NOMOR 483/MENKES/SK/IV/2007
TENTANG
1
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/SK/XI/
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 April 2007
MENTERI KESEHATAN,
2
Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 483/Menkes/SK/IV/2007
Tanggal : 12 April 2007
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada pertemuan tahunannya pada bulan Mei 1988, the World Health Assembly
(WHA), suatu badan tertinggi di organisasi kesehatan dunia (World Health
Organization/WHO), telah mengeluarkan resolusi untuk membasmi penyakit polio dari dunia
ini.
Polio merupakan salah satu dari beberapa penyakit yang dapat dibasmi. Strategi
untuk membasmi polio didasarkan atas pemikiran bahwa virus polio akan mati bila ia
disingkirkan dari tubuh manusia dengan cara pemberian imunisasi. Strategi yang sama telah
digunakan untuk membasmi penyakit cacar (smallpox) pada tahun 1977. Cacar adalah satu-
satunya penyakit yang telah berhasil dibasmi.
Program eradikasi polio merupakan suatu upaya kerjasama global. WHO, UNICEF
(United Nations Children’s Fund) , Rotary Internasional, the US Centers for Disease Control
and Prevention (CDC), dan sejumlah organisasi pemerintah maupun non pemerintah telah
memberikan komitmennya yang kuat kepada program ini.
Dengan upaya keras yang telah dilakukan, polio telah berhasil dibasmi di 3 wilayah
dari 6 wilayah dunia: benua Amerika (1998), Pasifik Barat (2000) dan Eropa (2002) . Di
wilayah selebihnya: Asia Tenggara, Mediterania Timur dan Afrika, polio telah sangat
terfokus dan hanya terjadi di beberapa negara yang menjangkiti beberapa propinsi saja.
Saat ini hanya ada 4 negara yang digolongkan sebagai negara endemis polio: India,
Pakistan, Afganistan dan Nigeria.
Eradikasi polio secara global akan memberi keuntungan secara finansial. Biaya
jangka pendek yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan eradikasi tidak akan seberapa
dibanding dengan keuntungan yang akan didapat dalam jangka panjang. Tidak akan ada
lagi anak-anak yang menjadi cacat karena polio. Biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi
penderita polio dan biaya untuk imunisasi polio akan dapat dihemat.
3
Selain itu ada keuntungan lain yang bisa didapat. Jaringan kerja laboratorium polio
global yang telah terjalin baik dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan penyakit lain yang
berhubungan dengan kepentingan kesehatan masyarakat. Petugas yang terlatih serta
infrastruktur yang telah terbangun dapat digunakan untuk merevitalisasi sistem surveilans
nasional.
Sejalan dengan upaya global tersebut, untuk membebaskan Indonesia dari penyakit
polio, pemerintah melaksanakan program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari
pemberian imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi tambahan (PIN, Sub PIN,
Mopping-up) pada anak balita, surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis), dan pengamanan
virus polio di laboratorium (Laboratory Containtment).
Setelah dilaksanakan PIN 3 tahun berturut-turut pada tahun 1995, 1996 dan 1997, virus
polio liar asli Indonesia tidak ditemukan lagi sejak tahun 1996. Namun pada tanggal 13 Maret
2005 ditemukan kasus polio pertama di Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat. Ditemukannya virus polio liar tersebut menunjukkan salah satu peran Surveilans AFP.
Kasus polio tersebut berkembang menjadi KLB, dimana pada kurun waktu 2005 sampai
awal 2006 kasus polio telah berjumlah 305 orang yang tersebar di 10 propinsi dan 47
kabupaten/kota. Selain itu juga ditemukan 46 kasus VDPV dimana 45 kasus terjadi di Pulau
Madura (4 kabupaten) dan 1 kasus di Probolinggo, Jawa Timur pada tahun 2005. Setelah
dilakukan Outbreak Response Immunization (ORI), 2 kali mop-up, 5 kali PIN dan 2 kali Sub-
PIN, KLB dapat ditanggulangi sepenuhnya, dimana kasus VPL terakhir mengalami
kelumpuhan pada tanggal 20 Februari 2006 di Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam.
Namun pada tanggal 13 April 2006 ditemukan VPL dari pemeriksaan spesimen kontak kasus
tersebut.
Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar kasus poliomielitis bersifat non-paralitik atau
tidak disertai manifestasi klinis yang jelas. Sebagian kecil ( 1 %) saja dari kasus poliomielitis
yang menimbulkan kelumpuhan (Poliomielitis paralitik). Dalam surveilans AFP, pengamatan
difokuskan pada kasus poliomielitis yang mudah diidentifikasikan, yaitu poliomielitis paralitik.
Ditemukannya kasus poliomielitis paralitik di suatu wilayah menunjukkan adanya penyebaran
virus-polio liar di wilayah tersebut.
Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh
akut (AFP) pada anak usia < 15 tahun yang merupakan kelompok yang rentan terhadap
penyakit polio.
Sejak tahun 2004 untuk lebih memanfaatkan jaringan kerja surveilans AFP yang
sudah berfungsi baik, dan sesuai dengan anjuran WHO, penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) diintegrasikan kedalam sistem surveilans AFP. Selanjutnya dapat
dilihat pedoman tentang surveilans integrasi AFP dan PD3I yang disusun terpisah dari buku
pedoman ini.
B. Analisis Situasi
4
Sejak surveilans AFP dilaksanakan secara intensif tahun 1997 melalui peningkatan
komitmen Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Propinsi di seluruh Indonesia,
penemuan kasus AFP menunjukan peningkatan yang bermakna, namun berfluktuasi dimana
penemuan terendah pada tahun 2000. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut terjadi
transisi sistem pemerintahan sentralisasi menjadi desentralisasi terutama adanya perubahan
struktur organisasi di setiap tingkat pemerintahan. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun
2002, Ditjen PPM & PLP menetapkan adanya Petugas Surveilans Khusus AFP di tingkat
propinsi sebagai koordinator teknis pelaksanaan surveilans AFP yang bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Dengan adanya sistem ini terjadi peningkatan penemuan kasus AFP diatas batas
minimal Non polio Rate 1/100.000 anak usia kurang 15 tahun. Penemuan kasus tersebut
belum maksimal, karena masih ditemukan adanya kasus AFP yang lolos di beberapa RS.
Dalam tahun 2005 terjadi KLB polio yang berdampak pada meningkatnya kepedulian
masyarakat terhadap semua kelumpuhan yang terjadi, sehingga penemuan kasus AFP non
polio meningkat lebih 2/100.000 meskipun spesimen adekuat kurang 80 %. Penemuan kasus
ini menunjukkan perkiraan minimal kasus AFP Non polio di Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut sejak tahun 2006 ditetapkan non polio AFP rate 2/100.000 anak usia kurang 15
tahun.
C. Pengertian
Semua anak berusia kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang sifatnya flaccid
(layuh), terjadi secara akut (mendadak), bukan disebabkan oleh ruda paksa.
5
Yang dimaksud kelumpuhan terjadi secara akut adalah: perkembangan kelumpuhan yang
berlangsung cepat (rapid progressive) antara 1 – 14 hari sejak terjadinya gejala awal
(rasa nyeri, kesemutan, rasa tebal/kebas) sampai kelumpuhan maksimal.
Yang dimaksud kelumpuhan flaccid: Kelumpuhan bersifat lunglai, lemas atau layuh
bukan kaku, atau terjadi penurunan tonus otot.
Dalam hal ada keraguan dalam menentukan sifat kelumpuhan apakah akut dan
flaccid, atau ada hubungannya dengan ruda paksa/kecelakaan, laporkanlah kasus
tersebut sebagai kasus AFP.
Semua penderita berusia 15 tahun atau lebih yang diduga kuat sebagai kasus
poliomyelitis oleh dokter, dilakukan tatalaksana seperti kasus AFP.
Kasus AFP yang pada hasil pemeriksaan tinjanya di laboratorium ditemukan virus polio
liar, cVDPV, atau hot case dengan salah satu spesimen kontak positif VPL.
Kasus AFP yang tidak cukup bukti untuk diklasifikasikan sebagai kasus non polio
secara laboratoris (virologis) yang dikarenakan antara lain:
Spesimen tidak adekuat dan terdapat paralisis residual pada kunjungan ulang 60 hari
setelah terjadinya kelumpuhan.
Spesimen tidak adekuat dan kasus meninggal atau hilang sebelum dilakukan
kunjungan ulang 60 hari.
Kasus polio kompatibel hanya dapat ditetapkan oleh Kelompok Kerja Ahli Surveilans
AFP Nasional berdasarkan kajian data/dokumen secara klinis atau epidemiologis maupun
kunjungan lapangan.
Polio kompatibel menunjukkan bahwa sistem surveilans AFP masih lemah, karena
spesimen tidak adekuat yang disebabkan oleh keterlambatan penemuan kasus,
keterlambatan pengambilan spesimen, dan atau pengamanan spesimen yang tidak
baik.
A. Tujuan Umum
1. Mengidentifikasi daerah risiko tinggi, untuk mendapatkan informasi tentang
adanya transmisi VPL, VDPV, dan daerah dengan kinerja surveilans AFP yang tidak
memenuhi standar/indikator.
2. Memantau kemajuan program eradikasi polio. Surveilans AFP memberikan
informasi dan rekomendasi kepada para pengambil keputusan dalam rangka
keberhasilan program ERAPO.
3. Membuktikan Indonesia bebas polio. Untuk menyatakan bahwa Indonesia bebas
polio, harus dapat dibuktikan bahwa:
Tidak ada lagi penyebaran virus-polio liar maupun Vaccine Derived Polio Virus
(cVDPV) di Indonesia.
Sistem surveilans terhadap polio mampu mendeteksi setiap kasus polio paralitik
yang mungkin terjadi.
B. Tujuan Khusus
1. Menemukan semua kasus AFP yang ada di suatu wilayah.
2. Melacak semua kasus AFP yang ditemukan di suatu wilayah.
3. Mengumpulkan dua spesimen semua kasus AFP sesegera mungkin setelah
kelumpuhan.
4. Memeriksa spesimen tinja semua kasus AFP yang ditemukan di Laboratorium Polio
Nasional.
5. Memeriksa spesimen kontak terhadap Hot Case untuk mengetahui adanya sirkulasi
VPL.
A. Konsep
7
kasus dengan gejala mirip polio yaitu lumpuh layuh mendadak (Acute Flaccid
Paralysis/AFP), untuk membuktikan masih terdapat kasus polio atau tidak di populasi.
WHO memperkirakan terdapat lebih 200 diagnosa yang dapat digolongkan kepada
kasus AFP, sebagian besar (30% – 60%) kasus AFP yang dilaporkan adalah GBS. Di
Indonesia sampai saat ini dilaporkan sekitar 32 diagnosa yang termasuk sebagai kasus AFP.
Strategi penemuan kasus AFP dilaksanakan melalui surveilans berbasis Rumah Sakit
dan berbasis masyarakat. Oleh sebab itu para klinisi, rumah sakit, tenaga kesehatan lainnya,
maupun masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam surveilans AFP.
Dalam Surveilans AFP, dilakukan surveilans aktif di RS. Makna aktif adalah melakukan
pencarian kasus secara aktif dengan pengecekan buku register RS setiap minggu agar
tidak ada satupun kasus AFP yang lolos dari pengamatan.
Jumlah kasus AFP non polio setiap tahun adalah konstan, karena tidak ada program
yang ditujukan dalam upaya pemberantasan atau pencegahannya.. Berdasarkan data
empiris, perkiraan minimal kasus AFP non polio 2/100.000 anak usia <15 tahun.
Oleh sebab itu untuk mengukur sensitifitas penemuan kasus AFP, maka ditetapkan
indikator Non polio AFP rate 2 per 100.000 anak berusia kurang 15 tahun pertahun
dan spesimen adekuat 80 %. Kedua indikator ini lebih akurat untuk mengukur kinerja
surveilans AFP di daerah berpenduduk besar yaitu dengan jumlah populasi anak usia kurang
15 tahun 50.000 orang, disamping indikator pelaporan rutin termasuk zero reporting.
Dalam surveilans AFP berlaku pelaporan nihil (zero reporting) , yaitu laporan harus dikirimkan
dengan teratur dan tepat waktu pada saat yang telah ditetapkan, walaupun tidak dijumpai
kasus AFP selama periode waktu tersebut . Laporan yang dikirim dalam keadaan tidak ada
kasus tersebut adalah dengan menuliskan jumlah kasus “0” (nol), “tidak ada kasus”, atau
“kasus nihil”. Zero reporting merupakan suatu pembuktian ada/tidaknya kasus AFP di
rumah sakit dan wilayah kerja puskesmas setelah dilakukan pemantauan. Di daerah dengan
populasi anak usia kurang 15 tahun < 50.000 orang, untuk mengukur sensitifitas penemuan
kasus AFP dapat menggunakan indikator zero reporting rumah sakit dan puskesmas.
8
Keberadaan Kasus AFP Bukan Polio
POLIO
Pada grafik diatas dapat dijelaskan bahwa saat program imunisasi polio belum berhasil,
maka kasus AFP disebabkan karena polio masih ada. Setelah program imunisasi polio
berhasil, maka kasus AFP yang disebabkan oleh karena polio tidak ditemukan lagi. Tetapi
kasus AFP yang disebabkan oleh bukan polio akan tetap ada karena tidak adanya program
pencegahan terhadap penyakit tersebut.
Setelah kasus AFP ditemukan, maka dilakukan tatalaksana kasus, yaitu pemeriksaan
kasus dan pengisian format pelacakan (FP1), pengambilan spesimen tinja, pemeriksaan
laboratorium dan, bila diindikasikan, pemeriksaan residual paralisis.
Semua kasus AFP dengan kelumpuhan < 2 bulan dilakukan pengambilan tinja 2 kali
dengan interval waktu minimal 24 jam. Apabila pengambilan spesimen tinja yang pertama
dan kedua dilakukan 14 hari pertama kelumpuhan dan spesimen tersebut diterima di
laboratorium dalam kondisi baik, maka disebut spesimen adekuat. Pada periode < 14 hari
pertama kelumpuhan masih mungkin ditemukan virus polio di dalam tinja sebesar 63-96%,
sehingga hasil laboratorium dapat digunakan sebagai alat bukti yang kuat untuk menentukan
kasus AFP ini disebabkan karena polio atau bukan polio. Apabila hasil virus polio liar negatif
dari spesimen yang diambil lebih dari 14 hari sampai kurang dari 2 bulan, maka kasus AFP
belum dapat dipastikan bukan karena polio karena konsentrasi virus polio dalam tinja
sebesar ± 35%. Apabila kelumpuhan lebih dari 2 bulan, maka virus polio kecil kemungkinan
ditemukan dalam tinja (5-10%), sehingga kasus AFP tersebut tidak perlu dilakukan
pengambilan spesimen tinja. Spesimen yang telah diambil segera dimasukkan dalam
specimen carrier dan dikirim ke laboratorium polio nasional dengan menjaga suhu tetap pada
temperatur 2-80 Celcius.
9
Kasus AFP dengan spesimen tidak adekuat atau hasil laboratorium positif virus polio
vaksin (sabin like), maka dilakukan pemeriksaan ulangan 60 hari setelah kelumpuhan untuk
memastikan ada/tidaknya residual paralysis. Bila perlu melibatkan dokter yang melakukan
pemeriksaan awal.
B. Kebijakan
1. Satu kasus AFP merupakan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).
2. Semua kasus yang terjadi pada tahun yang sedang berjalan harus dilaporkan.
Sedangkan kasus AFP yang kelumpuhannya terjadi pada tahun lalu, tetap dilaporkan
sampai akhir bulan Mei pada tahun yang sedang berjalan.
3. Laporan rutin mingguan termasuk laporan nihil, memanfaatkan laporan mingguan PWS-
KLB (W2) untuk puskesmas dan surveilans aktif rumah sakit (FP-PD).
4. Mengintegrasikan laporan rutin bulanan dengan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I).
5. Kasus AFP yang tidak bisa diklasifikasikan secara laboratoris dan atau masih terdapat
sisa kelumpuhan pada kunjungan ulang 60 hari, maka klasifikasi final dilakukan oleh
Kelompok Kerja Ahli Surveilans AFP Propinsi/Nasional.
6. Melakukan pemeriksaan spesimen tinja terhadap 5 orang kontak Hot Case.
A. Penemuan Kasus
Surveilans AFP harus dapat menemukan semua kasus AFP dalam satu wilayah yang
diperkirakan minimal 2 kasus AFP diantara 100.000 penduduk usia < 15 tahun per tahun
(Non Polio AFP rate minimal 2/100.000 per tahun - Format 5).
Surveilans Aktif RS bertujuan untuk menemukan kasus AFP yang berobat ke rumah
sakit. Surveilans AFP di rumah sakit merupakan salah satu prioritas dengan asumsi bahwa
sebagian besar kasus dengan kelumpuhan akan berobat ke rumah sakit.
Surveilans AFP di RS dilakukan secara aktif oleh petugas surveilans Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan petugas surveilans rumah sakit/contact person RS, yang diintegrasikan
dengan surveilans PD3I, dan penyakit lain yang penting untuk diamati di suatu wilayah.
10
a. Lokasi pengamatan (surveillance site)
Pengumpulan data Surveilans Aktif RS dilakukan di semua bagian rumah sakit yang
merawat anak berusia < 15 tahun, seperti: Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan
Anak; Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan Syaraf; Instalasi Rehabilitasi Medik;
Instalasi Rawat Darurat; dan Instalasi lainnya yang merawat anak usia <15 tahun.
b. Pelaksana
Surveilans Aktif RS dilaksanakan oleh:
Petugas kabupaten/kota
Contact person RS.
Apabila terdapat keterbatasan jumlah tenaga dan lokasi rumah sakit jauh dari
kabupaten/kota, maka pelaksanaannya dapat dilaksanakan oleh petugas puskesmas
terdekat maupun petugas rumah sakit dan perlu ditetapkan dengan SK oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan petugas surveilans kabupaten/kota berkewajiban
melakukan cek register minimal 1 bulan sekali. Tanggung jawab pelaksanaan Surveilans Aktif
RS sepenuhnya berada di kabupaten/kota.
4). Bersama pihak RS menentukan contact person disetiap unit dan atau koordinator
contact person serta penetapan SK tim surveilans AFP RS.
5). Mengidentifikasi sumber data pada unit-unit tersebut diatas, misalnya register
ruangan, register poliklinik, catatan status penderita.
6). Menyediakan bahan-bahan informasi mengenai surveilans AFP (buku pedoman,
leaflet, poster) untuk tim surveilans AFP RS.
11
7). Membuat daftar nomor telepon penting yang dapat dihubungi (dokter dan contact
person).
8). Melakukan pelatihan/on the job training bagi contact person RS.
9). Melakukan sosialisasi surveilans AFP kepada semua petugas RS termasuk para
dokter RS. Kegiatan ini dilakukan secara periodik minimal 6 bulan sekali di setiap RS
dengan memanfaatkan pertemuan-pertemuan yang ada di RS.
Pengumpulan data kasus AFP di rumah sakit dilakukan secara aktif (Surveilans aktif)
oleh petugas surveilans kabupaten/kota, bukan menunggu laporan dari rumah sakit.
Seminggu sekali mengunjungi RS yang merawat anak <15 tahun, bersama contact
person RS mengecek buku register dan membubuhkan paraf serta tanggal
pelaksanaan pada buku register setiap kali selesai pengecekan. Termasuk melakukan
pengecekan gejala lumpuh pada data EWORS (early warning outbreak recognition
system) bagi RS yang sudah melaksanakan sistem tersebut.
Mencatat data kasus pada formulir FP-PD, apabila tidak ada kasus dan PD3I maka
ditulis ―nihil‖ atau ―0‖ (nol) (Format 6). Apabila ditemukan kasus campak maka dicatat
dalam form C1.
Berdiskusi dengan DSA/DSS atau dokter penanggung jawab ruangan dan contact
person tentang hasil Surveilans Aktif RS pada saat itu.
Setiap bulan mengkompilasi data kasus AFP, Campak dan TN yang ditemukan di RS
ke dalam format laporan surveilans intergrasi (Format 34b).
Segera melaporkan dalam waktu < 24 jam ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
apabila menemukan kasus AFP, melalui telepon/SMS atau kurir.
12
2. Surveilans AFP di masyarakat /CBS
Dalam surveilans AFP di masyarakat populasi yang diamati adalah anak-anak berusia
< 15 tahun di masyarakat. Walaupun pada umumnya kasus AFP dibawa ke RS untuk
mendapatkan perawatan, namun masih terdapat kasus AFP yang tidak dibawa berobat ke
RS dengan berbagai alasan. Kasus-kasus semacam ini diharapkan bisa ditemukan melalui
sistem ini. Kegiatan surveilans AFP di masyarakat dapat juga memanfaatkan kegiatan Desa
Siaga.
4). Melacak setiap kelumpuhan yang dilaporkan oleh masyarakat untuk memastikan bahwa
kelumpuhan tersebut adalah AFP. Pelacakan ini harus dilakukan selambat-lambatnya
dalam waktu 24 jam setelah laporan diterima, dan apabila memungkinkan harus disertai
oleh dokter yang ada di puskesmas.
8). Setiap minggu mengirimkan laporan Mingguan menggunakan formulir PWS KLB (W-2)
ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka setiap kasus AFP yang ditemukan harus segera
dilacak dan dilaporkan ke unit pelaporan yang lebih tinggi selambat-lambatnya dalam waktu
48 jam setelah laporan diterima.
14
2. Tim Pelacak kasus AFP
Tim pelacak kasus AFP terdiri dari petugas surveilans yang sudah terlatih dari
kabupaten/kota, koordinator surveilans puskesmas/dokter puskesmas/RS, dan/atau petugas
surveilans propinsi.
Tim pelacak AFP ini harus memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai hal-hal
berikut:
Prosedur dan cara mengidentifikasikan kasus AFP sesuai dengan definisi.
Tata cara pemberian nomor EPID.
Prosedur pengumpulan spesimen dan tatalaksana kasus AFP.
Alamat DSA atau DSS terdekat dan kontak person RS terdekat.
Cara-cara sederhana untuk mengurangi/mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut akibat
kelumpuhan yang berlanjut.
Spesimen yang diperlukan dari penderita AFP adalah spesimen tinja, namun tidak
semua kasus AFP yang dilacak harus dikumpulkan spesimen tinjanya.
Pengumpulan spesimen tinja tergantung dari lamanya kelumpuhan kasus AFP:
15
Bila kelumpuhan terjadi 2 bulan pada saat ditemukan, maka :
Isi formulir FP1.
Kumpulkan 2 spesimen tinja penderita AFP.
Walaupun kemungkinan terbesar untuk ditemukan virus polio dalam tinja adalah dalam
waktu 14 hari pertama kelumpuhan (63 - 96%), namun virus polio masih dapat dideteksi
keberadaannya dalam tinja kira-kira sampai dengan dua bulan setelah kelumpuhan
terjadi.
Keberadaan virus polio dalam tinja sangat kecil setelah lebih dari dua bulan kelumpuhan
(5 - 10%).
16
Tidak boleh digunakan untuk transportasi vaksin atau keperluan lainnya.
• Lackban untuk merekatkan tutup specimen carrier.
• Formulir Pemantauan Rantai Dingin Spesimen (Versi Mawas Diri) (Format 22a).
• Lembar tata cara pengumpulan spesimen (Format 22b).
Ingat !!: Spesimen harus tiba di laboratorium paling lambat 3 hari setelah
pengemasan tersebut diatas.
Bila diperkirakan akan dikirim ≤ 3 hari setelah pengemasan, maka simpanlah di lemari
es pada suhu 2-8 0 C.
Bila diperkirakan baru dapat dikirim > 3 hari setelah pengemasan, maka simpanlah di
freezer.
17
Apabila penderita dirawat di RS:
• Mintalah bantuan kepada salah seorang petugas rumah sakit untuk mengumpulkan
spesimen dari penderita.
• Titipkan perlengkapan untuk mengambil spesimen kepada petugas rumah sakit.
• Jelaskan kepada petugas bersangkutan cara:
mengumpulkan spesimen, termasuk seberapa banyak spesimen yang harus
dikumpulkan, dan memasukkannya ke dalam pot-tinja.
18
• Kabupaten/kota dapat langsung mengirim spesimen ke laboratorium polio nasional
yang telah ditunjuk, tetapi apabila tidak memungkinkan kabupaten/kota dapat
mengirim spesimen ke propinsi, dan selanjutnya petugas SAFP tingkat propinsi yang
akan mengirim spesimen tersebut ke laboratorium polio nasional yang telah ditunjuk.
• Spesimen dikirim ke laboratorium melalui jasa pengiriman paket yang dapat
menyampaikan paket spesimen tersebut ke alamat laboratorium yang dituju dalam
waktu 1 – 2 hari, misalnya:
Bersamaan dengan pengiriman spesimen ke laboratorium, harus dikirimkan juga form FP-
1 ke Subdit Surveilans Epidemiologi Ditjen PP & PL. Hal ini untuk menghindari terjadinya
perbedaan data antara Subdit Surveilans Epidemiologi dengan laboratorium.
Apabila laporan FP1 tersebut belum diterima oleh Subdit Surveilans Epidemiologi, data
tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut, walaupun telah ada hasil laboratorium. Formulir
FP1 untuk Subdit Surveilans dikirim oleh propinsi melalui paket mingguan.
5. Spesimen Adekuat
19
D. HOT CASE
Pada KLB polio di Indonesia pada 2005 – 2006, transmisi virus polio liar (VPL) tertinggi
terjadi di bulan Mei – Juni tahun 2005 dan transmisi rendah mulai bulan Oktober 2005. Pada
transmisi VPL yang rendah perlu peningkatan kewaspadaan kemungkinan masih
berlangsungnya transmisi VPL. Oleh karena itu terhadap kasus-kasus yang sangat
menyerupai polio yang ditemukan < 6 bulan sejak kelumpuhan dan spesimennya tidak
adekuat (Hot Case) perlu dilakukan pengambilan sampel kontak. Hal ini dilakukan untuk
menghindari lolosnya VPL dan menjamin sensitivitas sistem surveilans.
Kategori A:
• Spesimen tidak adekuat,
• Usia < 5 tahun,
• Demam,
• Kelumpuhan tidak simetris.
Kategori B:
• Spesimen tidak adekuat,
• Dokter mendiagnosa suspect poliomyelitis.
Kategori C:
• Spesimen tidak adekuat,
• Kasus mengelompok 2 atau lebih (cluster)
3. Kluster adalah:
a. 2 kasus AFP atau lebih,
b. Berada dalam satu lokasi (wilayah epidemiologi),
c. Beda waktu kelumpuhan satu dengan yang lainnya tidak lebih dari 1 bulan.
20
4. Kontak adalah:
Anak usia < 5 tahun yang berinteraksi serumah atau sepermainan dengan kasus sejak
terjadi kelumpuhan sampai 3 bulan kemudian (Format 26).
6. Interpretasi hasil
Bila ada kontak (satu atau lebih) dengan hasil laboratorium positif virus polio liar, maka
―hot case‖ tersebut diklasifikasikan sebagai “confirmed polio”.
Nomor EPID adalah suatu nomor-kode yang khas bagi setiap penderita AFP dan
ditentukan sesuai dengan tata-cara penentuan nomor EPID.
21
Kabupaten/kota yang membawahi fasilitas kesehatan dimana penderita AFP
dirawat harus menginformasikan dan mengkoordinasikannya dengan
Kabupaten/kota yang membawahi wilayah tempat tinggal kasus.
Pemberian nomor EPID dilakukan oleh kabupaten/kota yang membawahi wilayah
tempat tinggal kasus satu bulan sebelum kelumpuhan.
Bila nomor EPID belum bisa ditentukan pada saat spesimen dikirim ke laboratorium,
FP1 tetap harus dikirim tanpa nomor EPID.
Selanjutnya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota yang membawahi wilayah
tempat tinggal kasus untuk memberi nomor EPID yang benar dan memberitahu
propinsi, laboratorium, dan pusat dalam waktu 72 jam sejak pengiriman spesimen ke
laboratorium.
Daftar nomor EPID harus disimpan di kabupaten/kota yang membawahi wilayah
tempat tinggal kasus. Bila nomor EPID sudah digunakan atau salah diberikan, nomor
tersebut tidak boleh dipakai lagi.
PP-DD-TT-NNN
Contoh: 010106001: kasus AFP dari Kota Sabang Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
tahun 2006 nomor urut pertama.
Dalam hal kasus AFP perlu diambil spesimen kontak (Hot Case), maka pemberian nomor
EPID kontak kasus AFP adalah sebagai berikut:
Nomor EPID kontak : adalah Nomor EPID Hot Case didahului dengan ―C‖ dan nomor
urut kontak.
Contoh kontak Hot Case dari Sumatera Barat, Kota Bukittinggi, tahun 2006, kasus
nomor urut pertama.
C1/030306001
C2/030306001
C3/030306001
22
C4/030306001
C5/030306001
Setiap spesimen kasus AFP, kontak, atau spesimen dari sumber lain (lingkungan, dll),
setiba di laboratorium polio nasional, diberi nomor laboratorium yang juga khas untuk setiap
spesimen. Pemberian nomor ini dilakukan oleh laboratorium polio nasional pemeriksa
spesimen.
Tata cara pemberian nomor spesimen oleh laboratorium adalah sebagai berikut:
2. Kontak : C / I / TT / NNN - U
C : Inisial ‖ Contact‖
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen tahap pertama.
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN : No urut kasus.
U : No urut kontak.
Contoh : C/B/06/001-1
C/B/06/001-2
C/B/06/001-3
C/B/06/001-4
C/B/06/001-5
Pada kasus AFP dengan spesimen yang tidak adekuat dan hasil pemeriksaan
laboratorium negatif, maka belum bisa dipastikan bahwa kasus tersebut bukan polio. Untuk
itu diperlukan informasi penunjang secara klinis pada kunjungan ulang 60 hari.
23
Pada kasus AFP dengan hasil virus polio vaksin positif, diperlukan KU 60 hari sebagai
bahan pertimbangan kelompok kerja ahli dalam menentukan apakah ada hubungan antara
kelumpuhan dengan virus polio vaksin yang ditemukan.
Kunjungan ulang (KU) 60 hari kasus AFP dimaksudkan untuk mengetahui adanya sisa
kelumpuhan setelah 60 hari sejak terjadi kelumpuhan.
Apabila tidak ada sisa kelumpuhan pada KU 60 hari, maka kasus AFP tersebut
diklasifikasikan sebagai kasus AFP non-polio.
Apabila ada sisa kelumpuhan pada KU 60 hari, maka kasus AFP tersebut diperlukan
pemeriksaan lanjutan oleh DSA/DSS/Dr.Umum dan dibuatkan Resume Medik sebagai bahan
pertimbangan Komisi Ahli dalam mengklasifikasikan kasus AFP tersebut (Format 31).
I. Pelaporan
Dalam surveilans AFP berlaku pelaporan-nihil (zero reporting), yaitu: laporan harus
dikirimkan pada saat yang telah ditetapkan walaupun tidak dijumpai kasus AFP selama
periode waktu tersebut dengan menuliskan jumlah kasus ”0” (nol), “tidak ada kasus”,
atau “kasus nihil”.
24
Sumber laporan surveilans AFP (unit pelapor) adalah RS dan puskesmas sebagai unit
pelaksana terdepan penemuan kasus. Selanjutnya secara berjenjang laporan disampaikan
ke tingkat yang lebih atas: kabupaten/kota, propinsi, dan pusat.
1. Puskesmas
Pelaporan segera
Pelaporan KLB. Puskesmas melaporkan adanya kasus AFP ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota dalam waktu 24 jam setelah kasus tersebut dikonfirmasikan secara
klinis. Laporan dapat disampaikan melalui formulir W1 (Format 28c) atau telepon.
Pelaporan rutin
Laporan mingguan dilakukan melalui sistem pelaporan PWS KLB (W2), ada maupun
tidak ada kasus.
Pelaporan rutin
Kabupaten/kota membuat absensi penerimaan laporan mingguan dan
mengirimkan rekapitulasi laporan dari rumah sakit maupun puskesmas tersebut
setiap bulan ke propinsi dalam bentuk kelengkapan dan ketepatan waktu
laporan.
Setiap bulan membuat laporan berupa data kasus AFP dan PD3I dalam bentuk
format laporan intergrasi (Format 34b).
Setiap bulan Dinas Kesehatan Kabupaten/kota mengirimkan lis penderita AFP ke
Dinas Kesehatan Propinsi menggunakan form FPL (Format 13), meskipun tidak
ditemukan kasus. Lis kasus AFP (FPL) dibuat secara kumulatif sampai dengan
bulan laporan pada tahun berjalan.
Laporan FPL harus sudah diterima Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya
25
Pengiriman laporan pelacakan kasus AFP (FP1) ke pusat dilakukan oleh seluruh
propinsi dan laboratorium setiap minggu dengan menggunakan jasa pengiriman
melaui pos dalam bentuk paket amplop cokelat besar yang ditujukan kepada
(Format 33):
Bila dalam minggu bersangkutan tidak ada kasus AFP yang ditemukan, paket
harus tetap dikirim dengan menyatakan kasus nihil pada surat pengantar (Format
32). Bagi propinsi yang menggunakan software SAFPPRO dan laboratorium, data
berupa file Epi Info (rec file) dikirim setiap hari jumat melalui email:
afpdata@yahoo.com.
Setiap bulan Dinas Kesehatan Propinsi mengirimkan lis kasus AFP, kelengkapan dan
ketepatan waktu laporan dari kabupaten/kota dan data PD3I ditujukan kepada Subdit.
Surveilans Epidemiologi selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
1. Pusat
a. Umpan balik data surveilans AFP dikirim melalui email setiap jumat kepada
seluruh kontak person dan jika terdapat ketidak konsistensian data segera
diinformasikan sebelum hari selasa kepada bagian data Surveilans AFP pusat.
b. Umpan balik Analisis Surveilans AFP diterbitkan setiap bulan dalam bentuk
Buletin Data Surveilans PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)
yang akan didesiminasikan kepada seluruh kontak person di pusat, propinsi dan
kabupaten.
3. Propinsi
a. Umpan balik absensi laporan mingguan dan analisis kinerja surveilans AFP
dikirim setiap 3 bulan keseluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Salinan hasil laboratorium yang diterima harus segera dikirimkan ke Dinas
Kesehatan kabupaten/kota asal kasus dan RS/puskesmas yang menemukan
kasus.
3. Kabupaten/Kota
Umpan balik absensi laporan mingguan dan analisis kinerja surveilans AFP dikirim
setiap 3 bulan keseluruh RS dan puskesmas.
26
A. Peranan Laboratorium
Ketiga laboratorium tersebut dapat melakukan isolasi primer virus untuk mengidentifikasi
adanya virus polio, sedangkan pemeriksaan Intratypic differentiation (ITD) untuk
mengidentifikasi virus polio vaksin atau virus polio liar, hanya dapat dilakukan oleh
laboratorium PT Biofarma Bandung.
Apabila laboratorium Litbangkes, Jakarta atau BBLK, Surabaya menemukan hasil isolasi
primer positif virus polio, maka isolat tersebut segera dikirimkan ke Laboratorium Biofarma,
Bandung untuk pemeriksaan ITD. Kemudian Laboratorium Biofarma, Bandung segera
mengirimkan hasil ITD ke laboratorium pengirim untuk diteruskan ke propinsi asal kasus. Bila
pemeriksaan ITD positif virus polio, maka Laboratorium Biofarma, Bandung segera
mengirimkan isolat tersebut ke Global Specified Laboratory (GSL).
Pemeriksaan sequencing untuk menentukan asal virus apakah virus indigenous (asli
suatu wilayah) atau import hanya dapat dilakukan oleh laboratorium GSL. Indonesia berada
dalam wilayah GSL Mumbai, India.
27
Apabila pada kolom virus polio (kolom 9 format 11) menunjukkan hasil:
1. Negatif
Apabila spesimen adekuat, berarti bukan kasus polio.
Apabila spesimen tidak adekuat, belum tentu bukan polio, maka hasil laboratorium tidak
bisa dipakai untuk menentukan klasifikasi akhir. Kasus ini masih perlu dilakukan follow-
up 60 hari , bila masih ada residual paralysis maka harus dilakukan konfirmasi oleh Ahli.
Contoh: Hasil laboratorium di kolom virus polio menyatakan VPV-P1 artinya dalam tinja
tersebut mengandung virus polio vaksin tipe P1.
Ukuran-ukuran yang dipakai laboratorium dalam membedakan jenis virus polio sebagai
berikut (Global Polio Lab. Network, 2002 & Polio Lab. Manual 2003):
1. OPV-like virus
Sabin-like virus, hasil sequencing VP1 (region virion protein-1) memiliki perbedaan <
1% dibanding dengan strain Sabin.
Bila virus polio liar telah terbasmi, maka laboratorium merupakan satu-satunya sumber
virus. Karena itu penting sekali dilakukan pengelolaan yang aman dan maksimum dari virus
polio liar serta bahan yang potensial tercemar VPL dalam laboratorium.
A. Advokasi
Advokasi merupakan langkah awal dari kegiatan surveilans AFP, dengan tujuan untuk
mendapatkan dukungan politik, dukungan pendanaan dan dukungan operasional dari
pengambil keputusan di setiap tingkat.
Sasaran advokasi adalah: DPRD, Gubernur, Bupati, Kepala Dinas Kesehatan, Direktur RS,
dll.
Cara Advokasi dapat dilakukan secara informal maupun formal, misal: tatap muka,
pertemuan, atau melalui surat.
B. Pemasaran Sosial
Pemasaran sosial surveilans AFP merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
menunjang keberhasilan program. Tujuannya adalah untuk mendapatkan dukungan dari pihak
terkait maupun masyarakat dalam melaksanakan surveilans AFP.
Pelaksanaan dan lingkup pemasaran sosial ini harus dilakukan sesuai dengan sasaran dan
tujuan yang akan dicapai. Tergantung pada sasaran, pemasaran sosial dapat dilakukan melalui
seminar, menggunakan poster, brosur, ataupun penyuluhan (Komunikasi Informasi
Edukasi/KIE).
Apabila diperlukan, pelaksanaan pemasaran sosial ini dapat dilakukan bekerjasama dengan
Promosi Kesehatan.
C. Pelatihan
Pelatihan dilaksanakan berjejang dengan menggunakan modul yang telah ada (modul
Surveilans AFP 1 sampai dengan 10).
Lis ini berisi informasi semua kasus AFP yang dilaporkan secara kumulatif, bermanfaat
untuk memantau pelacakan kasus, hasil laboratorium, dan klasifikasi final.
30
Lis kinerja Surveilans AFP terdiri dari (Format 15):
Minimal Kasus AFP setahun Spesimen adekuat
Jumlah Kasus AFP yang dilaporkan Kunjungan ulang 60 hari
Total AFP rate Klasifikasi Akhir (VPL, Kompatibel,
Non Polio AFP rate Non Polio, VDPV)
Spesimen tiba di lab dalam waktu Zero report (kelengkapan dan
14 hari ketepatan laporan)
Kondisi spesimen
Dibuat menurut bulan kelumpuhan dalam satu periode tertentu. Dengan analisis
distribusi kasus menurut bulan kelumpuhan, akan dapat dilihat kecenderungan kejadian
kasus AFP.
E. Bimbingan Teknis
31
Kabupaten RS Direktur, DSA, DSS, Contact person,
dokter umum dan paramedis
Puskesmas Kepala puskesmas dan petugas surveilans
1. Pemantauan
Pemantauan terhadap pelaksanaan surveilans AFP harus dilakukan untuk menjaga kualitas
pelaksanaan surveilans AFP.
Tujuan utama pemantauan surveilans AFP adalah untuk melihat apakah sistem yang ada
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pemantauan ini harus diikuti dengan upaya
mengidentifikasikan dan memecahkan masalah yang dihadapi bila pelaksanaan surveilans AFP
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pemantauan menggunakan indikator kinerja surveilans dan laboratorium yang sesuai
dengan standar WHO.
2. Evaluasi
Evaluasi terhadap surveilans AFP dilakukan secara berkala untuk melihat keberhasilan
surveilans AFP dalam mencapai tujuannya. Indikator yang digunakan untuk memantau
keberhasilan surveilans AFP adalah indikator kinerja surveilans dan sejauh mana surveilans
AFP dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi HBS dapat dilakukan dengan:
32
Menelaah register RS pada suatu periode tertentu (hospital record review = HRR).
Untuk menilai sensitifitas penemuan kasus di RS dengan cara mengecek ada atau
tidaknya kasus AFP yang dilaporkan.
Mengecek paraf petugas kabupaten/kota pada buku register setiap minggu.
Identifikasi penyebab rendahnya sensitifitas penemuan kasus di RS.
Identifikasi penyebab rendahnya kelengkapan dan ketepatan laporan Surveilans Aktif
RS dari aspek petugas kabupaten/kota dan RS.
HRR adalah suatu kegiatan pengecekan terhadap buku catatan medik/register RS untuk
mengevaluasi apakah ada kasus AFP yang lolos dari pengamatan pada suatu periode tertentu.
Cara pelaksanaan:
Lihat buku register di semua unit/instalasi yang merawat anak usia<15 th.
Catat dalam formulir hasil HRR (form HRR-1).
Cari diagnosis yang berhubungan atau mengarah ke AFP.
Cari status penderita yang dicurigai sebagai kasus AFP.
Konsultasikan dengan dokter, DSA/DSS RS untuk memastikan AFP atau bukan.
Bila RS telah menggunakan sistem EWORS, pencarian dapat dilakukan dengan mencari
gejala lumpuh pada penderita usia dibawah 15 tahun.
VII. INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DAN LABORATORIUM
2. Non Polio AFP rate pada penduduk berusia < 15 Target: 2/100.000
tahun*
jumlahkasus AFP non polioyang dilaporkan
Non Polio AFP rate = x100.000
jumlahpendudukusia < 15 tahun
*Lihat tabel perkiraan jumlah kasus AFP usia < 15 tahun per propinsi.
Target: 90%
3. Kelengkapan laporan **
33
jumlahlaporanmingguanyang diterima(kumulatif)
%= x 100
jumlahlaporanmingguanseharusnya diterima(kumulatif)
Target: 80%
4. Ketepatan waktu laporan**
jumlahlaporanmingguanditerimatepat waktu (kumulatif)
%= x 100
jumlahlaporanmingguanseharusnya diterima(kumulatif)
** Masing-masing terdiri atas laporan mingguan puskesmas (PWS-KLB/W2) dan laporan mingguan rumah
sakit (FPPD).
Target: 80%
6. Kunjungan ulang 60 hari sejak kelumpuhan terhadap kasus
AFP dengan spesimen tidak adekuat atau virus polio
vaksin positif
Target: 80%
8. Spesimen yang dikirim ke laboratorium dan tiba
di laboratorium dalam kondisi memenuhi syarat
jumlahspesimen diterimalaboratorium
dalamkondisi memenuhisyarat
%= x 100
jumlahspesimen yang diterima
34
9. Hasil pemeriksaan spesimen diterima dari laboratorium Target: 80%
dalam waktu 28 hari
10. Spesimen yang diterima laboratorium dimana non polio Target: 10%
entero virus (NPEV) dapat diisolasikan
MENTERI KESEHATAN,
35
DAFTAR FORMAT SURVEILANS AFP
Kasus AFP
Tidak
Ya
Lacak
Ya
Rudapaksa Stop
?
Tidak
Ya Isi FP1
Lumpuh
Buat
> 2 bulan
? resume
medik
Tidak
Isi FP1
Kirim spesimen
Ambil spesimen
ke laboratorium
Segera
Format 3
Ditjen PP & PL
FP1
FPL
Dinkes
Propinsi
FP1
FPL
W1
FP-PD
Dinkes
Rumah Sakit
Kabupaten/Kota
Lisan Puskesmas
Lisan
Masyarakat
Alur pelaporan yang digambarkan disini adalah alur khusus untuk pelaporan
AFP, sedangkan pelaporan rutin mengikuti alur yang sudah berlaku.
Alur pelaporan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota dapat disesuaikan
dengan alur pelaporan yang ada di masing-masing propinsi.
Format 4
DKI Jakarta
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biomedis dan Banten
Farmasi, Badan Litbangkes,
Depkes RI Seluruh propinsi di Pulau Sumatera
Seluruh propinsi di Pulau Kalimantan
Jl. Percetakan Negara 29
Jakarta 10560
Telp. (021) 4259860
(021) 4261088 pesawat 126
Fax: (021) 4245386
Email: gendro@litbang.depkes.go.id
Balai Besar Laboratorium Jawa Timur
Kesehatan (BBLK) Surabaya Bali
NTB
Jl. Karangmenjangan NTT
Surabaya 10560 Papua
Telp. (031) 5020388, 5341451 Irian Jaya Barat
Fax: (031) 5020388 Maluku Utara
Email: blksub@idola.net.id Maluku
Seluruh propinsi di Pulau Sulawesi
Format 5
X
Format 6
(….................................................) (….................................................)
Format 7.1 FP1
Jumlah dosis
Imunisasi 1x 2x 3x 4x Belum pernah Tak Tahu
rutin Sumber
informasi KMS/catatan Jurim Ingatan responden
PIN, Mop-up, ORI, Jumlah dosis 1x 2x 3x 4x 5x 6x
BIAS Polio Belum pernah Tak Tahu
Sumber
Catatan Ingatan responden
informasi
Tanggal imunisasi polio yang paling akhir: Tidak tahu
VI. Pengumpulan spesimen
Kabupaten/kota Propinsi
Spesimen I Tanggal ambil: Tanggal kirim: Tanggal kirim:
Spesimen II Tanggal ambil: Tanggal kirim: Tanggal kirim:
Tak diambil spesimen, alasan:
Nama DSA
/DSS/DRM/ Dr
/Pemeriksa lain:
No. Telp./ HP:
Tanda tangan:
Format 7.3 FP1
B. Kunjungan Ulang 60 Hari
Kabupaten/kota: Propinsi: Nomor EPID:
Tanggal kunjungan ulang seharusnya:
Apakah kunjungan ulang dilaksanakan?*
Ya Tanggal kunjungan:
Tidak Alasan tidak dilakukan kunjungan ulang:
Meninggal tanggal:
Pindah, alamat tak jelas
Lain-lain, sebutkan:
Nama penderita Jenis kelamin: L P
Tanggal lahir: Umur: tahun; bulan
Alamat: Jl. RT: RW:
Kelurahan/desa: Kecamatan:
Apakah sudah ada diagnosis Ya Diagnosis:
dari rumah sakit atau dokter
Tidak
yang merawat:
No. Telp./HP:
Tanda tangan:
*) Apabila pada saat kunjungan ulang ternyata penderita tidak dapat ditemukan karena meninggal,
pindah dll, maka isilah “kolom Tidak”.
Bila penderita meninggal sebelum kunjungan ulang 60 hari, maka perlu dibuat resume medik.
Format 7.4 FP1
NO. EPID :
Nama :
Tanggal:
Format 7.4 FP1
A. Isilah formulir pelacakan dengan lengkap dan jelas. Jangan ada kolom yang
dibiarkan kosong!
Formulir pelacakan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian yang memuat data
tentang:
Demografis, epidemiologis dan klinis penderita & kontak
Kunjungan ulang 60 hari
Hasil klasifikasi final
Isilah setiap variabel dengan lengkap dan tulisan yang jelas serta terbaca.
Pada variabel dengan jawaban pilihan, berilah tanda “x” pada kotak didepan
jawaban yang sesuai x
C. Umur: Contoh:
Penderita berumur 5 tahun: Umur: 5 tahun; …. bulan; .... hari
Penderita berumur 7 bulan: Umur: ….tahun; 7 bulan; …. hari
Penderita berumur 26 hari: Umur: .…tahun; …. bulan; 26 hari
F. Jumlah dosis imunisasi yang didapat melalui PIN: Pilih salah satu jawaban yang
sesuai dan berilah tanda “x” pada boks didepannya dengan ketentuan sebagai
berikut:
1x
x mendapat satu dosis imunisasi tambahan.
2x
x mendapat dua dosis imunisasi tambahan.
3x x
mendapat tiga dosis imunisasi tambahan.
4x
x mendapat empat dosis imunisasi tambahan.
H. Tanggal kunjungan: Isi dengan tanggal saat dilakukan kunjungan ulang pada kasus
AFP yang bersangkutan.
J. Paralisis residual (sisa kelumpuhan): adalah kelumpuhan yang masih ada setelah
60 hari sejak tanggal mulai lumpuh. ―Kelumpuhan‖ pada paralisis residual dapat
berupa:
Kelumpuhan total (plegia), dimana tidak dapat digerakkan sama sekali
(kekuatan otot ‖nol‖).
Paresis, dimana anggota gerak yang mengalami kelumpuhan masih dapat
digerakkan, meskipun tidak berfungsi normal (penurunan kekuatan otot) .
Format 9
Formulir Permintaan Pemeriksaan Spesimen FP-S1
Kepada
Yth. Laboratorium………………..
……………………………………
Bersama ini kami kirimkan spesimen tinja kasus AFP dari kabupaten/kota …………………….., propinsi ……………………..
B. Diisi oleh Propinsi (bila spesimen dari Kabupaten/kota/Kota tidak dikirim langsung ke laboratorium, tetapi dikirim ke
propinsi):
Penjelasan Pengisian
Formulir Permintaan Pemeriksaan Spesimen (FP-S1)
Permintaan pemeriksaan spesimen tinja harus disertai dengan: Formulir FP-S1 dan formulir FP1.
b. Tembusan dikirim ke Subdit Surveilans Epidemiologi dan instansi lain yang dianggap perlu.
a. Isi dengan tanggal pengiriman spesimen ke laboratorium atau ke propinsi (bagi Kabupaten/kota
Petugas propinsi harus memeriksa kondisi spesimen dan mengisikan hasilnya pada tempat yang sesuai.
Apabila kondisi spesimen tidak baik, maka diupayakan pengumpulan spesimen ulang meskipun sudah
Kepada
Yth. Kepala ………………..
……………………………..
Bersama ini kami kirimkan hasil pemeriksaan spesimen AFP yang saudara kirimkan kepada kami dengan rincian
sebagai berikut:
(……………………………..)
Format 12
Penjelasan
Formulir Jawaban Laboratorium
Kolom 1: Isi dengan nomor epid kasus yang diperiksa. Nomor EPID merupakan nomor identitas yang unik
bagi setiap kasus AFP.
Kolom 10: Isi dengan jenis Enterovirus non-polio yang berhasil diisolasikan:
Bila positif: isikan jenis enterovirus yang berhasil diisolasikan
Format 12
Mengetahui ,
( …………………………. )
Format 13
Format
Format13
14
Penjelasan
Pengisian Lis Penderita AFP (FPL)
Formulir FPL sebaiknya dibuat di kertas ukuran folio untuk memudahkan pengisian.
Kolom 6. Isi dengan tanggal laporan diterima dari RS/puskesmas atau tanggal
pengumpulan data kasus yang bersangkutan di rumah sakit.
Kolom 11, 12, 15, 16 dan 17. Isi sesuai dengan hasil yang diterima dari laboratorium.
Kolom 18. Spesimen adekuat adalah diisi berdasarkan analisa kolom 5, 8, 9 & 12.
Kolom 19. Isi dengan klasifikasi final dari kasus tersebut (confirmed polio, bukan polio, polio
kompatibel, VDPV).
Format 13
FKIN
Format 15
Format 13
Kinerja Surveilans AFP Menurut Kabupaten
Propinsi :
Bulan : Tahun:
KUNJUNGAN ULANG 60
KASUS AFP SPESIMEN KLASIFIKASI1)
RATE (2/100.000)
SPESIMEN <=14
NONPOLIO AFP
HARI (%)
KODE NAMA PENDING
AFP SETAHUN
ADEKUAT (%)
DILAPORKAN
KOMPATIBEL
LUMPUH (%)
HARI SEJAK
DATA YANG
SYARAT (%)
NON POLIO
MEMENUHI
SPESIMEN
SPESIMEN
(2/100.000)
KAB/KOT KABUPATEN
VDPV
>90 HARI
A /KOTA
TOTAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Propinsi
1) berdasarkan klasifikasi virologis
2) dokumen masih belum lengkap, termasuk hasil pemeriksaan 60 hari dan penetapan ahli
Mengetahui ,
( …………………………. )
Format16
Format 13
Penjelasan
Pengisian Kinerja Surveilans AFP Menurut Kabupaten (FKIN)
Formulir FKIN sebaiknya dibuat di kertas ukuran folio untuk memudahkan pengisian.
%=
Format 17
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menetapkan kode propinsi dan
kabupaten:
Kode propinsi dan kabupaten harus ditetapkan sebelum awal tahun berikutnya dan
tidak boleh diubah pada periode tahun berjalan
Kode propinsi dan kabupaten harus konsisten dan diinformasikan kepada Dinas
Kesehatan kabupaten masing-masing
Jika ada perubahan segera diinformasikan kepada pusat dan laboratorium.
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
0101 KOTA_SABANG
0102 KOTA_BANDA_ACEH
0103 ACEH_BESAR
0104 PIDIE
0105 ACEH_UTARA
0106 ACEH_TIMUR
0107 ACEH_TENGAH
0108 ACEH_TENGGARA
0109 ACEH_BARAT
0110 ACEH_SELATAN
NANGGROE ACEH
01 0111 SIMEULUE
DARUSSALAM
0112 KOTA_LANGSA
0113 BIREUEN
0114 KOTA_LHOKSEUMAWE
0115 ACEH_SINGKIL
0116 ACEH_JAYA
0117 NAGAN_RAYA
0118 ACEH_BARAT_DAYA
0119 ACEH_TAMIANG
0120 GAYO_LUES
0121 BENER_MERIAH
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
0201 KOTA_MEDAN
0202 KOTA_PEMATANG_SIANTAR
0203 KOTA_TANJUNG_BALAI
0204 KOTA_BINJAI
0205 KOTA_TEBING_TINGGI
0206 KOTA_SIBOLGA
0207 KOTA_PADANG_SIDEMPUAN
0208 DELI_SERDANG
0209 LANGKAT
0210 KARO
0211 SIMALUNGUN
0212 ASAHAN
02 SUMATERA UTARA 0213 LABUHAN_BATU
0214 TAPANULI_UTARA
0215 TAPANULI_TENGAH
0216 TAPANULI_SELATAN
0217 NIAS
0218 DAIRI
0219 TOBA_SAMOSIR
0220 MANDAILING_NATAL
0221 NIAS_SELATAN
0222 PAKPAK_BHARAT
0223 HUMBANG_HASUNDUTAN
0224 SAMOSIR
0225 SERDANG_BEDAGAI
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
0301 KOTA_PADANG
0302 KOTA_PADANG_PANJANG
0303 KOTA_BUKIT_TINGGI
0304 KOTA_PAYAKUMBUH
0305 KOTA_SOLOK
0306 KOTA_SAWAH_LUNTO
0307 PASAMAN
0308 PADANG_PARIAMAN
0309 AGAM
03 SUMATERA BARAT 0310 LIMA_PULUH_KOTO
0311 SOLOK
0312 TANAH_DATAR
0313 SAWAHLUNTO_SIJUNJUNG
0314 PESISIR_SELATAN
0315 KEPULAUAN_MENTAWAI
0316 KOTA_PARIAMAN
0317 PASAMAN_BARAT
0318 DAMAS_RAYA
0319 SOLOK_SELATAN
0401 KOTA_PEKAN_BARU
0402 KAMPAR
0403 INDRAGIRI_HULU
0404 INDRAGIRI_HILIR
0405 BENGKALIS
04 RIAU 0408 KOTA_DUMAI
0409 SIAK
0410 PELALAWAN
0411 ROKAN_HILIR
0412 ROKAN_HULU
0413 KUANTAN_SINGINGI
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
0501 KOTA_JAMBI
0502 BATANG_HARI
0503 BUNGO
0504 KERINCI
0505 TANJUNG_JABUNG_BARAT
05 JAMBI
0506 SAROLANGUN
0507 MUARA_JAMBI
0508 MERANGIN
0509 TANJUNG_JABUNG_TIMUR
0510 TEBO
0601 KOTA_PALEMBANG
0602 PRABUMULIH
0603 MUSI_BANYUASIN
0604 OGAN_KOMERING_ILIR
0605 OGAN_KOMERING_ULU
0606 MUARA_ENIM
SUMATERA 0607 LAHAT
06
SELATAN 0608 MUSI_RAWAS
0609 PAGAR_ALAM
0610 LUBUK_LINGGAU
0611 BANYUASIN
0612 OGAN_ILIR
0613 OKU_TIMUR
0614 OKU_SELATAN
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE
KODE
PROPINSI NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
KAB/KOTA
0701 KOTA_BENGKULU
0702 BENGKULU_UTARA
0703 BENGKULU_SELATAN
0704 REJANG_LEBONG
07 BENGKULU 0705 SELUMA
0706 KEPAHIANG
0707 MUKO_MUKO
0708 KAUR
0709 LEBONG
0801 KOTA_BANDAR_LAMPUNG
0802 LAMPUNG_SELATAN
0803 LAMPUNG_TENGAH
0804 LAMPUNG_UTARA
0805 LAMPUNG_BARAT
08 LAMPUNG
0806 TULANG_BAWANG
0807 TANGGAMUS
0808 KOTA_METRO
0809 LAMPUNG_TIMUR
0810 WAY_KANAN
0901 JAKARTA_PUSAT
0902 JAKARTA_UTARA
0903 JAKARTA_BARAT
09 DKI JAKARTA
0904 JAKARTA_SELATAN
905 JAKARTA_TIMUR
0906 KEPULAUAN_SERIBU
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE
KODE
PROPINSI NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
KAB/KOTA
1001 KOTA_BANDUNG
1002 KOTA_CIREBON
1003 KOTA_BOGOR
1004 KOTA_SUKABUMI
1005 BOGOR
1006 SUKABUMI
1007 CIANJUR
1008 CIREBON
1009 KUNINGAN
1010 INDRAMAYU
1011 MAJALENGKA
1012 BEKASI
10 JAWA BARAT 1013 KARAWANG
1014 PURWAKARTA
1015 SUBANG
1016 BANDUNG
1017 SUMEDANG
1018 GARUT
1019 TASIKMALAYA
1020 CIAMIS
1021 KOTA_BEKASI
1022 KOTA_DEPOK
1023 KOTA_TASIKMALAYA
1024 KOTA_CIMAHI
1025 KOTA_BANJAR
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE
KODE
PROPINSI NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
KAB/KOTA
1101 KOTA_MAGELANG
1102 KOTA_PEKALONGAN
1103 KOTA_TEGAL
1104 KOTA_SEMARANG
1105 KOTA_SALATIGA
1106 KOTA_SURAKARTA
1107 BANYUMAS
1108 PURBALINGGA
1109 CILACAP
1110 BANJARNEGARA
1111 MAGELANG
1112 TEMANGGUNG
1113 WONOSOBO
1114 PURWOREJO
1115 KEBUMEN
1116 PEKALONGAN
1117 PEMALANG
11 JAWA TENGAH
1118 TEGAL
1119 BREBES
1120 SEMARANG
1121 KENDAL
1122 DEMAK
1123 GROBOGAN
1124 PATI
1125 JEPARA
1126 REMBANG
1127 BLORA
1128 KUDUS
1129 KLATEN
1130 BOYOLALI
1131 SRAGEN
1132 SUKOHARJO
1133 KARANGANYAR
1134 WONOGIRI
1135 BATANG
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
1401 KOTA_PONTIANAK
1402 PONTIANAK
1403 SAMBAS
1404 KETAPANG
1405 SANGGAU
1406 SINTANG
14 KALIMANTAN BARAT
1407 KAPUAS_HULU
1408 BENGKAYANG
1409 LANDAK
1410 KOTA_SINGKAWANG
1411 SEKADAU
1412 MELAWI
1501 KOTA_PALANGKA_RAYA
1502 KAPUAS
1503 BARITO_UTARA
1504 BARITO_SELATAN
1505 BARITO_TIMUR
1506 KOTAWARINGIN_BARAT
KALIMANTAN 1507 KOTAWARINGIN_TIMUR
15
TENGAH 1508 KATINGAN
1509 GUNUNG_MAS
1510 MURUNG_RAYA
1511 PULANG_PISAU
1512 SERUYAN
1513 LAMANDAN
1514 SUKAMARA
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
1601 KOTA_BANJARMASIN
1602 BARITO_KUALA
1603 BANJAR
1604 HULU_SUNGAI_TENGAH
1605 HULU_SUNGAI_SELATAN
1606 HULU_SUNGAI_UTARA
KALIMANTAN
16 1607 KOTABARU
SELATAN
1608 TANAH_LAUT
1609 TAPIN
1610 TABALONG
1611 KOTA_BANJAR_BARU
1612 BALANGAN
1613 TANAH_BUMBU
1701 KOTA_BALIKPAPAN
1702 KOTA_SAMARINDA
1703 KUTAI
1704 BERAU
1705 BULUNGAN
1706 PASIR
17 KALIMANTAN TIMUR 1707 KOTA_TARAKAN
1708 NUNUKAN
1709 MALINAU
1710 KOTA_BONTANG
1711 KUTAI_BARAT
1712 KUTAI_TIMUR
1713 PENAJAM_PASER_UTARA
1801 KOTA_MANADO
1802 MINAHASA_UTARA
1803 SANGIHE
18 SULAWESI UTARA
1804 MINAHASA
1805 BOLOONG_MONGONDOW
1806 MINAHASA_SELATAN
1807 BITUNG
1808 TALAUD
1809 TOMOHON
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
1901 TOLI_TOLI
1902 DONGGALA
1903 POSO
1904 BANGGAI
SULAWESI 1905 KOTA_PALU
19
TENGAH 1906 BUOL
1907 BANGGAI_KEPULAUAN
1908 MOROWALI
1909 PARIMA
1910 TOJO_UNA_UNA
2001 KOTA_MAKASAR
2002 KOTA_PARE_PARE
2004 LUWU
2007 TANA_TORAJA
2008 PINRANG
2009 ENREKANG
2010 SIDENRENG_RAPPANG
2011 WAJO
2012 SOPPENG
2013 BARRU
SULAWESI
20 2014 PANGKAJENE_KEPULAUAN
SELATAN
2015 BONE
2016 MAROS
2017 GOWA
2018 SINJAI
2019 BULUKUMBA
2020 BANTAENG
2021 JENEPONTO
2022 TAKALAR
2023 SELAYAR
2024 LUWU_UTARA
2026 PALOPO
2027 LUWU_TIMUR
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
2101 KOLAKA
2102 KONAWE
2103 MUNA
2104 BUTON
2105 KOTA_KENDARI
21 SULAWESI TENGGARA
2106 KOTA_BAU_BAU
2107 KONAWE_SELATAN
2108 KOLAKA_UTARA
2109 WAKOTOBI
2110 BOMBANA
2201 JEMBRANA
2202 BULELENG
2203 TABANAN
2204 BADUNG
22 BALI 2205 GIANYAR
2206 KLUNGKUNG
2207 BANGLI
2208 KARANGASEM
2209 KOTA_DENPASAR
2301 LOMBOK_BARAT
2302 LOMBOK_TENGAH
2303 LOMBOK_TIMUR
2304 SUMBAWA
NUSA TENGGARA
23 2305 DOMPU
BARAT
2306 BIMA
2307 KOTA_MATARAM
2308 KOTA_BIMA
2309 SUMBAWA_BARAT
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
2401 SUMBA_TIMUR
2402 SUMBA_BARAT
2403 MANGGARAI
2404 NGADA
2405 ENDE
2406 SIKKA
2407 FLORES_TIMUR
NUSA TENGGARA 2408 KUPANG
24
TIMUR 2409 TIMOR_TENGAH_SELATAN
2410 TIMOR_TENGAH_UTARA
2411 BELU
2412 ALOR
2413 KOTA_KUPANG
2414 LEMBATA
2415 ROTE_NDAO
2416 MANGGARAI_BARAT
2501 KOTA_AMBON
2502 MALUKU_TENGAH
2503 MALUKU_TENGGARA
2504 BURU
25 MALUKU
2505 MALUKU_TENGGARA_BARAT
2506 PULAU_ARU
2507 SERAM_BAGIAN_BARAT
2508 SERAM_BAGIAN_TIMUR
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
2601 JAYAPURA
2602 BIAK_NUMFOR
2606 MERAUKE
2607 JAYAWIJAYA
2608 NABIRE
2609 YAPEN_WAROPEN
2610 KOTA_JAYAPURA
2611 MIMIKA
2612 PUNCAK_JAYA
2613 PANIAI
26 PAPUA
2615 KEROM
2616 SARMI
2617 WAROPEN
2618 BOVEN_DIGUL
2619 MAPPI
2620 ASMAT
2621 YAHUKIMO
2622 PEG_BINTANG
2623 TOLIKARA
2624 SUPRIORI
2801 SERANG
2802 TANGERANG
2803 LEBAK
28 BANTEN
2804 PANDEGLANG
2805 KOTA_TANGERANG
2806 KOTA_CILEGON
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
2901 KOTA_TERNATE
2902 KOTA_TIDORE
2903 HALMAHERA_BARAT
2904 HALMAHERA_UTARA
29 MALUKU UTARA
2905 HALMAHERA_SELATAN
2906 HALMAHERA_TENGAH
2907 HALMAHERA_TIMUR
2908 KEPULAUAN_SULA
3001 KOTA_GORONTALO
3002 GORONTALO
30 GORONTALO 3003 BOALEMO
3004 BONEBOLANGO
3005 POHUATO
3101 KOTA_PANGKAL_PINANG
3102 BANGKA
3103 BANGKA_BARAT
31 BANGKA BELITUNG 3104 BANGKA_TENGAH
3105 BANGKA_SELATAN
3106 BELITUNG
3107 BELITUNG_TIMUR
Daftar Nomor Kode Propinsi Dan Kabupaten/Kota
KODE KODE
NAMA PROPINSI NAMA KAB/KOTA
PROPINSI KAB/KOTA
3201 MANOKWARI
3203 FAK_FAK
3203 SORONG
3204 KOTA_SORONG
32 IRIAN JAYA BARAT 3205 KAIMANA
3206 SORONG_SELATAN
3207 RAJA_AMPAT
3208 TELUK_BINTUNI
3209 TELUK_WONDAMA
3301 KARIMUN
3302 BINTAN
3303 LINGGA
33 KEPULAUAN RIAU
3304 NATUNA
3305 KOTA_BATAM
3306 KOTA_TANJUNG_PINANG
3401 MAMUJU
3402 MAJENE
34 SULAWESI BARAT 3403 POLEWALI_MAMASA
3404 MAMASA
3405 MAMUJU_UTARA
Format 18
NO DIAGNOSIS
1 AFP
2 ANEMIA APLASTIC DENGAN AFP
3 ARTHRITIS
4 BRAIN TUMOR
5 BRONCHOPNEUMONIA DENGAN AFP
6 CEREBRAL PALSY
7 DIARHEA DENGAN AFP
8 DUCHENE MUSCULAR DYSTROPHY
9 ENCEPHALITIS DENGAN AFP
10 FEBRIS DENGAN AFP
11 HEMIPARESIS
12 HYPOKALEMIA
13 LEUKEMIA
14 MALARIA DENGAN AFP
15 MALNUTRITION
16 MENINGITIS DENGAN AFP
17 MENINGOENCEPHALITIS DENGAN AFP
18 MONONEURITIS
19 MONOPARESIS
20 MYALGIA
21 MYELITIS
22 MYELOPATHY
23 MYOSITIS
24 NEURALGIA
25 NEURITIS
26 NEUROBLASTOMA
27 NEUROPPATHY
28 PARALYSIS
29 PARAPARESIS
30 PARESIS N VII
31 POLIOMYELITIS
32 POLYNEUROPATHY
33 RADICULITIS
34 RHEUMATIC FEVER
35 S.L.E
36 SPINAL MUSCULAR ATROPHY
37 SPONDILITIS TB
38 TETRAPARESIS
39 VIRAL INFECTION DENGAN AFP
Format 20 FORM ZERO-1
PROPINSI : .............................
BULAN : ............................. MINGGU KE.................. TAHUN .....................
(………………………………….)
FORM ZERO-2
Format 21
Puskesmas
1.
2.
3.
TOTAL
Rumah Sakit
1.
2.
3.
TOTAL
(………………………………….)
Format 22a FPS-0
Lampiran
23
Nama: .......................................
No. EPID: ..................................
Tempat Penemuan:
Puskesmas
Rumah Sakit
Praktek swasta
Jumlah Cold Pack : ............. bh Jumlah es batu cukup (1/3 isi thermos)
Kabupaten/Kota:
Spesimen ke-1 tiba di Kabupaten/Kota tanggal : ........................... Pukul: .........................
Apakah cold pack saat tiba di Kab/Kota dalam keadaan beku Ya Tidak
Jika tidak beku, apakah diganti dengan cold pack lainnya
(Cukup dan beku ) Ya
Tidak
Jika tidak ada cold pack pengganti, apakah diganti es batu
(Cukup jumlahnya 1/3 bagian isi termos) Ya Tidak
Jika diganti, tanggal ……………………. Pukul : ……………….
Propinsi:
Spesimen ke-1 tiba di Porpinsi tanggal : ........................... Pukul: .........................
Apakah cold pack saat tiba di Propinsi dalam keadaan beku Ya Tidak
Jika tidak beku, apakah diganti dengan cold pack lainnya
(Cukup dan beku ) Ya
Tidak
Jika tidak ada cold pack pengganti, apakah diganti es batu
(Cukup jumlahnya 1/3 bagian isi termos) Ya Tidak
Jika diganti, tanggal ……………………. Pukul : ……………….
Kesimpulan:
Kondisi spesimen : Baik Tidak Baik
Pada tingkat : Puskesmas/Kabupaten/Kota/Propinsi*
Petugas,
t.t.
Nama : .............................................
NIP : .............................................
Format 22b
LANGKAH-LANGKAH
1. Penderita diminta buang air besar di atas kertas atau bahan lain yang bersih agar tidak
terkontaminasi dan mudah diambil.
2. Ambil tinja sebanyak ± 8 gram (sebesar satu ruas ibu jari orang dewasa). Bila
penderita AFP menderita diare, ambil spesimen tinja kira-kira satu sendok makan.
3. Masukkan dalam pot tinja, tutup rapat, rekat batas tutup dengan cellotape.
4. Beri label berisi: nomor spesimen, nomor epid, nama penderita, tanggal ambil, tulis
dengan tinta tahan air.
5. Lapisi label dengan cellotape.
6. Masukkan dalam plastik kecil, ikat kuat.
7. Masukkan dalam Specimen Carrier yang telah berisi ice packs beku.
8. Ambil spesimen ke dua esok harinya (atau lusanya), ulangi langkah 1 s/d 6.
9. Masukkan kedua specimen yang sudah berbungkus plastik tersebut ke dalam kantong
plastik yang lebih besar, ikat kuat.
10. Masukkan ke dalam Specimen Carrier yang telah berisi ice packs beku.
11. Rekat tutup Specimen Carrier dengan lakban.
12. Kirim ke propinsi, untuk selanjutnya dikirim ke laboratorium.
13. Bila spesimen belum akan segera dikirim, ganti ice packs setiap hari dengan ice packs
beku untuk mempertahankan suhu pada 2 – 8 oC.
14. Catat langkah-langkah yang telah dilakukan pada form pemantauan rantai dingin
spesimen.
Bagi Petugas Surveilans Kabupaten/Kota: jangan lupa mengisi formulir FP1 dan
FPS1 dengan lengkap, bungkus dalam plastik dan masukkan ke specimen carrier.
Format 23
SUPERVISI CHECKLIST
SURVEILANS AFP TINGKAT PROPINSI
Propinsi :
Nama Supervisor :
Waktu Supervisi :
D. Sarana Penunjang:
1. 1 set Komputer untuk menunjang kerja SO....................................... (Ada-Baik/Ada-Rusak/Tdk Ada)
2. Mesin Fax untuk menunjang kerja SO............................................... (Ada-Baik/Ada-Rusak/Tdk Ada)
3. SO mempunyai alamat e-mail .....................................................(Ya-Aktif / Ya-Tdk Aktif / Tdk Ada)
4. Frekuensi minimal SO membuka e-mail ...............(Setiap Hari / 1x seminggu / 1x sebulan / Lainnya)
5. Tersedia Kalender Mingguan Epidemiologi tahun ini..................................................(Ada / Tdk Ada)
6. Stock pot spesimen tinja di Dinkes Propinsi.............................................................. (Ada / Tdk Ada)
7. Stock spesimen Carrier di Dinkes Propinsi.................................................................. ( Ada / Tdk Ada)
8. Stock Poster-stiker untuk masyarakat di Dinkes Propinsi…………………………… (Ada / Tdk Ada)
9. Stock Poster-stiker untuk petugas kesehatan di Dinkes Propinsi……………………. (Ada / Tdk Ada)
10. Stock flyer SAFP di Dinkes Propinsi…………………………………………………(Ada / Tdk Ada)
V. Catatan Penting.
Format 24
SUPERVISI CHECKLIST
SURVEILANS AFP TINGKAT KABUPATEN/KOTA
Propinsi :
Kabupaten :
Nama Supervisor :
Waktu Supervisi :
D. Sarana Penunjang:
1. 1 set Komputer untuk menunjang kerja Surveilans............................ (Ada-Baik/Ada-Rusak/Tdk Ada)
2. Mesin Fax untuk menunjang kerja Surveilans................................... (Ada-Baik/Ada-Rusak/Tdk Ada)
3. Tersedia Kalender Mingguan Epidemiologi tahun ini..................................................(Ada / Tdk Ada)
4. Stock pot spesimen tinja di Dinkes Kabupaten.......................................................... (Ada / Tdk Ada)
5. Stock spesimen Carrier di Dinkes Kabupaten.............................................................. (Ada / Tdk Ada)
6. Stock Poster-stiker untuk masyarakat di Dinkes Kabupaten………………………… (Ada / Tdk Ada)
7. Stock Poster-stiker untuk petugas kesehatan di Dinkes Kabupaten…………………. (Ada / Tdk Ada)
8. Stock flyer SAFP di Dinkes Kabupaten………………………………………………(Ada / Tdk Ada)
Format 25
Survey Imunisasi
Target: Semua kasus AFP umur 6 bulan – 5 tahun yang saat dilaporkan baru mendapat vaksin polio oral
kurang dari 4 dosis.
Tujuan: Mengidentifikasi alasan mengapa balita tidak mendapat imunisasi
Survey: Selain kepada penderita AFP itu sendiri, lakukan survey terhadap balita di desa yang sama atau di
desa yang berdekatan dengan penderita, tanyakan jumlah dosis vaksin polio oral yang diterima seorang anak
baik dari program rutin maupun PIN. Bila anak belum mendapat imunisasi polio yang harusnya sudah mereka
dapatkan, tanyakan mengapa. Isi alasan sesuai dengan daftar yang tertera di kolom paling kanan.
Nomor EPID kasus AFP: ____________
Propinsi: Kab/kota:
Kecamatan: ______________________ Desa : _________________________________
Tipe daerah: Urban ___Rural Tanggal survey: ____/____/______
Umur
dalam Jml dosis Alasan tidak Jumlah dosis Alasan lolos
No. bulan OPV rutin diimunisasi OPV dari PIN pada PIN Kode alasan tidak diimunisasi
1 Alasan tdk imunisasi rutin:
1 = Merasa bahwa anak sudah
2 cukup mendapat
3 imunisasi
2= Imunisasi bertentangan
4 dengan agama
5 4 = Imunisasi menyebabkan
demam
6 5 = Tidak tersedia di fasilitas
7 kesehatan setempat
6 = Tidak ada biaya
8 7 = Anak sedang sakit waktu
mau diimunisasi
9 8 = Tidak yakin bahwa
10 imunisasi adalah baik
untuk kesehatan anak
11 9 = Lainnya
12
Alasan lolos pada PIN:
13 1 = Tidak yakin bahwa
14 imunisasi adalah baik
untuk kesehatan anak
15 2 = Imunisasi bertentangan
dengan agama
16 3 = Merasa bahwa anak sudah
17 cukup mendapat
imunisasi
18 4 = Imunisasi menyebabkan
19 demam
5 = Tidak tahu ada PIN
20 6 = Pos PIN sudah tutup waktu
21 anak datang
7 = Tidak ada yang
memberikan vaksin
8 = Anak harus tinggal di
rumah saat PIN
berlangsung
9 = Anak sedang sakit waktu
mau diimunisasi
10 = Anak biasa diimunisasi
hanya oleh spesialis
11 = Lainnya
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Prosentase anak yang belum mendapat minimal 3 kali imunisasi polio program rutin EPI _____%
Prosentase anak yang lolos PIN setidaknya satu putaran ____%
Format 26
Tanggal
Tgl. diterima
laboratorium
terima hasil
NO. Jenis
Imunisasi
Tanggal
Kondisi
NO EPID Nama Kelami Umur Desa Kecamatan PIN/Sub
kirim
Spes.
ambil
Hasil
polio
Tgl.
Tgl.
lab
Kontak n Rutin PIN/Mop-
terakhir
up/ORI
Mengetahui,
(………………………………….)
Format 27
KELENGKAPAN DOKUMEN KEGIATAN SURVEILANS AFP
MENURUT JENJANG ADMINISTRASI FASILITAS KESEHATAN
RUMAH KABUPATEN/K
No. DOKUMEN PUSKESMAS PROPINSI PUSAT KETERANGAN
SAKIT OTA
1. W-1 V V V
2. KD-RS V V V
3. FP 1 V V V V V
4. FP-S1 V V V V V
5. FP-S2 (Hasil Lab) V V V V V
6. KU 60 hari V V V V V
7. Form Cold Chain Sp.
V V
Carr
8. Resume Medik Bila meninggal/
Residual (+)
V V V V
dengan sp.
Tidak adekuat
9. Klasifikasi oleh Bila kasus
V V
Kelompok Ahli pending
10. Lap. Mingguan W2 V V
11. FP-PD V V
12. FPL V V
Format 28a W1 - Puskesmas
No. : ……………………………………………………………….
Kepada Yth : ……………………………………………………………….
Dengan gejala-gejala :
Kejang-kejang Lumpuh
Shock Icterus
Batuk beruntun
Tindakan yang telah diambil :
Format 28b
Mengetahui,
(………………………………….)
Format 28c
DIARE AFP *) *) *)
MINGGU
MENINGGAL
MENINGGAL
MENINGGAL
MENINGGAL
MENINGGAL
NO.
(DESA, PUSKESMAS, KEJADIAN
KASUS
KASUS
KASUS
KASUS
KASUS
KECAMATAN)
___________________________________
NIP. ………………………………………………...
Format 29a
Staff Surveilans
Kabupaten (………………………………….)
(Setiap minggu mengunjungi RS)
RUMAH SAKIT YANG MEMBERI PELAYAN KEPADA ANAK USIA < 15 TAHUN
Poliklinik yang memberi pelayanan Bangsal yang merawat anak < 15 tahun UGD/Rehabilitasi Medik
kepada anak < 15 tahun (Bangsal Penyakit Dalam, Anak dan Syaraf)
(Poli Umum, Anak dan Syaraf) Tanyakan kasus AFP kepada CP dan
Tanyakan kasus AFP Tanyakan kasus AFP dokter UGD/Rehabilitasi Medik
kepada CP dan dokter poli kepada CP dan dokter bangsal
Ada kasus yang dicurigai AFP Tidak ada kasus yangg dicurigai AFP
Nama Kasus :
Nomor Epid. :
Umur Kasus :
Alamat Kasus :
Tanggal Pemeriksaan :
Anamnesa:
(Riwayat sakit yang berkaitan dengan kelumpuhannya)
Pemeriksaan Fisik:
Kepala:
Leher:
Thorax:
Abdomen:
Extremitas:
(Penekanan pada pemeriksaan kelumpuhan: Kekuatan otot dan reflex
fisiologis/patologis)
Reflex Fisiologis:
Reflex Patologis:
Diagnosis Banding
Diagnosis
Terapi
SURAT PENGANTAR
LAPORAN MINGGUAN SURVEILANS AFP
PROPINSI : …………………………………..
BULAN : …………………………………..
MINGGU KE : …………………………………..
Pengirim
SO-SAFP
Nama:
Catatan: Laporan Integrasi dan laporan SO dikirim setiap bulan bersama dengan laporan mingguan,
minggu bersangkutan setiap bulan.
Format 33
Minggu/Tahun : _____/______
Propinsi : _________________
Kepada Yth
Ka. Subdit Surveilans Epidemiologi
(c.q. Bagian Data Surveilans AFP)
Jl. Percetakan Negara No. 29, Gedung C, Lt 3
Jakarta 10560
Minggu/Tahun : _____/______
Propinsi : _________________
Kepada Yth
Ka. Subdit Surveilans Epidemiologi
(c.q. Bagian Data Surveilans AFP)
Jl. Percetakan Negara No. 29, Gedung C, Lt 3
Jakarta 10560
Format 34a
Propinsi :
Bulan : Tahun :
Tanggal Rekam data :
Kasus Campak (Laporan Rutin)** Tetanus Neonatorum
Kasus AFP
Rawat
10 - 14 Pregnancy Perawatan Tali Pemotongan Tali
< 1 tahun 1 - 4 tahun 5 - 9 tahun > 15 tahun Total Antenatal Care (ANC) Status Imunisasi Rumah
tahun Helper Pusat Pusat
Sakit
KAB./KOTA
Meninggal
Total
Tidak Imunisasi
Budan/Perawat
Bidan/Perawat
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak ANC
Meninggal
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Lain-lain
Lain-lain
Ramuan
Gunting
Bambu
Alc/iod
Dokter
Dokter
Dukun
TT2 +
dukun
Tidak
Total
Total
Total
Total
Total
Total
TT1
Ya
Total
(………………………………….)
Hal 1.
Format 34a
Propinsi :
Bulan : Tahun :
Tanggal Rekam data :
Kasus Difteri**
Meninggal
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Total
Total
Total
Total
Total
Total
Total
* Data kasus tiap bulan dan bukan data kumulatif
** Sumber data dari laporan KLB difteri dan FP-PD Mengetahui,
(………………………………….)
Hal 2.
Format 34b
Kabupaten/kota :
Bulan : Tahun :
Tanggal Rekam data :
Kasus Campak (Laporan Rutin)** Tetanus Neonatorum
Rawat
10 - 14 Pregnancy Perawatan Tali Pemotongan Tali
< 1 tahun 1 - 4 tahun 5 - 9 tahun > 15 tahun Total Antenatal Care (ANC) Status Imunisasi Rumah
tahun Helper Pusat Pusat
Kasus AFP
Sakit
Puskesmas/
Meninggal
Rumah Sakit
Total
Tidak Imunisasi
Budan/Perawat
Bidan/Perawat
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak Jelas
Tidak ANC
Meninggal
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Lain-lain
Lain-lain
Ramuan
Gunting
Bambu
Alc/iod
Dokter
Dokter
Dukun
TT2 +
dukun
Tidak
Total
Total
Total
Total
Total
Total
TT1
Ya
Total
Hal 1.
Format 34b
Kabupaten/kota :
Bulan : Tahun :
Tanggal Rekam data :
Kasus Difteri
Meninggal
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Vaksinasi
Total
Total
Total
Total
Total
Total
Total
* Data kasus tiap bulan dan bukan data kumulatif Mengetahui,
** Sumber data dari laporan KLB difteri dan FP-PD
(………………………………….)
Hal 2.
Tim Penyusun
WHO EPI:
Dr. Rusipah, M.Kes
Niprida Mardin, SKM, M.Kes
Dr. Sidik Utoro, MPH
Dr. Siane Nursianti, MKM
Fetty Wijayanti, SKM, M.Kes