Anda di halaman 1dari 3

Mengapa guru harus memiliki kualifikasi profesionalisme ?

Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari
apa yang dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun tidak. (Martinis Yamin,
2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan
profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin
diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan
kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina
Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus,
kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru ”a teacher is person
sharged with the responbility of helping orthers to learn and to behave in new different ways”
(Cooper, 1990).
Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya
sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan
melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara
periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala
sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi.
Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh
meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan
tugas secara bertanggung jawab.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. Dari pengertian di atas seorang guru yang profesional harus memenuhi empat
kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu :
(1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam.
(2) Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian.
(3) Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam.
(4) Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat.
Dengan demikian, dalam pandangan umum pendidik tidak hanya dikenal sebagai guru,
pengajar, pelatih, dan pembimbing tetapi juga sebagai “social agent hired by society to help
facilitate member of society who attend schools” (Cooper,1986).
ETIKA PROFESI PENDIDIKAN

Peran guru dalam lembaga pendidikan juga sebagai setiawan. Seorang guru
diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan
kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun
pertemuan insidental.
Seorang guru harus bisa berkedudukan sebagai teman bagi peserta didiknya.
Demikian karena setiawannya bersama peserta didik membuat pendidikan berjalan dengan
baik dan mudah untuk masuk kedalam peserta didik. Sehingga peserta didik tidak tegang
dalam mendapat pelajaran tetapi serius dan akan mengakibatkan peserta didik aktif dalam
mata pelajaran.
Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia pernah menyelenggarakan peringatan Hari
Guru Internasional (International Teacher Day) yang digabung dengan peringatan Hari Guru
Nasional di Istana Negara. Peringatan itu dapat dijadikan indikator betapa pentingnya peran
guru dalam abad global dan era reformasi saat ini. Itu berarti, komunitas dunia secara global
mengakui kontribusi guru terhadap pembentukan sikap, perilaku, serta ketercapaian transfer
of learning pada para peserta didik baik secara individu maupun kelompok.
Guru memang tumpuan harapan bagi orang banyak, baik rakyat jelata maupun
petinggi negara. Namun untuk saat ini, tidak semua anak bangsa ini dengan sukarela bersedia
bercita-cita menjadi guru sebagai pilihan utama profesinya. Guru memang sering dijadikan
idola anak-anak, tetapi profesi guru tidak menjadikan semua orang tua berminat mengajak
anak-anak mereka untuk mewarisi karier profesi gurunya. Karena di zaman yang penuh
dengan “glamour”-nya harta benda seperti saat ini, memang terbukti bahwa profesi guru tidak
memiliki daya tarik bagi semua anak-anak bangsa ini yang memiliki kemampuan akademik
prima. Karena itu, perlu ada upaya melakukan professional empowering terhadap eksistensi
guru, baik pada konteks kehidupan sosial-ekonomi maupun akademik mereka. Dengan cara
ini, guru akan menjadi idola dan sekaligus pilihan profesi bagi banyak orang.
Para pengambil kebijakan yang berpengaruh pada kehidupan profesional guru perlu
segera mengambil tindakan nyata untuk melakukan professional empowering terhadap
eksistensi guru. Dengan demikian mereka benar-benar dapat berperan secara optimal bagi
proses pembelajaran para siswa di sektor pendidikan sekolanh atau luar sekolah. Guru masa
kini dan masa mendatang selalu menghadapi tantangan amat berat. Tantangan itu demikian
pelik sehingga dapat membuat guru betul-betul harus bekerja keras jika tidak ingin
ketinggalan zaman dan kehilangan wibawa di kelas tempat berlangsungnya proses belajar-
mengajar.
Guru masa mendatang harus dinamis dan kreatif dalam mencari dan memanfaatkan
sumber-sumber informasi. Karena dalam era globalisasi, arus informasi dapat muncul dari
berbagai media. Akibatnya, guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang
yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang
tumbuh, berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru
bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah muridnya. Dampak
akademiknya adalah ilmu dan pengetahuan yang diperoleh guru semakin cepat usang.
Dampak pedagogiknya akan berupa jalan yang tersedia bagi siswa untuk mencari
kebenaran yang bersumber pada media informasi selain guru semakin terbuka. Jika guru
tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan
“terpuruk” secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari
siswa, orang tua, maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut,
guru perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan
ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus-menerus. Untuk melakukan hal ini, guru
perlu memanfaatkan organisasi atau forum profesi secara efektif. Organisasi profesi guru
seperti PGRI sudah saatnya dimanfaatkan guru untuk membentuk berbagai kegiatan yang
berorientasi pada proses pembaruan ilmu dan pengetahuan.
Forum seperti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) perlu dimanfaatkan untuk
mengembangkan profesionalitas guru. Jika guru hanya berjuang sendiri secara individual, ia
akan tertinggal semakin jauh dari spektrum perkembangan ilmu dan pengetahuan.
Sebaliknya, jika guru dapat bekerja sama dengan sesama mereka dalam wadah dan organisasi
profesi yang fungsional, mereka akan dapat melakukan peningkatan profesionalitas secara
sinergis. Cara ini tentu akan jauh lebih efektif untuk menatap tantangan profesi guru masa
depan jika dibandingkan dengan bila guru bertindak sebagai single fighter dalam
memecahkan persoalan profesional yang dihadapinya. Saling ketergantungan profesional
merupakan ciri penting bagi kehidupan abad informasi. Karena itu, sekali lagi guru harus
bersatu padu untuk mengahadapi tantangan profesi di masa mendatang agar proses sinergi
dapat terjadi untuk menegakkan citra profesi diri.

Anda mungkin juga menyukai