Anda di halaman 1dari 25

USULAN PENELITIAN

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN DIARE PADA


ANAK DENGAN KEKURANGAN VOLUME CAIRAN
BERHUBUNGAN DENGAN KEHILANGAN CAIRAN AKTIF
DI PUSKESMAS KEDIRI III TAHUN 2018

Oleh :
NI PUTU SRI HARMONI
NIM. P07120014073

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prevalensi nasional Diare (berdasarkan diagnosis tenaga ksehatan dan keluhan

responden) adalah 9,00%. Sebanyak 14 Provinsi memiliki Prevalensi Diare di atas

prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Barat, Riau, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa TenggaraBarat, Nusa Tenggara Timur,

Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat

dan Papua(Riskesdas, 2007).

Berdasakan catatan World Health Organization (WHO), secara global, tingkat

kematian anak mengalami penurunan sebesar 41% dari estimasi 87 kematian per

1000 kelahiran pada tahun 1990, menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup pada

tahun 2011. Penurunan ini menjadi penurunan rata-rata angka kematian anak sebesar

2.5% setiap tahunnya. Jumlah kematian anak telah menurun dari 12 juta pada tahun

1990 dan pada tahun 2011 sebanyak 6.900.000 anak. Dari jumlah kematian tersebut

didapat 18% kematian akibat dari penyakit diare. Berdasarkan profil Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia (2012). Pada tahun 2010 dilaporkan Kejadian Luar

Biasa (KLB) diare di Indonesia dengan jumlah penderita sebanyak 5,756 atau sebesar

1,74 %, tahun 2011 sebanyak 4,204 atau sebanyak 1,74%. data terakhir pada tahun

2011 kejadian diare sebanyak 3,003 atau sebanyak 0,40% Dari hasil data kejadian

diare tahun 2010 – 2012 terjadi penurunan angka kejadiannya (Zulkarnaen, 2014).

Penyakit saluran pencernaan seperti Diare masih cukup tinggi ditemukan di Provinsi

Bali. Pada tahun 2014 diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 87.845 meningkat
dibandingkan dengan tahun 2013 diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 86.493

kasus. Laporan Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan menunjukan bahwa selama

kurun tahun 2015 jumlah perkiraan kasus diare di Kabupaten Tabanan sebesar 9.328

kasus. Dari jumlah tersebut, jumlah kasus yang di tangani sebesar 9.073 kasus

(97,3%) yang terdiri dari laki-laki sebesar 5.177 kasus dan perempuan sebesar 4.983

kasus dan angka kesakitan diare 214 per 1.000 penduduk.Terjadi peningkatan jumlah

kasus diare dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2014 jumlah kasus diare

sebanyak 9.273 kasus

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau

tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi

lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lendir

darah (A.Aziz, 2006). Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang

melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh

transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat

kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari

seluruh kematian pada anak yang hidup di Negara berkembang berhubungan dengan

diare serta dehidrasi (Wong, 2008).

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh

tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh adalah merupakan

salah satu bagian dari homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan

komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh, cairan tubuh adalah larutan yang

terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang

menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam

6
larutan. Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, dan

cairan intravena (IV) dan didistribusi kebagian seluruh tubuh. Keseimbangan cairan

dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit

kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung

satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh dengan

yang lainnya (Daniel, 2013). Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan

intravaskuler, interstisial, dan/atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi,

kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada natrium. Batasan karakteristiknya yaitu

penurunan turgor kuit, membrane mukosa kering, perubahan pada status mental,

perubahan tekanan darah, peningkatan hematokrit, peningkatan suhu tubuh,

peningkatan frekuensi nadi, haus, kelemahan (NANDA, 2009)

Gangguan volume cairan dan elektrolit merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia fisiologis yang harus dipenuhi, apabila penderita telah banyak mengalami

kehilangan air dan elektrolit, maka terjadilah gejala dehidrasi. Terutama diare pada

anak perlu mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat sehingga tidak

mempengaruhi tumbuh kembang anak (Sodikin, 2011).

7
A. Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan diare pada anak dengan

kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif di Puskesmas

Kediri III.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pasien diare pada anak dengan

kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif di Puskesmas

Kediri III.

Tujuan Khusus

a. Mengetahui Penyebab diare

b. Mengetahui Asuhan Keperawatan dengan kekurangan volume cairan

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif pada diare

C. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini menyediakan informasi bagi masyarakat tentang penyakit

diare yang terjadi pada anak.

2. Sebagai bahan masukan bagi perawat puskesmas khususnya di Puskesmas Kediri

III tentang diare.

3. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan bacaan bagi Mahasiswa /i program

study D-III Keperaatan Politeknik Kesehatan Denpasar.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyebab Diare

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor Infeksi

1). Infeksi enteral

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab

utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli,

Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Infeksi

virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,

Astrovirus dan lain-lain. Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,

9
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas

hominis), jamur (candida albicans).

2). Infeksi parenteral

Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,

seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis

dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah

2 tahun.

b. Faktor Malabsorbsi

1). Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang

terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.

2). Malabsorbsi lemak

3). Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan

diare terutama pada anak yang lebih besar.

e. Faktor Pendidikan

Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan

SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral

dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan

SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh


10
terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua,

semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.

f. Faktor pekerjaan

Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai

pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh

atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan

pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang

lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.

h. Faktor lingkungan

Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi

lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.

Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor

lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan

perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka

dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

i. Faktor Gizi

Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,

pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare

tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare.

11
Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan

status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.

j. Faktor sosial ekonomi masyarakat

sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor

penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar

dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai

penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.

k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi

Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum

yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak

kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat

pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang makanan.

Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran

pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu

Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur

(Candida albikan).

4). Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

a. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi

12
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini

akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan

cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan

ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara osmotic dan sulit diserap. Bahan

tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang

larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi

yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air, dan elektronik akan pindah dari cairan

ekstraseluler kedalam lumen usus sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan

ekstraseluler dan darah,sehingga terjadi pula diare.

b. Gangguan sekresi kibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin)

pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan villi

gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida disel epitel berlangsung terus

atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam

rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus

mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Diare mengakibatkan terjadinya: Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam

basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hypokalemia. Gangguan

sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat

diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga

hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak

13
cepat diobati penderita dapat meninggal. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya

cairan yang berlebihan karena diare dan muntah. Kadang-kadang orang tuanya

menghentikan pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada

anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan

sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi

dengan gagal bertambah berat badan, sehingga akibat hipoglikemia dapat terjadi

edema otak yang dapat menyebabkan kejang dan koma (Suharyono, 2008).

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun

akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan

diare pula.

Patogenesis diare akut adalah: Masuknya jasad renik yang msih hidup

kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Jasad renik

tersebut berkembang biak (multiplikasi) didalam usus halus. Oleh jasad renik

dikeluarkan toksin (toksin Diaregenik). Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi

yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Patogenesis Diare kronis: Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya

ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

B. Asuhan Keperawatan Dengan Kekurangan Volume Cairan Berhubungan

Dengan Kehilangan Cairan Aktif Pada Diare

Menurut Kemnkes RI (2011) Prinsip perawata)n diare menurut RI antara lain

dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa, Dehidrasi, diare cair membutuhkan

14
pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi

harus sama dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah

dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan

ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih

terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-

masing anak atau golongan umur, Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan

ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Agar

pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta

memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan

diet sebagai berikut yakni pasien segera di berikan makanan oral setelah rehidrasi

yakni 24 jam pertama, makanan cukup energy dan protein, makanan tidak

merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna,

makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI

diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian

vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, Medikamentosa. Antobiotik dan

antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, obat-obat anti diare meliputi

antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit,

kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk prometazin dan kloropomazin.

Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga

yaitu rencana pengobatan A, B, dan C yang diuraikan sebagai berikut:

a. Rencana pengobatan A

Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi,

meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare

15
lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air matang.

Gunakanlah larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 1

kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur

Umur (Tahun) 3 jam pertama atau Selanjutnya tiap kali

tidak haus atau sampai mencret

tidak gelisah lagi

<1 1 ½ gelas ½ gelas

1-5 3 gelas 1 gelas

>5 6 gelas 4 gelas

Sumber : (Kemenkes RI, 2011)

b. Rencana pengobatan B

Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang

dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB, berat badan anak tidak diketahui,

berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:

Tabel 2
Jumlah Oralit yang diberikan pada 3 jam pertama

Umur <1 Tahun 1-5 tahun >5

Jumlah 300 600 1200

oralit

Sumber : (Kemenkes RI, 2011)

16
17
berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk

meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan

juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan

penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C untuk melanjutkan.

c. Rencana pengobatan C

Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat berat.

Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah

cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan

pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.

18
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi,

2013). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini dapat diterangkan dengan -

skema dibawah ini :


Tindakan perawatan Diare
pada anak balita
Faktor-faktor yang Berikan rencana a, b, c
mempengaruhi anak Diare 1. rencana a diare tanpa
dehidrasi
1. Faktor infeksi
Anak Diare dan Perawatan di rumah berikan
2. Faktor Malabsorsi masuk Puskesmas oralit,makanan cair, dan air
matang
3. Faktor makanan
(1) 2. rencana b diare dengan
dehidrasi sedang berikan
(2)
4. Faktor psikologis oralit 3 jam pertama sesuai
(3) takarang umur. Beri ASI,
dan Air masak
3. rencana c diare dengan
derajat berat Beri cairan
intravena

Keterangan

: yang diteliti

: yang tidak diteliti

: ada hubungan
Pejelasan

Fktor-faktor yang mempengaruhi anak diare antara lain adalah faktor infeksi,

faktor Malabsorsi, faktor makanan, faktor psikologis (Suharyono, 2008). Menurut

Kemnkes RI (2011) Prinsip perawata)n diare menurut RI antara lain dengan

rehidrasi, nutrisi, medikamentosa, Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti

cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Berdasarkan derajat dehidrasi

maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga yaitu rencana pengobatan A,

B, dan C yang diuraikan sebagai berikut:

a. pengobatan A

Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi,

meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare

lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air

matang.

b. Rencana pengobatan B

Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang

dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB

c. Rencana pengobatan C

Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat berat.

Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam

B. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

20
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Dalam
penelitian ini akan diteliti satu variabel yaitu, Gambaran Asuhan Keperawatan
Diare Pada Anak Dengan Kekurangan Volume Cairan Berhubungan Dengan
Kehilangan Cairan Aktif Di Puskesmas Kediri III Tahun 2018

2. Definisi Operasional

Variabel yang telah didefinisikan perlu didfinisikan kembali secara

operasional, sebab setiap istilah(variabel) dapat diartikan secara berbeda beda oleh

orang yang berlainan (Nursalam, 2001). Untuk menghindari perbedaan persepsi

maka perlu disusun definisioperasional yang merupakan penjelasan dari variabel

sebagai berikut:

21
Tabel 3 Variabel dan Definisi Operasional Kekurangan Volume Cairan
Berhubungan Dengan Kehilangan Cairan Aktif
Cara Skala Ukur
N Variabel Sub Variabel Devinisi Alat Pengu
o operasional Ukur mpulan
Data
1 Asuhan Hasil dari Ordinal
Keperawatan Kekurangan pemeriksaan -
Diare Pada Volume Cairan dan
Anak Dengan Berhubungan wawancara
Kekurangan Dengan dengan
Volume Kehilangan pasien dan
Cairan Cairan Aktif keluarga - Primer
Berhubungan pasien akan
Dengan menentukan
Kehilangan jenis diare
Cairan Aktif yang
diderita oleh
pasien

22
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan desain penelitian

1. Pendekatan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Menurut Nursalam

(2008), penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan)

peristiwa-peristiwa yang penting yang terjadi pada masa kini. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kasus (case

study).

2. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif kualitatif dalam penelitian

ini digunakan untuk mengembangkan teori yang dibangun melalui data yang

diperoleh di lapangan. Metode kualitatif peneliti pada tahap awalnya melakukan

penjelajahan, selanjutnya melakukan pengumpulan data yang mendalam, mulai

dari observasi sampai dengan penyusunan laporan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Kediri III pada bulan April

tahun 2018.

C. Subyek Penelitian / Partisipan

Partisipan penelitian ini membutuhkan pasien anak yang menderita diare

di Puskesmas Kediri III, Perawat yang merawat Pasien tersebut, pasien anak

yang di rawat Di Puskesmas Kediri III. Jumlah partisipan yang akan digunakan

yaitu sebanyak 3 orang.


D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan

melakukan observasi mendalam yang direkam pada HP, perawat ruangan dan

orang tua pasien anak yang menderita diare, tentang perawatan diare pada anak

Puskesmas Kediri III.

E. Metode Uji Keabsahan Data (Pada Penelitian Kualitatif)

Uji keabsahan data yang digunakan adalah credibility (validitas internal)

yaitu mengunakan bahasa refernsi yang dimaksud dengan refrensi disini adalah

adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.

Sebagai contoh, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman

wawancara sehingga data yang didapat menjadi kredibel atau lebih dapat

dipercaya (sugiono, 2012). Jadi dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan

rekaman wawancara dan foto-foto hasil observasi sebagai bahan refernsi.

F. Metode Analisa Data

Analisis data pada pendekatan kualitatif merupakan analisa yang bersifat

subjektif karena penelitian adalah isntrumen utama untuk pengambilan data dan

analisa data penelitinya, pendekatan kualitatif dilakukan secara bersama

(simulaty) dengan proses pengumpulan data (creswell, 2013).

Tahap menganalisa data adalah tahap yang paling penting dan menentukan

dalam suatu penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan tujuan

menyederhanakan data ke dalama bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diinterpretasikan. Selain itu data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat dipakai

untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini

24
berlandaskan pada analisa induktif. Peneliti berusaha merumuskan pernyataan

atau abstraksi teoritis lebih umum mendasarkan peristiwa menurut Denzim yang

dikutip oleh Dedy Mulyana, induksi analisis yang menghasilkan proposisi-

proposisi yang berusaha mencakup setiap kasus yang dianalisis dan menghasilkan

proposisi interaktif universal. Salah satu cirri penting induksi analisis adalah

tekanan pada kasus negatif yang menyangkut proposisi yang dibangun peneliti.

Analisis ini dilakukan berdasarkan pengamatan di lapangan atau pengalaman

empiris berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan

dokumentasi kemudian disusun dan ditarik kesimpulan.

G . Etika Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian.

Dalam penelitian ini sebelum peneliti mendatangi calon partisipan untuk

meminta kesediaan menjadi partisipan penelitian. Peneliti harus melalui beberapa

tahap pengurusan perijinan sebagai berikut; peneliti meminta persetujuan dari

keapala Puskesmas Kediri III, setelah mendapat persetujuan dari pihak Puskesmas

kemudian peneliti mendatangi calon partisipan dan meminta persetujuan calon

partisipan untuk menjadi partisipan penelitian. Setelah mendapat persetujuan

barulah dilaksanakan penelitian dengan memperhatikan etika-etika dalam

melakukan penelitian yaitu:

25
a. Informed consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan, dengan

memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent adalah agar

partisipan mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika

partisipan bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, serta

bersedia untuk direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak partisipan.

b. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan

hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

disajikan.

c. Kerahasiaan (confidentiality)

Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua partisipan

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

26
DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz, A. H. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Daniel, R. (2013). Cairan Tubuh.
NANDA, I. (2009). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. EGC:
Jakarta. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Riskesdas. (2007). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal
dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (volume 2). Jakarta: EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai