Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklampsia sampai saat ini masih merupakan ”the disease of theories”, penelitian
telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian preeklampsia tetap tinggi dan
mengakibatkan angka morbiditas dan mortilitas maternal yang tinggi baik diseluruh dunia
maupun di Indonesia.1 Preeklamsia didefinisikan sebagai gangguan luas kerusakan endotel
pembuluh darah dan vasospasme yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan dapat juga
dijumpai pada akhir 4-6 minggu post partum. Hal ini secara klinis didefinisikan adanya
hipertensi dan proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis.2
Di seluruh dunia preeklamsi menyebabkan 50.000 – 76.000 kematian maternal dan
900.000 kematian perianal setiap tahunnya.3 Hal ini terjadi pada 3-5% dari kehamilan dan
merupakan penyebab utama kematian ibu, terutama di negara-negara berkembang.4 Angka
kejadian di Indonesia bervariasi di beberapa rumah sakit di Indonesia yaitu diantaranya 5 – 9
% dan meningkat sebesar 40 % selama beberapa tahun terakhir ini di seluruh dunia. Di
Indonesia masih merupakan penyebab kematian nomer dua tertinggi setelah perdarahan.5
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan
salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia
mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini masih
disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan oleh petugas
non-medik dan sistem rujukan yang belum sempurna.4
Sampai sekarang penyebab preeklamsi masih belum diketahui dengan jelas. Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui penyebab preeklamsi dan banyak teori telah
dikemukakan tentang terjadinya preeklamsi sehingga disebut sebagai disease of theory, namun
tidak ada satupun yang dianggap mutlak benar.6
Hipertensi dan proteinuria pada preeklamsia adalah tanda yang menunjukkan banyak
perubahan internal untuk sistem tubuh. Preeklamsia sering dianggap sebagai gangguan dengan
dua komponen, implantasi plasenta yang abnormal ditambah dengan disfungsi endotel rumit
oleh faktor-faktor maternal. Pada kenyataannya hal tersebut jauh lebih kompleks. Ada
perubahan terlihat pada sistem ginjal dan pembuluh darah secara keseluruhan.7
Banyak komplikasi yang disebabkan preeklamsi berat salah satu diantaranya adalah
HELLP Sindrom. Sindrom HELLP ialah pereklamsi-eklamsi disertai hemolisis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopeni. Kematian ibu bersalin pada sindrom HELLP

1
cukup tinggi, yaitu 24%. Penyebab kematian dapat berupa kegagalan cardio pulmonal,
gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, ruptur hepar dan kegagalan multipel. Demikian
juga kematian perinatal pada sindrom HELLP cukup tinggi terutama disebabkan persalinan
preterm.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus preeklampsia
yang ditemukan di lapangan dan membandingkan dengan landasan teori yang sesuai.
Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Obstetri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun
pembaca khususnya peserta P3D untuk mengintegrasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus
yang dijumpai di lapangan. Laporan kasus ini uga diharapkan dapat menjadi tambahan
informasi ilmiah dan wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai HELLP syndrome.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzymes
dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada
penderita preeklamsia berat. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada
penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan kadar enzim hepar dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).8

2.2 Epidemiologi
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Hal
inidisebabkan karena onset sindroma ini sulit diduga serta gambaran klinisnya sangat
bervariasi dan perbedaan dalam kriteria diagnosis. Insiden sindroma HELLP berkisar
2-12% dari pasien dengan preeklampsia berat, dan berkisar 0,2sampai 0,6% dari seluruh
kehamilan.

2.3 Faktor Resiko


Faktor risiko sindroma HELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1). pasien sindrom
HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-
eklampsi tanpa sindrom HELLP(rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi
pada populasi kulit putih dan multipara. Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga,
walaupun pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum
sekitar 69% pasiendan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat
terjadinya khas,dalam waktu 48 jam pertama post partum.9
Tabel 1. Faktor Resiko Sindroma HELLP
Sindroma HELLP Pre- eklampsia
Multipara Nullipara
Usia ibu >25 Usia ibu < 20 tahun atau >40 tahun
Ras kulit putih Riwayat keluarga pre – eklampsi
Riwayat Obstetri Jelek ANC yang minimal
Diabetes Melitus
Hipertensi Kronik
Kehamilan Multipel

3
2.4 Patofisiologi
Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom menyebabkan
terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet intravaskuler. Aktivasi
platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan serotonin, dan menyebabkan
terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan endotelial lebih lanjut.
Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi kehamilan. Sel-sel darah merah yang
mengalami hemolisis akan keluar dari pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan
fibrin. Adanya timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar,
akibatnya enzim hepar akan meningkat. Proses ini terutama terjadi di hati, dan dapat
menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan akhirnya
mempengaruhi organ lainnya. Ada beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya
eklampsia dan pre eklampsia. Salah satunya adalah adanya peningkatan sintesis bahan
vasokonstriktor (angiotensin dan tromboksan A2) dan sintesis bahan vasodilator yang menurun
(prostasiklin), yang mengakibatkan terjadinya kerusakan endotel yang luas. Manifestasinya
adalah vasospasme arteriol, retensi Na dan air, serta perubahan koagulasi. Penyebab lain
eklampsia diduga terjadi akibat iskemia plasenta, hubungan antara lipoprotein dengan densitas
yang rendah dengan pencegahan keracunan, perubahan sistem imun, dan perubahan genetik.
Berkurangnya resistensi vaskuler serebral, ditambah dengan adanya kerusakan endotel,
menyebabkan terjadinya edema serebri. Meskipun dikatakan bahwa kejang yang diakibatkan
oleh eklampsia tidak akan menyebabkan kerusakan otak yang menetap, tetapi perdarahan
intrakranial dapat terjadi.

2.5 Gejala Klinis


1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara
laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi.
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu)
makamerupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400
iu,merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik.
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk yang
dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan endotel

4
juga terjadi diseluruh sistem tubuh, karena diperlukan suatu parameter yang lebih dini di
mana preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang
akan menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-
viable mungkin. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan
adanyakerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi
hepar direfleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate Transaminase
(AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan juga peningkatan LDH. Semakin
lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan hemostasis darah
dengan ketidaknormalan protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan
semakin parah di mana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan
hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma HELLP 4-38%.

2.6 Diagnosis
Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar enzim hati
dan jumlah trombosit yang rendah.8
Banyak penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar
diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim hati harus didefinisikan
dalam nilai standar deviasi tertentu dan nilai normal di masing-masing rumah sakit. Di
University of Tennessee, Memphis, digunakan nilai potong > 3 SD.

Tabel 2 Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee,Memphis)

Hemolisis
– Kelainan apusan darah tepi
– Total bilirubin > 1,2 mg/dl
– Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Peningkatan fungsi hati
– Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
– Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Jumlah trombosit yang rendah
– Hitung trombosit < 100.000/mm

5
2.7 Penatalaksanaan
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada
penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah
menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.11
Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi kondisi ibu)
(Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35 minggu).
1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
a. Jika ada DIC, atasi koagulopati
b. Profilaksis anti kejang dengan MgSO4
c. Terapi hipertensi berat
d. Rujuk ke pusat kesehatan tersier
e. Computerised tomography (CT scan) atau Ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga
hematoma subkapsular hati
2. Evaluasi kesejahteraan janin
a. Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
b. Profil biofisik
c. USG
3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan < 35 minggu
a. Jika matur, segera akhiri kehamilan
b. Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, baik dengan
atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan infus 2
g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda
dan gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10%
iv. Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di
samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio
plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 – 100
mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline ®) iv dalam
dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan
tercapai. Labetalol (Normodyne ®) dan nifedipin juga digunakan dan memberikan hasil baik.
Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan.
Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.11
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa
tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat.

6
Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat
dilakukan pada pasien tanpa risiko perdarahan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini
merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang
lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang kehamilan pada
kasus janin masih immatur. 12,13
Perpanjangan kehamilan akan memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal
Intensive Care Unit), menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan
pernafasan.
Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip
dengan penanganan preeklampsi berat.
Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35 minggu, atau jika ada bukti
bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi berbahaya, maka terapi
definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti laboratorium adanya DIC dan paru janin
belum matur, dapat diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan
kehamilan diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara
kontinu selama periode ini. 10
Goodlin meneliti bahwa terapi konservatif dengan istirahat dapat meningkatkan volume
plasma. Pasien tersebut juga menerima infus albumin 5 atau 25%; usaha ekspansi volume
plasma ini akan menguntungkan karena meningkatkan jumlah trombosit. Thiagarajah meneliti
bahwa peningkatan jumlah trombosit dan enzim hati juga bisa dicapai dengan pemberian
prednison atau betametason. Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang dapat
dipulihkan dengan istirahat mutlak dan penggunaan kortikosteroid. Kehamilan pun dapat
diperpanjang sampai 10 hari, dan semua persalinan melahirkan anak hidup; pasien-pasien ini
mempunyai jumlah trombosit lebih dari 100.000/mm3 atau mempunyai enzim hati yang
normal. Dua laporan terbaru melaporkan bahwa penggunaan kortikosteroid saat antepartum
dan postpartum menyebabkan perbaikan hasil laboratorium dan produksi urin pada pasien
sindrom HELLP.13
Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan betametason 12 mg/24 jam im,
karena deksametason tidak hanya mempercepat pematangan paru janin tapi juga menstabilkan
sindrom HELLP. Pasien yang diterapi dengan deksametason mengalami penurunan aktifitas
AST yang lebih cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan peningkatan produksi urin
yang cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan dapat dikurangi. Tanda vital
dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi kortikosteroid dihentikan jika gejala
nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil

7
<160/110 mmHg tanpa terapi anti hipertensi akut serta produksi urine sudah stabil yaitu >50
ml/jam.
Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal yang mengganngu
kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus diizinkan partus
pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur kehamilan > 32 minggu persalinan
dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu
serviks harus memenuhi syarat untuk induksi. Pada pasien dengan serviks belum matang dan
umur kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara terbaik. Analgesia ibu
selama persalinan dapat menggunakan dosis kecil meperidin iv (25-50 mg) intermiten.
Anestesi local infiltrasi dapat digunakan untuk semua persalinan pervaginam. Anestesi blok
pudendal atau epidural merupakan kontraindikasi karena risiko perdarahan di area ini. Anestesi
umum merupakan metode terpilih pada seksio sesarea.
Pasien dengan nyeri bahu, syok, asites masif atau efusi pleura harus di USG atau CT
scan hepar untuk evaluasi adanya hematom subkapsular hati. Ruptur hematom subkapsular hati
merupakan komplikasi yang mengancam jiwa. Yang paling sering adalah ruptur lobus kanan
didahului oleh hematom parenkim. Kondisi ini biasanya ditandai dengan nyeri epigastrium
hebat yang berlangsung beberapa jam sebelum kolaps sirkulasi. Pasien sering merasakan nyeri
bahu, syok, atau asites yang masif, kesulitan bernafas atau efusi pleura dan biasanya dengan
janin yang sudah meninggal.8,9
Ruptur hematom subkapsuler hati yang berakibat syok, memerlukan pembedahan
emergensi dan melibatkan multidisiplin. Resusitasi harus terdiri dari transfusi darah masif,
koreksi koagulasi dengan plasma segar beku (FFP) dan trombosit serta laparatomi segera.
Pilihan tindakan pada laparatomi meliputi : packing & draining, ligasi segmen yang
mengalami perdarahan, embolisasi arteri hepatika pada segmen hati yang terkena dan atau
penjahitan omentum atau penjahitan hati. Walaupun dengan penanganan tepat, kematian ibu
dan bayi lebih dari 50% terutama karena eksanguinisasi dan pembekuan. Risiko berikutnya
adalah sindrom gangguan pernafasan, udem paru, dan gagal ginjal akut pasca operasi.8,9
Pembedahan direkomendasikan untuk perdarahan hati tanpa ruptur; namun pengalaman
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa komplikasi ini dapat ditangani secara konservatif pada
pasien yang hemodinamiknya masih stabil. Penanganan harus meliputi : pemantauan ketat
keadaan hemodinamik dan koagulopati. Diperlukan pemeriksaan serial USG atau CT
scan terhadap hematoma subkapsuler, penanganan segera bila terjadi rupture atau keadaan ibu
memburuk. Yang terpenting dalam penanganan konservatif adalah menghindari trauma luar
terhadap hati seperti : palpasi abdomen, kejang atau muntah dan hati-hati dalam transportasi

8
pasien. Peningkatan tekanan intraabdominal yang tiba-tiba berpotensi menyebabkan rupture
hematom subkapsular.8,9
Pasien harus ditangani di unit perawatan intensif (ICU) dengan pemantauan ketat
terhadap semua parameter hemodinamik dan cairan untuk mencegah udem paru dan atau
kelainan respiratorik. Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun sesudah
persalinan, jika hitung trombosit < 20.000/mm3. Namun tidak perlu diulang karena
pemakaiannya terjadi dengan cepat dan efeknya sementara. Setelah persalinan, pasien harus
diawasi ketat di ICU paling sedikit 48 jam. Sebagian pasien akan membaik selama 48 jam
postpartum; beberapa, khususnya yang DIC, dapat terlambat membaik atau bahkan memburuk.
Pasien demikian memerlukan pemantauan lebih intensif untuk beberapa hari.10,11
Sindrom HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibai melaporkan dalam
penelitian 304 pasien sindrom HELLP, 95pasien (31%) hanya bermanifestasi saat postpartum.
Pada kelompok ini, saat terjadinya berkisar dari beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar
dalam 48 jam postpartum. Selanjutnya 75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum
persalinan, 20 pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum maupun
postpartum.10,11
Penanganannya sama dengan pasien sindrom HELLP anteparturn, termasuk profilaksis
antikejang. Kontrol hipertensi harus lebih ketat.10

2.8 Pencegahan
Berikut ini merupakan langkah yang dapat dilakukan:
1. Perhatikan kesehatan tubuh secara umum sebelum hamil.
2. Lakukan kunjungan prenatal (anc-antenatal care) secara teratur.
3. Sampaikan pada dokter, hal-hal yang terkait riwayat kehamilan rersiko tinggi
sebelumnya, riwayat keluarga dengan sindroma HELLP-pre eklampsia atau hipertensi
4. Memahami tanda bahaya dan segera melaporkan hal-hal yang membahayakan tersebut
pada dokter.
5. Percayalah bahwa segala sesuatu akan dapat diatasi bila segera diketahui.

2.9 Prognosis
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19 – 27 % untuk mendapat
resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko sampai 43% untuk
mendapat preeklampsia pada kehamilan berikutnya. sindroma HELLP kelas I merupakan

9
resiko terbesar untuk berulangnya sindroma ini pada kehamilan selanjutnya.penderita dengan
normotensif sebelum menderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19% untuk
terjadinya preeklampsia, 27% terjadi kelainan hipertensi lainnya dan 3% terjadi sindroma
HELLP pada kehamilan berikutnya. Tetapi bila penderita sindroma HELLP dengan riwayat
kronik hipertensi sebelumnya, maka 75% akan terjadi preeklampsia dan 5% kemungkinan
terjadi sindroma HELLP pada kehamilan berikutnya.

10
BAB 3
STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 38 tahun
Alamat : Jl. Persada No. 126, Kec. Sidikalang, Kab.Dairi
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai Negeri
Status : Menikah saat berusia 29 tahun
Tanggal Masuk : 27 Mei 2017
Jam Masuk : 16.45 WIB
GPA : G3P1A1
Tinggi Badan : 158 cm
BeratBadan : 75 kg

Identitas Suami
Nama : Tn. J
Umur : 39 Tahun
Alamat : Jl. Persada No. 126, Kec. Sidikalang, Kab.Dairi
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pendeta
Status : Menikah saat berusia 30 tahun

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Rasa menyesak di perut bagian atas
Telaah : Hal ini dijumpai sejak 2 hari lalu dan memberat dalam 4 jam
yang lalu. Rasa menyesak bersifat hilang timbul. Keluhan
disertai dengan nyeri kepala yang bersifat menyeluruh, dan
terasa seperti ditekan sejak 2 hari lalu. Riwayat pandangan mata
kabur dijumpai 2 hari yang lalu. Riwayat tekanan darah tinggi
dijumpai sejak 2 hari lalu dengan tekanan darah 190/110mmHg.

11
Riwayat tekanan darah tinggi di luar kehamilan tidak dijumpai.
Riwayat mules-mules ingin melahirkan tidak dijumpai.
Riwayat keluar lendir darah tidak dijumpai. Riwayat keluar air
dari kemaluan tidak dijumpai. BAK dijumpai normal dan BAB
dijumpai normal. Pasien merupakan rujukan dari RS Efarina
Etaham Berastagi, sudah dilakukan pemeriksaan lab berupa
darah lengkap, RFT, LFT, HST, dan urinalisis dan didiagnosis:
Pre Eklamsia Berat + HELLP Syndrome.
Riwayat penyakit terdahulu : Tidak ada
Riwayat penggunaan obat : Pasien sudah diberikan tata laksana awal di RS Efarina Etaham
Berastagi berupa:
1. IVFD Ringer Laktat + MgSO4 40% (30cc) 14 gtt/min
2. Inj. MgSO4 40% 20cc
3. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
4. Inj. Dexamethasone 10mg/12jam
5. Tab Nifedipine 4x10mg
Riwayat Persalinan :
1. Lk, 8th, 3200gr, aterm, PSP, Bidan RS, Sehat
2. Abortus pada tahun 2013 pada kehamilan 7 minggu.
3. Hamil ini
Riwayat Penggunaan KB : Tidak ada
Riwayat Operasi : Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens:
Sens : Compos Mentis Anemis : (-)
TD : 160/110 mmHg Ikterik : (-)
HR : 108 x/i Dispnoe : (-)
RR : 20 x/i Sianosis : (-)
Temp. : 36,90C Oedema : (+)

HPHT : 20-12-2016
TTP : 27-09-2017
ANC : Dokter Sp.OG 3x

12
Statatus Obstetrik
Pemeriksaan Luar
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 23 cm
Teregang : Ballotement (+)
Terbawah : Ballotement (+)
His : (-)
Gerak : (+)
DJJ : 140 kali/ menit, reguler

Status Ginekologis
Inspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
VT : cervix tertutup, selaput ketuban (-), lendir (-)
ST : lendir darah (-), air ketuban (-)

USG TAS (27/05/17)


 Janin Tunggal, Anak Hidup
 Fetal Movement (+), Fetal Heart Rate 142x/i
 BPD :4,87 cm
 HC : 17,23 cm
 AC :15,31 cm
 FL :3,43 cm
 MVP :1,02 cm
 Plasenta letak Fundal grade I

Kesan: IUP (20-21)wga + AH

13
Laboratorium (27/05/2017)
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) g/dL 13,7 12-16
Eritrosit (RBC) Juta/µL 4,5 4,10-5,10
Leukosit (WBC) /µL 10.000 4.000-11.000
Hematokrit % 41 36 – 47
Trombosit (PLT) /µL 52.000 150.000-450.000
MCV fL 86 81-99
MCH Pg 30 27,0-31,0
MCHC g/dL 35 31,0 – 37,0
Hitung jenis
 Neutrofil % 81 50-70
 Limfosit % 14 20 – 40
 Monosit % 3 2–8
 Eosinofil % 0 1–3
 Basofil % 0 0–1
METABOLISME KARBOHIDRAT
KGD sewaktu mg/dl 121 <200
GINJAL
Ureum mg/ dL 33 15-40
Kreatinin mg/ dL 0,7 0,6-1,1
HATI
SGPT U/L 100 <31
SGOT U/L 120 <31
HEMOSTASIS
Waktu Perdarahan 2’ 30” 1-3”
Waktu Pembekuan 7’ 30” 1-11”
URINALISA
Protein urin +3 -

Diagnosis Kerja
Pre Eklamsia dengan pemberat + HELLP syndrome + MG + KDR (20-21) mg + AH

14
Terapi
1. Tirah Baring
2. IVFD Ringer Laktat + MgSO4 12 gr 14 gtt/min
3. Tab Nifedipine 4x10mg, jika TD > 160/100mmHg, tab Nifedipine 10mg/30 menit, max
dose : 120mg/hari.
Tindakan Lanjut
- Pantau Vital Sign, HIS, Denyut Jantung Janin dan urine output.
- Cek DR, Fibrinogen, D-Dimer, LDH, Elektrolit, HIV, HbsAG
- Terminasi kehamilan pervaginam induksi dengan memasang balon foley catether +
Oksitosin 5 IU

RESUME
Ny. S, 38 tahun, G5P1A3, Batak, Kristen Protestan, Sarjana, Pegawai Negeri, i/d. Tn. J,
39 tahun, Batak, Kristen Protestan, Sarjana, Pendeta, datang ke IGD RSUP HAM pada tanggal
27 Mei 2017 pkl. 16.45 WIB dengan keluhanrasa menyesak di perut bagian atas. Hal ini
dijumpai sejak 2 hari lalu dan memberat dalam 4 jam yang lalu. Rasa menyesak bersifat hilang
timbul. Keluhan disertai dengan nyeri kepala yang bersifat menyeluruh, dan terasa seperti
ditekan sejak 2 hari lalu. Riwayat pandangan mata kabur dijumpai 2 hari yang lalu. Riwayat
tekanan darah tinggi dijumpai sejak 2 hari lalu dengan tekanan darah 190/110mmHg. Riwayat
tekanan darah tinggi di luar kehamilan tidak dijumpai. Riwayat mules-mules ingin melahirkan
tidak dijumpai. Riwayat keluar lendir darah tidak dijumpai. Riwayat keluar air dari kemaluan
tidak dijumpai. BAK dijumpai normal dan BAB dijumpai normal. Pasien merupakan rujukan
dari RS Efarina Etaham Berastagi, sudah dilakukan pemeriksaan lab berupa darah lengkap,
RFT, LFT, HST, dan urinalisis dan didiagnosis: Pre Eklamsia Berat + HELLP Syndrome.
Riwayat haid: HPHT : 20-12-2016, TTP : 27-09-2017, ANC : Dokter Sp.OG 3x. Riwayat
persalinan:1. Lk, 8th, 3200gr, aterm, PSP, Bidan RS, Sehat, 2. Abortus 3. Hamil ini. RPT/RP0:
-/IVFD Ringer Laktat + MgSO4 40% (30cc) 14 gtt/min, Inj. MgSO4 40% 20cc, Inj.
Ceftriaxone 1gr/12jam, Inj. Dexamethasone 10mg, Tab Nifedipine 4x10mg.Status presens
dijumpai tekanan darah tinggi. Status Obstetrikus: abdomen membesar asimetris, TFU : 23cm,
ballotement (+), gerak (+), his (-), DJJ 132 x/i, regular. Status Ginekologis VT: cervix tertutup,
selaput ketuban (-), lendir (-). ST : lendir darah (-), air ketuban (-). Pemeriksaan penunjang
USG TAS:Janin Tunggal, Anak Hidup, Fetal Movement (+), Fetal Heart Rate 142x/i, BPD :
4,87 cm, HC: 17,23 cm, AC : 15,31 cm, FL : 3,43 cm, MVP: 1,02 cm, Plasenta letak Fundal

15
grade I. Kesan:IUP (20-21)wga + AH. Pasien direncanakan untuk terminasi kehamilan
pervaginam.

16
FOLLOW UP
27/05/2017 19.00
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) g/dL 13,7 12-16
Eritrosit (RBC) Juta/µL 4,72 4,10-5,10
Leukosit (WBC) /µL 12.310 4.000-11.000
Hematokrit % 41 36 – 47
Trombosit (PLT) /µL 74.000 150.000-450.000
MCV fL 86 81-99
MCH Pg 29 27,0-31,0
MCHC g/dL 33,7 31,0 – 37,0
Hitung jenis
 Neutrofil % 86 50-70
 Limfosit % 12,10 20 – 40
 Monosit % 1,70 2–8
 Eosinofil % 0,10 1–3
 Basofil % 0,10 0–1
METABOLISME KARBOHIDRAT
KGD sewaktu mg/dl 151 <200
GINJAL
BUN mg/dL 14 7-20
Ureum mg/ dL 30 15-40
Kreatinin mg/ dL 0,65 0,6-1,1
HATI
LDH U/L 566 100-350
ELEKTROLIT
Natrium mEq/L 136 135-145
Kalium mEq/L 4,4 3,5-4,5
Chlorida mEq/L 102 95-105
FAAL HEMOSTASIS
PT detik 13,9 14,20
INR 0,98
APTT detik 25,1 34,1
TT detik 17,6 18,5

17
Fibrinogen mg/dL 445 200-400
D dimer ng/dL 1200 <300
HBsAg Non Reaktif
HIV Non Reaktif

FOLLOW UP TEKANAN DARAH DAN URINE OUTPUT


19.00 TD: 160/110mmHg (diberikan Nifedipine 10mg) UO: 500cc
19.30 TD: 150/100mmHg
20.00 TD: 140/90mmHg UO: 700cc
20.30 TD: 130/70mmHg
21.00 TD: 130/80mmHg UO: 800cc
21.15 dilakukan induksi persalinan pervaginam dengan
memasang balon foley catether + dimasukkan Oksitosin
5 IU parenteral yang dilarutkan dalam 500cc Ringer
Lactate dengan dosis awal 4gtt/i, dan dinaikkan titrasi 4cc
per 15 menit sampai his adekuat (2x 30”/10menit) dengan
dosis maksimal 40 gtt/i.
12.15 His 1x10”/10 menit lalu diberikan Tab Misoprostol
0,2mg 2 tab

FOLLOW UP DJJ
Waktu DJJ Waktu DJJ Waktu DJJ
19.00 148x/i 22.30 148x/i 02.00 138x/i
19.30 154x/i 23.00 142x/i 02.30 132x/i
20.00 148x/i 23.30 140x/i 03.00 136x/i
20.30 150x/i 00.00 146x/i 03.30 130x/i
21.00 152x/i 00.30 140x/i 04.00 Tidak
terdeteksi
21.30 152x/i 01.00 142x/i
22.00 146x/i 01.30 138x/i

28/05/2017
04.30 Laporan Persalinan

18
Laporan persalinan pervaginam preterm a/i HELLP Syndrome + MG + KDR (20-21) minggu
+ AM
Lahir bayi laki – laki PB : 22cm, BB: 350gram.

Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan posisi lithotomi. Dilakukan pengosongan kandung
kemih. Dengan his yang adekuat, tampak kepala maju mundur kemudian menetap. Dengan his
yang adekuat berikutnya, lahir selaput ketuban utuh bagian janin, dan lahir bayi jenis kelamin
laki-laki,BB 350 gram, PB: 22cm. Evaluasi jalan lahir, kesan: tidak ada laserasi. Liang vagina
dibersihkan dari sisa-sisa darah dengan kasa sublimat hingga bersih. KU ibu post PSP : stabil.
.
Th/ IVFD RL + Oxytocin 10-10-5-5 IU  14gtt/i
IVFD RL + MgSO4 40% 30cc  14 gtt/i
Tab Cefadroxil 2x500mg
Tab Asam Mefenamat 3x500mg
Tab Vitamin B Comp 2x1
Inj Dexamethasone 10-10-5-5
R/ Pemantauan perdarahan, vital sign dan kontraksi uterus

29/05/2017
S: Rasa menyesak di ulu hati berkurang
O: TD: 150/100mmHg
HR: 82x/i
RR: 20x/i
T: 36.5oC
O: Abd: soepel, normoperistaltik
TFU: 1 jari di bawah umbilikus, kontraksi kuat
P/V: lochia rubra (+)
BAK : 1400cc/hari
BAB : 1x/Hari
A: Post PSP a/i PBK + HELLP Syndrome Pre eklamsia berat + NH2
P: Tirah Baring
Cefadroxil 2x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg

19
Vit B Comp 2x1
Nifedipine 3x10mg
R/ Cek Laboratorium (Darah Rutin)

Hasil Lab 29/05/2017:


JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) g/dL 11,5 12-16
Eritrosit (RBC) Juta/µL 4,03 4,10-5,10
Leukosit (WBC) /µL 15.140 4.000-11.000
Hematokrit % 37 36 – 47
Trombosit (PLT) /µL 102.000 150.000-450.000
MCV fL 89 81-99
MCH Pg 28,5 27,0-31,0
MCHC g/dL 32,2 31,0 – 37,0
Hitung jenis
 Neutrofil % 69,70 50-70
 Limfosit % 24,00 20 – 40
 Monosit % 5,40 2–8
 Eosinofil % 0,80 1–3
 Basofil % 0,10 0–1

30/05/2017
S: Rasa menyesak di ulu hati (-)
O: TD: 150/90mmHg
HR: 84x/i
RR: 20x/i
T: 36.7oC
O: Abd: soepel, normoperistaltik
TFU: 1 jari di bawah umbilikus, kontraksi kuat
P/V: lochia rubra (+)
BAK : 1800 cc/hari

20
BAB : 1x/Hari
A: Post PSP a/i PBK + HELLP Syndrome + Pre eklamsia berat + NH3
P: Pasien PBJ dengan obat pulang:
Cap Cefadroxil 2x500mg
Vit B Comp 2x1
Tab Nifedipine 3x10mg
Rencana kontrol ke Poli PIH tanggal 02 Juni 2017

21
BAB 4
DISKUSI KASUS

No Teori Kasus
1. Epidemiologi Os datang dengan kehamilan ketiga
Angka kejadian preeklampsia rata- (multigravida)
rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan 12% pada kehamilan
primigravida. Kejadian penyakit ini
lebih banyak dijumpai pada
primigravida terutama primigravida
pada usia muda daripada
.2,3
multigravida

2. Diagnosis Os datang dengan tekanan darah 160/110


1. Preeklampsia mmHg dan keluhan rasa menyesak di perut
Dikatakan preeklampsia bila : bagian atas, nyeri kepala, dan pandangan
 Tekanan darah sistolik antara kabur.
140-160 mmHg dan Pada hasil laboratorium ditemukan:
 Tekanan darah diastolik 90- Proteinuria : +3
110 mmHg Platelet : 52.000 /µL
Adanya proteinuria atau salah satu
SGPT : 100 U/L
dari gangguan organ dibawah:
SGOT : 120 U/L
 Trombositopenia : trombosit <
100.000 / microliter
 Gangguan ginjal : kreatinin
serum >1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi
dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
 Gangguan hepar : peningkatan
konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya
nyeri di daerah epigastrik /
regio kanan atas abdomen
 Edema paru
 Didapatkan gejala neurologis :
strok, nyeri kepala, gangguan
visus
 Gangguan pertumbuhan janin
yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal
Growth Restriction (FGR)

22
atau didapatkan adanya absent
or reversed end diastolic
velocity (ARDV)
2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila :
 Tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg atau tekanan darah
diastolik >110 mmHg
Adanya proteinuria atau salah satu
dari gangguan organ dibawah:
 Trombositopenia : trombosit <
100.000 / microliter
 Gangguan ginjal : kreatinin
serum >1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi
dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
 Gangguan hepar : peningkatan
konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya
nyeri di daerah epigastrik /
regio kanan atas abdomen
 Edema paru
 Didapatkan gejala neurologis :
strok, nyeri kepala, gangguan
visus
 Gangguan pertumbuhan janin
yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal
Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent
or reversed end diastolic
velocity (ARDV)

3.HELLP Sindrom
Dikatakan sindroma HELLP bila :
- Hemolysis
- Elevated liver enzyme
- Low platelet count
3. Tatalaksana Terapi
Wanita hamil dengan PEB 1. Tirah Baring
umumnya dilakukan persalinan tanpa
2. IVFD Ringer Laktat + MgSO4
ada penundaan. Pada beberapa tahun
terakhir, sebuah pendekatan yang 12 gr 14 gtt/min
berbeda pada wanita dengan PEB
mulai berubah. Pendekatan ini

23
mengedepankan penatalaksanaan 3. Tab Nifedipine 4x10mg, jika TD
ekspektatif pada beberapa kelompok > 160/100mmHg, tab Nifedipine
wanita dengan tujuan meningkatkan
10mg/30 menit, max dose :
luaran pada bayi yang dilahirkan tanpa
memperburuk keamanan ibu.25 120mg/hari.
Adapun terapi medikamentosa 4. Inj Dexamethasone 10-10-5-5
yang diberikan pada pasien dengan
PEB antara lain adalah: 22,23
a. tirah baring Tindakan Lanjut
b. oksigen - Pantau Vital Sign, HIS, Denyut
c. kateter menetap
Jantung Janin
d. cairan intravena
e. magnesium sulfat (MgSO4) - Cek DR, Fibrinogen, D-Dimer,
f. antihipertensi LDH, Elektrolit, HIV, HbsAG
g. kortikosteroid - Terminasi kehamilan pervaginam

Kriteria terminasi kehamilan pada induksi dengan memasang balon


PEB: foley catether + Oksitosin 5 IU
1. Ibu
 Hipertensi berat yang tidak
terkontrol
 Gejala PEB yang tidak
berkurang
 Edema paru
 Eklampsia
 Solusio plasenta
 Ketuban pecah
2. Bayi
 Usia kehamilan> 34 minggu
 Pertumbuhan janin terhambat
 Oligohidromnion
 Profil biofisik< 4
 Kematian janin
 Trombositopenia persisten
atau HELLP Sindrom

24
BAB 5
KESIMPULAN

Ny. S, 38 tahun, G3P1A1, datang ke IGD RSUP HAM pada tanggal 27 Mei 2017 pkl.
16.45 WIB dengan keluhan rasa menyesak di perut bagian atas. Hal ini dijumpai sejak 2 hari
lalu dan memberat dalam 4 jam yang lalu. Riwayat pandangan mata kabur dijumpai 2 hari yang
lalu. Riwayat tekanan darah tinggi dijumpai sejak 2 hari lalu dengan tekanan darah
190/110mmHg. Riwayat tekanan darah tinggi di luar kehamilan tidak dijumpai. Pasien
merupakan rujukan dari RS Efarina Etaham Berastagi, sudah dilakukan pemeriksaan lab
berupa darah lengkap, RFT, LFT, HST, dan urinalisis dan didiagnosis: Pre Eklamsia Berat +
HELLP Syndrome.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG, pasien didiagnosis
dengan: Pre Eklamsia dengan pemberat + HELLP syndrome + MG + KDR (20-21) mg + AH.
Pasien diberi terapi berupa: tirah baring, IVFD Ringer Laktat + MgSO4 12 gr 14 gtt/min, tab
Nifedipine 4x10mg, jika TD > 160/100mmHg, tab Nifedipine 10mg/30 menit, max dose :
120mg/hari. Kemudian di tindak lanjuti berupa memantau vital sign, HIS, urine output, dan
denyut jantung janin. Kemudian dilakukan terminasi kehamilan pervaginam yang induksi
dengan memasang balon foley catether + Oksitosin 5 IU pada tanggal 28 Mei 2017 pukul 04.30
WIB.
Pasien dirawat diruangan selama 1 hari, kemudian PBJ dengan obat pulang: Cap
Cefadroxil 2x500mg, Vit B Comp 2x1, Tab Nifedipine 3x10mg. Pasien direncanakan kontrol
ke Poli PIH tanggal 02 Juni 2017.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Gant C, Gilstrap L, Wenstrom H. Hypertensive disorders in pregnancy. In: Williams


Obstetrics. 21stEd. New York: McGraw-Hill. 2001: pp. 567-609
2. Lim, Kee-Hak. Preeclampsia. 2014. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview. [Accesed 15th June 2015]
3. Chappel, S. Morgan,L. Searching for genetic clues to the causes of preeclamsia. Clinical
Science. 2006: 443-458
4. Powe, CE. Levine, RJ. Karumanchi SA. Preeclampsia, a Disease of the Maternal
Endothelium. The Role of Antiangiogenic Factors and Implications for Later
Cardiovascular. 2011. Available at http://circ.aha
journals.org/content/123/24/2856.full.pdf+html. [Accesed 15th June 2015]
5. Depkes RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2001.
6. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in pregnancy : The
management of hypertensive disorders during pregnancy. 2011. Available at
http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/ guidance-hypertension-in-
pregnancy-pdf [Accesed 15th June 2015]
7. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
8. Roeshadi H. Ilmu Kedokteran Fetomaternal : sindroma HELLP. Surabaya:Himpunan
Kedokteran Fetomaternal, Perkumpulan Obstetri danGinekologi Indonesia ; 2004.
505-500.
9. Martin JN, Blakes PG, Perry KG, etal. The Natural Hystory of HELLPSyndrome : Patern
of Disease Progression and Regression. AmJ ObstetGynecol 1991; 164 : 1500 –13.
10. Folley MR, Strong th, Garite TJ. Hypertentive Emergencies. In:Folley MR,ed. Obstetric
Intensive care manual. California: Mc.Graw Hill;2004.p.56-62
11. Jayakusuma A. Sindroma HELLP Parsial Pada Kehamilan Prematur. FK – UNUD. 2005.
25 – 43
12. Tim Standard Terapi Bagian OBGIN FK – USU/ RS Dr. Pirngadi Medan. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS. Dr. Pirngadi Medan: Bagian/UPF Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK-USU RS. Dr. Pirngadi Medan, 1996 : 1 – 18.
13. Mabie WC, Sibai BM. Hypertensive State of Pregnancy. In : De Cherney AH, Pernoll
ML. Current Obstetrics & Gynecologyc Diagnosis & Treament. Appelton & Lange, 1996
:380-97.

26
14. The HELLP Syndrome Society. Available at :
http://www.community/HELLPsyndrome.com.
15.

27

Anda mungkin juga menyukai