09e01380 PDF
09e01380 PDF
TESIS
Oleh
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE 4
DARI NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN MENGGUNAKAN
METODE REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN
REACTION (RT-PCR) DI KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
ABSTRAK
Infeksi oleh virus Dengue (DENV) masih tetap menjadi masalah kesehatan
yang serius di banyak daerah tropis dan subtropis di dunia. Penyakit yang
ditimbulkannya merupakan hiperendemis di Asia Tenggara, dengan bentuk yang
paling berbahaya berupa Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok
Dengue (SSD) yang biasanya bersifat fatal, terutama pada anak-anak. Penularan virus
Dengue dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keberadaan virus, vektor,
lingkungan fisik diantaranya adalah tersedianya habitat perkembang biakan, curah
hujan (fisik) dan sosial budaya. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk
setiap tempat.
Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue dengan serotipe DEN-1, DEN-
2, DEN-3, DEN-4. Virus Dengue ditransmisikan melalui siklus hidup nyamuk,
terutama anggota dari genus Aedes, dan primata yang tingkatnya lebih tinggi,
terutama manusia. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Uji
berdasarkan reverse transcriptase (RT) PCR (RT-PCR) dapat secara cepat, sensitif,
dan spesifik mendeteksi tipe-tipe virus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
adanya virus Dengue serotipe DEN-4 pada nyamuk Aedes aegypti betina di kota
Medan. Manfaat penelitian ini adalah Untuk mengetahui frekuensi virus
Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk Aedes aegypti betina di kota Medan. Latar
belakang penelitian karena belum diketahui bagaimana frekuensi virus Dengue
serotipe DEN-4 pada nyamuk Aedes aegypti betina di kota Medan. Penelitian
dilakukan secara deskriptif dengan mengumpulkan sampel dari bulan September-
November 2008. Nyamuk ditangkap dari habitat istirahat di dalam rumah, terutama di
tempat-tempat yang lembab, gelap di rumah penderita atau mantan penderita DBD
menurut data Dinas Kesehatan oleh 4 kolektor pada pagi hari (pukul 09.00wib -
pukul 11.00 wib) dan sore hari (pukul 16.00 wib – pukul 18.00 wib).
Dari keseluruhan 100 sampel nyamuk A. aegypti betina yang dikumpulkan dari
5 Kecamatan yang berbeda di kota Medan, yaitu Medan Helvetia, Medan
Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal, dimana sampel
diekstraksi, dilakukan RT-PCR, dielektroforesis, dan difoto, tidak ditemukan adanya
virus Dengue serotipe DEN-4.
Kata Kunci : Nyamuk Aedes aegypti, virus Dengue serotipe DEN-4, DBD, RT-PCR.
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
ABSTRACT
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Maha Esa atas segara rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini.
Penulisan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian tesis ini penulis banyak
memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan ketulusan
Koordinator Kopertis Wil. I beserta seluruh stafnya atas izin yang diberikan
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Prof.Dr.A.A.P.Depari,DTM&H,SpPark,dr.R.Lia Kusumawati,MS,SpMK
dan dukungan dalam suka dan duka kepada penulis selama menjalani
masa pendidikan.
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, banyak
kekurangan baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Saran dan kritik diharapkan
Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan memberikan
Penulis
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Pendidikan :
Riwayat pekerjaan :
2. Dokter PNS di RSU Lubuk Pakam, Deli Serdang dari tahun 2005 sampai
sekarang
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi oleh virus Dengue (DENV) masih tetap menjadi masalah kesehatan yang
serius di banyak daerah tropis dan subtropis di dunia. Penyakit yang ditimbulkannya
berupa Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD) yang
biasanya bersifat fatal, terutama pada anak-anak. Diperkirakan lebih kurang 100 juta
kasus demam Dengue dan 500 ribu kasus DBD terjadi tiap tahunnya di seluruh dunia,
2006).
Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit
demam berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Sejak
Januari sampai dengan Maret tahun 2004, total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
menular pada manusia melalui perantaraan gigitan vektor, yaitu nyamuk dari
subfamili Culicinae, Genus Aedes, di mana Aedes aegypti betina sebagai vektor
utama (Yulfi, 2006). Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan
air laut. Masalah DBD bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan
Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
dengan infeksi penyakit lain, seperti flu atau demam tifoid. Penyakit DBD
disebabkan oleh virus Dengue dengan serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4
(Depkes RI, 2004). Virus Dengue ditransmisikan melalui siklus hidup nyamuk,
terutama anggota dari subgenus Aedes betina, dan primata yang tingkatnya lebih
tinggi, terutama manusia (Savage et al, 1998). Nyamuk Aedes sp. tersebar luas di
seluruh tanah air, oleh karena itu seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko
Virus Dengue serotipe 4 pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981,
di mana virus ini mengakibatkan epidemi demam Dengue pada seluruh wilayah
tersebut (Carrington et al., 2005). Virus ini termasuk dalam kelompok B Arthropod
Borne Viruses (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae (Depkes RI, 2004). Aedes aegypti adalah vektor epidemi terutama dari
virus Dengue di daerah pedesaan di Asia selama abad-abad terakhir, dan vektor
epidemi terakhir di Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dan Pasifik (Savage et al.,
Indonesia, antara lain Jakarta dan Yogyakarta (Depskes RI, 2004). Keempat serotipe
dari virus Dengue telah dikenal, dan telah tercatat 40-100 juta kasus demam Dengue
dan beberapa ratus juta kasus demam berdarah Dengue setiap tahun sejak tahun 1990
Di Indonesia, demam Dengue (DD) mulai ditemukan pada tahun 1968, dan
kepadatan penduduk. Kasus DD dan DBD selalu berulang setiap tahun di banyak
8
kawasan di Indonesia di mana berdasarkan profil, Indonesia tahun 2001 incidence
rate 17,2 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya (Hadinegoro dkk, 2004). Di
Indonesia pengamatan terhadap virus Dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
bersirkulasi sepanjang tahun. Infeksi virus Dengue telah ada di Indonesia sejak abad
ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon, seorang dokter berkebangsaan
Belanda. Sejak tahun 1952 infeksi virus Dengue menimbulkan penyakit dengan
manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila (Filipina). Kemudian
ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada
tahun 1958, penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah
kematian yang sangat tinggi. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus
Dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah
penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya
kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,0005 per 100.000 penduduk pada
tahun 1968 menjadi berkisar antara 5-27 per 100.000 penduduk. Pola berjangkit
infeksi virus Dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang
panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan dapat bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk
9
Dari tanggal 1 Januari hingga 30 April 2004, terjadi total 58.301 kasus demam
Dengue dan demam berdarah Dengue dan 658 kematian terdaftar oleh Kementerian
Kesehatan Indonesia. Case fatality rate 1,1%. Ledakan dengan angka yang sangat
tinggi dan kasus-kasus telah dilaporkan dari 293 kota-kota dan kabupaten-kabupaten
di 17 propinsi. Selama pandemi tahun 1998, di mana lebih dari 1,2 juta kasus demam
Dengue dan demam berdarah Dengue dilaporkan oleh WHO dari 56 negara,
Indonesia dilaporkan memiliki angka tahunan 72.133 kasus dan 1.414 kematian
dengan secara keseluruhan case fatality rate 2,0%. Seperti di tahun 1998, DEN-3
tetapi DEN-4 (19%), DEN-2 dan DEN-1 juga dijumpai. Pada akhir April situasi telah
yang rendah. Jakarta, Bali dan Nusa Tenggara Timur, diantara keseluruhan propinsi
Pada tahun 2001, ledakan kedua yang dicurigai demam berdarah Dengue di
daerah timur Indonesia yang diselidiki di Merauke, sebuah kota yang berlokasi di
(Sukri dkk., 2003). Akhir-akhir ini virus Dengue (serotipe DEN-1 sampai DEN-4)
telah tersebar ke seluruh daerah tropis di seluruh dunia. Pada banyak tempat, serotipe
Dengue. Sebagai kontrol dan pencegahan demam Dengue, penting untuk mendeteksi
secara cepat tipe virus melalui sample klinis dan nyamuk. Uji berdasarkan reverse
10
transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dapat secara cepat, sensitif, dan
Pada siklus musiman, peningkatan infeksi virus Dengue terjadi pada musim
beberapa faktor antara lain keberadaan virus, vektor, lingkungan fisik diantaranya
adalah tersedianya habitat perkembang biakan, curah hujan (fisik) dan sosial budaya .
Indonesia pada umumnya dan di kota Medan pada khususnya, salah satunya adalah
virus Dengue serotipe DEN-4 yang belum pernah diteliti di Medan, maka
dilakukanlah penelitian ini pada nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan metode
RT-PCR (RT-PCR).
Informasi hasil studi molekuler dari perkembangan infeksi virus Dengue lokal
penanganan virus Dengue. Jika ditemukan adanya virus Dengue serotipe DEN-4 akan
kenyataannnya di awal perjalanan penyakit Dengue yang tidak khas. Teknik RT-PCR
merupakan metode diagnostik yang lebih aplikatif jika dibandingkan dengan kultur
sel. Dapat digunakan untuk melihat hubungan virus Dengue serotipe DEN-4 dengan
Surveilans dengan teknologi molekuler ini akan memberikan hasil akhir berupa
11
informasi peta data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit,
sebagai berikut yaitu, belum diketahui bagaimana frekuensi virus Dengue serotipe
Untuk mengetahui adanya virus Dengue serotipe DEN-4 pada nyamuk Aedes
isolasi virus dari sampel nyamuk dengan melakukan diagnostik RNA virus
12
Dengue melalui metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction
(RT-PCR).
1. Untuk memperoeh data frekuensi virus Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Virus Dengue merupakan salah satu virus yang termasuk dalam famili
30nm dan ketebalan selubung 10mm, sehingga diameter virion kira-kira 50 nm.
Genom virus Dengue terdiri dari asam ribonukleat berserat tunggal, panjangnya kira-
kira 11 kilobasa. Genom terdiri dari protein struktural dan protein non struktural,
secara biologi memiliki adaptasi yang tinggi terhadap pejamu nyamuk dan mereka
merupakan virus pada nyamuk yang terutama yang dapat beradaptasi terhadap
primata tingkat rendah dan manusia.Virus-virus ini bertahan dalam ’siklus manusia-
yang rendah dari penyebaran pada populasi manusia, penyebaran secara transovarian
2006).
14
Virus Dengue adalah virus dengan untaian tunggal, virus RNA (famili
Flaviviridae) yang muncul dengan empat serotipe antigen yang berbeda. Setiap
serotipe secara genetik memiliki perbedaan. Meskipun infeksi secara umum (terutama
infeksi primer) simtomatik sama, seluruh tipe virus ini berhubungan dengan demam
Dengue, dan demam adalah gejala minor. Infeksi primer menghasilkan imunitas
jangka panjang terhadap infeksi sekunder dengan serotipe lainnya. Hal ini
meningkatkan dalam resiko kebanyakan hasil dari reaksi silang antibodi dan sel T
struktur protein, yang lebih besar berukuran 49 dan 16,5 kDa protein yang mengalami
glikosidasi dan berhubungan dengan envelop, di mana yang lebih kecil berukuran 13
kDa protein yang berhubungan dengan virus RNA. Meskipun demikian, envelop
protein yang berukuran 16,5 kDa lebih besar dari yang terlihat secara khusus pada
Virus Dengue serotipe DEN-4 berukuran 398 bp ss-RNA (de Castrol et al.,
2004). Virus Dengue serotipe DEN-4 pertama kali diisolasi dari pasien-pasien dengan
demam berdarah Dengue saat terjadi wabah di Manila pada tahun 1956. Setelah 10
tahun absen, virus Dengue tipe DEN-4 akhir-akhir ini muncul di Martinique,
Guadeloupe, dan French Guiana. Menurut analisa filogenetik, strain yang diisolasi
20
dari 2004-2005 menunjukkan DEN-4, tetapi kluster yang berbeda dibandingkan strain
Culicidae. Terdistribusi secara kosmopolit dari daerah tropik sampai kedua kutub.
Nyamuk Aedes sp. bentuk dewasa betina menghisap darah Vertebrata, baik yang
berdarah dingin maupun yang berdarah panas. Darah diperlukan selain sebagai
dewasa jantan tidak menghisap darah. Makanannya cukup dengan menghisap cairan
madu atau air gula saja. Biasanya bentuk dewasa jantan pergi jauh dari tempat
habitatnya dan berkumpul pada waktu senja menunggu nyamuk betina yang datang
kopulasi. Sisa kelompok jantan berkumpul lagi hari berikutnya sampai mendapat
pasangan. Dalam dunia nyamuk, tidak dikenal kawin campuran antara spesies
Nyamuk Aedes sp. dewasa memiliki sayap berwarna hitam, badan dan kaki
berbercak putih. Palpi dijumpai pada nyamuk Aedes sp..Pada betina palpi lebih
pendek dari proboscis, pada jantan sebaliknya (Kosman, 1984). Umumnya nyamuk
bertelur di mana saja di tempat yang berair, terutama yang tergenang. Jarak terbang
perlu diketahui karena penting dalam upaya pemberantasan nyamuk. Jarak terbang
21
kemudian nyamuk tersebut dilepas dan dicari lagi di berbagai tempat. Jarak terbang
nyamuk A. aegypti hanya sekitar habitatnya saja ± 50 m. Namun jarak terbang ini
bersifat tidak absolut karena nyamuk dapat terbawa oleh alat-alat transportasi. Dalam
penyebaran nyamuk ini akan terbentuk pusat penyebaran baru berbentuk cluster,
sehingga untuk pembasmian vektor A.aegypti, harus dalam radius lebih kurang 2 kali
jarak terbang (Husaini, 2003). Nyamuk A.aegypti memilih waktu menggigit terutama
pada pagi hingga siang hari (diurnal), dan memilih tempat menghisap darah di dalam
rumah (indoor biters) dan tidak menyukai tempat yang diterangi sinar matahari.
Biasanya suka hinggap disudut atau bagian rumah yang gelap dan sejuk (Wikipedia,
perumahan, tempat terdapat banyak penampungan air bersih dalam bak mandi
nyamuk A.aegypti betina antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang kakinya.
Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian
punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan
kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini
kerap berbeda antarpopulasi. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan
nyata dalam hal ukuran. Biasanya nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada
betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan Nyamuk
22
II.3. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
asam nukleat in vitro. Tujuan utama teknik ini adalah untuk memperbaiki sensitivitas
uji yang berdasar pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan prosedur kerjanya
melalui automatisasi dan bentuk deteksi non isotopik. Polymerase Chain Reaction
(PCR) merupakan salah satu teknik amplifikasi asam nukleat in vitro yang paling
banyak dipelajari dan digunakan secara luas (Purwanta, 1999). Metode ini pertama
dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan
CETUS corporation (Ginanjar, 2008). Dalam waktu 9 tahun sejak pertama kali
dikemukakan oleh ilmuwan dari Cetus Corporation, PCR telah berkembang menjadi
teknik utama dalam laboratorium biologi molekuler. PCR adalah suatu metode untuk
mengamplifikasi sekwens gen target secara eksponensial in vitro. Pada reaksi ini
dibutuhkan DNA target, sepasang primer, polimerase DNA yang termostabil, buffer
mana cetakan RNA dapat dideteksi dengan PCR jika ekstrak RNA terlebih dahulu
(Putra, 1999). RT-PCR juga sering dikenal dengan kinetic polymerase chain reaction.
ini mengikuti deret ukur (2n) dan dalam waktu yang relatif singkat mampu
23
memperoleh segmen molekul DNA yang banyak. Pendeteksian ini dilakukan dengan
dilakukan reaksi pewarnaan menggunakan bahan kimia syber safe gel, dapat dilihat
adanya pita molekul pada gel agarose (Sudjadi, 2008). Pita molekul ini menandakan
adanya segmen DNA atau dengan kata lain DNA terdeteksi. Pertama kali
komplementer DNA (cDNA) yang dibuat dari messenger cetakan RNA menggunakan
utama, yaitu pertama, melepaskan utas ganda DNA menjadi 2 utas tunggal DNA
rantai ganda DNA ini memerlukan suhu lingkungan optimum yang saat ini diketahui
sebesar 920C.
Proses kedua adalah annealing atau pemasangan 2 utas primer pada ke-2 utas
tunggal DNA tersebut. Primer itu berfungsi sebagai pancingan awal dalam
melipatgandakan segmen DNA. Primer terdiri dari 18-24 deret basa nukleotida
pengkode DNA (adenin (A), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T) yang disintesis
secara buatan dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi.
Proses pemasangan primer pada DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu
24
Proses ketiga disebut perpanjangan (extension). Pada proses ini keberadaan
dalam pereaksi, menyebabkan primer yang tadinya hanya 18 hingga 24 deret basa
nukleotida akan memperoleh tambahan basa nukleotida yang terdapat di dNTP dan
kemudian menjadi sepanjang segmen DNA yang dilipatgandakan itu. Pada proses ini
reaksi tersebut terbantu oleh adanya enzim DNA polimerase dan enzim ini bekerja
secara optimum terjadi pada suhu 720C. dNTP sendiri merupakan kumpulan 4 jenis
basa nukleotida (A, G, C, dan T) yang terikat pada 3 gugus fosfat dan masing-masing
primer. Ketiga proses ini dilakukan berputar-putar atau berulang-ulang sampai jumlah
kelipatan segmen DNA sesuai dengan kebutuhannya (Sopian, 2006). RT-PCR secara
digunakan dalam menentukan perbedaan molekul RNA spesifik di dalam sel atau
Dalam biologi molekuler, dua nukleotida dalam DNA atau RNA yang saling
komplementer yang terhubung oleh ikatan hidrogen disebut pasangan basa. Dalam
pasangan basa Watson-Crick, adenin (A) membentuk pasangan basa dengan Timin
(T) dalam DNA, sementara guanin (G) dengan sitosin (C). Pada RNA, timin (T)
25
II.4. Epidemiologi DBD
peningkatan yang cukup bermakna. Sejak tanggal 1 Januari 2004 sampai dengan 5
Maret 2005 secara kumulatif, jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani
KLB DBD pada tahun 1998 jumlah penderita 71.776 orang dengan kematian 2.441
jiwa (CFR=3,4%). Pada tahun 1998 perhatian masyarakat tertuju pada euforia
reformasi sehingga perhatian terhadap KLB DBD kurang. Saat ini, peningkatan kasus
DBD hanya terjadi di beberapa wilayah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan
Sulawesi. Beberapa daerah sudah dapat dikendalikan, namun berbagai upaya masih
tentang kasus yang terjadi di beberapa propinsi di Indonesia dapat terlihat dari 30
propinsi yang meliputi : Nangroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Epidemi Dengue dilaporkan pertama kali di Batavia oleh David Bylon pada
tahun 1779, sedangkan DBD mula-mula dikemukakan oleh Quintos dan kawan-
kawan di Manila pada anak-anak pada tahun 1954. Penyakit Dengue merupakan
penyakit endemik di Indoneisa, tetapi dalam jarak 5 sampai 20 tahun dapat timbul
letusan epidemi. Demam berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pertama kali dicurigai
berjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologik baru diperoleh
26
pada tahun 1970. DBD pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh Swandana
(1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke seluruh daerah
II.5. Diagnosis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Infeksi virus Dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated
febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD) (Hadinegoro dkk, 2004; Levinson
et al, 2000).
Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), gejala prodromal yang
tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas
kepala, dan flushed face (muka kemerahan) (Suhendro dkk, 2006; Hadinegoro dkk,
27
II.5.1. Definisi kasus DD/DBD secara laboratoris
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut:
leukopenia, uji HI 1280 dan IgM anti Dengue positif, atau pasien berasal dari
daerah yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed Dengue infection.
deteksi antigen Dengue, peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum
akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus (Hadinegoro dkk, 2004;
Peters, 2001).
Kasus DBD :
28
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
a. Peningkatan nilai hematokrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
2006).
Kasus SSD :
1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
c. Pembesaran hati.
d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
29
Kriteria Laboratoris :
pasien anemi dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan
perdarahan lain.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal
kota Medan, yakni Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru
yang dikumpulkan dari masing-masing 5 lokasi endemis DBD di kota Medan yaitu
Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Amplas
31
Puskesmas atau Dinas Kesehatan kota Medan. Kebutuhan 100 sampel nyamuk
n ≥ z2.(0,5-α/2).p.q
e2
Keterangan :
α : 0,05
p : proporsi = 0,5
q = 1-0,5= 0,5
n ≥ 1,962.0,5.0,5
(10/100)2
n ≥ 96,04
Kebutuhan 100 sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan ke atas dari 96
A.aegypti betina yang berasal dari 100 rumah-rumah penduduk yang sedang dan atau
pernah menderita DBD yang dilakukan pada bulan September sampai dengan
33
dalam rumah, terutama di tempat-tempat yang lembab, gelap dan pakaian yang
pada pagi hari (pukul 09.00 wib- pukul 11.00 wib) dan sore hari (pukul 16.00 wib–
pukul 18.00 wib). Dari seluruh nyamuk yang terkumpul, diambil masing-masing 20
ekor nyamuk A.aegypti betina dari masing-masing Kecamatan dengan total sampel
100 ekor nyamuk A.aegypti betina. Nyamuk hasil tangkapan dibawa ke laboratorium
dan dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam kulkas dalam vial secara individual.
Setelah mati, sampel nyamuk disimpan dalam kulkas pada suhu -70°C. Sampel
dipergunakan sebagai bahan untuk pemeriksaan virus. Virus yang akan diperiksa
adalah virus Dengue serotipe DEN-4. Sampel nyamuk A.aegypti betina diekstraksi
amplifikasi dielektroforesis dan difoto untuk melihat untaian pita DNA virus Dengue
serotipe DEN-4.
34
III.4. Kerangka Kerja
Elektroforesis
Alat :
1. Tip 25 µL
2. Tip 200 µL
3. Pipet merek Bio Rad ukuran 0,5-10µl, 2-10µl, 10-100µl, 20-200µl, 100-
1000µl
4. Vortex
5. Oven 50ºC
6. Pinset steril
35
7. Homogeniser steril
8. Microcentrifuge
9. Microwave
11. Penggerus
20. Aspirator
21. Inkubator
27. Multi block heater merek Barnsead Lab-Line, model number 2053-IQ
36
29. Mesin PCR (thermal cycler) merek Bio Rad, Cycler
33. Polaroid
35. Biosafety Cabinet kelas II merek ESCO Class II Type A2 Lab Culture
Bahan :
2. QIAamp® Viral RNA Mini Kit dari qiagen (QIAamp MinElute Columns,
buffer AL, buffer AW 1, buffer AW 2, RNA-se free water atau buffer AVE,
3. MgSO4
4. Superscript III RT
5. Etanol 96-100%
6. Buffer TAE 50 ml
8. Aquadest 100 Ml
37
12. Blue juice
Nyamuk akan dicairkan (defrost) pada suhu yang diinginkan untuk proses isolasi,
setelah itu diletakkan dalam ice bath. Nyamuk dihancurkan dan diletakkan dalam
Suspensi nyamuk diputar dengan kecepatan 14000 rpm pada suhu 4°C dan
supernatannya akan siap digunakan untuk isolasi virus di dalam tabung kultur
dengan C6/36 cell line. Seluruh proses pemeriksaan sampel nyamuk dilakukan
Virus RNA diekstrak dari 200 µl aliquots yang berasal dari supernatant sel
terinfeksi dengan menggunakan QIAamp® Viral RNA Mini Kit dari Qiagen
homogenat dari setiap sampel. Untuk kontrol positif, digunakan kultur sel yang
mengandung DEN-4 dalam volume yang sama, dan untuk kontrol negatif
38
III.5.4. Persiapan bahan
suhu -20ºC.
39
III.5.5. Pelaksanaan ekstraksi virus
sudah bercampur buffer AVE). Sediaan medium terdiri dari MEM+5% FBS, di
dalam eppendorf, lalu ditambahkan 300 µl medium. Nyamuk digerus dengan alat
homogeniser steril.
centrifuge dan diputar dengan 14000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit.
diinkubasi pada suhu 56ºC selama 15 menit, lalu di briefly centrifuge dengan
8000 rpm selama 1 menit. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam kolum dan
ditutup, lalu kembali disentrifugasi dengan 8000 rpm selama 1 menit. Collection
selama 1 menit. Collection tube yang mengandung filtrat kembali dibuang dan
kolum dimasukkan ke dalam collection tube yang baru. Lalu hasilnya dicuci
selama 1 menit. Collection tube yang mengandung filtrat kembali dibuang dan
40
kolum dimasukkan ke dalam collection tube yang baru. Hasilnya dicuci dengan
dengan 8000 rpm selama 1 menit. Collection tube yang mengandung filtrat
kembali dibuang dan kolum dimasukkan ke dalam collection tube yang baru.
(dry spin).
Kolum dimasukkan ke dalam collection tube yang baru dengan tutup terbuka,
lalu diinkubasi dengan 56ºC selama 3 menit. Kemudian collection tube dibuang,
dan kolum ditempatkan pada microcentrifuge 1,5 ml. Buffer AVE sebanyak 20-
lid ditutup dan diinkubasi selama 1 menit dalam suhu ruangan. Lalu
disentrifugasi dengan 14000 rpm selama 1 menit. Dari hasil sentrifugasi, kolum
dibuang dan RNA yang telah diekstraksi disimpan dalam freezer dengan suhu -
70°C.
dalam tabung kultur 12 ml (plastik screw cap) sebanyak 0,5 ml per tabung. Lalu
41
III.5.6. RT-PCR
kemudian amplifikasi dengan step PCR berikut : 92°C selama 3 menit untuk
detik untuk pendinginan dan 72°C selama 1 menit untuk perluasan. Siklus ini
diulangi sebanyak 40 kali sebelum perluasan akhir 72°C selama 5 menit. Produk
Master mix dibuat dengan mencampurkan 25µl dari 2x reaksi mix (bufer yang
terdiri dari 0,4 mM dari dNTP, 3.2 mM MgSO4), 1µl dari 10µM primer
universal, 1µl dari 10µM primer D4, 2µl superscript III RT, 4µl MgSO4 dan
ditambahkan aquadest sampai 20µl. Master mix ini dicampurkan dengan pipeting
dan spin down. Proses pemutaran dengan menggunakan pipet dilakukan jika
dalam lemari es selama mempersiapkan master mix. Lima mikroliter produk RNA
42
ditambahkan ke dalam master mix, kemudian brief centrifuge dengan kecepatan
8000 rpm.
III.5.7. Elektroforesis
Cetakan gel agarose disiapkan dengan jumlah sumuran sesuai kebutuhan. Agarose
ditambahkan 1:10000 syber safe-TM sebanyak 7 µl, dan dituang ke dalam cetakan
yang telah disediakan. Setelah gel agarose mengeras, dimasukkan dalam tangki
elektroforesis yang berisi 1X TAE buffer. Sebanyak 5-10 µl hasil PCR (yang
telah dicampur blue juice 2X) dimuat ke dalam sumuran. Sebanyak 10 µl marker
dimuat juga pada sumur nomor 1 atau sumur terakhir. Elektroforesis dijalankan
80-100 Volt (DNA akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif).
(jangan sampai tanda biru hilang karena kemungkinan hasil PCR ikut terlepas
dari gel. Lihat gel agarose di atas lampu ultraviolet. Dokumentasi hasil PCR
III.5.8. Imaging
43
kemudian tombol UV ditekan sampai muncul band pada gel. Lalu freeze, analyze,
44
BAB IV
IV.1. Hasil
A.aegypti dari rumah-rumah penduduk yang sedang dan atau pernah menderita DBD
menurut data Puskesmas setempat atau Dinas Kesehatan kota Medan dari 5
Kecamatan yang endemis DBD di kota Medan, yaitu Medan Helvetia, Medan
Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal. Dari keseluruhan
A.aegypti betina. Perincian proporsi jumlah nyamuk A.aegypti betina dari masing-
(Kecamatan) (%)
45
34
masing-masing Kecamatan sama yaitu 20% atau 20 ekor, dengan total 100 ekor.
Keseluruhan 100 sampel nyamuk A.aegypti betina, dinomori dari 1 sampai dengan
100 dimulai dari sampel yang berasal dari Kecamatan Medan Helvetia (nomor 1
sampai 20), Medan Amplas (nomor 21 sampai 40), Medan Selayang (nomor 41
sampai 60), Medan Baru (nomor 61 sampai 80), dan Medan Sunggal (nomor 81
sampai 100).
menggunakan primer DEN-4. Hasil RT-PCR dielektroforesis dan difoto utuk melihat
pita untaian DNA. Dikatakan positif bila ditemukan pita berukuran 398 pasangan
basa (bp). Sebagai pembanding dari pasangan basa yang dihasilkan, digunakan
gambar hasil elektroforesis dari 100 sampel yang berasal dari 10 kali proses
elektroforesis. Gel agarose yang digunakan dalam penelitian adalah 2% dengan sisir
yang memiliki 15 sumur. Sumur pertama diisi dengan marker 100 bp DNA ladder,
sumur kedua diisi dengan kontrol negatif free water nucleus, sumur ketiga diisi
dengan kontrol positif untuk virus Dengue serotipe DEN-4 yaitu 398 bp. Selanjutnya
sumur keempat sampai dengan ketigabelas diisi dengan 10 sampel nyamuk A.aegypti
betina hasil PCR. Sumur keempatbelas dan kelimabelas tidak digunakan dalam
penelitian ini karena letaknya yang paling ujung kemungkinan pada foto dapat
35
memberikan hasil yang kurang baik. Marker yang digunakan dalam penelitian adalah
pasangan basa, dimulai dari 2072 bp untuk pita pertama sampai dengan 100 bp untuk
pita kesebelas. Pasangan basa dari virus Dengue serotipe DEN-4 adalah 398 bp yang
terletak antara pita kedelapan 400 bp dan pita kesembilan 300 bp. Berikut gambar 1
ini adalah potongan gambar dari marker 100 bp DNA ladder yang digunakan dalam
penelitian.
Berikut gambar 2 ini adalah potongan hasil kontrol positif RT-PCR dari
keseluruhan serotipe virus Dengue yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam
penelitian ini.
36
500
400
398 (6)
300
200
100
Dari gambar 2 terlihat untuk virus Dengue serotipe DEN-4, pita pasangan
basa yang diharapkan muncul terletak antara 400 bp dan 300 bp. Dalam penelitian ini
tidak ditemukan satupun pita pasangan basa yang terletak antara 400 bp dan 300 bp.
menunjukkan adanya virus Dengue serotipe DEN-4 yang dapat dilihat dari hasil foto
elektroforeseis berikut.
37
400 bp
398 bp
Gambar 3. Hasil RT-PCR virus Dengue dari sampel 1 sampai dengan 10 dari
Kecamatan Medan Helvetia
sampai dengan 10 yang berasal dari Kecamatan Medan Helvetia. Dari gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
38
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak
ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 1 sampai dengan 10
400 bp
398 bp
Gambar 4. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 11 sampai dengan 20
dari Kecamatan Medan Helvetia
sampai dengan 20 yang berasal dari Kecamatan Medan Helvetia. Dalam gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan bahwa
tidak ditemukannya virus Dengue tipe DEN-4 pada sampel nomor 11 sampai dengan
400 bp
398 bp
Gambar 5. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 21 sampai dengan 30
dari Kecamatan Medan Amplas
sampai dengan 30 yang berasal dari Kecamatan Medan Amplas. Dalam gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan bahwa
tidak ditemukannya virus Dengue tipe DEN-4 pada sampel nomor 21 sampai dengan
400 bp
398 bp
Gambar 6. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 31 sampai dengan 40
dari Kecamatan Medan Amplas
sampai dengan 40 yang berasal dari Kecamatan Medan Amplas. Dari gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak
ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 31 sampai dengan
400 bp
398 bp
Gambar 7. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 41 sampai dengan 50
dari Kecamatan Medan Selayang
42
sampai dengan 50 yang berasal dari Kecamatan Medan Selayang. Dari gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak
ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 41 sampai dengan
400 bp
398 bp
Gambar 8. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 51 sampai dengan 60
dari Kecamatan Medan Selayang
43
sampai dengan 60 yang berasal dari Kecamatan Medan Selayang. Dari gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak
ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 51 sampai dengan
400 bp
398 bp
Gambar 9. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 61 sampai dengan 70
dari Kecamatan Medan Baru
44
sampai dengan 70 yang berasal dari Kecamatan Medan Baru. Dari gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak
ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 61 sampai dengan
400 bp
398 bp
Gambar 10. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 71 sampai dengan 80
dari Kecamatan Medan Baru
45
sampai dengan 80 yang berasal dari Kecamatan Medan Baru. Dari gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak
ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 71 sampai dengan
400 bp
398 bp
Gambar 11. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 81 sampai dengan 90
dari Kecamatan Medan Sunggal
46
sampai dengan 90 yang berasal dari Kecamatan Medan Sunggal. Dari gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak
ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 81 sampai dengan
400 bp
398 bp
Gambar 12. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 91 sampai dengan
100 dari Kecamatan Medan Sunggal
47
sampai dengan 100 yang berasal dari Kecamatan Medan Sunggal. Dari gambar ini,
terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak
ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 91 sampai dengan
Hasil dari pemeriksaan 100 sampel nyamuk A.aegypti betina yang berasal dari
kecamatan Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan
IV.2. Pembahasan
bp DNA ditujukan untuk mengetahui berapa pasangan basa yang dihasilkan dari
sampel virus Dengue dengan primer D4 dari nyamuk A.aegypti betina yang
dikumpulkan.
lingkungan fisik, biologi, dan sosial. Di dalam interaksi tersebut mencakup aspek
virus Dengue, vektor maupun orang. Nyamuk, vektor dan orang bergerak menurut
tempat dan waktu, sehingga dinamika transmisi virus Dengue dipengaruhi oleh peran
penelitian di Jakarta dari tahun 2004 sampai dengan 2007 menggambarkan keunikan
berdasarkan kondisi geografis dan periode waktu yang berbeda-beda. Hal ini
58
menunjukkan bahwa populasi masing-masing serotipe virus Dengue dapat dominan
pada waktu-waktu tertentu dan dipengaruhi kondisi geografis tertentu. Hal ini dapat
Gambar 13. Gambar pola dominansi serotipe virus Dengue dari serum manusia
pada periode yang berbeda-beda selama tahun 2004-2007
Dari gambar 13 di atas, terlihat bahwa pola dominansi virus Dengue serotipe
DEN-4 pada serum umumnya dijumpai sekitar bulan Januari sampai dengan Februari
setiap tahunnya dari tahun 2004 sampai dengan 2007. Namun hal ini belum tentu
dapat disamakan dengan pola dominansi virus Dengue serotipe DEN-4 pada nyamuk
A.aegypti betina yang transovarian yang memungkinkan penurunan gen virus Dengue
59
kepada generasi berikutnya baik jantan maupun betina, sedangkan yang menghisap
darah hanya nyamuk A.aegypti betina. Hal ini menjadi alasan kenapa hanya
dikumpulkan nyamuk A.aegypti betina dalam sampel penelitian ini. Oleh karena
terjadinya persamaan dominansi serotipe virus antara sampel serum dari penderita
DBD dengan sampel dari nyamuk A.aegypti betina. Namun apabila jumlah serotipe
virus Dengue tertentu dalam serum penderita DBD pada suatu daerah sedikit, belum
A.aegypti juga sedikit di daerah tersebut mengingat nyamuk A.aegypti jantan juga
sebaliknya. Karena belum adanya peta dominansi serotipe virus Dengue yang berasal
dari sampel nyamuk A.aegypti, maka gambar 13 di atas masih dapat dijadikan
sumber rujukan salah satu penyebab tidak ditemukannya virus Dengue serotipe
DEN-4 dalam penelitian ini, yang pengumpulan sampelnya dilakukan pada bulan
virus Dengue yang ada pada nyamuk A.aegypti betina dengan pada serum penderita
DBD masih erat hubungannya. Latar belakang pemilihan waktu penelitian ini
musim, yaitu musim kemarau yang terjadi dari bulan Maret sampai dengan Agustus
dan musim penghujan yang terjadi dari bulan September sampai dengan Februari.
September sampai dengan November 2008 di mana banyak terdapat air yang
60
tergenang, seperti pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air bersih, ban
bekas dan benda-benda lain yang sangat sesuai untuk tempat perindukan nyamuk
gambar 13, dominansi virus Dengue serotipe DEN-4 dari serum penderita DBD
terjadi pada bulan Januari sampai dengan Februari. Hal ini mungkin disebabkan oleh
umumnya pada bulan Januari sampai dengan Februari sesudah berakhirnya masa
liburan di luar Jakarta akan kembali ke Jakarta untuk memulai masa sekolah. Hal ini
A.aegypti pada penghujung tahun yang sangat berperan dalam dominansi serotipe
virus Dengue. Hasil ini akan lebih terlihat apabila penelitian dilakukan sepanjang
tahun. Berdasarkan pantauan Badan Meterologi dan Geofisika, sepanjang tahun 2008
di Indonesia terjadi perubahan iklim yang cukup signifikan akibat pemanasan global
di mana terjadi penipisan lapisan ozon yang bermakna dan sangat mempengaruhi pola
kehidupan makhluk hidup. Hal ini mengakibatkan sepanjang tahun 2008 terjadi
musim pancaroba yang sulit diprediksi setiap bulannya, di mana setiap bulan
sepanjang tahun terdapat musim kemarau bersamaan dengan curah hujan yang cukup
tinggi yang sangat mendukung perkembangbiakan nyamuk A.aegypti. Hal ini dapat
terlihat dari banyaknya penderita DBD setiap bulannya sepanjang tahun 2008. Oleh
nyamuk A.aegypti.
61
Pada tahun 2007 Departemen Kesehatan RI pernah mengeluarkan peta
penyebaran keempat serotipe virus Dengue yang berasal dari serum penderita DBD
Gambar 14. Peta populasi penyebaran serotipe virus Dengue yang berasal dari
serum penderita DBD dari 19 kota yang ada di Indonesia (2003-
2005)
Dari peta tersebut dikaitkan dengan penelitian ini, terlihat bahwa di kota Medan
virus Dengue serotipe DEN-4 dari serum penderita DBD pernah ditemukan pada
tahun 2003 sampai dengan 2005. Hal ini tidak menutup kemungkinan ditemukannya
virus Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk A.aegypti betina yang ada di kota Medan
selama periode penelitian pada tahun 2008. Namun berpedoman pada peta
62
penyebaran tersebut, terlihat bahwa virus Dengue serotipe DEN-2 adalah yang paling
dominan pada penderita DBD di kota Medan dari tahun 2003 sampai dengan 2005,
diikuti oleh DEN-3 dan DEN-4. Hal ini menggambarkan beberapa kemungkinan
antara lain virus Dengue serotipe DEN-4 yang sebelumnya ada di kota Medan, namun
distribusi serotipe virus Dengue, di mana virus Dengue serotipe DEN-4 yang populasi
sebelumnya memang terkecil di kota Medan dan tidak dijumpai saat ini. Berpedoman
pada epidemi DBD yang terjadi 5 tahun sekali, sangat besar kemungkinan virus
Dengue serotipe DEN-4 akan dijumpai kembali 5 tahun sesudah tahun 2005, yakni
tahun 2010. Hal ini dapat memberikan gambaran bagi perburukan keadaan klinis
DBD pada tahun 2010 menimbang serotipe virus Dengue yang bakal muncul akan
semakin banyak dengan keberadaan virus Dengue serotipe DEN-4. Berdasarkan teori
Halstead, semakin banyak serotipe virus yang ditemukan di suatu daerah akan
memperbesar kemungkinan semakin parahnya penyakit DBD atau SSD yang diderita
di daerah tersebut. Kemungkinan lain dari tidak ditemukannya virus Dengue serotipe
DEN-4 pada nyamuk A.aegypti betina dalam penelitian ini adalah bahwa nyamuk
A.aegypti betina yang mengandung virus Dengue serotipe DEN-4 pada tahun 2005
sebagian besar menghasilkan keturunan nyamuk A.aegypti jantan yang tetap ada
sampai saat ini, namun tidak termasuk dalam sampel penelitian. Sedangkan keturunan
nyamuk A.aegypti betina yang dihasilkan jumlahnya sangat sedikit dan saat ini tidak
dijumpai lagi terkait pengaruh seleksi alam, sehingga tidak ditemukan dalam
penelitian. Faktor distribusi pejamu juga sangat berperan mengingat pada saat ini
63
mobilitas manusia sangat tinggi dan fasilitas distribusi yang berkembang sangat pesat
memungkinkan tidak seimbangnya arus masuk dan keluar nyamuk A.aegypti betina
yang mengandung virus Dengue serotipe DEN-4 yang jumlahnya paling sedikit pada
tahun 2005 dari kota Medan. Nyamuk A.aegypti betina yang mengandung virus
Dengue serotipe DEN-4 yang terbawa oleh arus distribusi keluar dari kota Medan
jumlahnya lebih banyak dari yang masuk ke kota Medan selama rentang waktu
tersebut. Dengan jumlah nyamuk A.aegypti betina yang mengandung virus Dengue
lagi pada saat ini yang tidak terlepas dari pengaruh seleksi alam atau terbawa
masuknya nyamuk tersebut ke daerah yang tidak kondusif untuk bertahan hidup. Hal
ini tidak menutup kemungkinan bisa saja ditemukan virus Dengue serotipe DEN-4
pada nyamuk A.aegypti jantan akibat pengaruh distribusi manusia. Kemungkinan lain
adalah ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 sebelumnya dan tetap ada
sampai saat ini, hanya saja tidak ditemukan dalam penelitian menunjukkan bahwa
saat ini hanya nyamuk A.aegypti jantan yang mengandung serotipe DEN-4 yang ada
betina yang mengandung virus Dengue serotipe DEN-4 tetap ada ke depannya terkait
Keseluruhan hasil yang negatif pada penelitian ini bukan berarti sampel
nyamuk Aedes aegypti betina yang dikumpulkan tidak mengandung virus Dengue,
akan tetapi karena primer yang digunakan dalam penelitian hanya primer D4 yang
hanya dapat mendeteksi virus Dengue serotipe DEN-4. Dengan tidak ditemukannya
64
virus Dengue serotipe DEN-4 dari 5 Kecamatan di kota Medan yang endemik DBD,
menunjukkan bahwa endemik DBD yang ada di kota Medan selama ini kemungkinan
besar berasal dari virus Dengue serotipe yang lain, yakni DEN-1 atau DEN-2 atau
DEN-3 atau infeksi campuran antara ketida serotipe virus Dengue tersebut. Di
samping itu, kemungkinan lainnya adalah sebagian nyamuk A.aegypti betina yang
menjadi sampel dalam penelitian merupakan nyamuk yang baru berkembang dari
larva menjadi dewasa dan belum menghisap darah, sehingga belum mengandung
virus Dengue serotipe apapun. Dengan tidak ditemukannya virus Dengue serotipe
DEN-4 pada sampel nyamuk A. aegypti betina di 5 Kecamatan endemik DBD di kota
Medan dapat mewakili seluruh Kecamatan di kota Medan karena penelitian ini
mencakup lima Kecamatan endemis DBD di kota Medan, sehingga penelitian ini juga
dapat dijadikan sebagai awal dari penelitian virus Dengue pada nyamuk A.aegypti di
kota Medan.
Tidak ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk A.aegypti betina
di kota Medan dapat memberikan kelegaan sekaligus perhatian khusus dari Dinas
Kesehatan mengingat virus Dengue serotipe DEN-4 tidak menghasilkan gejala klinis
DBD yang terlalu berat dan memberikan masukan bahwa semakin berkurangnya
serotipe virus Dengue yang terdapat di kota Medan. Hal ini akan semakin baik karena
gejala klinis DBD yang diakibatkan oleh infeksi sekunder akan semakin kecil.
Namun dengan tidak ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 di kota Medan
memungkinkan bahwa selama ini endemik DBD di kota Medan disebabkan oleh
virus Dengue serotipe lainnya. Khusus untuk endemik DBD dikarenakan virus
65
Dengue serotipe DEN-2 dan DEN-3 harus mendapat perhatian khusus karena
umumnya menimbulkan gejala klinis DBD yang berat hingga SSD dan kematian.
Dengue yang ada saat ini dari sampel nyamuk A.aegypti yang masih menjadi
problema kesehatan masyarakat dan pemerintah yang serius pada sisi hubungan
antara kondisi geografis suatu daerah dengan serotipe virus Dengue. Selanjutnya
apakah keadaan tersebut dapat mempengaruhi timbulnya epidemi penyakit DBD pada
daerah tertentu.
66
BAB V
V.1. Kesimpulan
Dari keseluruhan 100 sampel nyamuk A. aegypti betina yang dikumpulkan dari 5
Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal dari rumah-rumah
penduduk yang sedang dan atau pernah menderita DBD menurut data Puskesmas atau
Dinas Kesehatan kota Medan dan telah dilakukan RT-PCR terhadap sampel, tidak
V.2. Saran
Dari hasil penelitian ini dimana tidak ditemukannya virus Dengue serotipe
DEN-4 dapat dijadikan sebagai awal bahan masukan untuk perancangan peta
penyebaran virus Dengue serotipe DEN-4 dari sampel nyamuk A.aegypti yang ada di
manusia dan tingkat keparahan DBD yang ditimbulkan. Diharapkan perlu adanya
penelitian yang lebih banyak dan berkesinambungan terhadap virus Dengue serotipe
DEN-4 mengingat masih sangat minimalnya sumber informasi dari serotipe virus
yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat DBD.
67
DAFTAR PUSTAKA
Cesaire, R., Dussart, P., Lacoste, V. 2006, Reemergence of Dengue virus type 4,
French Antilles and French Guaina, 2004-2005. Emerging Infectious Diseases.
Cook, S., Bennett, S.N., Holmes, E.C. 2006. Isolation of a New Strain of the
Flavivirus Cell Fusing Agent Virus in a Natural Mosquito Population from
Puerto Rico. DOI 10. pp 1-28.
Carrington, C.V.F., Foster, J.E., Pybus, O.G., 2005. Invasion and Maintenance of
Dengue Virus Type 2 and Type 4 in the Americas. Journal of Virology;
79(23):14680-14687
Ginanjar, G., 2008. A Survival Guide. Edisi Pertama. Hal. 19-45. Mizan Media
Utama. Bandung.
Hadinegoro, S.R.H., Soegijanto, S., Wuryadi, S., 2004. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan. Hal. 1-12.
Hendarwanto, 1996. Dengue dalam : Waspadji, S., Rachman, A.M., Lesmana, L.A.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Hal. 417-426. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Harris, E., Roberts, T.G., Smith, L., 1998. Typing of Dengue Viruses in Clinical
Specimens and Mosquitoes by Singel-Tube Multiplex Reverse Transcriptase
PCR. Journal of Clinical Microbiology; 36(9): 2634-2639
Husaini, M., 2003. Entomologi Kedokteran. Cetakan Kedua. Hal. 61-90. Bagian
Parasitologi FKUSU, Medan.
68
2
Hariadhi, S., Soegijanto, S., 2006. Pola Distribusi Serotipe Virus Dengue pada
Beberapa Daerah Endemik di Jawa Timur dengan Kondisi Geografis Berbeda
dalam : Demam Berdarah Dengue. Hal. 11-19. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Kusumawati, L., 2005. Teori Sequential Infection dari Halstead, available from :
http://www.library_usu.ac.id/download/fk/mikrobiologi/pdf downloaded on
26 August 2008.
Levinson, W., Jawetz, E., 2000. Medical Microbiology & Immunology. 6th ed. pp
252-256. Lange Medical Books/McGraw-Hill. San Fransisco.
Purwanta, M., Lusida, M.I., Handajani, R., 1999. Polymerase Chain Reaction dalam :
Putra, S.T. Biologi Molekuler Kedokteran. Edisi Pertama. Hal. 150-166.
Airlangga University Press, Surabaya.
Roberts, L.S., Janovy, J., 2005. Foundations of Parasitology. 7th ed. pp 599-607.
McGraw-Hill Inc. New York.
Savage, H.M., Fritz, C.L., Rutstein, D., 1998. Epidemic of Dengue-4 Virus In Yap
State, Federated States of Micronesia, and Implication of Aedes hensilli As an
Epidemic Vector. Am.J.Trop.Med.Hyg; 58(4):519-524
Sukri, N.N., Laras, K., Wandra, T., 2003. Transmission of Epidemic Dengue
Hemorrhagic Fever in Easternmost Indonesia. Am.J.Trop.Med.Hyg;
68(5):529-535
Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., 2006. Demam Berdarah Dengue dalam :
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
3
Wahono, T.D., 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta. Hal.
1-4.
Yulfi, H., 2006. Persistency of Transovarian Dengue Virus in Aedes aegypti available
from : http://library_usu.ac.id/download/fk/pdf downloaded on 14 February
2008.