum dan memasak, keluarga pasien mendapatkan air dari
PDAM. Pasien mengaku memasak terlebih dahulu air yang diminum, untuk
mencuci pakaian, pasien juga menggunakan air dari PDAM, untuk memasak
keluarga pasien menggunakan kompor gas. Pasien memasak di dapur yang
terletak di belakang bangunan rumah tempat tinggal pasien dan terdapat
ventilasi disekitar dapur. Untuk pembuangan sampah, pasien mengaku
membuang sampah di petugas sampah yang datang setiap sore.

30
Denah Rumah
U

31
Bagian depan rumah Ruang Tamu

Kamar Anak Kamar Pasien

Dapur Kamar mandi

32
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN

ASPEK BIOLOGIS

MELITUS
 Adanya riwayat penyakit serupa
pada keluarga pasien.
 Usia 48 tahun (Faktor risiko)
DIABETES
ASPEK ASPEK
MELITUS LINGKUNGAN
PERILAKU

 Diet yang tidak benar  Statutus ekonomi

dan jarang sehingga


DIABETES
berolahraga DIABETES mempengaruhi
MELLITUS kemampuan pasien
 Pengetahuan yang MELITUS
TIPE 2 membeli lauk pauk
kurang mengenai
penyakit  Pengetahuan
keluarga yang
DIABETES kurang tentang DM

MELITUS
ASPEK PELAYANAN

KESEHATAN
DIABETES
 Program terkait
MELITUS
PTM kurang tersosialisai
dengan baik

DIABETES

MELITUS

DIABETES
33
MELITUS
BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Aspek Klinis


5.1.1 Pembahasan Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berumur 52 tahun datang ke Poli
Dewasa Puskesmas Gunungsari dengan keluhan utama sering kencing. Pasien
mengeluhkan sering kencing sejak 5 hari terakhir ini. Keluhan sering kencing
terutama dirasakan mengganggu saat malam hari. Pasien juga mengaku sering merasa
haus serta lapar sejak 1 bulan terakhir ini. Keluhan mual (-), muntah (-), demam (-),
nyeri kepala (-). BAB normal, frekuensi BAK meningkat terutama pada saat malam
hari dan terkadang dalam semalam sampai 5-8 kali pasien ke kamar mandi.
Pasien mengaku seringkali mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis-
manis, dan seringkali mengkonsumsi teh tiap pagi hari. Porsi nasi saat pasien makan
biasanya lebih banyak dibandingkan lauk dan sayurnya. Pola makan masien juga
kurang teratur. Pasien juga jarang berolahraga.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi
nadi : 84 x/menit, laju pernapasan : 20 x/menit, suhu aksila : 37,0 º C, berat badan: 58
kg, tinggi badan : 160 cm, dengan status gizi cukup

5.1.2 Pembahasan Diagnosis pasien


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pada
anamnesis perlu ditanyakan mengenai keluhan khas terkait DM, riwayat keluarga
dengan DM dan komplikasinya, gaya hidup, pola makan djenis makanan yang
dikonsumsi serta faktor risiko untuk kelainan kardiovaskular

Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada aspek yang
relevan dengan DM, seperti berat badan atau BMI, pemeriksaan retina, tekanan darah
ortostatik, pemeriksaan ekstremitas bawah, pulsasi perifer, dan tempat injeksi
insulin.5,6

34
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara : 6

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu


>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

5.2. Pembahasan Terapi

Pasien memulai penatalaksanaan diabetes mellitus dengan diberikan


Glibenklamid tablet 10 mg, 1 x 1 tablet/hari sebelum makan, agar dapat membantu
menstabilkan gula darah. Pasien dianjurkan untuk minum obat secara teratur dan
menjaga pola makan serta aktifitas dan jam tidur agar gula darah tidak naik dan tetap
terkontrol.

5.3. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Timbulnya suatu penyakit pada seorang individu dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
H.L. Bloom memperkenalkan paradigma hidup sehat yang terdiri atas faktor genetik
(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan
(sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan
kualitasnya). Faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap
munculnya suatu penyakit dan kesehatan. Analisa munculnya penyakit diabetes
mellitus pada pasien berdasarkan empat faktor tersebut meliputi :

35
i. Faktor Genetik dan Biologis
1. Usia
Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan,
kejadian diabetes mellitus paling tinggi pada usia 30-60 tahun. Pada beberapa
studi didapatkan bahwa prevalensi diabetes mellitus pada usia 45-60 tahun
dan lebih tua selalu lebih tinggi pada kelompok diabetes mellitus
dibandingkan kelompok kontrol. Pasien pada kasus berumur 48 tahun, dan
merupakan rentang puncak dari kejadian diabetes mellitus.
2. Riwayat keluarga yang menderita diabetes mellitus
Sekitar 20-40% variasi gula darah di antara individu disebabkan oleh faktor
genetik. Gula darah seorang anak akan lebih mendekati gula darah orang
tuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak adopsi.
Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor
lingkungan (seperti makanan), berperan besar dalam menentukan gula darah
pada penderita diabetes mellitus. Pasien memiliki riwayat ayah pasien
mengidap penyakit diabetes mellitus, pasien memiliki resiko untuk terkena
diabetes mellitus terlebih dengan adanya faktor perilaku yang dapat memicu
munculnya diabetes mellitus.
ii. Faktor Perilaku
1. Diet tinggi gula
Pasien pada kasus memiliki kebiasaan memakan makanan dan minum yang
manis-manis. Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan gula atau
pemanis yang berlebihan dengan gula darah yang tinggi pada beberapa
individu. Dengan meningkatnya intake gula pada individu akan menyebabkan
gula darah lebih banyak pada tubuh dan terjadi retensi cairan serta
peningkatan volume gula darah. Dengan demikian gula darah yang berlebihan
membuat kerja pancreas lebih besar dan dapat meningkatkan risiko terjadinya
diabetes mellitus.

36
2. Jarang berolah raga
Pasien pada kasus jarang melakukan olah raga. Aktifitas yang dilakukan
hanya mengurus rumah dan sibuk dengan pekerjaannya. Aktifitas tambahan
dan olah raga jarang dilakukan oleh pasien. Kurangnya aktifitas fisik dapat
menyebabkan individu akan lebih rentan terhadap gula darah tinggi. Aktifitas
fisik dan olah raga dapat melatih tubuh dan menjaga kebugaran tubuh.
Saat berolah raga akan terjadi peningkatan denyut jantung serta vasodilatasi
pembuluh darah. Melakukan olahraga secara teratur selain menurunkan
tekanan darah, dapat juga membantu menurunkan berat badan dan menjaga
bentuk tubuh. Jenis latihan yang dapat mengontrol gula darah adalah berjalan
kaki, bersepeda, berenang, dan aerobik.

3. Tingkat pengetahuan yang rendah

Kendala lainnya adalah tingkat pengetahuan pasien terhadap penyakit DM


yang kurang, sehingga pasien terlambat datang berobat.
iii. Faktor Lingkungan
1. Ekonomi
Faktor status ekonomi mempengaruhi terjadinya DM. Pengaruh status
ekonomi pasien yang menengah kebawah disertai pekerjaan pasien sebagai
supir angkutan menyebabkan pasien sering mengkonsumsi makanan dan
minuman secara tidak teraktur serta mempengaruhi daya beli pasien untuk
kebutuhan lauk pauk.
iv. Pelayanan Kesehatan
1. Kurangnya sosialisasi mengenai deteksi awal diabetes mellitus terutama pada
masyarakat yang mempunyai faktor resiko. Petugas kesehatan terutama dari
bagian pengendalian penyakit kasus tidak menular dapat meningkatkan
penyuluhan mengenai DM dan memfokuskan kepada upaya pencegahan dan
penanganan DM pada saat turun ke lapangan untuk pelayanan masyarakat

37
terutama saat posbindu. Hal ini terutama ditujukan pada masyarakat yang
memiliki faktor resiko, karena masyarakat tersebut akan merasa dirinya sehat,
sehingga masyarakat tersebut akan tidak memperhatikan mengenai pola
makan, aktivitas fisik dan hal lainnya yang dapat memicu timbulnya diabetes
mellitus. Sehingga pihak petugas kesehatan dapat meningkatkan upaya
penjaringan pasien DM terutama pada usia lanjut dan seluruh anggota
keluarga lain yang mempunyai risiko menderita DM. Dengan dilakukan upaya
penyuluhan dan penjaringan, diharapkan dapat menurunkan angka kejadian
DM serta jika ditemukan pasien DM dapat ditemukan pada fase awal dan
diberikan penanganan secepat mungkin.

38
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit tidak menular yang angka
penderitanya terus mengalami peningkatan tiap tahun. Peningkatan kasus diabetes
mellitus tidak terlepas dari empat determinan kesehatan yang meliputi faktor
biologis atau genetik, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor pelayanan
masyarakat. Masalah utama pasien pada kasus ini berasal dari faktor perilaku,
sehingga diperlukan usaha dan upaya lebih dari pihak petugas kesehatan untuk
mengedukasi pasien agar kadar gula darah tetap terkontrol sehingga dapat
mengurangi risiko terjadinya komplikasi di kemudian hari.
6.2 Saran
Dalam menangani dan mengatasi kasus diabetes mellitus diperlukan adanya
kerjasama dari berbagai pihak kesehatan seperti gizi, pengendalian penyakit tidak
menular, dan promosi kesehatan. Dalam hal ini, penulis memberikan saran untuk
beberapa pihak agar dapat bermanfaat bagi kemajuan bersama.

1. Perlu dilakukan sosialisasi terkait kegiatan POSBINDU oleh pihak


Puskesmas dengan bekerja sama dengan tokoh masyarakat di lingkungan
sekitar dan kader.
2. Perlu dilakukan peningkatan upaya promotif dan preventif oleh tenaga
kesehatan salah satunya dengan meningkatkan kegiatan penyuluhan di
kalangan masyarakat, sehingga semakin banyak masyarakat yang
mengetahui tentang penyakit diabetes mellitus dan cara pencegahannya.
3. Petugas kesehatan mengedukasi pasien agar menerapkan pola hidup sehat.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition.

[online]. Available from: www.idf.org [Accessed on 09 October 2017].

2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2015. Konsensus

Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2015.

[online]. Available from: www.academia.edu [Accessed on 09 October 2017].

3. Sudoyo AW. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta:

Interna Publishing.

4. Kemenkes RI. 2015. Ringkasan Eksekutif: Data dan Informasi Kesehatan

Provinsi Nusa Tenggara Barat.

5. World Health Organization. Global Report on Diabetes. [online]. Available

from: www.who.int [Accessed on 09 October 2017].

6. PKM Gunungsari. 2016. Data Kasus Baru PTM 2016, Puskesmas

Gunungsari, Gunungsari.

7. PKM Gunungsari. 2017. Data Kasus Baru PTM 2017, Puskesmas

Gunungsari, Gunungsari.

8. Kemenkes RI. 2012. Juknis Posbindu PTM.

40

Anda mungkin juga menyukai