Anda di halaman 1dari 9

Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi

(APIO)

MEMADU MODEL “MIND SYNERGY”


DENGAN “HR COMPETENCE MANAGEMENT”
DALAM MENCIPTAKAN SDM UNGGUL DAN
PROFESIONAL
Oleh Drs.Ec. Johny Rusdiyanto, MM
Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya

Abstrak

Hasil analisis studi yang dilakukan oleh Drucker, Kim and


Mauborgne, Christensen dan Hamel & Prahalad mengungkap
adanya dua keunggulan bersaing (distinctive competitives) badan
usaha yang tercipta melalui kontribusi SDM. Kedua keunggulan ini
menjadi indikator kompetensi SDM yang unggul dan profesional.
Upaya peningkatan kompetensi SDM dimulai dengan peningkatan
variabel knowledge yang berpengaruh pada variabel ability, skill
dan attitude melalui model “HR Competence Management”.
Peningkatan kompetensi SDM ini akan meningkat manakala terjadi
peningkatan kualitas pola berpikir dari SDM yang bersangkutan. Hal
tersebut dapat terwujud manakala SDM mampu mengoptimalkan
kerja otak secara terus menerus. Melalui model “Mind Synergy”
yang mengacu pada konsep The Whole Brain Management yang
disosialisasikan oleh Ned Herrmann, diyakini bahwa SDM akan
menjadi lebih kreatif dan inovatif bila mampu mensinergikan kerja
otak kiri dan kanan yang dimiliki. Melalui perpaduan kedua model
ini, peningkatan kompetensi SDM untuk menjadi SDM yang unggul
dan profesional menjadi lebih mudah direalisasikan
Kata Kunci: Mind Synergy, Kompetensi SDM, knowledge, ability,
skill, attitude

A. Dasar Pemikiran
Persoalan kebutuhan memperoleh SDM unggul dan profesional
yang diharapkan oleh banyak badan usaha di Indonesia untuk bisa
bersaing dalam era globalisasi seringkali hanya menjadi angan-angan
semata. Begitu banyak dana pengembangan SDM dikeluarkan untuk
maksud tersebut namun seringkali menghasilkan kekecewaan.
Beberapa pakar dari cognitive science yang lebih dikenal sebagai the
brain science mempercayai bahwa upaya meningkatkan kompetensi
SDM akan menjadi lebih sulit bahkan mungkin meleset manakala cara
yang digunakan melupakan peranan dari otak manusia sebagai sentral
motor penggerak dari kerja manusia dan hal tersebut dapat dilakukan
dengan mengunakan pendekatan reframing.
Pendekatan reframing merupakan pergeseran konsepsi organisasi
tentang bagaimana suatu organisasi bisa mencapai tujuannya.
Karakteristik spesifik dari pendekatan ini, menegaskan bahwa upaya
menciptakan kompetensi organisasi harus dilakukan manakala usaha
yang dilakukan mampu membuka pola pikir SDM dalam organisasi.
Dharma (2002) menjelaskan bahwa dimensi reframing dalam

Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


115
2002
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi
(APIO)

aplikasinya dilakukan melalui 3 (tiga) unsur, yaitu (1) mencapai


mobilisasi (achieve mobilization), (2) menciptakan Visi (create vision)
dan (3) membangun sistem pengukuran (build a measurement system).
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Espejo, et.al (1996)
yang mengemukakan bahwa organisasi dituntut untuk
mengembangkan dan kemingkatkan kompetensi SDM yang dimiliki
sehingga organisasi mampu memberikan kinerja terbaiknya dan
memiliki kemampuan bersaing.
Mencapai mobilisasi (achieve mobilization) merupakan proses yang
mendorong peningkatan kompetensi SDM yang lebih menfokuskan
pada karakteristik biologis manusia dengan memperbaiki kerja otak
secara sinergi. Menciptakan visi (create vision) merupakan usaha
mempersiapkan arah organisasi ke masa yang akan datang. Dalam hal
ini, peranan SDM diarahkan untuk mencapai visi yang ditetapkan
organisasi dan dapat berjalan manakala pemahaman terhadap visi
tersebut dapat dipahami secara benar. Hal ini menuntut kerja otak
untuk memahami visi itu terlebih dahulu. Membangun sistem
pengukuran (build a measurement system) merupakan proses untuk
menentukan indikator-indikator kinerja yang relevan dengan
pertumbuhan dan dinamika organisasi. Usaha ini berkait dengan
kompetensi SDM untuk menentukan standar kinerja yang sesuai
dengan ability, skill dan attitude dari SDM yang bersangkutan.
Menurut Abdullah (2002), dalam konteks manajemen, belakangan
ini istilah kompetensi SDM merupakan suatu kajian yang sangat
menarik dan diminati para ilmuwan dan praktisi untuk didiskusikan
secara intens diberbagai forum ilmiah. Lebih lanjut beliau mengetakan
bahwa secara sederhana kata kompetensi sering diartikan sebagai the
ability to perform.
Model Mind Synergy yang mengacu pada konsep The Whole Brain
Management yang disosialisasikan oleh Ned Herrmann (1996)
menfokuskan kajian secara ilmiah tentang dominasi otak melalui
pendekatan kuadralitas. Model ini meyakini bahwa otak sebagai the
learning brain akan mampu menghasilkan output secara optimal bila
berhasil mengoptimalkan kerja otak bagian kiri dan bagian kanan.
Model ini meyakini bahwa dominasi otak yang dimiliki oleh setiap
individu akan memberi pengaruh pada perilaku individu. Termasuk
didalamnya kemauan belajar dan kemampuan berpikir. Sementara
disisi lain, kinerja SDM dipengaruhi oleh tingkat kompetensi yang
dimiliki SDM. Melalui model HR Competence Management diyakini
bahwa kompetensi SDM akan meningkat manakala dapat ditemukan
cara yang benar didal;am meningkatkan variabel kompetensi SDM,
yang meliputi variabel knowledge sebagai variabel basis yang akan
memberi pengaruh terhadap peningatan pada variabel ability, skill dan
attitude. Persoalan yang mendasar adalah bagaimana cara yang efektif
dan efisien dalam meningkatkan kompetensi SDM? Makalah ini
mencoba memberikan satu alternatif melalui perpaduan model Mind
Synergy yang menfokuskan bahasan pada upaya untuk
mengoptimalkan kerja otak dan model HR Competence Management
yang menfokuskan kajian pada perbaikan pemahaman dari variabel
knowledge untuk peningkatan variabel ability, skill dan attitude dari

116 Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


2002
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi
(APIO)

SDM yang bersangkutan yang secara komprehensif menjadi unsur-


unsur pembentuk kompetensi SDM yang unggul dan profesional.

B. Model Mind Synergy


Winston Churchill, ketika masih hidup pernah memberikan prediksi
yang sampai sekarang masih dipercaya yaitu bahwa untuk keberhasilan
organisasi di masa mendatang sangat dipengaruhi oleh peranan otak
manusia. Beliau mengatakan bahwa the empire of the future are the
empire of the mind. Pernyataan ini menyiratkan bahwa keunggulan
suatu badan usaha terletak pada tingkat kreativitas dan inovasi yang
mampu diciptakan. Hal senada dikemukakan oleh Drucker (1996) yang
mengatakan berdasar hasil penelitiannya yang melihat keganjilan dan
kegagalan manajemen yang ditemui diberbagai negara dikarenakan
para manajer tidak bertindak, berpikir dan memahami manajemen
sebagaimana mestinya. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa warna
per-saingan antar badan usaha kedepan adalah knowledge to
knowledge competition. Pernyataan ini mengandung maksud bahwa
badan usaha yang mampu mengolah knowledge lebih baik akan
menjadi pemenang dipersaingan. Knowledge sendiri merupakan hasil
pikir dari manusia. Dengan demikian, manakala terjadi stagnasi
knowledge dimungkinkan tidak terjadi peningkatan kompetensi SDM.
Padahal dalam alur lebih lanjut kompetensi SDM ini yang akan
mempengaruhi peningkatan kinerja dan produktivitas organisasi.
Manusia secara biologis diciptakan dengan berbagai kelengkapan
yang cukup untuk mempertahankan hidupnya. Salah satu keunggulan
daya saing yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki mahluk lain yang
juga memiliki otak adalah kemauan untuk belajar. Oleh karena itu,
dalam upaya peningkatan kompetensi SDM, manusia harus belajar
bagaimana otak dapat belajar dengan benar sehingga disebut sebagai
the learning brain. Otak sendiri menurut Wigan sebagai penemu teori
dualitas otak terdiri dari dua jenis otak, yaitu otak kiri dan otak kanan.
Otak kiri berfungsi menggerakkan atau memberi komando pada bagian
tubuh manusia sebelah kanan. Sebaliknya otak kanan berfungsi
menggerakkan atau memberi komando pada bagian tubuh sebelah kiri.
Masing-masing otak kiri atau kanan mempunyai kemampuan yang
berbeda. Otak kiri sering disebut sebagai otak rasional dan otak kanan
disebut sebagai otak emosional. Dengan karakteristik kemampuan
masing-masing otak akan melakukan respon yang berbeda. Yang
menjadi persoalan adalah bagaimana keseimbangan penggunaan
antara kedua otak tersebut?
Model Mind Synergy memadukan secara sinergi kedua otak di atas,
yaitu otak kiri dan otak kanan sehingga mampu melakukan aktivitas
secara bersamaan. Ibaratnya makna sinergi itu sendiri maka diprediksi
manakala kedua otak, baik otak kiri maupun otak kanan bisa bersinergi
maka kerja otak akan menjadi semakin optimal. Melalui pelatihan fisik
yang sederhana dan pada prinsipnya mengaktifkan kedua otak secara
bersamaan maka akan merangsang kerja otak untuk menghasilkan
sinergi yang lebih optimal. Lebih dalam lagi Model Mind Synergy ini

Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


117
2002
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi
(APIO)

juga diperkaya dengan konsep yang disosialisasikan oleh Herrmann


(1996) yang disebut sebagai The Whole Brain Management – (TWBM)
Mind Synergy yang mengacu pada konsep TWBM menurut
Herrmann (1996) merupakan suatu konsep manajemen yang
menggunakan pendekatan bioscience, yaitu gabungan antara
pendekatan biologi dan ilmu komputer. Sebagai konsep manajemen,
Mind Synergy ini memberikan wawasan baru dan menyempurkan teori
otak kiri – otak kanan yang muncul sebelumnya dan menggunakan
pendekatan kuadralitas. Konsep Mind Synergy berangkat dari konsep
dominasi otak, yang mempercayai bahwa perbedaan perilaku antara
individu satu dengan individu lainnya disebabkan karena perbedaan
dominasi otak. Dalam Model “Mind Synergy”, struktur otak dibagi
menjadi empat bagian, yaitu bagian otak kiri, yang terdiri dari otak kiri
atas dan otak kiri bawah serta bagian otak kanan, yang terdiri dari otak
kanan atas dan otak kanan bawah. Masing-masing sub bagian
mempunyai fungsi sendiri-sendiri namun dalam aplikasinya keempat
bagian otak ini saling bersinergi. Untuk lebih memahami, model Mind
Synergy dengan masing-masing keunggulan fungsinya dapat dilihat
pada gambar berikut:

Gambar 1.
The Mind Synergy Model

A. Facts d. fantasy
Logika Holistik
Kwadran 1 Analitika Intuitif Kwadran 4
ANALYZER Fakta Terapan VISUALIZER
Kuantitatif Sintesis

Terorganis Interperso
Kwadran 2 ir nal Kwadran 3
ORGANIZER Berurutan Perasaan EMOTIONAL
Terencana Kinestetik
Detail Emosional
B. detail C. emotional

Dalam model Mind Synergy lebih menfokuskan pada upaya melatih


otak untuk bisa bersinergi sehingga mempunyai kemampuan untuk
menciptakan ide dan mampu menyimpan lebih lama informasi di dalam
otak (storage). Begitu banyak fakta yang berkait dengan kata “lupa”.
Lupa mengindikasikan kekurang-mampuan otak dalam menyimpan
informasi. Banyak kali dijumpai individu yang lupa sesuatu dalam waktu
yang sangat singkat sementara itu ada sesuatu yang tidak bisa
dilupakan, banyak juga dijumpai seseorang melakukan hal yang benar
dan hal yang bodoh secara bersamaan. Persoalan-persoalan seperti ini
menggambarkan begitu lemahnya dan tidak terbiasanya kerja otak.
Melalui model Mind Synergy, persoalan lupa dapat diminimalkan karena
model ini mampu membuat daya simpan (strorage power) memori yang

118 Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


2002
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi
(APIO)

dimiliki otak menjadi semakin baik. Selain itu, model ini mampu
merangsang kerja otak sehingga mampu menghasilkan ide-ide baru
dan menciptakan sosok yang kreatif dan inovatif.

C. Model HR Competence Management


Di era informasi seperti sekarang ini, persaingan yang semakin tajam, perubahan
teknologi yang sangat cepat, dan perubahan lingkungan yang radikal menyebabkan
organisasi mau tidak mau harus melakukan transformasi adaptif untuk memperkuat
kelangsungan hidup dan eksistensi badan usaha. Kesemua symptom tersebut
mengakibatkan pergeseran paradigma dalam mengelola organisasi yang semula bersifat
resource-based approach beralih kearah competence-based approach. Secara lebih
spesifik, peralihan ini lebih terfokus pada upaya pemberdayaan kompetensi SDM sebagai
sumberdaya motor dalam organisasi.
Era informasi seperti yang dikemukakan di atas dapat dijelaskan sebagai suatu
lingkungan global yang menggambarkan adanya proses pertukaran informasi yang
dilakukan dengan teknologi elektronik atau digital dan memicu terjadinya kreasi nilai
(value-creation). Secara lebih spesifik, pernyataan ini mengindikasikan bahwa aktivitas
kerja dalam organisasi saat ini membutuhkan SDM yang memiliki kompetensi lebih tinggi
dan spesifik terutama berkait dengan kemajuan teknologi digital dalam operasional kerja
sehari-hari. Hal ini, menurut Normann (2001) dan Espejo,et.al (1996), menyadarkan
bahwa organisasi dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi SDM
yang adaptif dengan nuansa teknologi digital sehingga mampu menghasilkan kinerja
organisasi mengingat persaingan yang semakin meningkat.
Perkembangan konsep Knowledge Management dalam kenyataan memberi warna
baru dalam khasanah manajemen organisasi terutama dengan tuntutan keberadaan
knowledge creation sebagai pemicu dan pemacu kinerja organisasi. Akibatnya, setiap
SDM harus mampu berperan sebagai knowledge workers dan memiliki infosense (Devlin,
2001) yang memadai. Dengan demikian, tuntutan memiliki SDM untuk mempunyai
kompetensi dalam menjalankan peran tersebut menjadi kebutuhan utama bagi organisasi.
Persoalan yang muncul adalah bagaimana percepatan kompetensi SDM yang diharapkan
tersebut dapat diciptakan sejalan dengan pertumbuhan dinamika organisasi dan mampu
meminimalkan terjadinya konflik internal.
Mengamati pertumbuhan dan perkembangan badan usaha di Indonesia, secara
umum dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa gerak badan usaha di Indonesia tidak lagi
hanya beroperasi berdasar tuntutan lingkup nasional-lokal semata, namun juga global-
internasional. Seperti yang dikemukakan Abdullah (2002), tuntutan ini menyebabkan
organisasi harus meningkatkan kompetensi SDM yang dimiliki sehingga mampu menjadi
kekuatan kerja (workforce) yang relevan dengan kebutuhan global dan perkembangan
teknologi, khususnya teknologi informasi dan digital.
Lebih lanjut Abdullah (2002) mengemukakan bahwa dalam berbagai kajian teori
dan konsep, pada dasarnya manajemen tidak pernah menawarkan langkah “solusif
universal” melainkan “multiformity” dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan
organisasi. Dengan demikian, perlu disadari bahwa dinamika lingkungan organisasi akan
sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan manajerial, utamanya
keputusan strategik. Pernyataan ini memberikan pemahaman bahwa dalam penerapan
manajemen yang efektif senantiasa bersifat situasional-kondisional, termasuk pula
merancang lingkungan keorganisasian tempat SDM berkiprah. Arus globalisasi yang
semakin merebak bersamaan dengan kemajuan teknologi, dapat dipastikan akan merubah
kompleksitas dan dinamika lingkungan organisasi. Keunggulan komparatif tidak lagi
dapat berperan banyak dan beralih kepada keunggulan kompetitip (competitive

Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


119
2002
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi
(APIO)

advantage). Bahkan badan usaha yang akan eksis dimasa mendatang harus mampu
menciptakan dan mempertahankan core competencies seperti yang dikemukakan oleh
Hamel & Prahalad (1994).
Mempelajari wacana tersebut di atas, semakin jelas bahwa kompetensi organisasi
(organization competencies) menjadi kebutuhan untuk memenangkan persaingan dan
eksistensi bisnis. Secara lebih rinci, maka kompetensi organisasi ter-bentuk dari
kompetensi sumberdaya yang dimiliki dan salah satu motor utamanya adalah sumberdaya
manusia (SDM). Dengan demikian semakin jelas bila tingkat kompetensi SDM dapat
ditingkatkan dan percepatannya mampu diciptakan maka kesiapan organisasi untuk
bersaing menjadi semakin kuat. SDM memainkan peranan kritikal dan esensial karena
disatu sisi merupakan human capital dan active agent bagi pengembangan suatu
organisasi. Sedangkan di sisi lain merupakan faktor determinan kapabilitas untuk
mengelola sumberdaya organisasi. Hal demikian melahirkan kompetensi yang oleh Hitt
et.al (1999) akan melahirkan kompetensi inti (core competency) yang diistilahkan lain
oleh Hill and Jones (1998) sebagai kompetensi distingtif (distinctive competency), yaitu
serangkaian kekuatan unik yang memungkinkan suatu organisasi meraih tingkat efisiensi,
kualitas, inovasi ataupun tanggapan pelanggan, yang kesemuanya mampu menciptakan
nilai superior dan keunggulan bersaing.
Istilah kompetensi SDM dalam kenyataannya belum ada kesepakatan universal.
Beberapa pakar memberikan definisi yang cukup bervariasi terhadap istilah kompetensi
SDM. namu secara umum istilah kompetensi SDM dapat disimpulkan sebagai “the
capability to perform”. Kesimpulan ini mengindikasikan bahwa kompetensi SDM terdiri
dari berbagai variabel. Sanchez et.al (1997) menegaskan bahwa kompetensi SDM dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu yang bersifat visible, seperti kompetensi pengetahuan
(knowledge competency) dan kompetensi keahlian (skill competency) serta kompetensi
yang bersifat invisible (hidden competency) seperti konsep diri, sifat dan motif yang
masuk dalam kategori sikap (attitude). Sementara itu Robbins (2000) menegaskan bahwa
salah satu bentuk kompetensi SDM yang merupakan biographical characteristic adalah
kemampuan (ability) yang terdiri dari intellectual ability dan physical ability. Secara
komprehensif maka kompetensi SDM terdiri dari empat variabel, yaitu (1) knowledge –
pengetahuan (2) ability – kemampuan, (3) skill – keahlian/ketrampilan, dan (4) attitude –
sikap. Keempat variabel kompetensi ini diintegrasikan dalam sebuah model yang disebut
sebagai “HR Competence Management”. Merupakan model untuk mengimplementasi kan
keempat variabel kompetensi secara efektif dan efisien

Gambar 2
The HR Competence Management Model

ABILITY

KNOWLEDGE

SKILL ATTITUDE

120 Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


2002
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi
(APIO)

Mendasarkan pada pemahaman konsep dan variabel di atas maka pada gambar 2
dapat dilihat dari model HR Competence Management. Model tersebut secara sederhana
menjelaskan bahwa variabel knowledge menjadi variabel basis atau fondasi yang memberi
pengaruh yang bersifat korelasional kepada variabel ability, skill dan attitude. Dengan kata
lain, kualitas knowledge yang dimiliki individu akan membedakan pula kualitas dari
ability, skill dan attitude antara individu satu dan individu lain. Secara lebih specifik,
model ini memberikan gambaran bahwa dalam proses peningkatan kompetensi SDM,
variabel knowledge menjadi penentu bagi variabel lainnya. Sesuai apa yang dikemukakan
oleh Devlin (2001) bahwa kualitas knowledge akan menjadi bakal dasar yang harus
mampu dipahami dengan benar sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda atau
ambiguan. Untuk itulah dalam organisasi kedepan, para SDM harus dapat berperan
sebagai knowledge workers (Rusdiyanto, 2001), yaitu manusia yang memiliki infosense
atau sense of information yang tinggi agar dalam pekerjaan sehari-hari kualitas knowledge
akan menjadi semakin tinggi. SDM yang mampu berperan sebagai knowledge workers
akan dengan sendirinya menjadi haus akan informasi atau knowledge baru dan akan
menggunakan knowledge baru yang diterima guna mengembangkan ability, skill dan
attitude yang dimiliki.

D. Perpaduan Kedua Model dan Aplikasinya


Memadukan model Mind Synergy pada gambar 1 dan model HR Competence
Management pada gambar 2 pada dasarnya merupakan perpaduan yang bersifat sinergi.
Artinya fungsi peran masing-masing kuadran pada model Mind Synergy yang mewakili
bagian otak kiri – atas dan bawah dan bagian otak kanan – atas dan bawah diaplikasikan
dalam semua variabel yang ada di model HR Competence Management. Dalam
aplikasinya, melalui model Mind Synergy kerja otak menjadi semakin optimal dan ini
menyebabkan pola pikir dan kreativitas SDM menjadi meningkat. Melalui daya ini
menyebabkan kualitas variabel knowledge SDM akan menjadi lebih berkualitas dan
selanjutnya secara sistematis akan memberi pengaruh kepada variabel ability, skill dan
attitude dari SDM yang bersangkutan. Dalam model Mind Synergy di atas telah dijelaskan
bahwa sinergisitas antara otak kiri dan kanan menyebabkan kemampuan berpikir rasional
dan pengendalian emosional diri menjadi semakin baik. Dengan kata lain, melalui
kemampuan kerja otak yang semakin optimal menyebabkan tingkat knowledge menjadi
lebih baik dan ini ditandai dengan meningkatnya infosense yang dimiliki SDM
bersangkutan. Dengan demikian, menjadi sangat menguntungkan karena ability seperti
kemampuan mengambil keputusan menjadi lebih baik, skill menjadi lebih trampil dan
melalui pengendalian otak emosional maka attitude akan menjadi lebih terkendali pula.
Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa keberhasilan mensinergikan otak
menyebabkan SDM mampu berpikir dan mempunyai mind-setting yang lebih baik serta
menjadi lebih kreatif. Untuk itu perlu pada awalnya untuk berlatih menggerakkan organ
tubuh baik kiri kan kanan berulang-ulang dengan gerakan yang berlawanan. Misal
memutarkan lengan kiri dan kanan membentuk lingkaran yang saling berlawanan, tangan
kiri menggambar segitiga sedangkan tangan kanan menggambar segiempat dan masih
banyak contoh-contoh lainnya. Yang penting gerakan antara organ kiri tubuh dan kanan
tidak boleh bergerak dengan pola yang sama dan selalu berlawanan atau dengan pola yang
berbeda sama sekali. Selain itu, dalam melatih kemampuan menyimpan informasi
(storage), dicoba secara berulang-ulang untuk menghafal berbagai huruf, angka, kata
bahkan kalimat yang fungsinya melatih otak dan menambah rangsangan untuk mampu
menyimpan lebih baik. Ada cara lain yang sering dilakukan dalam metoda pengajaran,
yaitu dilakukan dengan menggunakan “framework technique”, yaitu melatih diri untuk

Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


121
2002
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi
(APIO)

membuat rerangka pikir dari suatu chapter atau bagian dari suatu buku yang bersifat
komprehensif.

E. Konklusi
Tampaknya untuk menciptakan SDM yang unggul dan profesional maka menjadi
keharusan untuk memperbaiki kemampuan kerja otak terlebih dahulu. Hal ini menjadi
relevan karena dalam kenyataannya sering terlihat SDM tidak lagi mampu menghasilkan
ide baru dan ini berarti kerja otak tidak mampu meningkat lagi. Melalui model “Mind
Synergy” dan latihan yang berulang-ulang untuk merangsang kerja otak maka dapat
dipastikan terjadi peningkatan kemampuan kerja otak. Hal ini akan ditandai dengan
munculnya ide-ide baru dan keinginan untuk memotivasi diri secara emosional untuk
bekerja lebih giat. Keberhasilan dalam mengaplikasikan model “Mind Synergy” akan
berpengaruh langsung pada knowledge dari SDM yang bersangkutan dan seperti yang
digambarkan dalam model “HR Competence Management”, peningkatan knowledge akan
secara langsung berpengaruh pada peningkatan ability, skill dan attitude dari SDM yang
bersangkutan. Indikasi keberhasilan dari keterpaduan model ini akan terlihat pada perilaku
individu yang selalu haus untuk mencari informasi baru, selalu berpikir alternatif dan
gemar melakukan percobaan. Kesemuanya tersebut akan mengindikasikan kompetensi
SDM menjadi lebih baik dari sebelumnya sehingga perpaduan dari kedua model tersebut
dapat menjadi salah satu alternatif yang efektif dan efisien untuk menciptakan SDM yang
unggul dan profesional. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ismeth, (2002), Pendekatan Manajemen Industrial Berbasis
Kompetensi Menuju Era Indonesia Baru, Majalah Usahawan No. 4/Th
XXXI, April 2002
Darna, Surya (2002), Transformasi Organisasi Menggunakan Pendekatan 4 R,
Majalah Usahawan No. 4/Th XXXI, April 2002
Devlin, Keith, 2001, Infosense: Turning Information into Knowledge, W.H.
Freeman and Company, New York
Espejo R. ; Schuhmann W.; Schwaninger M.; Bilello U., (1996), Organization
Trans-formational and Learning: A Cybernetic Approach to Management,
McGraw Hill, New York
Hammel, Gary and Prahalad C.K., 1994, Competing For The Future, Harvard
Business School Press
Herrmann, Ned, (1996), The Whole Brain Business Book: Unlocking the Power
of Whole Brain Thinking in Organizations and Individuals, McGraw-Hill,
New York.
Hill, Charles W.L.and Jones Gareth R., 1998, Strategic Management: An
Integrated Approach, fourth editon, Houghton Mifflin Company.
Hitt, Michael A; Ireland, Duane R., and Hoskisson, Robert E., 1999, Strategic
Management: Competitiveness and Globalization, third edition, South-
Western College Publishing
Normann, Richard, 2001, Reforming Business: When The Map Change The
Land Scap, John Wiley & Sons, Inc, New York
Robbins, Stephen, 2001, Organizational Behavior, ninth edition, Prentice Hall,
New Jersey
Rusdiyanto, Johny, (2001), Revitalisasi Konsep Pembelajaran Manajemen
Sumberdaya Manusia (MSDM): Suatu Tinjauan dari Model Kompetensi,
Proceeding dari Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh UNIKA
Semarang, 24 –25 Juli 2001

122 Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


2002
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi
(APIO)

Rusdiyanto, Johny, (2001), Human Resource Management (HRM) in


Knowledge-Based Entities, Proceeding Seminar Nasional dan Temu
Ilmiah di UNAIR, 29 September 2001
Sanchez et.al, 1997, Competence-Based Strategic Management, John William
& Sons, England

Konferensi I APIO – Surabaya, 2 – 3 Agustus


123
2002

Anda mungkin juga menyukai