Makalah Screening Epidemiologi PDF
Makalah Screening Epidemiologi PDF
SKRINING
Disusun oleh :
Kelompok : 6, Kelas : A
A. Latar Belakang
Skrining berkembang dengan pesat dan diterima secara luas dalam praktek
kesehatan. Skrining juga merupakan bentuk pencegahan sekunder. Bentuk
skrining dapat berupa konseling tentang gaya hidup masyarakat (Hackl, dkk.
2012).
Skrining atau penyaringan merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif
murah, dapat diterapkan pada populasi tertentu yang relatif sehat. Program
skrining sangat dibutuhkan karena adanya isu yang mendasari penemuan gejala
penyakit secara dini akan lebih baik dibandingkan dalam waktu yang lama,
pencegahan sebelum terjadinya penyakit akan lebih baik dibandingkan dengan
sudah terjadinya penyakit serta pencegahan memerlukan biaya yang relatif
ringan sehingga diagnosis lengkap kepada orang yang mempunyai faktor
resiko tinggi dan pengobatan kepada penderita dapat dilakukan secara dini
(Noor, 2008).
Upaya skrining dapat dilakukan pada penyakit tidak menular yang
merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Prevalensi penyakit
tidak menular cenderung meningkat dan sebagian besar masyarakat umumnya
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sudah dalam fase lanjut. Riset
kesehatan dasar tahun 2007 menunjukan sekitar 70% penyakit tidak menular
belum terdiagnosa petugas kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
2007) menunjukkan penyebab kematian telah terjadi pergeseran dari penyakit
menular ke Penyakit Tidak Menular. Penyakit menular menyumbang 28,1%
kematian sedangkan Penyakit Tidak Menular sebagai penyumbang terbesar
penyebab kematian terbesar (59,5%).
Penyakit metabolik dan kardiovaskular merupakan salah satu contoh
penyakit tidak menular. Menurut pedoman yang dikeluarkan The Royal
Australian College of General Practitioners (RACGP) edisi ke-8 terkait
tindakan pencegahan penyakit metabolik dan kardiovaskular, 90% penduduk
Australia berusia 45 tahun ke atas lebih berisiko mengalami penyakit
kardiovaskular sehingga skrining profil lipid perlu dilakukan minimal 5 tahun
sekali, sedangkan batasan usia skrining tersebut untuk ras Aborigin dan
penduduk asli di pulau Torres Strait adalah 35 tahun keatas. Berdasarkan
pedoman US Preventive Services Task Force (USPSTF), pria berusia 35 tahun
keatas dan wanita berusia 45 tahun keatas sangat dianjurkan menjalani skrining
rutin pemeriksaan profil lipid. USPSTF membuktikan bahwa pemeriksaan
profil lipid dapat mengidentifikasi penduduk berusia pertengahan yang berisiko
mengalami penyakit jantung koroner, tetapi belum mengalami gejala klinis.
USPSTF juga membuktikan bahwa pemberian obat penurun kadar lipid pada
individu-individu berisiko tersebut bermanfaat dalam menurunkan insidens
penyakit jantung koroner tanpa menimbulkan risiko yang bermakna
(Riskesdas, 2013).
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian skrining.
2. Mengetahui tujuan skrining
3. Mengetahui syarat skrining
4. Mengetahui macam skrining
5. Mengetahui vaiditas dan reabilitas skrining
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Skrining
Menurut WHO pengertian skrining adalah upaya pengenalan penyakit
atau kelainan yang belum diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan
atau prosedur lain yang dapat secara cepat membedakan orang yang tampak
sehat benar-benar sehat dengan orang yang tampak sehat tetapi sesungguhnya
menderita kelainan. Skrining adalah pemeriksaan orang-orang asimptometik
untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan
mengidap atau diperkirakan tidak mengidap penyakit yang menjadi objek
skrining (Sulistiani, 2012).
Sumber yang lain menyatakan bahwa penyaringan adalah suatu usaha
mendeteksi atau menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala
(tidak tampak) dalam suatu masyarakat atau penduduk tertentu melalui tes
atau pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan
mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar
menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis pasti dan pengobatan
(Noor, 2008).
B. Tujuan Skrining
Menurut Morton (2009), tujuan skrining adalah mencegah penyakit atau
akibat penyakit dengan mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik
dalam riwayat alamiah ketika proses penyakit dapat diubah melalui
intervensi. Bustan (2006) memiliki pendapat yang berbeda mengenai tujuan
dilakukannya skrining yaitu :
1. Mendapatkan mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat
dengan segera memperoleh pengobatan,
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat,
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini
mungkin,
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang
sifat penyakit dan selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala
dini,
5. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinisi dan
peneliti.
C. Syarat – Syarat Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi
beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan
persyaratan suatu tes penyaringan, berikut ini merupakan syarat-syarat
skrining menurut Noor (2008).
1. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti
dalam masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat
tersebut,
2. Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan
penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi
tingkat atau kekuatan tes yang dipilih,
3. Tersedianya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang
dinyatakan positif serta tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan positif melalui diagnosis klinis,
4. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya
cukup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
5. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standar
untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining
berkurang atau malah bertambah frekuensi endemiknya,
6. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan
harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum,
7. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan
pasti,
8. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka
yang dinyatakan menderita penyakit tersebut,
9. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada
titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa
melakukan tes tersebut,
10. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap
penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.
Keberhasilan suatu tes skrining berhubungan dengan tujuan skrining.
Wilson dan Junger menganjurkan untuk memperhatikan persyaratan untuk
keberhasilan skrining sebagai berikut:
1. Seharusnya ada pengobatan yang sesuai dan dapat diterima bila hasil
pemeriksaan positif,
2. Fasilitas pengobatan dan diagnosis harus tersedia,
3. Mengenal kelainan yang timbul tahap dini suatu penyakit,
4. Harus ada tes atau pemeriksaan yang sesuai,
5. Tes atau pemeriksaan harus diterima masyarakat,
6. Riwayat alamiah yang di skrining harus dimengerti secara baik,
7. Harus ada kebijakan yang disetujui untuk mengobati bila pasien positif
terkena penyakit,
8. Biaya harus seimbang secara keseluruhan,
9. Penemuan kasus harus merupakan proses berkelanjutan, tidak hanya
berdasarkan proyek,
10. Test cukup sensitif dan spesifik,
11. Penyakit atau masalah yang akan di skrining merupakan masalah yang
cukup serius, prevalensinya tinggi, merupakan masalah kesehatan
masyarakat,
12. Kebijakan intervensi atau pengobatan yang akan dilakukan setelah
dilaksanakannya skrining harus jelas.
D. Macam – Macam Skrining
Macam skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan di
skrining yaitu sebagai berikut.
1. Mass screening
Skrining yang dilakukan pada seluruh populasi. Misalnya, mass X-ray
survey atau blood pressure skrining pada seluruh masyarakat yang
berkunjung pada pelayanan kesehatan.
2. Selective screening
Populasi tertentu menjadi sasaran dari jenis skrining ini, dengan target
populasi berdasarkan pada risiko tertentu. Tujuan selective screening pada
kelompok risiko tinggi untuk mengurangi dampak negatif dari skrining.
Contohnya, Pap’s smear skrining pada wanita usia > 40 tahun untuk
mendeteksi Ca Cervix, atau mammography skrining untuk wanita yang
punya riwayat keluarga menderita Ca.
3. Single disease screening
Jenis skrining yang hanya dilakukan untuk satu penyakit. Misalnya,
skrining terhadap penderita penyakit TBC, jadi lebih tertuju pada satu
jenis penyakit.
4. Case finding screening
Case finding adalah upaya dokter atau tenagga kesehatan untuk
menyelidiki suatu kelainan yang tidak berhubungan dengan kelompok
pasien yang datang untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Penderita
yang datang dengan keluhan diare kemudian dilakukan pemeriksaan
terhadap mamografi atau rongen torax,
5. Multiphasic screening
Pemeriksaan skrining untuk beberapa penyakit pada satu kunjungan waktu
tertentu. Jenis skrining ini sangat sederhana, mudah dan murah serta
diterima secara luas dengan berbagai tujuan seperti pada evaluasi
kesehatan dan asuransi. Sebagai contoh adalah pemeriksaan kanker
disertai dengan pemeriksaan tekanan darah, gula darah dan kolesterol.
E. Tes Skrining
Tes ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam epidemiologi
untuk mengetahui prevelensi suatu penyakit yang tidak dapat di diagnosis
atau keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada suatu individu atau
masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang
memerlukan penanganan segara. Namun dengan demikian masih harus
dilengkapi dengan pemeriksaaan lain untuk menentukan diagnosis definit
(Chandra, 2009).
1. Karakteristik tes skrining
Untuk keberhasilan suatu program skrining, ketersediaan tes skrining
juga diperlukan selain juga harus memiliki kriteria penyakit yang cocok
untuk di skrining. Tes skrining seharusnya juga tidak mahal, mudah
dilaksanakan dan memberikan ketidaknyamanan yang minimal pada
pasien. Dan juga hasil skrining haruslah valid dan konsisten (Sarwani,
2007).
a. Validitas
Validitas adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur
apa yang hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin
Azwar (2014) bahwa validitas mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau
skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Sedangkan validitas
dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan
antara orang yang sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas mempunyai
dua komponen yaitu :
1) Sensitivitas
Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk
menunjukan secara tepat individu-individu yang menderita
penyakit atau besarnya probabilitas seseorang yang sakit akan
memberikan hasil tes positif pada tes diagnostik tersebut.
Sensitivitas merupakan true positive rate (TPR) dari suatu tes
diagnostik
2) Spesifisitas
Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk
menunjukan secara tepat individu-individu yang tidak menderita
sakit. Besarnya probabilitas seseorang yang tidak sakit atau sehat
akan memberikan hasil tes negatif pada tes diagnostik.
Sensitivitas merupakan true negative rate (TNR) dari suatu tes
diagnostik.
Sensitivitas dan spesifisitas merupakan komponen ukuran dalam
validitas, selain itu terdapat pula ukuran-ukuran lain dalam validitas yaitu :
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar-
benar menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang
sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak
sakit dengan hasil test yang negatif pula.
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang
sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil test negatif.
Perbandingan hasil alat ukur dengan status penyakit
Penduduk
Hasil uji
Dengan penyakit Tanpa penyakit
Mempunyai penyakit dan alat Tidak mempunyai
Positif uji positif = True Positif = TP penyakit tapi alat uji
positif
Mempunyai penyakit, tapialat Tidak mempunyai
uji negatif = False negative = penyakit dan alat uji
Negatif
FN negatif = True negatif=
TN
Sensitivitas=TP/TP+FN Spesifitasnya
TN/TN+FP
Rumus Sensitivitas =
Spesifitas =
Positif palsu (false positive rate) =
Keterangan
a = true positif individu dengan test skrining positif dan benar salah
b = false positif individu dengan test positif dan sebenarnya tidak sakit
c = false negatif individu dengan test skrining negatif tapi sebenarnya sakit
d = true negatif individu dengan test skrining ndgatif dan benar tidak sakit
Contoh
Pada tabel di bawah ini di tunjukan 100 orang yang menderita
penyakit, 80 orang didefinisikan positif menderita sakit oleh alat uji dan 20
orang dinyatakan negatif menderita sakit oleh alat uji,dari datainidapat
dihitung bahwa sensitivitas nya adalah 80/100*100% =80%
Dari 900 orang yang tidak mengalami sakit, alat uji mengidentifikasi 800
orang negatif menderita sakit. Jadi spesifikasinya adalah 800/900*100% =
89%
Konsep sensitivitas dan spesifikasinya
Hasil skrining Apa yang sebenarnya terjadi Total
Penyakit - Penyakit +
Positif 80 100 180
Negatif 20 800 820
Total 100 900 1000
Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Anti Kanker. Jakarta:
Penebar Swadya.
Hackl, Franz., Martin Halla, Michael Hummer, Gerald J. Pruckner. 2012. “The
Effectiveness of Health Screening”. IZA Discussion Paper, No. 6310.
Indrawati M. 2009. Bahaya Kanker bagi Wanita dan Pria Cetakan Pertama.
Jakarta : Pendidikan Untuk Kehidupan.
Riani, Emy, Agus Triwinarto dan Rasumawati. 2009. Buku Ajar Epidemiologi
dalam Kebidanan. Jakarta : CV. Trans Info Media