Anda di halaman 1dari 68

DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE 4

DARI NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN MENGGUNAKAN


METODE REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN
REACTION (RT-PCR) DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

ANDI MULIA TJAHJASARI


067027001/KT

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE 4
DARI NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN MENGGUNAKAN
METODE REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN
REACTION (RT-PCR) DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Tropis dalam


Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDI MULIA TJAHJASARI


067027001/KT

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
ABSTRAK

Infeksi oleh virus Dengue (DENV) masih tetap menjadi masalah kesehatan
yang serius di banyak daerah tropis dan subtropis di dunia. Penyakit yang
ditimbulkannya merupakan hiperendemis di Asia Tenggara, dengan bentuk yang
paling berbahaya berupa Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok
Dengue (SSD) yang biasanya bersifat fatal, terutama pada anak-anak. Penularan virus
Dengue dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keberadaan virus, vektor,
lingkungan fisik diantaranya adalah tersedianya habitat perkembang biakan, curah
hujan (fisik) dan sosial budaya. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk
setiap tempat.
Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue dengan serotipe DEN-1, DEN-
2, DEN-3, DEN-4. Virus Dengue ditransmisikan melalui siklus hidup nyamuk,
terutama anggota dari genus Aedes, dan primata yang tingkatnya lebih tinggi,
terutama manusia. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Uji
berdasarkan reverse transcriptase (RT) PCR (RT-PCR) dapat secara cepat, sensitif,
dan spesifik mendeteksi tipe-tipe virus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
adanya virus Dengue serotipe DEN-4 pada nyamuk Aedes aegypti betina di kota
Medan. Manfaat penelitian ini adalah Untuk mengetahui frekuensi virus
Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk Aedes aegypti betina di kota Medan. Latar
belakang penelitian karena belum diketahui bagaimana frekuensi virus Dengue
serotipe DEN-4 pada nyamuk Aedes aegypti betina di kota Medan. Penelitian
dilakukan secara deskriptif dengan mengumpulkan sampel dari bulan September-
November 2008. Nyamuk ditangkap dari habitat istirahat di dalam rumah, terutama di
tempat-tempat yang lembab, gelap di rumah penderita atau mantan penderita DBD
menurut data Dinas Kesehatan oleh 4 kolektor pada pagi hari (pukul 09.00wib -
pukul 11.00 wib) dan sore hari (pukul 16.00 wib – pukul 18.00 wib).
Dari keseluruhan 100 sampel nyamuk A. aegypti betina yang dikumpulkan dari
5 Kecamatan yang berbeda di kota Medan, yaitu Medan Helvetia, Medan
Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal, dimana sampel
diekstraksi, dilakukan RT-PCR, dielektroforesis, dan difoto, tidak ditemukan adanya
virus Dengue serotipe DEN-4.

Kata Kunci : Nyamuk Aedes aegypti, virus Dengue serotipe DEN-4, DBD, RT-PCR.

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
ABSTRACT

Infection by Dengue virus (DENV) is still becomes serious health problems in


many tropical and subtropical region in the world. The disease occured hyperendemic
in South East Asia, with the most danger form Dengue Haemorrhagic Syndrome
(DHF) and Dengue Shock Syndrome (DSS) which are usually fatal, especially in
children. The transmission of the disease influenced by several factors such as the
appearance of the virus, vector, physic environment like the availibility of habitat
proliferation, rainfall (physic) and social culture. In Indonesia, due to different
temperature and humidity in every places, the time pattern of the disease is slight
different for each place.
DHF caused by Dengue virus which consists of 4 serotypes DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4. Dengue virus transmitted by mosquito’s life cycle, especially the
family from Aedes subgenus, and a higher level of primata, essentially human. This
kind of mosquito available in almost all area of Indonesia. Laboratoy test using
reverse transcriptase (RT) PCR (RT-PCR) can immediately, sensitively, and
specificly detect the type of viruses. The aim of this research is to find out the
existancy of Dengue virus serotype DEN-4 in female Aedes aeypti in Medan. The
benefit of this research is to find out the frequency of Dengue virus serotype DEN-4
in female Aedes aegypti in Medan. The background of this research is because there
is no frequency of Dengue virus serotype DEN-4 in female Aedes aegypti in Medan.
This research was done descriptively by collecting samples during September to
November 2008 from its habitat in resting places of this mosquito, especially in
humid and dark places at the residents of patient or expatient according to data from
Health Service by 4 collectors in the morning (9.00-11.00 am) and in the afternoon
(4.00-6.00 pm)
From all 100 sampels of female A.aegypti collected from 5 subdistrict
endemic DHF in Medan; Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Selayang, Medan
Baru, and Medan Sunggal. The samples were extracted, electroforezised, photos, the
result is no Dengue virus serotype DEN-4 were found.

Keyword : Aedes aegypti, Dengue virus serotype DEN-4, DBD, RT-PCR.

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Ucapan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas segara rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini.

Penulisan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Kedokteran Tropis di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian tesis ini penulis banyak

memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan ketulusan

hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Koordinator Kopertis Wil. I beserta seluruh stafnya atas izin yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister.

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Chairuddin

P. Lubis,DTM&H,Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa pada

Program Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Tropis, Prof.Dr.dr.Syahril

Pasaribu,DTM&H,MSc(CTM),Sp.A (K) beserta jajarannya, atas kesempatan,

bimbingan serta petunjuk selama menjadi mahasiswa.

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof.Dr.A.A.P.Depari,DTM&H,SpPark,dr.R.Lia Kusumawati,MS,SpMK

dan dr.Dewi Masyitah Darlan,DTM&E,MPH, selaku pembimbing yang

dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,bimbingan dan saran

untuk penyelesaian tesis ini.

2. Dr.dr.Rosihan Anwar,DMM,MS,Sp.MK,M.Pd,DR dan dr. Endang

Haryanti Gani,Sp.Park selaku dosen pembanding dan penguji tesis, atas

masukan dan koreksi yang diberikan untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Orang tua penulis, ibunda Eliwaty Ramali yang tak henti-hentinya

mendoakan dan menasehati dengan penuh kasih sayang.

4. Istri penulis, Dr.Ameliana Safitri Purba, yang selalu memberi motivasi

dan dukungan dalam suka dan duka kepada penulis selama menjalani

pendidikan. Demikian juga anak-anak penulis, Agatha Ruth Tjahjasari.

Semoga menjadi anak-anak yang pandai,serta berguna bagi agama,

keluarga, nusa dan bangsa.

5. Rekan-rekan seperjuangan angkatan III di Program Ilmu Kedokteran

Tropis yang telah bersama-sama menjalani masa perkuliahan dalam suka

dan duka. Semoga persahabatan kita tidak terputus dengan berakhirnya

masa pendidikan.

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, banyak

kekurangan baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Saran dan kritik diharapkan

dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan memberikan

sumbangan ilmu pengetahuan kepada kita semua.

Medan, Februari 2009

Penulis

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Andi Mulia Tjahjasari

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 09 Desember 1978

Sebagai anak ke tiga dari Bapak Burhan Tjahjasari (Alm)

dan Ibu Eliwaty Ramali.

Alamat : Jl. Menggala No.2EE/10 Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar : SD Budi Murni 3 Medan, tahun 1985 - 1991

2. Sekolah Menengah Pertama : SMP W.R.Supratman Medan, tahun 1991 -1994

3. Sekolah Menengah Atas : SMU W.R.Supratman Medan, tahun 1994 -1997

4. Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan, tahun 1997 -2003

5. Pendidikan/latihan lain : Advance Trauma Life Support (ATLS) tahun 2003

Riwayat pekerjaan :

1. Dokter PTT di Deli Tua tahun 2003.

2. Dokter PNS di RSU Lubuk Pakam, Deli Serdang dari tahun 2005 sampai

sekarang

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Infeksi oleh virus Dengue (DENV) masih tetap menjadi masalah kesehatan yang

serius di banyak daerah tropis dan subtropis di dunia. Penyakit yang ditimbulkannya

merupakan hiperendemis di Asia Tenggara, dengan bentuk yang paling berbahaya

berupa Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD) yang

biasanya bersifat fatal, terutama pada anak-anak. Diperkirakan lebih kurang 100 juta

kasus demam Dengue dan 500 ribu kasus DBD terjadi tiap tahunnya di seluruh dunia,

90% dari kasus-kasus tersebut menyerang anak-anak di bawah 15 tahun (Yulfi,

2006).

Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit

demam berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Sejak

Januari sampai dengan Maret tahun 2004, total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=1,53%). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%). Virus Dengue

menular pada manusia melalui perantaraan gigitan vektor, yaitu nyamuk dari

subfamili Culicinae, Genus Aedes, di mana Aedes aegypti betina sebagai vektor

utama (Yulfi, 2006). Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,

kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan

air laut. Masalah DBD bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan

Andi Mulia Tjahjasari : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan
Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
dengan infeksi penyakit lain, seperti flu atau demam tifoid. Penyakit DBD

disebabkan oleh virus Dengue dengan serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4

(Depkes RI, 2004). Virus Dengue ditransmisikan melalui siklus hidup nyamuk,

terutama anggota dari subgenus Aedes betina, dan primata yang tingkatnya lebih

tinggi, terutama manusia (Savage et al, 1998). Nyamuk Aedes sp. tersebar luas di

seluruh tanah air, oleh karena itu seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko

penularan DD dan DBD (Hadinegoro dkk, 2004).

Virus Dengue serotipe 4 pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981,

di mana virus ini mengakibatkan epidemi demam Dengue pada seluruh wilayah

tersebut (Carrington et al., 2005). Virus ini termasuk dalam kelompok B Arthropod

Borne Viruses (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili

Flaviviridae (Depkes RI, 2004). Aedes aegypti adalah vektor epidemi terutama dari

virus Dengue di daerah pedesaan di Asia selama abad-abad terakhir, dan vektor

epidemi terakhir di Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dan Pasifik (Savage et al.,

1998). Keempat serotipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia, antara lain Jakarta dan Yogyakarta (Depskes RI, 2004). Keempat serotipe

dari virus Dengue telah dikenal, dan telah tercatat 40-100 juta kasus demam Dengue

dan beberapa ratus juta kasus demam berdarah Dengue setiap tahun sejak tahun 1990

(Savage et al., 1998).

Di Indonesia, demam Dengue (DD) mulai ditemukan pada tahun 1968, dan

cenderung semakin menyebar luas dengan meningkatnya arus transportasi dan

kepadatan penduduk. Kasus DD dan DBD selalu berulang setiap tahun di banyak

8
kawasan di Indonesia di mana berdasarkan profil, Indonesia tahun 2001 incidence

rate 17,2 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya (Hadinegoro dkk, 2004). Di

Indonesia pengamatan terhadap virus Dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di

beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan

bersirkulasi sepanjang tahun. Infeksi virus Dengue telah ada di Indonesia sejak abad

ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon, seorang dokter berkebangsaan

Belanda. Sejak tahun 1952 infeksi virus Dengue menimbulkan penyakit dengan

manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila (Filipina). Kemudian

ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada

tahun 1958, penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah

kematian yang sangat tinggi. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus

Dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah

penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah

ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya

kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,0005 per 100.000 penduduk pada

tahun 1968 menjadi berkisar antara 5-27 per 100.000 penduduk. Pola berjangkit

infeksi virus Dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang

panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan dapat bertahan

hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban

tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk

setiap tempat (Hadinegoro dkk, 2004).

9
Dari tanggal 1 Januari hingga 30 April 2004, terjadi total 58.301 kasus demam

Dengue dan demam berdarah Dengue dan 658 kematian terdaftar oleh Kementerian

Kesehatan Indonesia. Case fatality rate 1,1%. Ledakan dengan angka yang sangat

tinggi dan kasus-kasus telah dilaporkan dari 293 kota-kota dan kabupaten-kabupaten

di 17 propinsi. Selama pandemi tahun 1998, di mana lebih dari 1,2 juta kasus demam

Dengue dan demam berdarah Dengue dilaporkan oleh WHO dari 56 negara,

Indonesia dilaporkan memiliki angka tahunan 72.133 kasus dan 1.414 kematian

dengan secara keseluruhan case fatality rate 2,0%. Seperti di tahun 1998, DEN-3

kelihatannya mendominasi sirkulasi serotipe virus (37%) di Indonesia tahun ini,

tetapi DEN-4 (19%), DEN-2 dan DEN-1 juga dijumpai. Pada akhir April situasi telah

kembali ke normal dengan seluruh propinsi dilaporkan kasus-kasus dengan tingkat

yang rendah. Jakarta, Bali dan Nusa Tenggara Timur, diantara keseluruhan propinsi

yang terinfeksi, masih terus dimonitor (WHO, 2004).

Pada tahun 2001, ledakan kedua yang dicurigai demam berdarah Dengue di

daerah timur Indonesia yang diselidiki di Merauke, sebuah kota yang berlokasi di

sebelah Tenggara Papua oleh Kementerian Kesehatan Indonesia dan NAMRU 2

(Sukri dkk., 2003). Akhir-akhir ini virus Dengue (serotipe DEN-1 sampai DEN-4)

telah tersebar ke seluruh daerah tropis di seluruh dunia. Pada banyak tempat, serotipe

virus Dengue yang bermacam-macam bersirkulasi secara terus-menerus, yang dapat

meningkatkan resiko untuk semakin parahnya bentuk penyakit demam berdarah

Dengue. Sebagai kontrol dan pencegahan demam Dengue, penting untuk mendeteksi

secara cepat tipe virus melalui sample klinis dan nyamuk. Uji berdasarkan reverse

10
transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dapat secara cepat, sensitif, dan

spesifik mendeteksi tipe-tipe virus (Harris dkk, 1998).

Pada siklus musiman, peningkatan infeksi virus Dengue terjadi pada musim

penghujan, yakni pada saat tersedianya habitat perkembangbiakan bagi nyamuk,

bertambahnya umur nyamuk dan meningkatnya kelembaban sehingga memungkinkan

terjadinya peningkatan resiko penularan. Penularan virus Dengue dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain keberadaan virus, vektor, lingkungan fisik diantaranya

adalah tersedianya habitat perkembang biakan, curah hujan (fisik) dan sosial budaya .

Karena begitu banyaknya faktor-faktor pendukung penyebaran virus Dengue di

Indonesia pada umumnya dan di kota Medan pada khususnya, salah satunya adalah

virus Dengue serotipe DEN-4 yang belum pernah diteliti di Medan, maka

dilakukanlah penelitian ini pada nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan metode

RT-PCR (RT-PCR).

Informasi hasil studi molekuler dari perkembangan infeksi virus Dengue lokal

untuk menimbulkan penyakit akan sangat berguna dalam pengendalian dan

penanganan virus Dengue. Jika ditemukan adanya virus Dengue serotipe DEN-4 akan

mempermudah dalam melakukan kontrol dan penanganan Dengue mengingat pada

kenyataannnya di awal perjalanan penyakit Dengue yang tidak khas. Teknik RT-PCR

merupakan metode diagnostik yang lebih aplikatif jika dibandingkan dengan kultur

sel. Dapat digunakan untuk melihat hubungan virus Dengue serotipe DEN-4 dengan

tingkat keparahan klinis penderita DBD dengan menggunakan kriteria WHO.

Surveilans dengan teknologi molekuler ini akan memberikan hasil akhir berupa

11
informasi peta data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit,

tempat/lokasi, serotipe RNA DENV dan waktu kejadian di Kotamadya Medan,

sehingga dapat mengamplifikasi Early Warning Outbreak Recognition System

(EWORS) dalam masalah DBD (Depkes RI, 2004).

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut yaitu, belum diketahui bagaimana frekuensi virus Dengue serotipe

DEN-4 pada nyamuk Aedes aegypti betina di kota Medan.

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui adanya virus Dengue serotipe DEN-4 pada nyamuk Aedes

aegypti betina di kota Medan.

I.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui keberadaan virus Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk

Aedes aegypti betina di kota Medan.

2. Untuk mengetahui perkembangan virus Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk

Aedes aegypti betina pada masyarakat di kota Medan dengan menggunakan

isolasi virus dari sampel nyamuk dengan melakukan diagnostik RNA virus

12
Dengue melalui metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction

(RT-PCR).

I.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk memperoeh data frekuensi virus Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk

Aedes aegypti betina di kota Medan.

2. Untuk menambah informasi tentang lokasi-lokasi keberadaan virus Dengue

serotipe DEN-4 dari nyamuk Aedes aegypti betina di kota Medan.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Virus Dengue Serotipe DEN-4

Virus Dengue merupakan salah satu virus yang termasuk dalam famili

Flaviviridae. Virion Dengue merupakan partikel sferis dengan diameter nukleokapsid

30nm dan ketebalan selubung 10mm, sehingga diameter virion kira-kira 50 nm.

Genom virus Dengue terdiri dari asam ribonukleat berserat tunggal, panjangnya kira-

kira 11 kilobasa. Genom terdiri dari protein struktural dan protein non struktural,

yaitu gen C mengkode sintesa nukleokapsid (Capsid), gen M mengkode sintesa

protein M (Membran) dan gen E mengkode sentesa glikoprotein selubung

(Envelope). Sejarah alami dari virus-virus menggambarkan bahwa virus-virus ini

secara biologi memiliki adaptasi yang tinggi terhadap pejamu nyamuk dan mereka

merupakan virus pada nyamuk yang terutama yang dapat beradaptasi terhadap

primata tingkat rendah dan manusia.Virus-virus ini bertahan dalam ’siklus manusia-

nyamuk-manusia’. Sebagai tambahan pada pertahanan dari virus Dengue di tingkat

yang rendah dari penyebaran pada populasi manusia, penyebaran secara transovarian

dipertimbangkan sebagai aspek penting dalam pertahanannya selama periode inter-

epidemi pada spesies daripada vektor-vektor primernya (Kusumawati, 2005; Yulfi,

2006).

14
Virus Dengue adalah virus dengan untaian tunggal, virus RNA (famili

Flaviviridae) yang muncul dengan empat serotipe antigen yang berbeda. Setiap

serotipe secara genetik memiliki perbedaan. Meskipun infeksi secara umum (terutama

infeksi primer) simtomatik sama, seluruh tipe virus ini berhubungan dengan demam

Dengue, dan demam adalah gejala minor. Infeksi primer menghasilkan imunitas

jangka panjang terhadap infeksi sekunder dengan serotipe lainnya. Hal ini

meningkatkan dalam resiko kebanyakan hasil dari reaksi silang antibodi dan sel T

yang meningkatkan tingkat infeksi dan secara langsung melibatkan patofisiologi

demam berdarah Dengue (Carrington et al., 2005).

Genus Flavivirus (famili Flaviviridae) terdiri dari lebih kurang mendekati 70

untaian tunngal, virus RNA. Virion berukuran mendekati 50 nm dan memiliki 3

struktur protein, yang lebih besar berukuran 49 dan 16,5 kDa protein yang mengalami

glikosidasi dan berhubungan dengan envelop, di mana yang lebih kecil berukuran 13

kDa protein yang berhubungan dengan virus RNA. Meskipun demikian, envelop

protein yang berukuran 16,5 kDa lebih besar dari yang terlihat secara khusus pada

Flavivirus (Carrington et al., 2006).

Virus Dengue serotipe DEN-4 berukuran 398 bp ss-RNA (de Castrol et al.,

2004). Virus Dengue serotipe DEN-4 pertama kali diisolasi dari pasien-pasien dengan

demam berdarah Dengue saat terjadi wabah di Manila pada tahun 1956. Setelah 10

tahun absen, virus Dengue tipe DEN-4 akhir-akhir ini muncul di Martinique,

Guadeloupe, dan French Guiana. Menurut analisa filogenetik, strain yang diisolasi

20
dari 2004-2005 menunjukkan DEN-4, tetapi kluster yang berbeda dibandingkan strain

yang diisolasi dari tahun 1993-1995 (Cesaire et al.,2005).

II.2. Nyamuk Aedes aegypti

Genus Nyamuk Aedes termasuk kelas Insecta (Hexapoda) dari famili

Culicidae. Terdistribusi secara kosmopolit dari daerah tropik sampai kedua kutub.

Nyamuk Aedes sp. bentuk dewasa betina menghisap darah Vertebrata, baik yang

berdarah dingin maupun yang berdarah panas. Darah diperlukan selain sebagai

makanan, juga sebagai persediaan protein untuk mematangkan telurnya. Bentuk

dewasa jantan tidak menghisap darah. Makanannya cukup dengan menghisap cairan

madu atau air gula saja. Biasanya bentuk dewasa jantan pergi jauh dari tempat

habitatnya dan berkumpul pada waktu senja menunggu nyamuk betina yang datang

satu persatu memilih pasangannya, kemudian akan pergi bersama-sama untuk

kopulasi. Sisa kelompok jantan berkumpul lagi hari berikutnya sampai mendapat

pasangan. Dalam dunia nyamuk, tidak dikenal kawin campuran antara spesies

(Husaini, 2003; Roberts et al, 2005).

Nyamuk Aedes sp. dewasa memiliki sayap berwarna hitam, badan dan kaki

berbercak putih. Palpi dijumpai pada nyamuk Aedes sp..Pada betina palpi lebih

pendek dari proboscis, pada jantan sebaliknya (Kosman, 1984). Umumnya nyamuk

bertelur di mana saja di tempat yang berair, terutama yang tergenang. Jarak terbang

perlu diketahui karena penting dalam upaya pemberantasan nyamuk. Jarak terbang

dapat diketahui dengan menyemprotkan zat berfluorosensi pada nyamuk dan

21
kemudian nyamuk tersebut dilepas dan dicari lagi di berbagai tempat. Jarak terbang

nyamuk A. aegypti hanya sekitar habitatnya saja ± 50 m. Namun jarak terbang ini

bersifat tidak absolut karena nyamuk dapat terbawa oleh alat-alat transportasi. Dalam

penyebaran nyamuk ini akan terbentuk pusat penyebaran baru berbentuk cluster,

sehingga untuk pembasmian vektor A.aegypti, harus dalam radius lebih kurang 2 kali

jarak terbang (Husaini, 2003). Nyamuk A.aegypti memilih waktu menggigit terutama

pada pagi hingga siang hari (diurnal), dan memilih tempat menghisap darah di dalam

rumah (indoor biters) dan tidak menyukai tempat yang diterangi sinar matahari.

Biasanya suka hinggap disudut atau bagian rumah yang gelap dan sejuk (Wikipedia,

2008). Di Indonesia, nyamuk A.aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan

perumahan, tempat terdapat banyak penampungan air bersih dalam bak mandi

ataupun tempayan yang menjadi sarang perkembangbiakannnya (Ginanjar, 2008).

Nyamuk A.aegypti memiliki tubuh berwarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh

nyamuk A.aegypti betina antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang kakinya.

Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian

punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan

kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini

kerap berbeda antarpopulasi. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan

nyata dalam hal ukuran. Biasanya nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada

betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan Nyamuk

A.aegypti (Ginanjar, 2008).

22
II.3. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Dewasa ini telah dikembangkan beberapa metode untuk mengamplifikasi

asam nukleat in vitro. Tujuan utama teknik ini adalah untuk memperbaiki sensitivitas

uji yang berdasar pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan prosedur kerjanya

melalui automatisasi dan bentuk deteksi non isotopik. Polymerase Chain Reaction

(PCR) merupakan salah satu teknik amplifikasi asam nukleat in vitro yang paling

banyak dipelajari dan digunakan secara luas (Purwanta, 1999). Metode ini pertama

dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan

CETUS corporation (Ginanjar, 2008). Dalam waktu 9 tahun sejak pertama kali

dikemukakan oleh ilmuwan dari Cetus Corporation, PCR telah berkembang menjadi

teknik utama dalam laboratorium biologi molekuler. PCR adalah suatu metode untuk

mengamplifikasi sekwens gen target secara eksponensial in vitro. Pada reaksi ini

dibutuhkan DNA target, sepasang primer, polimerase DNA yang termostabil, buffer

reaksi dan alat thermal cycler (Purwanta, 1999).

Dalam penelitian ini digunakan teknik PCR jenis reverse transcriptase di

mana cetakan RNA dapat dideteksi dengan PCR jika ekstrak RNA terlebih dahulu

diubah menjadi komplemen DNA dengan menggunakan enzim reverse transcriptase

(Putra, 1999). RT-PCR juga sering dikenal dengan kinetic polymerase chain reaction.

Dalam biologi molekuler, RT-PCR adalah suatu teknik laboratorium untuk

mengamplifikasi molekul RNA tertentu. RT-PCR direkomendasikan untuk

pemeriksaan rutin dalam surveilance Arbovirus (Cook et al, 2006). Pelipatgandaan

ini mengikuti deret ukur (2n) dan dalam waktu yang relatif singkat mampu

23
memperoleh segmen molekul DNA yang banyak. Pendeteksian ini dilakukan dengan

metode pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya, yang disebut

elektroforesis menggunakan gel agarose (agarose gel electrophoresis) dan setelah

dilakukan reaksi pewarnaan menggunakan bahan kimia syber safe gel, dapat dilihat

adanya pita molekul pada gel agarose (Sudjadi, 2008). Pita molekul ini menandakan

adanya segmen DNA atau dengan kata lain DNA terdeteksi. Pertama kali

komplementer DNA (cDNA) yang dibuat dari messenger cetakan RNA menggunakan

dNTPs dan enzim reverse transcriptase melalui proses reverse transcription

(Wikipedia, 2008). Kemudian proses pelipatgandaan PCR ini meliputi 3 proses

utama, yaitu pertama, melepaskan utas ganda DNA menjadi 2 utas tunggal DNA

melalui proses yang disebut dengan denaturasi (denaturation). Proses pelepasan

rantai ganda DNA ini memerlukan suhu lingkungan optimum yang saat ini diketahui

sebesar 920C.

Proses kedua adalah annealing atau pemasangan 2 utas primer pada ke-2 utas

tunggal DNA tersebut. Primer itu berfungsi sebagai pancingan awal dalam

melipatgandakan segmen DNA. Primer terdiri dari 18-24 deret basa nukleotida

pengkode DNA (adenin (A), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T) yang disintesis

secara buatan dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi.

Proses pemasangan primer pada DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu

lingkungan yang optimum sesuai kebutuhan primer tersebut.

24
Proses ketiga disebut perpanjangan (extension). Pada proses ini keberadaan

deoxyribonucleotide triphosphate (dNTP), yang sebelumnya telah ditambahkan ke

dalam pereaksi, menyebabkan primer yang tadinya hanya 18 hingga 24 deret basa

nukleotida akan memperoleh tambahan basa nukleotida yang terdapat di dNTP dan

kemudian menjadi sepanjang segmen DNA yang dilipatgandakan itu. Pada proses ini

reaksi tersebut terbantu oleh adanya enzim DNA polimerase dan enzim ini bekerja

secara optimum terjadi pada suhu 720C. dNTP sendiri merupakan kumpulan 4 jenis

basa nukleotida (A, G, C, dan T) yang terikat pada 3 gugus fosfat dan masing-masing

berdiri bebas sampai keberadaan DNA polimerase mengkatalis pengikatannya pada

primer. Ketiga proses ini dilakukan berputar-putar atau berulang-ulang sampai jumlah

kelipatan segmen DNA sesuai dengan kebutuhannya (Sopian, 2006). RT-PCR secara

luas digunakan dalam mendiagnosa penyakit-penyakit genetik dan secara kuantitatif

digunakan dalam menentukan perbedaan molekul RNA spesifik di dalam sel atau

jaringan yang diperiksa untuk menentukan tampilan gen (Wikipedia, 2008).

Dalam biologi molekuler, dua nukleotida dalam DNA atau RNA yang saling

komplementer yang terhubung oleh ikatan hidrogen disebut pasangan basa. Dalam

pasangan basa Watson-Crick, adenin (A) membentuk pasangan basa dengan Timin

(T) dalam DNA, sementara guanin (G) dengan sitosin (C). Pada RNA, timin (T)

digantikan oleh uracil (U) (Wikipedia, 2004).

Untaian DNA A. aegypti serotipe DEN-4:

D4 (5’ to 3’) = TGT TGT CTT AAA CAA GAG AGG TC

25
II.4. Epidemiologi DBD

Memasuki awal tahun 2004 di Indonesia, jumlah kasus DBD mengalami

peningkatan yang cukup bermakna. Sejak tanggal 1 Januari 2004 sampai dengan 5

Maret 2005 secara kumulatif, jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani

sebanyak 26.015 kasus, dengan kematian mencapai 389 (CFR=1,53%). Sedangkan

KLB DBD pada tahun 1998 jumlah penderita 71.776 orang dengan kematian 2.441

jiwa (CFR=3,4%). Pada tahun 1998 perhatian masyarakat tertuju pada euforia

reformasi sehingga perhatian terhadap KLB DBD kurang. Saat ini, peningkatan kasus

DBD hanya terjadi di beberapa wilayah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan

Sulawesi. Beberapa daerah sudah dapat dikendalikan, namun berbagai upaya masih

perlu lebih ditingkatkan untuk menanggulangi meningkatnya kasus DBD. Gambaran

tentang kasus yang terjadi di beberapa propinsi di Indonesia dapat terlihat dari 30

propinsi se Indonesia, propinsi yang dilaporkan adanya KLB DBD sebanyak 12

propinsi yang meliputi : Nangroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,

Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan,

Bali, NTB dan NTT (Depkes RI, 2004).

Epidemi Dengue dilaporkan pertama kali di Batavia oleh David Bylon pada

tahun 1779, sedangkan DBD mula-mula dikemukakan oleh Quintos dan kawan-

kawan di Manila pada anak-anak pada tahun 1954. Penyakit Dengue merupakan

penyakit endemik di Indoneisa, tetapi dalam jarak 5 sampai 20 tahun dapat timbul

letusan epidemi. Demam berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pertama kali dicurigai

berjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologik baru diperoleh

26
pada tahun 1970. DBD pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh Swandana

(1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke seluruh daerah

tingkat I di Indonesia (Hendarwanto, 1999).

II.5. Diagnosis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Infeksi virus Dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan

tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian

infeksi virus Dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai

dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated

febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat Demam Berdarah

Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD) (Hadinegoro dkk, 2004; Levinson

et al, 2000).

Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), gejala prodromal yang

tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas

dari DD adalah peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil, nyeri

kepala, dan flushed face (muka kemerahan) (Suhendro dkk, 2006; Hadinegoro dkk,

2004, Levinson et al, 2000).

27
II.5.1. Definisi kasus DD/DBD secara laboratoris

1. Presumtif positif (kemungkinan Dengue) :

Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut:

nyeri belakang mata, mialgia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan,

leukopenia, uji HI 1280 dan IgM anti Dengue positif, atau pasien berasal dari

daerah yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed Dengue infection.

2. Confirmed DBD (pasti DBD) :

Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut :

deteksi antigen Dengue, peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum

akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus (Hadinegoro dkk, 2004;

Peters, 2001).

II.5.2. Definisi kasus DD/DBD secara klinis

Kasus DBD :

1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.

2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

a. Uji tourniquet positif, petekia, ekimosis atau purpura

b. Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bkas suntikan.

c. Hematemesis atau melena.

3. Trombositopenia < 100.000/µl

28
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :

a. Peningkatan nilai hematokrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.

b. Penurunan nilai hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan yang adekuat.

Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.

c. Efusi pleura, asites, hipoproteinemi (Hadinegoro dkk, 2004; Suhendro dkk,

2006).

Kasus SSD :

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun

1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini

dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).

Kriteria Klinis DBD :

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :

1. Uji tourniquet positif.

2. Petekia, ekimosis, purpura.

3. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi.

4. Hematemesis dan atau melena.

c. Pembesaran hati.

d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

29
Kriteria Laboratoris :

a. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau

peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi

pleura dan atau hipoalbuminemia dapat mengamplifikasi diagnosis terutama pada

pasien anemi dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan

hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD (Hadinegoro

dkk, 2004; Suhendro dkk, 2006).

Derajat penyakit DBD/SSD diklasifikasikan dalam 4 derajat (WHO, 1997):

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji tourniquet.

Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan

nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,

kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidak terukur (Suhendro dkk, 2006).

30
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel A.aegypti dari rumah-rumah

pasien di 5 kecamatan endemis DBD di wilayah Medan, Sumatera Utara, yaitu

Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal

dari bulan September sampai dengan November 2008. Sampel-sampel tersebut

diperiksa dengan menggunakan metode reverse transcriptase-polymerase chain

reaction (RT-PCR) di laboratorium Mikrobiologi Klinik RS H.Adam Malik Medan.

III.2. Subjek Penelitian

Nyamuk Aedes aegypti betina dari rumah-rumah pasien di 5 kecamatan di

kota Medan, yakni Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru

dan Medan Amplas.

III.3. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan secara deskriptif terhadap 100 sampel nyamuk Aedes

aegypti betina di SMF laboratorium Mikrobiologi Klinik RS H. Adam Malik Medan

yang dikumpulkan dari masing-masing 5 lokasi endemis DBD di kota Medan yaitu

Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Amplas

yang ditangkap dari masing-masing Kecamatan endemis DBD menurut data

31
Puskesmas atau Dinas Kesehatan kota Medan. Kebutuhan 100 sampel nyamuk

A.aegypti betina dalam penelitian ini didasarkan pada rumus :

n ≥ z2.(0,5-α/2).p.q
e2

Keterangan :

α : 0,05

z : 0,5- α/2 = 1,96

e : tingkat ketepatan yang diinginkan (10%)

p : proporsi = 0,5

q = 1-0,5= 0,5

n ≥ 1,962.0,5.0,5

(10/100)2

n ≥ 96,04

Kesimpulan : Sampel minimal yang masih cukup representatif yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah sebesar 96 sampel (Arman, 2006).

Kebutuhan 100 sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan ke atas dari 96

sampel minimal yang masih representatif yang dibutuhkan. Populasi nyamuk

A.aegypti betina yang berasal dari 100 rumah-rumah penduduk yang sedang dan atau

pernah menderita DBD yang dilakukan pada bulan September sampai dengan

November 2008. Nyamuk ditangkap dari habitat istirahatnya (resting places) di

33
dalam rumah, terutama di tempat-tempat yang lembab, gelap dan pakaian yang

tergantung serta di bawah kolong menggunakan aspirator oleh 4 (empat) kolektor

pada pagi hari (pukul 09.00 wib- pukul 11.00 wib) dan sore hari (pukul 16.00 wib–

pukul 18.00 wib). Dari seluruh nyamuk yang terkumpul, diambil masing-masing 20

ekor nyamuk A.aegypti betina dari masing-masing Kecamatan dengan total sampel

100 ekor nyamuk A.aegypti betina. Nyamuk hasil tangkapan dibawa ke laboratorium

dan dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam kulkas dalam vial secara individual.

Setelah mati, sampel nyamuk disimpan dalam kulkas pada suhu -70°C. Sampel

dipergunakan sebagai bahan untuk pemeriksaan virus. Virus yang akan diperiksa

adalah virus Dengue serotipe DEN-4. Sampel nyamuk A.aegypti betina diekstraksi

untuk memperoleh DNA komplemennya, lalu dilakukan RT-PCR dengan

menggunakan primer DEN-4 untuk mengamplifikasi DNA virus Dengue. Hasil

amplifikasi dielektroforesis dan difoto untuk melihat untaian pita DNA virus Dengue

serotipe DEN-4.

34
III.4. Kerangka Kerja

Nyamuk A.aegypti betina dikumpulkan

Ekstraksi RNA virus Dengue

RT-PCR menggunakan primer D4

Elektroforesis

Visualisasi dengan gel imaging

Jadwal rencana pelaksanaan keseluruhan penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.

III.5. Pelaksanaan Penelitian

III.5.1. Alat dan bahan

Alat :

1. Tip 25 µL

2. Tip 200 µL

3. Pipet merek Bio Rad ukuran 0,5-10µl, 2-10µl, 10-100µl, 20-200µl, 100-

1000µl

4. Vortex

5. Oven 50ºC

6. Pinset steril

35
7. Homogeniser steril

8. Microcentrifuge

9. Microwave

10. Beaker glass

11. Penggerus

12. Ice bath

13. Collection tube (2ml)

14. Parafil film merek American National Can.

15. Tabung eppendorf

16. Tabung erlenmeyer

17. Tabung kultur dengan C6/36 cell line

18. Tabung kultur 12 ml (plastik screw cap)

19. Api bunsen

20. Aspirator

21. Inkubator

22. Baki steril

23. Freezer -20ºC merek Panasonic

24. Freezer/refregerator -700 C merek Sanyo VIP Series 860 C MDF-U53V

25. Mesin elektroforesis merek Bio Rad Power Pac Basic

26. Tangki elektroforesis

27. Multi block heater merek Barnsead Lab-Line, model number 2053-IQ

28. Mesin centrifuge merek Sorvall Biofuge Primo R

36
29. Mesin PCR (thermal cycler) merek Bio Rad, Cycler

30. Mixer Tipe 37600

31. Centrifuge merek Sorvall Biofuge Primo R

32. Lampu ultraviolet

33. Polaroid

34. Mesin pencitraan/imaging merek Bio Rad

35. Biosafety Cabinet kelas II merek ESCO Class II Type A2 Lab Culture

Bahan :

1. Medium pertumbuhan MEM dengan 5% FBS (Foetal Bovinus Serum)

2. QIAamp® Viral RNA Mini Kit dari qiagen (QIAamp MinElute Columns,

buffer AL, buffer AW 1, buffer AW 2, RNA-se free water atau buffer AVE,

qiagen protease, carrier RNA, protease resuspension buffer)

3. MgSO4

4. Superscript III RT

5. Etanol 96-100%

6. Buffer TAE 50 ml

7. DMEM (Drainage Enrich Medium)

8. Aquadest 100 Ml

9. Free water nucleus

10. Agarose 1 gram

11. Syber safe gel stainning

37
12. Blue juice

13. Gel imaging (Bio Rad)

III.5.2. Isolasi virus

Nyamuk akan dicairkan (defrost) pada suhu yang diinginkan untuk proses isolasi,

setelah itu diletakkan dalam ice bath. Nyamuk dihancurkan dan diletakkan dalam

tabung eppendorf dengan 1,5 ml medium pertumbuhan (MEM dengan 5% FBS).

Suspensi nyamuk diputar dengan kecepatan 14000 rpm pada suhu 4°C dan

supernatannya akan siap digunakan untuk isolasi virus di dalam tabung kultur

dengan C6/36 cell line. Seluruh proses pemeriksaan sampel nyamuk dilakukan

per individu dan dicatat berdasarkan lokasi dan waktu penangkapan.

III.5.3. Ekstraksi virus

Virus RNA diekstrak dari 200 µl aliquots yang berasal dari supernatant sel

terinfeksi dengan menggunakan QIAamp® Viral RNA Mini Kit dari Qiagen

dengan mengikuti protokolnya. Untuk memeriksa sampel, diperlukan 140 µl

homogenat dari setiap sampel. Untuk kontrol positif, digunakan kultur sel yang

mengandung DEN-4 dalam volume yang sama, dan untuk kontrol negatif

digunakan kultur sel tanpa virus Dengue.

38
III.5.4. Persiapan bahan

III.5.4.1. Mempersiapkan qiagen protease

Sebanyak ditambahkan ke dalam qiagen protease dengan di campurkan dan

tidak menggunakan vortex. Hasil campuran dipisahkan ke dalam 5-6 tabung

eppendorf di mana masing-masing berukuran 250 µl (untuk 10 reaksi), kemudian

disimpan ke dalam kulkas pada suhu -20ºC.

III.5.4.2. Mempersiapkan buffer A

Sebanyak 310 µl buffer AVE ditambahkan ke dalam tabung berisi ’carrier

RNA’ (310 µg). Kemudian pisahkan ke dalam 5 tabung eppendorf di mana

masing-masing tabung berisi 62 µl (untuk 10 reaksi), dan disimpan pada

suhu -20ºC.

III.5.4.3. Mempersiapkan buffer AW 1

Sebanyak 30 ml etanol 96-100% ditambahkan ke dalam buffer AW 1, lalu

disimpan pada suhu ruangan.

III.5.4.4. Mempersiapkan buffer AW 2

Sebanyak 30 ml etanol 96-100% ditambahkan ke dalam buffer AW 2, lalu

disimpan pada suhu ruangan.

39
III.5.5. Pelaksanaan ekstraksi virus

Campuran buffer AL 1100 µL ditambahkan ke dalam 31 µl carrier RNA (yang

sudah bercampur buffer AVE). Sediaan medium terdiri dari MEM+5% FBS, di

mana 1 ekor nyamuk mengandung 300 µl medium (285 µL MEM+15 µL FBS).

Dengan menggunakan pinset steril, diambil 1 ekor nyamuk dan dimasukkan ke

dalam eppendorf, lalu ditambahkan 300 µl medium. Nyamuk digerus dengan alat

homogeniser steril.

Setelah 10 sampel selesai digerus, sampel-sampel dimasukkan ke dalam

centrifuge dan diputar dengan 14000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit.

Setelah itu diambil 200 µL dari supernatant dan dimasukkan ke dalam 25 µl

Qiagen Protease di dalam microcentrifuge atau eppendorf yang berukuran 1,5

ml.Lalu ditambahkan dengan 200 µl buffer AL dan carrier RNA. Semuanya

diinkubasi pada suhu 56ºC selama 15 menit, lalu di briefly centrifuge dengan

8000 rpm selama 1 menit. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam kolum dan

ditutup, lalu kembali disentrifugasi dengan 8000 rpm selama 1 menit. Collection

tube yang mengandung filtrat dibuang dan kolum dimasukkan ke dalam

collection tube baru. Hasilnya dicuci dengan buffer AW 1 dengan cara

menambahkan 500 µl buffer AW 1, kemudian disentrifugasi dengan 8000 rpm

selama 1 menit. Collection tube yang mengandung filtrat kembali dibuang dan

kolum dimasukkan ke dalam collection tube yang baru. Lalu hasilnya dicuci

dengan menambahkan 500 µl buffer AW 2, disentrifugasi dengan 8000 rpm

selama 1 menit. Collection tube yang mengandung filtrat kembali dibuang dan

40
kolum dimasukkan ke dalam collection tube yang baru. Hasilnya dicuci dengan

etanol dengan cara menambahkan 500 µl etanol 96-100%, lalu disentrifugasi

dengan 8000 rpm selama 1 menit. Collection tube yang mengandung filtrat

kembali dibuang dan kolum dimasukkan ke dalam collection tube yang baru.

Hasilnya disentrifugasi dengan 14000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan

(dry spin).

Kolum dimasukkan ke dalam collection tube yang baru dengan tutup terbuka,

lalu diinkubasi dengan 56ºC selama 3 menit. Kemudian collection tube dibuang,

dan kolum ditempatkan pada microcentrifuge 1,5 ml. Buffer AVE sebanyak 20-

150 µl (±50 µl ) atau RNA-se free water dimasukkan ke tengah-tengah membran,

lid ditutup dan diinkubasi selama 1 menit dalam suhu ruangan. Lalu

disentrifugasi dengan 14000 rpm selama 1 menit. Dari hasil sentrifugasi, kolum

dibuang dan RNA yang telah diekstraksi disimpan dalam freezer dengan suhu -

70°C.

Mencampur medium virus dilakukan di dalam wadah dengan menggunakan api

bunsen. Pertama-tama harus membagi DMEM (Drainage Enrich Medium) ke

dalam tabung kultur 12 ml (plastik screw cap) sebanyak 0,5 ml per tabung. Lalu

FBS sebanyak 0,5 ml ditambahkan ke dalam DMEM dan disimpan di kulkas

pada suhu 4°C.

41
III.5.6. RT-PCR

Yang merupakan urutan program PCR adalah :

1. cDNA-sintesis, dengan suhu 60°C selama 30 menit.

2. Pemanasan awal (hot start), dengan suhu 92°C selama 3 menit.

3. Denaturasi (denaturation), dengan suhu 92°C selama 30 detik.

4. Pendinginan (annealing), dengan suhu 53°C selama 30 detik.

5. Perluasan (extension), dengan suhu 72°C selama 1 menit.

6. Perluasan akhir (final extension), dengan suhu 72°C selama 5 menit.

Langkah RT dilakukan pada 60°C selama 30 menit untuk menghasilkan cDNA,

kemudian amplifikasi dengan step PCR berikut : 92°C selama 3 menit untuk

permulaan denaturasi, 92°C selama 30 detik untuk denaturasi, 53°C selama 30

detik untuk pendinginan dan 72°C selama 1 menit untuk perluasan. Siklus ini

diulangi sebanyak 40 kali sebelum perluasan akhir 72°C selama 5 menit. Produk

PCR ini disimpan pada 4°C sebelum digunakan.

Master mix dibuat dengan mencampurkan 25µl dari 2x reaksi mix (bufer yang

terdiri dari 0,4 mM dari dNTP, 3.2 mM MgSO4), 1µl dari 10µM primer

universal, 1µl dari 10µM primer D4, 2µl superscript III RT, 4µl MgSO4 dan

ditambahkan aquadest sampai 20µl. Master mix ini dicampurkan dengan pipeting

dan spin down. Proses pemutaran dengan menggunakan pipet dilakukan jika

diperlukan. Produk RNA dipersiapkan dengan memanaskan tube pada 65°C

selama 15 menit dengan menggunakan block heater, kemudian ditempatkan di

dalam lemari es selama mempersiapkan master mix. Lima mikroliter produk RNA

42
ditambahkan ke dalam master mix, kemudian brief centrifuge dengan kecepatan

8000 rpm.

III.5.7. Elektroforesis

Cetakan gel agarose disiapkan dengan jumlah sumuran sesuai kebutuhan. Agarose

1-2% dalam 1X TAE buffer dipanaskan dalam microwave, kemudian

ditambahkan 1:10000 syber safe-TM sebanyak 7 µl, dan dituang ke dalam cetakan

yang telah disediakan. Setelah gel agarose mengeras, dimasukkan dalam tangki

elektroforesis yang berisi 1X TAE buffer. Sebanyak 5-10 µl hasil PCR (yang

telah dicampur blue juice 2X) dimuat ke dalam sumuran. Sebanyak 10 µl marker

dimuat juga pada sumur nomor 1 atau sumur terakhir. Elektroforesis dijalankan

80-100 Volt (DNA akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif).

Hentikan elektroforesis jika tanda biru mencapai seperempat bagian bawah

(jangan sampai tanda biru hilang karena kemungkinan hasil PCR ikut terlepas

dari gel. Lihat gel agarose di atas lampu ultraviolet. Dokumentasi hasil PCR

dengan polaroid atau kamera digital.

III.5.8. Imaging

Gel dimasukkan ke dalam alat foto. Sebelumnya tutupnya dibuka, kemudian

tombol epi-white ditekan sampai muncuk di layar komputer. Setelah muncul di

layar komputer, tombol epi-white dimatikan. Tombol auto focus ditekan,

43
kemudian tombol UV ditekan sampai muncul band pada gel. Lalu freeze, analyze,

kemudian transform. Hasil file dibuka, dicrop, disimpan dan dicetak.

44
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

Dalam penelitian ini, secara keseluruhan terkumpul 341 ekor nyamuk

A.aegypti dari rumah-rumah penduduk yang sedang dan atau pernah menderita DBD

menurut data Puskesmas setempat atau Dinas Kesehatan kota Medan dari 5

Kecamatan yang endemis DBD di kota Medan, yaitu Medan Helvetia, Medan

Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal. Dari keseluruhan

nyamuk A.aegypti, diambil masing-masing 20 ekor nyamuk A.aegypti betina dari

masing-masing Kecamatan sebagai sampel dengan total 100 sampel nyamuk

A.aegypti betina. Perincian proporsi jumlah nyamuk A.aegypti betina dari masing-

masing Kecamatan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Asal dan Jumlah Nyamuk A.aegypti betina dari Masing-Masing


Kecamatan di Kota Medan

Asal Nyamuk A.aegypti Persentase Jumlah

(Kecamatan) (%)

Medan Helvetia 20 20,0


Medan Amplas 20 20,0
Medan Selayang 20 20,0
Medan Baru 20 20,0
Medan Sunggal 20 20,0
Total 100 100,0

45
34

Dari tabel 1 di atas, terlihat persentase nyamuk A.aegypti betina untuk

masing-masing Kecamatan sama yaitu 20% atau 20 ekor, dengan total 100 ekor.

Keseluruhan 100 sampel nyamuk A.aegypti betina, dinomori dari 1 sampai dengan

100 dimulai dari sampel yang berasal dari Kecamatan Medan Helvetia (nomor 1

sampai 20), Medan Amplas (nomor 21 sampai 40), Medan Selayang (nomor 41

sampai 60), Medan Baru (nomor 61 sampai 80), dan Medan Sunggal (nomor 81

sampai 100).

Sampel-sampel tersebut diekstraksi, dan didapatkan RNA virusnya. RNA hasil

ekstraksi tersebut dirubah menjadi DNA dan diamplifikasi dengan RT-PCR

menggunakan primer DEN-4. Hasil RT-PCR dielektroforesis dan difoto utuk melihat

pita untaian DNA. Dikatakan positif bila ditemukan pita berukuran 398 pasangan

basa (bp). Sebagai pembanding dari pasangan basa yang dihasilkan, digunakan

kontrol positif untuk virus Dengue serotipe DEN-4.

Dalam 1 kali elektroforesis, dapat diproses 10 sampel sehingga diperoleh 10

gambar hasil elektroforesis dari 100 sampel yang berasal dari 10 kali proses

elektroforesis. Gel agarose yang digunakan dalam penelitian adalah 2% dengan sisir

yang memiliki 15 sumur. Sumur pertama diisi dengan marker 100 bp DNA ladder,

sumur kedua diisi dengan kontrol negatif free water nucleus, sumur ketiga diisi

dengan kontrol positif untuk virus Dengue serotipe DEN-4 yaitu 398 bp. Selanjutnya

sumur keempat sampai dengan ketigabelas diisi dengan 10 sampel nyamuk A.aegypti

betina hasil PCR. Sumur keempatbelas dan kelimabelas tidak digunakan dalam

penelitian ini karena letaknya yang paling ujung kemungkinan pada foto dapat
35

memberikan hasil yang kurang baik. Marker yang digunakan dalam penelitian adalah

marker universal yang secara keseluruhan memiliki 11 pita yang berbeda-beda

pasangan basa, dimulai dari 2072 bp untuk pita pertama sampai dengan 100 bp untuk

pita kesebelas. Pasangan basa dari virus Dengue serotipe DEN-4 adalah 398 bp yang

terletak antara pita kedelapan 400 bp dan pita kesembilan 300 bp. Berikut gambar 1

ini adalah potongan gambar dari marker 100 bp DNA ladder yang digunakan dalam

penelitian.

Gambar 1. Marker 100 bp DNA Ladder

Berikut gambar 2 ini adalah potongan hasil kontrol positif RT-PCR dari

keseluruhan serotipe virus Dengue yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam

penelitian ini.
36

bp (marker 100 bp DNA ladder)

500
400
398 (6)
300

200

100

Gambar 2. Hasil Kontrol positif RT-PCR dari Keseluruhan Serotipe Virus


Dengue

Keterangan: 1. Kontrol (+) DEN-2 119 bp

2. Kontrol (+) DEN-3 290 bp

3. Kontrol (+) DEN-4 398 bp

4. Kontrol (+) DEN-1 482 bp

5. Marker 100 bp DNA ladder

6. Virus Dengue serotipe DEN-4

Dari gambar 2 terlihat untuk virus Dengue serotipe DEN-4, pita pasangan

basa yang diharapkan muncul terletak antara 400 bp dan 300 bp. Dalam penelitian ini

tidak ditemukan satupun pita pasangan basa yang terletak antara 400 bp dan 300 bp.

Dengan menggunakan primer D4, maka gambaran hasil penelitian tidak

menunjukkan adanya virus Dengue serotipe DEN-4 yang dapat dilihat dari hasil foto

elektroforeseis berikut.
37

400 bp
398 bp

Gambar 3. Hasil RT-PCR virus Dengue dari sampel 1 sampai dengan 10 dari
Kecamatan Medan Helvetia

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 7. Sampel 4 : (-)

ladder 8. Sampel 5 : (-)

2. Kontrol (-) 9. Sampel 6 : (-)

3. Kontrol (+) 10. Sampel 7 : (-)

4. Sampel 1 : (-) 11. Sampel 8 : (-)

5. Sampel 2 : (-) 12. Sampel 9 : (-)

6. Sampel 3 : (-) 13. Sampel 10 : (-)

Gambar 3 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 1

sampai dengan 10 yang berasal dari Kecamatan Medan Helvetia. Dari gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur
38

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak

ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 1 sampai dengan 10

dari Kecamatan Medan Helvetia.

400 bp

398 bp

Gambar 4. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 11 sampai dengan 20
dari Kecamatan Medan Helvetia

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 7. Sampel 14 : (-)

ladder 8. Sampel 15 : (-)

2. Kontrol (-) 9. Sampel 16 : (-)

3. Kontrol (+) 10. Sampel 17 : (-)

4. Sampel 11 : (-) 11. Sampel 18 : (-)

5. Sampel 12 : (-) 12. Sampel 19 : (-)

6. Sampel 13 : (-) 13. Sampel 20 : (-)


39

Gambar 4 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 11

sampai dengan 20 yang berasal dari Kecamatan Medan Helvetia. Dalam gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan bahwa

tidak ditemukannya virus Dengue tipe DEN-4 pada sampel nomor 11 sampai dengan

20 dari Kecamatan Medan Helvetia.

400 bp

398 bp

Gambar 5. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 21 sampai dengan 30
dari Kecamatan Medan Amplas

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 5. Sampel 22 : (-)

ladder 6. Sampel 23 : (-)

2. Kontrol (-) 7. Sampel 24 : (-)

3. Kontrol (+) 8. Sampel 25 : (-)

4. Sampel 21 : (-) 9. Sampel 26 : (-)


40

10. Sampel 27 : (-) 13. Sampel 30 : (-)

11. Sampel 28 : (-)

12. Sampel 29 : (-)

Gambar 5 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 21

sampai dengan 30 yang berasal dari Kecamatan Medan Amplas. Dalam gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan bahwa

tidak ditemukannya virus Dengue tipe DEN-4 pada sampel nomor 21 sampai dengan

30 dari Kecamatan Medan Amplas.

400 bp

398 bp

Gambar 6. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 31 sampai dengan 40
dari Kecamatan Medan Amplas

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 2. Kontrol (-)

ladder 3. Kontrol (+)


41

4. Sampel 31 : (-) 9. Sampel 36 : (-)

5. Sampel 32 : (-) 10. Sampel 37 : (-)

6. Sampel 33 : (-) 11. Sampel 38 : (-)

7. Sampel 34 : (-) 12. Sampel 39 : (-)

8. Sampel 35 : (-) 13. Sampel 40 : (-)

Gambar 6 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 31

sampai dengan 40 yang berasal dari Kecamatan Medan Amplas. Dari gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak

ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 31 sampai dengan

40 dari Kecamatan Medan Amplas.

400 bp

398 bp

Gambar 7. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 41 sampai dengan 50
dari Kecamatan Medan Selayang
42

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 7. Sampel 44 : (-)

ladder 8. Sampel 45 : (-)

2. Kontrol (-) 9. Sampel 46 : (-)

3. Kontrol (+) 10. Sampel 47 : (-)

4. Sampel 41 : (-) 11. Sampel 48 : (-)

5. Sampel 42 : (-) 12. Sampel 49 : (-)

6. Sampel 43 : (-) 13. Sampel 50 : (-)

Gambar 7 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 41

sampai dengan 50 yang berasal dari Kecamatan Medan Selayang. Dari gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak

ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 41 sampai dengan

50 dari Kecamatan Medan Selayang.

400 bp

398 bp
Gambar 8. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 51 sampai dengan 60
dari Kecamatan Medan Selayang
43

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 7. Sampel 54 : (-)

ladder 8. Sampel 55 : (-)

2. Kontrol (-) 9. Sampel 56 : (-)

3. Kontrol (+) 10. Sampel 57 : (-)

4. Sampel 51 : (-) 11. Sampel 58 : (-)

5. Sampel 52 : (-) 12. Sampel 59 : (-)

6. Sampel 53 : (-) 13. Sampel 60 : (-)

Gambar 8 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 51

sampai dengan 60 yang berasal dari Kecamatan Medan Selayang. Dari gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak

ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 51 sampai dengan

60 dari Kecamatan Medan Selayang.

400 bp
398 bp

Gambar 9. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 61 sampai dengan 70
dari Kecamatan Medan Baru
44

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 7. Sampel 64 : (-)

ladder 8. Sampel 65 : (-)

2. Kontrol (-) 9. Sampel 66 : (-)

3. Kontrol (+) 10. Sampel 67 : (-)

4. Sampel 61 : (-) 11. Sampel 68 : (-)

5. Sampel 62 : (-) 12. Sampel 69 : (-)

6. Sampel 63 : (-) 13. Sampel 70 : (-)

Gambar 9 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 61

sampai dengan 70 yang berasal dari Kecamatan Medan Baru. Dari gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak

ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 61 sampai dengan

70 dari Kecamatan Medan Baru.

400 bp

398 bp

Gambar 10. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 71 sampai dengan 80
dari Kecamatan Medan Baru
45

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 7. Sampel 74 : (-)

ladder 8. Sampel 75 : (-)

2. Kontrol (-) 9. Sampel 76 : (-)

3. Kontrol (+) 10. Sampel 77 : (-)

4. Sampel 71 : (-) 11. Sampel 78 : (-)

5. Sampel 72 : (-) 12. Sampel 79 : (-)

6. Sampel 73 : (-) 13. Sampel 80 : (-)

Gambar 10 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 71

sampai dengan 80 yang berasal dari Kecamatan Medan Baru. Dari gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak

ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 71 sampai dengan

80 dari Kecamatan Medan Baru.

400 bp

398 bp

Gambar 11. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 81 sampai dengan 90
dari Kecamatan Medan Sunggal
46

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 7. Sampel 84 : (-)

ladder 8. Sampel 85 : (-)

2. Kontrol (-) 9. Sampel 86 : (-)

3. Kontrol (+) 10. Sampel 87 : (-)

4. Sampel 81 : (-) 11. Sampel 88 : (-)

5. Sampel 82 : (-) 12. Sampel 89 : (-)

6. Sampel 83 : (-) 13. Sampel 90 : (-)

Gambar 11 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 81

sampai dengan 90 yang berasal dari Kecamatan Medan Sunggal. Dari gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak

ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 81 sampai dengan

90 dari Kecamatan Medan Sunggal.

400 bp

398 bp

Gambar 12. Hasil RT-PCR dari virus Dengue dari sampel 91 sampai dengan
100 dari Kecamatan Medan Sunggal
47

Keterangan : 1. Marker 100 bp DNA 7. Sampel 94 : (-)

ladder 8. Sampel 95 : (-)

2. Kontrol (-) 9. Sampel 96 : (-)

3. Kontrol (+) 10. Sampel 97 : (-)

4. Sampel 91 : (-) 11. Sampel 98 : (-)

5. Sampel 92 : (-) 12. Sampel 99 : (-)

6. Sampel 93 : (-) 13. Sampel 100 : (-)

Gambar 12 menunjukkan hasil RT-PCR sampel virus Dengue dari nomor 91

sampai dengan 100 yang berasal dari Kecamatan Medan Sunggal. Dari gambar ini,

terlihat marker 100 bp DNA ladder pada sumur pertama, kontrol negatif pada sumur

kedua, dan kontrol positif pada sumur ketiga. Hasil dari foto ini menunjukkan tidak

ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 pada sampel nomor 91 sampai dengan

100 dari Kecamatan Medan Sunggal.

Hasil dari pemeriksaan 100 sampel nyamuk A.aegypti betina yang berasal dari

kecamatan Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan

Medan Sunggal dapat dilihat pada lampiran 2. Rangkuman dari keseluruhan

persentase nyamuk A.aegypti betina dalam penelitian yang mengandung virus

Dengue serotipe DEN-4 dapat dilihat dalam tabel 3 sebagai berikut.


Tabel 3. Rangkuman Hasil Penelitian

Kecamatan Jumlah Sampel Sampel (+) Persentase


(ekor) DEN-4
(%)
Medan Helvetia 20 - 0
Medan Amplas 20 - 0
Medan Selayang 20 - 0
Medan Baru 20 - 0
Medan Sunggal 20 - 0
Jumlah 100 - 0

IV.2. Pembahasan

Pemeriksaan RT-PCR dalam penelitian ini dengan menggunakan marker 100

bp DNA ditujukan untuk mengetahui berapa pasangan basa yang dihasilkan dari

sampel virus Dengue dengan primer D4 dari nyamuk A.aegypti betina yang

dikumpulkan.

Dinamika transmisi virus Dengue dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor

lingkungan fisik, biologi, dan sosial. Di dalam interaksi tersebut mencakup aspek

virus Dengue, vektor maupun orang. Nyamuk, vektor dan orang bergerak menurut

tempat dan waktu, sehingga dinamika transmisi virus Dengue dipengaruhi oleh peran

banyak faktor untuk keempat serotipe virus Dengue.

Soedjoko Hariadhi dkk dari Universitas Airlangga menunjukkan data laporan

penelitian di Jakarta dari tahun 2004 sampai dengan 2007 menggambarkan keunikan

masing-masing serotipe virus Dengue yang memicu terjadinya wabah/KLB

berdasarkan kondisi geografis dan periode waktu yang berbeda-beda. Hal ini

58
menunjukkan bahwa populasi masing-masing serotipe virus Dengue dapat dominan

pada waktu-waktu tertentu dan dipengaruhi kondisi geografis tertentu. Hal ini dapat

ditunjukkan dari gambaran grafik yang ada berikut.

Gambar 13. Gambar pola dominansi serotipe virus Dengue dari serum manusia
pada periode yang berbeda-beda selama tahun 2004-2007

Dari gambar 13 di atas, terlihat bahwa pola dominansi virus Dengue serotipe

DEN-4 pada serum umumnya dijumpai sekitar bulan Januari sampai dengan Februari

setiap tahunnya dari tahun 2004 sampai dengan 2007. Namun hal ini belum tentu

dapat disamakan dengan pola dominansi virus Dengue serotipe DEN-4 pada nyamuk

A.aegypti secara keseluruhan, menimbang salah satu pola perkembangbiakan nyamuk

A.aegypti betina yang transovarian yang memungkinkan penurunan gen virus Dengue

59
kepada generasi berikutnya baik jantan maupun betina, sedangkan yang menghisap

darah hanya nyamuk A.aegypti betina. Hal ini menjadi alasan kenapa hanya

dikumpulkan nyamuk A.aegypti betina dalam sampel penelitian ini. Oleh karena

penelitian ini mengumpulkan sampel nyamuk A.aegypti betina, memungkinkan

terjadinya persamaan dominansi serotipe virus antara sampel serum dari penderita

DBD dengan sampel dari nyamuk A.aegypti betina. Namun apabila jumlah serotipe

virus Dengue tertentu dalam serum penderita DBD pada suatu daerah sedikit, belum

tentu menggambarkan jumlah serotipe virus Dengue pada keseluruhan nyamuk

A.aegypti juga sedikit di daerah tersebut mengingat nyamuk A.aegypti jantan juga

dapat mengandung virus Dengue melalui pembuahan transovarian, demikian juga

sebaliknya. Karena belum adanya peta dominansi serotipe virus Dengue yang berasal

dari sampel nyamuk A.aegypti, maka gambar 13 di atas masih dapat dijadikan

sumber rujukan salah satu penyebab tidak ditemukannya virus Dengue serotipe

DEN-4 dalam penelitian ini, yang pengumpulan sampelnya dilakukan pada bulan

September sampai dengan November 2008 menimbang koherensi antara serotipe

virus Dengue yang ada pada nyamuk A.aegypti betina dengan pada serum penderita

DBD masih erat hubungannya. Latar belakang pemilihan waktu penelitian ini

dikaitkan dengan musim-musim yang ada di Indonesia. Di Indonesia terdapat 2

musim, yaitu musim kemarau yang terjadi dari bulan Maret sampai dengan Agustus

dan musim penghujan yang terjadi dari bulan September sampai dengan Februari.

Pengumpulan nyamuk dilakukan pada puncak musim penghujan pada bulan

September sampai dengan November 2008 di mana banyak terdapat air yang

60
tergenang, seperti pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air bersih, ban

bekas dan benda-benda lain yang sangat sesuai untuk tempat perindukan nyamuk

A.aegypti. Berdasarkan penelitian Soedjoko Hariadhi dkk di Jakarta berdasarkan

gambar 13, dominansi virus Dengue serotipe DEN-4 dari serum penderita DBD

terjadi pada bulan Januari sampai dengan Februari. Hal ini mungkin disebabkan oleh

pergerakan faktor pejamu, yaitu manusia di Jakarta, terutama anak-anak yang

umumnya pada bulan Januari sampai dengan Februari sesudah berakhirnya masa

liburan di luar Jakarta akan kembali ke Jakarta untuk memulai masa sekolah. Hal ini

menyebabkan banyaknya faktor pejamu sesudah masa perkembangbiakan nyamuk

A.aegypti pada penghujung tahun yang sangat berperan dalam dominansi serotipe

virus Dengue. Hasil ini akan lebih terlihat apabila penelitian dilakukan sepanjang

tahun. Berdasarkan pantauan Badan Meterologi dan Geofisika, sepanjang tahun 2008

di Indonesia terjadi perubahan iklim yang cukup signifikan akibat pemanasan global

di mana terjadi penipisan lapisan ozon yang bermakna dan sangat mempengaruhi pola

kehidupan makhluk hidup. Hal ini mengakibatkan sepanjang tahun 2008 terjadi

musim pancaroba yang sulit diprediksi setiap bulannya, di mana setiap bulan

sepanjang tahun terdapat musim kemarau bersamaan dengan curah hujan yang cukup

tinggi yang sangat mendukung perkembangbiakan nyamuk A.aegypti. Hal ini dapat

terlihat dari banyaknya penderita DBD setiap bulannya sepanjang tahun 2008. Oleh

karena itu ’iklim’ sepanjang tahun 2008 sangat mendukung perkembangbiakan

nyamuk A.aegypti.

61
Pada tahun 2007 Departemen Kesehatan RI pernah mengeluarkan peta

penyebaran keempat serotipe virus Dengue yang berasal dari serum penderita DBD

berdasarkan hasil penelitian di 19 kota-kota besar di Indonesia selama tahun 2003

sampai dengan 2005 terlihat pada gambar 14 sebagai berikut.

Sumber : Depkes RI, 2007

Gambar 14. Peta populasi penyebaran serotipe virus Dengue yang berasal dari
serum penderita DBD dari 19 kota yang ada di Indonesia (2003-
2005)

Dari peta tersebut dikaitkan dengan penelitian ini, terlihat bahwa di kota Medan

virus Dengue serotipe DEN-4 dari serum penderita DBD pernah ditemukan pada

tahun 2003 sampai dengan 2005. Hal ini tidak menutup kemungkinan ditemukannya

virus Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk A.aegypti betina yang ada di kota Medan

selama periode penelitian pada tahun 2008. Namun berpedoman pada peta

62
penyebaran tersebut, terlihat bahwa virus Dengue serotipe DEN-2 adalah yang paling

dominan pada penderita DBD di kota Medan dari tahun 2003 sampai dengan 2005,

diikuti oleh DEN-3 dan DEN-4. Hal ini menggambarkan beberapa kemungkinan

antara lain virus Dengue serotipe DEN-4 yang sebelumnya ada di kota Medan, namun

sekarang memang tidak dijumpai kemungkinan karena adanya pergeseran dominansi

distribusi serotipe virus Dengue, di mana virus Dengue serotipe DEN-4 yang populasi

sebelumnya memang terkecil di kota Medan dan tidak dijumpai saat ini. Berpedoman

pada epidemi DBD yang terjadi 5 tahun sekali, sangat besar kemungkinan virus

Dengue serotipe DEN-4 akan dijumpai kembali 5 tahun sesudah tahun 2005, yakni

tahun 2010. Hal ini dapat memberikan gambaran bagi perburukan keadaan klinis

DBD pada tahun 2010 menimbang serotipe virus Dengue yang bakal muncul akan

semakin banyak dengan keberadaan virus Dengue serotipe DEN-4. Berdasarkan teori

Halstead, semakin banyak serotipe virus yang ditemukan di suatu daerah akan

memperbesar kemungkinan semakin parahnya penyakit DBD atau SSD yang diderita

di daerah tersebut. Kemungkinan lain dari tidak ditemukannya virus Dengue serotipe

DEN-4 pada nyamuk A.aegypti betina dalam penelitian ini adalah bahwa nyamuk

A.aegypti betina yang mengandung virus Dengue serotipe DEN-4 pada tahun 2005

sebagian besar menghasilkan keturunan nyamuk A.aegypti jantan yang tetap ada

sampai saat ini, namun tidak termasuk dalam sampel penelitian. Sedangkan keturunan

nyamuk A.aegypti betina yang dihasilkan jumlahnya sangat sedikit dan saat ini tidak

dijumpai lagi terkait pengaruh seleksi alam, sehingga tidak ditemukan dalam

penelitian. Faktor distribusi pejamu juga sangat berperan mengingat pada saat ini

63
mobilitas manusia sangat tinggi dan fasilitas distribusi yang berkembang sangat pesat

memungkinkan tidak seimbangnya arus masuk dan keluar nyamuk A.aegypti betina

yang mengandung virus Dengue serotipe DEN-4 yang jumlahnya paling sedikit pada

tahun 2005 dari kota Medan. Nyamuk A.aegypti betina yang mengandung virus

Dengue serotipe DEN-4 yang terbawa oleh arus distribusi keluar dari kota Medan

jumlahnya lebih banyak dari yang masuk ke kota Medan selama rentang waktu

tersebut. Dengan jumlah nyamuk A.aegypti betina yang mengandung virus Dengue

serotipe DEN-4 yang semakin berkurang memperbesar kemungkinan tidak ditemukan

lagi pada saat ini yang tidak terlepas dari pengaruh seleksi alam atau terbawa

masuknya nyamuk tersebut ke daerah yang tidak kondusif untuk bertahan hidup. Hal

ini tidak menutup kemungkinan bisa saja ditemukan virus Dengue serotipe DEN-4

pada nyamuk A.aegypti jantan akibat pengaruh distribusi manusia. Kemungkinan lain

adalah ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 sebelumnya dan tetap ada

sampai saat ini, hanya saja tidak ditemukan dalam penelitian menunjukkan bahwa

saat ini hanya nyamuk A.aegypti jantan yang mengandung serotipe DEN-4 yang ada

pada populasi di kota Medan. Namun kemungkinan keberadaan nyamuk A.aegypti

betina yang mengandung virus Dengue serotipe DEN-4 tetap ada ke depannya terkait

oleh masuknya arus distribusi manusia setiap harinya ke kota Medan.

Keseluruhan hasil yang negatif pada penelitian ini bukan berarti sampel

nyamuk Aedes aegypti betina yang dikumpulkan tidak mengandung virus Dengue,

akan tetapi karena primer yang digunakan dalam penelitian hanya primer D4 yang

hanya dapat mendeteksi virus Dengue serotipe DEN-4. Dengan tidak ditemukannya

64
virus Dengue serotipe DEN-4 dari 5 Kecamatan di kota Medan yang endemik DBD,

menunjukkan bahwa endemik DBD yang ada di kota Medan selama ini kemungkinan

besar berasal dari virus Dengue serotipe yang lain, yakni DEN-1 atau DEN-2 atau

DEN-3 atau infeksi campuran antara ketida serotipe virus Dengue tersebut. Di

samping itu, kemungkinan lainnya adalah sebagian nyamuk A.aegypti betina yang

menjadi sampel dalam penelitian merupakan nyamuk yang baru berkembang dari

larva menjadi dewasa dan belum menghisap darah, sehingga belum mengandung

virus Dengue serotipe apapun. Dengan tidak ditemukannya virus Dengue serotipe

DEN-4 pada sampel nyamuk A. aegypti betina di 5 Kecamatan endemik DBD di kota

Medan dapat mewakili seluruh Kecamatan di kota Medan karena penelitian ini

mencakup lima Kecamatan endemis DBD di kota Medan, sehingga penelitian ini juga

dapat dijadikan sebagai awal dari penelitian virus Dengue pada nyamuk A.aegypti di

kota Medan.

Tidak ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 dari nyamuk A.aegypti betina

di kota Medan dapat memberikan kelegaan sekaligus perhatian khusus dari Dinas

Kesehatan mengingat virus Dengue serotipe DEN-4 tidak menghasilkan gejala klinis

DBD yang terlalu berat dan memberikan masukan bahwa semakin berkurangnya

serotipe virus Dengue yang terdapat di kota Medan. Hal ini akan semakin baik karena

gejala klinis DBD yang diakibatkan oleh infeksi sekunder akan semakin kecil.

Namun dengan tidak ditemukannya virus Dengue serotipe DEN-4 di kota Medan

memungkinkan bahwa selama ini endemik DBD di kota Medan disebabkan oleh

virus Dengue serotipe lainnya. Khusus untuk endemik DBD dikarenakan virus

65
Dengue serotipe DEN-2 dan DEN-3 harus mendapat perhatian khusus karena

umumnya menimbulkan gejala klinis DBD yang berat hingga SSD dan kematian.

Dengan mencermati interaksi antara host-agent-environment dan perkembangan

teknologi laboratorium, maka perlu dilakukan penelitian epidemiologi infeksi virus

Dengue yang ada saat ini dari sampel nyamuk A.aegypti yang masih menjadi

problema kesehatan masyarakat dan pemerintah yang serius pada sisi hubungan

antara kondisi geografis suatu daerah dengan serotipe virus Dengue. Selanjutnya

apakah keadaan tersebut dapat mempengaruhi timbulnya epidemi penyakit DBD pada

daerah tertentu.

66
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Dari keseluruhan 100 sampel nyamuk A. aegypti betina yang dikumpulkan dari 5

Kecamatan endemik DBD di kota Medan, yaitu Medan Helvetia, Medan

Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal dari rumah-rumah

penduduk yang sedang dan atau pernah menderita DBD menurut data Puskesmas atau

Dinas Kesehatan kota Medan dan telah dilakukan RT-PCR terhadap sampel, tidak

ditemukan adanya virus Dengue serotipe DEN-4.

V.2. Saran

Dari hasil penelitian ini dimana tidak ditemukannya virus Dengue serotipe

DEN-4 dapat dijadikan sebagai awal bahan masukan untuk perancangan peta

penyebaran virus Dengue serotipe DEN-4 dari sampel nyamuk A.aegypti yang ada di

Indonesia secara umum dan di kota Medan secara khusus.

Untuk penelitian selanjutnya dapat dihubungkan dengan sampel pada serum

manusia dan tingkat keparahan DBD yang ditimbulkan. Diharapkan perlu adanya

penelitian yang lebih banyak dan berkesinambungan terhadap virus Dengue serotipe

DEN-4 mengingat masih sangat minimalnya sumber informasi dari serotipe virus

tersebut di Indonesia sehingga dapat menunjang koordinasi lintas sektoral pemerintah

yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat DBD.

67
DAFTAR PUSTAKA

Arman, A.J.A. 2006, Statistika Penelitian Klinik. USU. Hal. 34.

Cesaire, R., Dussart, P., Lacoste, V. 2006, Reemergence of Dengue virus type 4,
French Antilles and French Guaina, 2004-2005. Emerging Infectious Diseases.

Cook, S., Bennett, S.N., Holmes, E.C. 2006. Isolation of a New Strain of the
Flavivirus Cell Fusing Agent Virus in a Natural Mosquito Population from
Puerto Rico. DOI 10. pp 1-28.

Carrington, C.V.F., Foster, J.E., Pybus, O.G., 2005. Invasion and Maintenance of
Dengue Virus Type 2 and Type 4 in the Americas. Journal of Virology;
79(23):14680-14687

Dengue Fever in Indonesia-update4, available from :


http://www.who.int/csr/don/2004_05_11a/en/ downloaded on 26 September
2008.

de Castrol, M.G., Nogueira, R.M.R., Schatzmayr, H.G., 2004. Dengue Virus


Detection by Using Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction in
Saliva and Progeny of Experimentally Infected Aedes albopictus from Brazil.
Mem Inst Oswaldo Cruz. Rio de Janeiro, vol.99(8):809-814

Ginanjar, G., 2008. A Survival Guide. Edisi Pertama. Hal. 19-45. Mizan Media
Utama. Bandung.

Hadinegoro, S.R.H., Soegijanto, S., Wuryadi, S., 2004. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan. Hal. 1-12.

Hendarwanto, 1996. Dengue dalam : Waspadji, S., Rachman, A.M., Lesmana, L.A.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Hal. 417-426. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.

Harris, E., Roberts, T.G., Smith, L., 1998. Typing of Dengue Viruses in Clinical
Specimens and Mosquitoes by Singel-Tube Multiplex Reverse Transcriptase
PCR. Journal of Clinical Microbiology; 36(9): 2634-2639

Husaini, M., 2003. Entomologi Kedokteran. Cetakan Kedua. Hal. 61-90. Bagian
Parasitologi FKUSU, Medan.

68
2

Hariadhi, S., Soegijanto, S., 2006. Pola Distribusi Serotipe Virus Dengue pada
Beberapa Daerah Endemik di Jawa Timur dengan Kondisi Geografis Berbeda
dalam : Demam Berdarah Dengue. Hal. 11-19. Universitas Airlangga,
Surabaya.

Kusumawati, L., 2005. Teori Sequential Infection dari Halstead, available from :
http://www.library_usu.ac.id/download/fk/mikrobiologi/pdf downloaded on
26 August 2008.

Levinson, W., Jawetz, E., 2000. Medical Microbiology & Immunology. 6th ed. pp
252-256. Lange Medical Books/McGraw-Hill. San Fransisco.

Pasangan Basa, available from : http://en.wikipedia.org/wiki/pasangan_basa


downloaded on 3 July 2008.

Purwanta, M., Lusida, M.I., Handajani, R., 1999. Polymerase Chain Reaction dalam :
Putra, S.T. Biologi Molekuler Kedokteran. Edisi Pertama. Hal. 150-166.
Airlangga University Press, Surabaya.

Peters, C.J., 2001. Infections Caused By Arthropod And Rodent-Borne Viruses In :


Braunwald, E., Hauser, S.L., Fauci, A.S. Harrison’s Principles Of Internal
Medicine. 15th ed. Vol. 1 pp 1161-1162. McGraw-Hill Inc. New York.

Roberts, L.S., Janovy, J., 2005. Foundations of Parasitology. 7th ed. pp 599-607.
McGraw-Hill Inc. New York.

RT-PCR, available from : http://en.wikipedia.org/wiki/Reverse_transcriptase_PCR


downloaded on 30 April 2008.

Savage, H.M., Fritz, C.L., Rutstein, D., 1998. Epidemic of Dengue-4 Virus In Yap
State, Federated States of Micronesia, and Implication of Aedes hensilli As an
Epidemic Vector. Am.J.Trop.Med.Hyg; 58(4):519-524

Sopian,T., 2006. Aplikasi Teknologi PCR mendeteksi Flu Burung from :


http://64.203.71.11/Kompas-cetak diunduh tanggal 25 April 2008.

Sukri, N.N., Laras, K., Wandra, T., 2003. Transmission of Epidemic Dengue
Hemorrhagic Fever in Easternmost Indonesia. Am.J.Trop.Med.Hyg;
68(5):529-535

Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., 2006. Demam Berdarah Dengue dalam :
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
3

III. Edisi Keempat. Hal. 1731-1735. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu


Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

Sudjadi, 2008. Teknik Biologi Molekuler dalam : Bioteknologi Kesehatan. Cetakan


pertama. Hal. 94-99. Penerbit Kanisius, Jakarta
.
Tim Penanggulangan DBD DepKes RI, 2004. Kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Indonesia, Buletin Harian Tim Penanggulangan DBD Departemen
Kesehatan R.I. Jakarta.

Wahono, T.D., 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta. Hal.
1-4.

Yulfi, H., 2006. Persistency of Transovarian Dengue Virus in Aedes aegypti available
from : http://library_usu.ac.id/download/fk/pdf downloaded on 14 February
2008.

Anda mungkin juga menyukai