Anda di halaman 1dari 57

PENDAHULUAN

Dukungan nutrisi parenteral merujuk kepada infusi formula nutrisi lewat


intravena kedalam aliran darah. Nutrisi parenteral total, atau TPN, berarti bahwa
infusi tersebut memberikan kebutuhan lengkap nutrisi pasien. Nutrisi parenteral
dapat diberikan baik secara sentral, yaitu lewat vena cava superior , atau secara
perifer, yaitu lewat vena-vena lainnya, dengan segala keterbatasannya. Nutrisi
parenteral lewat perifer jarang digunakan di rumah-rumah sakit di Australia
(Ferrie, 2011).

Nutrisi parenteral harus dipertimbangkan hanya ketika pada


ketidakmungkinan memberikan kebutuhan nutrisi pasien lewat enteral atau oral.
Pada beberapa kasus, sangatlah penting untuk tidak memberikan makanan lewat
saluran pencernaan dan lebih baik untuk memberikan nutrisi langsung ke
pembuluh darah. Kegagalan usus, obstruksi usus, atau ketidakmampuan untuk
mendapatkan akses enteral, adalah contoh dari situasi di mana nutrisi parenteral
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Kadang-kadang nutrisi
parenteral juga mungkin diperlukan untuk melengkapi ketika asupan oral atau
enteral tidak memadai. Hal ini dapat terjadi pada keadaan malabsorpsi (seperti
dalam sindrom usus pendek atau penyakit radang usus) atau di mana kebutuhan
nutrisi yang tinggi (seperti dalam luka bakar) (Ferrie, 2011; Ami et al, 2008).

Dukungan nutrisi yang cukup penting untuk alasan berikut:


* Malnutrisi didapatkan pada sekitar 40% dari pasien di rumah sakit besar di
Australia
* Pasien dengan proses penyakit kronis atau dengan kondisi yang sudah semakin
lemah seringkali kekurangan gizi pada masuk ke rumah sakit / fasilitas perawatan
kesehatan
* Tanpa dukungan nutrisi yang tepat, pasien gizi buruk akan terus memburuk
dalam status gizi mereka selama dalam masa perawatan, terutama jika sering
dilakukan metode 'nihil melalui mulut/NPO' yang bertujuan untuk investigasi dan
intervensi bedah.

1
* Jika tidak ditangani, malnutrisi dapat menyebabkan terhambatnya pemulihan
yang berkepanjangan dan rumit dari penyakit atau operasi, karena gangguan
penyembuhan luka dan peningkatan risiko infeksi, dan defisit fungsional yang
berlarut-larut. Hal ini, pada gilirannya, akan menyebabkan masa perawatan di
rumah sakit lebih lama yang akan berhubungan erat dengan peningkatan biaya dan
dampak negatif pada kualitas hidup (Ferrie, 2011).

Nutrisi parenteral tidak boleh digunakan jika kebutuhan nutrisi pasien


dapat terpenuhi melalui nutrisi enteral atau oral. Nutrisi enteral dan oral lebih
kompatibel dengan proses normal tubuh, membantu mempertahankan fungsi,
integritas struktural dan lebih baik dalam mempertahankan kekebalan usus.
Nutrisi enteral atau oral dini berkaitan erat dengan hasil akhir yang lebih baik
setelah operasi bahkan jika prosedur utama operasinya melibatkan perut dan/atau
saluran pencernaan.

Nutrisi enteral dan oral umumnya dianggap lebih aman dan lebih hemat
biaya daripada nutrisi parenteral yang adalah merupakan suatu terapi yang
kompleks dengan potensi efek samping yang serius. Komplikasi infeksi
meningkat terkait dengan penggunaan nutrisi parenteral, bahkan dalam kasus-
kasus di mana manfaat gizinya jelas diperoleh. Komplikasi ini terjadi karena
faktor pengendalian glukosa darah. Ini berarti bahwa, pada kebanyakan pasien,
risiko nutrisi parenteral lebih besar daripada manfaat jika akan digunakan hanya
untuk waktu yang singkat (seperti kurang dari lima hari). Akan tetapi, pada pasien
sakit kritis kekurangan gizi, pemberian nutrisi parenteral sesegera mungkin
(dalam waktu 24 jam ketika masuk ICU dan diketahui bahwa nutrisi enteral tidak
mungkin dilakukan) berkaitan dengan penurunan tingkat kematian. Dukungan
nutrisi agresif tidak selalu tepat dalam perawatan paliatif atau pada pasien usia
lanjut, dan pertimbangan cermat harus diberikan sesuai dengan keinginan pasien
dan keluarga berkaitan dengan dimulainya atau dilanjutkannya dukungan nutrisi
dalam kasus tersebut. Harus pula dipertimbangkan manfaat, termasuk kualitas
hidup; dan kemungkinan komplikasi dan hasil akhir yang diharapkan (Ferrie,
2011; Radrizzani D dan Bertolini G., 2006).

2
Dalam memberikan nutrisi pada pasien, penting untuk menilai status gizi
mereka. Sebuah penilaian formal berdasarkan antropometri, biokimia, sejarah
klinis dan diet harus dilakukan oleh ahli diet tersebut. Gizi penilaian adalah di luar
lingkup dokumen ini, tetapi penting untuk dicatat bahwa metode memperkirakan
kebutuhan energi, protein dan cairan adalah sama seperti untuk nutrisi enteral /
oral. Penilaian gizi digunakan untuk menentukan prioritas manajemen nutrisi,
untuk memperkirakan kebutuhan gizi pasien, dan memberikan ukuran dasar untuk
memantau efektivitas intervensi. Berdasarkan penilaian ini, tujuan pengobatan
dapat diatur dan rencana perawatan gizi dikembangkan. Ini rencana perawatan
akan berubah dari waktu ke waktu, terutama untuk pasien jangka panjang nutrisi
parenteral (lebih dari tiga sampai enam bulan).

Nutrisi parenteral adalah bentuk kompleks perawatan gizi yang idealnya


melibatkan medis, keperawatan dan staf farmasi serta ahli gizi tersebut. Ketika
para staf tersebut bekerja sebagai sebuah tim, maka biayanya akan jauh lebih
efisien, dan berkaitan pula dengan penurunan komplikasi infeksi dan lebih tepat
menggunakan nutrisi parenteral, mungkin karena memfasilitasi komunikasi yang
lebih baik dan pelatihan, dan pendekatan yang lebih konsensual kepada pasien
care. Anggota dalam tim TPN meliputi:
AHLI GIZI yang melakukan penilaian gizi dan pemantauan pasien, perkiraan
kebutuhan, memilih yang tepat formulasi / resep gizi dan tingkat infus dalam
konsultasi dengan anggota tim lainnya
DOKTER yang mengawasi / berkonsultasi pada manajemen medis pasien, dapat
menyisipkan perangkat akses vaskular, mungkin bertanggung jawab untuk
penandatanganan off semua resep gizi
PERAWAT yang mengawasi mengurus situs akses vaskular, manajemen fisik
infus nutrisi parenteral dan peralatan terkait, pelatihan untuk nutrisi parenteral
rumah. Mungkin bertanggung jawab untuk penyisipan beberapa perangkat akses
vaskular dan / atau pemuatan aditif

3
APOTEKER yang mengawasi / berkonsultasi pada pilihan formulasi dan aditif,
mungkin terlibat dengan resep gizi dan peracikan solusi dan / atau pemuatan aditif
parenteral (Ferrie, 2011).
Penderita dengan trauma yang hebat, sakit berat atau sepsis mengalami
peningkatan kebutuhan energi, peningkatan katabolisme disertai kehilangan massa
tubuh yang cepat. Meskipun pemberian nutrisi konvensional mampu dengan baik
mengatasi malnutrisi biasa, bahkan hiperalimentasi ternyata gagal mengatasi
perubahan metabolik terhadap pasien-pasien seperti diatas. Penurunan berat
badan, kehilangan otot yang mengakibatkan keseimbangan nitrogen yang negatif
tetap saja terjadi, berapapun jumlah nutrisi yang diberikan. Hal ini karena respons
metabolik pada pasien sakit kritis, trauma hebat dan atau disertai tindakan operasi
dan sepsis sangat berbeda dengan dengan penderita malnutrisi/
starvasi (kekurangan gizi akibat intake yang kurang).

Selama beberapa dekade terakhir ini jumlah energi yang diberikan pada
pasien sepsis atau sakit berat termasuk penderita trauma dengan SIRS justru
menurun, karena telah dibuktikan bahwa kebutuhan energi pasien tidaklah jauh
berbeda dengan pasien normal. Hipermetabolisme yang timbul pada kenyataannya
diimbangi dengan aktifitas fisik yang menurun. Oleh karena itu strategi untuk
mengatasi kehilangan otot dan keseimbangan nitrogen yang negatif adalah
mengatasi penyebab hipermetabolisme dan memberi tunjangan nutrisi yang
adekwat dalam kualitas bukan kwantitas. Pemahaman penyebab terjadinya
hipermetabolisme ini berarti adalah pemahaman yang jelas dari respons
metabolik. Respons ini terkait dengan berbagai reaksi akibat adanya trauma,
seperti neuroendokrin, imunologis dan mencakup berbagai macam mediator
inflamasi.

Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh


tubuh. Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap
mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau cara
parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus,

4
karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal
kembali.

Teknik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan penuh liku-liku


masalah biokimia dan fisiologi. Juga harga relatif mahal tetapi jika digunakan
dengan benar pada penderita yang tepat, pada akhirnya akan dapat dihemat lebih
banyak biaya yang semestinya keluar untuk antibiotik dan waktu tinggal dirumah
sakit .Contoh kesalahan yang masih banyak ditemukan di rumah sakit yaitu
pemberian protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup dan pemberian cairan
melalui vena perifer dimana osmolaritas cairan tersebut lebih dari 900 m Osmol
yang seharusnya melalui vena sentral. Jika krisis katabolisme kecil sedang tubuh
mempunyai cukup cadangan tidak timbul masalah apapun. Penderita dewasa
mudah sehat dengan status gisi yang baik, dapat menjalani pembedahan, puasa 5 –
7 hari setelah operasi sembuh dan pulang dengan selamat hanya dengan kerugian
penurunana berat badan. Tetapi pada kenyataannya lebih banyak penderita yang
kondisi awalnya sudah jelek ( berat badan kurang, kadar albumin < 3,5 gr/dl),
untuk penderita ini puasa pasca bedah / pasca trauma 5 – 7 hari hanya mendapat
infus elektrolit sudah cukup untuk mencetuskan hipoalbuminemia, hambatan
penyenbuhan luka , penurunan daya tahan tubuh sehingga infeksi mudah
menyebar. Sehingga banyak diantara penderita pasca bedah laparotomi karena
perforasi ileum ( typhus abdominalis ) , invaginasi , volvulus, atau hernia
inkarserata kemudian mengalami kebocoran jahitan usus yang menyebabkan
peritonitis atau enterofistula ke kulit . Dengan bantuan nutrisi yang baik penyulit-
penyulit fatal ini dapat dihindari (Isworo, 2008; Ramli, 2006, Waitzberg et al.,
2004; Wiryana, 2007).

5
TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Fisiologi Pasien Starvasi & Stress Respon


Starvasi adalah keadaan terputusnya intake makanan secara total,
kemudian kelanjutan hidup akan tergantung pada cadangan substrat
endogen.Starvasi dapat terjadi parsial atau total. Konsentrasi glukosa serum
selama reflex starvasi mencerminkan adanya bebeapa jalur metabolik untuk
menyediakan glukosa yang diperlukan oleh otak, darah dan ginjal (Waitzberg et
al. 2004; Leksana, 2007; Isworo, 2008).

Terjadi 5 fase Homeostasis glukosa :


Fase I : fase absorbtif ( 4 jam I )
Fase II : fase Post Absorbtif ( 4 – 16 jam )
Fase III : fase Early Starvasi ( 16 jam – 2 hari )
Fase IV : Intermediate Starvasi ( 2-24 hari )
Fase V : Prolonged Starvasi ( > 24 hari )
( pada fase ini keton bodies terhitung 58% dan glukosa darah 28% pada
metabolism oksidatif di otak)

Perubahan metabolik substrat merupakan strategi adaptasi survival dengan


tujuan menyimpan energi dan cadangan pada jaringan vital sebanyak mungkin.
Perubahan metabolik tubuh untuk merespon kehilangan makanan pada starvasi
dapat terjadi dalam 3 fase : (TNT Version 2.0)
I. Fase awal (Early phase) 2-3 hari
II. Periode Adaptasi terhadap Starvasi 1-3 minggu
III. Periode Sudah Beradaptasi dg starvasi > 3minggu
Fase awal (Early phase)
Dalam kondisi starvasi jangka pendek, seperti tidak makan pada malam
hari, penurunan kadar glukosa serum berhubungan dengan peningkatan asam
lemak plasma non ester. Respon dalam tubuh akan terjadi produksi glukosa darah
melalui pemecahan glikogen dalam hepar (hepatic glycogenolisis) dan turunnya
rasio insulin/glucagon akan menstimulasi pelepasan asam lemak dari deposit
jaringan adipose.Jika starvasi terjadi absolute maka fase gluconeogenic akan
berlanjut selama 2- 3 hari.
Apabila cadangan glikogen hati habis maka suplai energy untuk otak dan
organ-organ vital di dapat dari poses gluconeogenesis melalui proteolisis jaringan
otot dan lipolisis jaringan adipose. Pada keadaan ini untuk memproduksi 1gram

6
glukosa dibutuhkan minimal 1,75 gram protein otot untuk dipecah (proteolisis).
150 gram protein diperlukan untuk memelihara fungsi otak.
Periode Adaptasi terhadap Starvasi
Penurunan progresif dari pemecahan protein digambarkan dengan
penurunan ekskresi nitrogen urin dengan prolonged starvasi. Apabila starvasi
tidak berhenti maka beberapa protein otot akan hilang irreversible dan terus
berlangsung untuk melakukan mekanisme alternative dalam memproduksi
energi. Mekanisme ini berlangsung selama starvasi dalam 1-3 minggu. Setelah
3 minggu merupakan puncak adaptasi dan tubuh akan mengatur keadaan dalam
kondisi steady state. Pada periode ini asam lemak ditransport oleh albumin
dalam sirkulasi darah ke jaringan yang menggunakan asam lemak seperti
jantung, otot skelet, hepar dan ginjal. Benda keton merupakan alternative untuk
proses oksidasi di berbagai jaringan. Selama starvasi konsentrasi keton bias
terjadi lebih dari 7 mmol /l dibandingkan dengan konsentrasi normal 0,2 mmol/l.
Periode Sudah Beradaptasi dengan starvasi
Ketika starvasi berlangsung lebih dari 3 minggu organ-organ sudah
beradaptasi terhadap starvasi dan menetap dalam keadaan steady state.
Kehilangan protein otot akan berkurang oleh mekanisme produksi energi dan
kehilangan progresif cadangan lemak. Dalam peningkatan produksi benda
keton, laktat laktat digunakan sebagai bahan alternative glukoneogenesis hepatic.
Energi yang diproduksi melalui lipolisis sangat efisien. Metabolisme tubuh
adaptasi terhadap starvasi akan berakhir dengan refeeding. Bila support makanan
tidak mencukupi akan terjadi kelemahan otot respirasi yang berlanjut menjadi
pneumonia dan kematian. Kelangsungan hidup ditentukan oleh cadangan lemak
dan adaptasi tubuh terhadap starvasi (Waitzberg et al. 2004; Leksana, 2007;
Isworo, 2008, Morgan, GE,Jr, 2006).

Respon Stress
Adalah respon tubuh yang muncul secara hormonal dan neural
terhadap keadaan yang mengganggu stabilitas homeostasis yang berakibat terjadi
mobilisasi senyawa biokimia.

Respon stress pada sistem saraf.

7
Terjadi aktivasi sistem saraf simpatis yang menyebabkan :
o Ventilasi dan cardiac output meningkat
o Vasokonstriksi pada beberapa organ
o Aliran darah lebih banyak ke otot rangka dan jantung
o Kadar insulin menurun dan terjadi pelepasan glukagon sehingga kadar
glukosa darah meningkat
Respon stress terhadap sistem hormonal
o Pelepasan adrenalin akan menghambat pelepasan insulin dan menstimulasi
release glukagon sehingga kadar gula darah menjadi lebih tinggi.
o Pelepasan kortisol akan menyebabkan pemecahan cadangan lemak dan
protein menjadi energi, bertambahnya cadangan karbohidrat ini berakibat
kadar gula darah lebih tinggi.
o Pelepasan vasopressin menyebabkan retensi air dan natrium sehingga
volume plasma bertambah.
Efek gabungan stress respon :

 Pelepasan adrenalin,glukagon dan kortisol akan menstimulasi lipolisis,


dan insulin akan tertekan fungsinya dalam menghambat lipolisis.
 Hepar mengalami fase akut protein sehingga sintesa protein lain
(misal : albumin) akan menurun.
Respon Metabolik
Stress respon akan mempengaruhi fungsi metabolik. Perubahan metabolik
sebanding dengan kegawatan keadaan pasien.
Terdapat 3 fase respon metabolik :

1. Fase Ebb
Terjadi pada dua puluh empat jam pertama (16-36 jam) pasca
trauma atau pembedahan, fase ini adalah periode dimana pasien berada
dalam keadaan stres metabolik akibat tingginya kadar hormon
glukokortison, katekolamine, oksigen radikal bebas, dan mediator pro-

8
inflamasi (eikosanoid, prostaglandine dan sitokin), sehingga terjadi
hiperglikemia dan resistensi terhadap insulin.
2. Fase Flow
Terjadi pada hari ke-3 sampai dengan hari ke 10, Pada fase ini
metabolisme dan katabolisme meningkat, glukosa dihasilkan dari
pemecahan lemak dan oto, kadar hormon stress menurun.

3. Fase Anabolik
Dimula setelah fase flow. Berhubungan dengan masa
penyembuhan, pada pasien mulai muncul minat untuk makan ((Waitzberg
et al. 2004; Leksana, 2007; Isworo, 2008; Morgan, GE,Jr, 2006).

Nutrisi Parenteral
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Para peneliti
sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian
makanan melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang lebih tepat
yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara umum dipakai
istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan
melalui pembuluh darah (Ferrie, 2011).

Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas (ASPEN, 1995) :

- Nutrisi Parenteral Perifer

- Nutrisi Parenteral Sentral

9
Infus untuk nutrisi parenteral dapat dimasukkan ke dalam sejumlah vena
berbeda walaupun ujung kateter biasanya akan berlokasi di vena kava atau vena
subklavia atau ketiak. Dari sana, cairan nutrisi akan masuk kedalam darah
kemudian ke jantung untuk kemudian bersirkulasi langsung ke seluruh tubuh.
Pilihan rute parenteral nutrisi tergantung pada beberapa faktor, seperti durasi
penggunaan nutrisi, kondisi pasien, osmolalitas solusi yang tersedia, dan setiap
keterbatasan untuk mengakses (seperti trauma atau obstruksi) (Ferrie, 2011;
Isworo, 2008).

Akses vena sentral berarti cairan biasanya dialirkan ke vena kava superior
atau atrium kanan, atau –yang lebih jarang lagi- melalui vena cava inferior
(kateter dimasukkan melalui vena femoralis). Posisi sentral dari ujung garis
tersebut harus selalu dikonfirmasi dengan foto x-ray thorax (kecuali jika
pemasangan kateter memang sejak awal menggunakan guiding fluoroskopi / x-
ray). Dalam akses vena perifer, ujung kateter biasanya dalam vena subklavia atau
aksila. Nutrisi parenteral intradialytic adalah bentuk lain dari akses perifer.

10
Berikut ini adalah perbedaan pemberian nutrisi melalui sentral, perifer dan intra-
dialitik dalam hal akses, indikasi, keuntungan dan kerugian (Ferrie, 2011):

Nutrisi parenteral dapat diberikan melalui perangkat akses intravena, silikon halus
atau tabung polyurethane yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah. Beberapa
infus mengandung beberapa lumen yang memungkinkan pemberian beberapa
solusi yang kompatibel yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Akses
intravena yang bertujuan untuk pemberian nutrisi parenteral tidak boleh
digunakan untuk pemberian apapun selain nutrisi itu sendiri.

11
Akses intravena harus didapatkan sebelum nutrisi parenteral dapat
dimulai, dan hal tersebut mungkin tidak menjadi suatu proses yang sederhana.
Mendapatkan akses intravena adalah hambatan yang paling umum dalam memulai
dan mempertahankan nutrisi parenteral. Jika pasien telah ada akses intravena,
sangatlah penting untuk memeriksa apakah perangkat intravena tersebut cocok
untuk nutrisi parenteral, ditempatkan terpusat, dan memiliki lumen yang dapat
dimasukkan cairan nutrisi. Perangkat intravena yang telah terinfeksi tidak boleh
digunakan untuk nutrisi parenteral dan harus dicabut. Jalur intravena harus diganti
secara berkala.

Nutrisi Parenteral Perifer

Akses perifer adalah akses yang memiliki ujung kateter di luar vena cava,
ujungnya mungkin terletak pada vena subklavia atau ketiak (kateter midklavikula)
atau di suatu tempat di lengan atas (kateter midline) atau sebagai kanul perifer
standar di vena basilika atau cephalic pada lengan bawah. Banyak rumah sakit di
Australia tidak menganjurkan nutrisi parenteral perifer sama sekali. Nutrisi via
perifer ini dapat diindikasikan dalam berbagai situasi terbatas tetapi membutuhkan
tingkat keahlian yang tinggi dalam menempatkan perangkat akses dan merawat
tempat insersi untuk mempertahankan akses dan menghindari insersi yang
berulang kali pada pasien: jadi, bukan hanya dengan hanya begitu saja
menyuntikkan larutan nutrisi parenteral ke setiap kanula yang ada!
 Nutrisi parenteral perifer dapat diindikasikan jika:
Terdapat indikasi penggunaan nutrisi parenteral tetapi dengan
kemungkinan durasi penggunaan kurang dari dua minggu
 Pasien kekurangan gizi, telah mendapat nutrisi parenteral sentral atau
akses sentral telah hilang (misalnya akibat jalur yang rusak atau infeksi)

12
atau belum dipasang sama sekali, dimana tidak memungkinkan untuk tidak
mendapatkan nutrisi sama sekali pada saat akan direncanakan untuk
pemasangan vena sentral (Ferrie, 2011).

Solusi yang dapat digunakan perifer biasanya harus dibatasi kurang dari
900 mOsm / kg untuk meminimalkan kerusakan pembuluh darah. Ini berarti
bahwa solusi nutrisi parenteral perifer adalah volume yang lebih besar, solusi yang
lebih encer, dengan proporsi yang lebih tinggi lemak (misalnya 40-60% dari total
energi) karena lemak memiliki tonisitas yang lebih rendah. Nutrisi parenteral
perifer karena itu biasanya tidak dianjurkan untuk pasien yang direstriksi
kebutuhan cairannya, memiliki kebutuhan protein tinggi, tidak tahan terhadap
infus lipid IV atau yang memiliki tingkat trigliserida serum yang tinggi.
Keterbatasan ini dapat berarti bahwa sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
yang seutuhnya (Ferrie, 2011).

Nutrisi Parenteral Sentral

13
Menurut definisi semua perangkat vena akses pusat memiliki ujung kateter
di vena cava atau atrium kanan. Akan tetapi terdapat berbagai metode insersiyang
berbeda pada tubuh dan variasinya dalam berapa lama akses tersebut dapat
digunakan, dan seberapa rumit insersi dan pencabutan akses vena sentral tersebut.

Jenis yang paling umum dari jalur vena akses meliputi:


 Polyurethane short-term central line (juga disebut ‘percutaneous non-
tunnelled catheter’)
 PICC line (peripherally-inserted central venous catheter)
 Tunnelled central venous catheter (juga disebut Hickman line or Broviac
or Groshong)
 Portacath (juga disebut ‘implanted catheter’)
Kateter vena sentral terbagi menjadi lumen single, double, triple atau
quadruple ('quad').
PICCs dan Hickmans umumnya terbagi menjadi lumen tunggal atau ganda.
Semakin banyak lumen akan membuat kateter lebih tebal, kaku, dan lebih rumit
untuk dimasukkan dan juga meningkatkan risiko infeksi tetapi memungkinkan
infusi simultan dari beberapa solusi (Ferrie, 2011).

Berikut adalah gambar-gambar dari metode dan alat-alat yang digunakan pada
akses vena sentral untuk nutrisi parenteral (Ferrie, 2011).

14
15
16
17
18
Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada
kondisi-kondisi klinis sebagai berikut :

1. Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan


kemoterapi.

2. Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.

3. Pankreatitis akuta ringan.

4. Kolitis akuta.

5. AIDS.

6. Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.

7. Luka bakar.

8. Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).

Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan


untuk penyebab penyakitnya (Isworo, 2008; Leksana, 2007; Setijanto, 2010).

Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan


penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral.
Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih
membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita
kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang
jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi
sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-
pasien yang kebutuhan nutrisinya normal.

Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan


dukungan nutrisi 7 sampai dengan 14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang
adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus
dilakukan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 hari.

19
Nutrisi Parenteral pada pasien anak-anak diberikan lebih awal
dibandingkan dengan pasien-pasien dewasa, biasanya 1 hari setelah lahir pada
neonatus dan bayi dengan berat badan lahir yang rendah, dan antara 5 sampai 7
hari bagi anak-anak yang lebih dewasa yang tidak dapat mencukupi kebutuhan
nutrisinya hanya melalui oral maupun enteral ((Isworo, 2008; Leksana, 2007)..

2.2 Indikasi Nutrisi Parenteral :

1. Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia


intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.

2. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat,


status preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri
mesenterika, diare berulang.

3. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-


obstruksi dan skleroderma.

4. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan


makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis
gravidarum (Morgan, GE, Jr, 2006; Waitzberg et al. 2004; Ziegler,
Thomas, R, MD. 2009)

2.3 Jenis-jenis cairan nutrisi parenteral

ASERING

20
Indikasi:

Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,


demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,
trauma.

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

 Na+ = 130 mEq


 K- = 4 mEq
 Cl- = 108,7 mEq
 Ca++ = 2,7 mEq
 Asetat (garam) = 28 mEq
Keunggulan:
1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien
yang mengalami gangguan hati
2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat
lebih baik dibanding RL pada neonatus
3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral
pada anestesi dengan isofluran
4. Mempunyai efek vasodilator
5. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml
pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga
memperkecil risiko memperburuk edema serebral

KA-EN 1B

21
Indikasi:

1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal
pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai,
demam)
2. < 24 jam pasca operasi
3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari
100 ml/jam
Komposisi:
 Na+ = 38,5 mEq
 Cl- = 38,5 mEq
 Dekstrosa = 37,5 g/L

KA-EN 3A & KA-EN 3B

22
Indikasi:

1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan


elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan asupan oral terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
Komposisi:
1. KA-EN 3A:

 Na+ = 60 mEq
 K- = 10 mEq
 Cl- = 50 mEq
 Laktat = 20
 Dekstrosa = 27 g/L

2. KA-EN 3B:
 Na+ = 50 mEq
 K- = 20 mEq
 Cl- = 50 mEq
 Laktat = 20
 Dekstrosa = 27 g/L

KA-EN MG3

23
Indikasi :

1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan


elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan asupan oral terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium 20 mEq/L
4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

Komposisi:
 Na+ = 50 mEq
 K- = 20 mEq
 Cl- = 50 mEq
 Laktat = 20
 Glukosa = 100 g/L

KA-EN 4A

Indikasi :

24
1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
2. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan
berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
 Na+ = 30 mEq/L
 Cl- = 20 mEq/L
 Laktat = 10 mEq/L
 Glukosa = 40 gr/L

KA-EN 4B

Indikasi:

1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3
tahun
2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko
hipokalemia
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
 Na+ = 30 mEq/L
 K- = 8 mEq/L
 Cl- = 28 mEq/L
 Laktat = 10 mEq/L
 Glukosa = 37,5 gr/L

25
NS (Normal Saline/NaCl 0,9%)

Indikasi:

1. Untuk resusitasi
2. Kehilangan Na > Cl, misal diare
3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis
diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
Komposisi:
 Na+ = 154 mEq/L
 Cl- = 154 mEq/L

RL (Ringer Laktat)

Indikasi:

26
1. Resusitasi
2. Suplai ion bikarbonat
3. Asidosis metabolik
Komposisi:
 Na+ = 30 mEq/L
 K- = 8 mEq/L
 Cl- = 28 mEq/L
 Laktat = 10 mEq/L
 Ca++ = 37,5 gr/L
Dextrose (D5)

Indikasi:

1. Rehidrasi
2. Penambahan kalori secara parenteral
Kontraindikasi
1. Hiperhidrasi
2. Diabetes mellitus
3. Gangguan toleransi glukosa pasca operasi
Komposisi:
 Dextrose monohydrate

27
MARTOS-10

Indikasi:

1. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik


2. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor,
infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
3. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
4. Mengandung maltosa dengan kalori sebanyak 400 kcal/L

AMIPAREN

Indikasi:

28
1. Stres metabolik berat
2. Luka bakar
3. Infeksi berat
4. Kwasiokor
5. Pasca operasi
6. Total Parenteral Nutrition
7. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
Komposisi:
 Total asam amino = 100 g
 Asam amino Esensial (E) = 59,10 g
 Asam amino Non Esensial = 40,90 g
 Rasio E/N = 7,2
 Asam amino rantai cabang (BCAA) = 30% (W/W)
 Total Nitrogen = 15,7 g
 Na+ = 2 mEq
 Acetate - = 120 mEq

AMINOVEL-600

Indikasi:

1. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI

29
2. Penderita GI yang dipuasakan
3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma
dan pasca operasi)
4. Stres metabolik sedang
5. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
Komposisi:
 Amino acids (L form) = 50 g
 D-sorbitol = 100 g
 Ascorbic acid = 400 mg
 Inositol = 500 mg
 Nicotinamide = 60 mg
 Pyridoxine HCl = 40 mg
 Riboflavin Sodium Phosphat = 2,5 mg
 Na + = 35 mEq
 K+ = 25 mEq
 Mg++ = 5 mEq
 Acetate- = 35 mEq
 Malate- =22 mEq
 Cl- = 38 mEq

PAN-AMIN G

30
Indikasi:

1. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan


2. Nitrisi dini pasca operasi
3. Tifoid
Komposisi:
 L-Leucin = 4,1 g
 L-Isoleucin = 1,8 g
 L-Valine = 2 g
 L-Lysine Monohydrochloride = 6,2 g
 L-Threonine = 1,8 g
 L- Tryptophan = 0,6 g
 L-Methionine = 2,4 g
 L-Phenylalanine = 2,9 g
 L-Histidine Monohydrochloride = 1,3 g
 L-Arginine Monohydrochloride = 2,7 g
 Glycine = 3,4 g
 D-Sorbitol = 50 g
 Cl- = 52 mEq
 Osmolaritas = 507 mOsm/L (Tanukusumah, Meida, dr, 2012)

31
Solusi nutrisi parenteral secara lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah
ini (Tanukusumah, Meida, dr, 2012):

32
33
Pengelolaan nutrisi Parenteral

Kebutuhan Biologik Normal:

Kalori: 25-30 kcal/BB/hari (mis.BB 70 kg = 1750-2100). Sumber kalori ini


terbagi berdasarkan sumbernya sebagai berkut:

50% = karbohidrat

30% = protein

20% = lemak

KEBUTUHAN ENERGI

Dalam keadaan stress pasca bedah, infeksi dan sepsis kebutuhan kalori
tubuh meningkat dan pemecahan protein naik 2-4 kali. Menentukan kebutuhan
energi dapat dengan menggunakan tabel, menggunakan kalorimetri indirek atau
menggunakan perhitungan BEE (Basal Energy Expenditure) ditambah faktor
aktifitas dan derajat trauma.

Metode perhitungan kebutuhan anergi basal, dapat menggunakan rumus


Harris Benedict sedangkan menghitung faktor aktifitas dan trauma dengan
menggunakan metode Long.

Rumus Harris Benedict yang sudah sejak lama digunakan untuk


menghitung kebutuhan energi adalah seperti tercantum di bawah ini.

Sesuai dengan konsensus yang disepakati untuk pasien-pasien di


Indonesia, rumus ini tidak boleh digunakan secara harfiah.

a. Rumus Harris Benedict (1919)


Untuk menghitung Basal Energy Expenditure (energi yang diperlukan pada
keadaan basal), sebagai berikut:

Tabel Rumus Harris Benedict (kcal/hari)

BEE Pria = 66.5 + 13.8 x BB (kg) + 5 T

34
= (cm) – 6.8 x U (tahun)

BEE Wanita 655 + 9,5 x BB (kg) + 1,8 x T

(cm) – 4.7 x U ( Kcal/hari)

BB = Berat Badan T = Tinggi Badan U = Usia

Kebutuhan energi sebenarnya (Actual Energy Expenditure = AEE), adalah


kebutuhan energi dasar (BEE) ditambah kebutuhan energi tambahan yang
diperlukan sehubungan dengan keadaan klinis penderita. Untuk menghitung maka
dipakai beberapa faktor koreksi, antara lain dengan menggunakan rumus
sederhana seperti tercantum pada tabel di bawah ini. atau secara lebih teliti dengan
memakai tabel dibawah ini.

Tabel AEE = Actual Energy Expenditure

Malnutrisi = 1.2 x BEE

Malnutrisi + Trauma/pembedahan = 1.5 x BEE

Malnutrisi + Spesis/luka bakar = 2 x BEE

AEE juga dapat dihitung berdasarkan perhitungan koreksi disesuaikan


dengan stress faktor yang menyertai penderita. Dengan perhitungan diatas maka
kebutuhan kalori yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita dapat
diketahui dengan lebih tepat.

35
AEE = BEE x STERSS FACTOR X 1,25

STRESS FACTORS Koreksi

- Kelaparan 0.85 – 1.00


- Pasca bedah
1.00 – 1.05
- Patah tulang
- Peritonitis 1.15 – 1.30
- Multitrauma / sepsis
1.05 – 1.25
- Luka bakar 10 – 30 %
- Luka bakar 30 – 50 % 1.30 – 1.50
- Luka bakar > 50 %
1.50

1.75

2.00

Tabel AEE = Actual Energy Expenditure

Contoh perhitungan : Seorang laki-laki, usia 50 tahun, Berat badan 40 kg, Tinggi
badan 150 cm. penderita dirawat oleh karena luka bakar 20%.

Dengan rumus Harris Benedict :

a. BEE = 66.5 + (13.8 x 40) + (5 x 150) - (6.8 x 50) = 1028.5 kcal/hari


Stress factor (luka bakar 30%) = 1.5

AEE = 1028.5 x 1.5 x 1.25 = 1928 kcal/hari

b. Dengan rumus sederhana


BB 40 kg. Kebutuhan meningkat hebat karena luka bakar 20%

(lihat tabel 1) = 50 Kcal/kg BB

Kebutuhan energi = 40 x 50 = 2000 kcal/ha

KARBOHIDRAT SEBAGAI SUMBER ENERGI

36
Kebutuhan Karbohidrat: Kebutuhan minimum dextrose adalah 1
mg/kg/menit (sekitar 100 g/hari pada 70 kg laki-laki dewasa). Beberapa hal yang
perlu diingat tentang manfaat karbohidrat yaitu:
 Mengurangi katabolisme protein
 Mengurangi penumpukan keton bodies akibat metabolisme fat.
 1 gram karbohidrat = 4,1 kcal
 1 gram fat = 9,3 kcal
Jika karbohidrat hanya berasal dari cairan dektrose 5% atau 10% maka
dalam :
1000 cc D5 = 50 gram = 205 kcal
1000 cc D10 = 100 gram = 410 kcal

Dapat dilihat bahwa pemenuhan kalori hanya dari larutan dextrose dengan
isoosmolaritas saja tidak cukup, dengan demikian perlu tambahan kalori dari
sumber lain misalnya emulsi lemak atau dengan karbohidrat jenis lain atau dengan
konsentrasi yang lebih tinggi. Kebutuhan kalori ini perlu juga disesuaikan dengan:
 Jumlah kebutuhan cairan harian (maintenance)
 Kebutuhan elektrolit terutama Na+ dan K+
 Protein dan lemak
 Osmolaritas yang dapat ditoleransi vena perifer yaitu < 900 mOsm.

Suatu hal yang sangat penting dalam pemberian dekstrose/glukose adalah


karbohidrat jenis ini bersifat insulin dependent. Dengan demikian pemberiannya
harus dimulai dengan konsentrasi yang rendah dan ditingkatkan secara perlahan
dan harus merata dalam 24 jam. Penghentian pemberian dextrose secara
mendadak atau tidak teratur dapat menyebabkan kadar gula darah yang turun tiba-
tiba. Penjelasan hal ini adalah sebagai berikut; saat pemberian dekstrose
konsentrasi tinggi kadar insulin juga tinggi dan saat konsentrasi pemberian
diturunkan, insulin yang tinggi (overshoot insulin) dapat menyebabkan
hipoglikemia akut. Bila ada ketidakmampuan insulin daat terjadi hiperglikema. R/

37
Triofusin yang mengandung dextrose, fruktose dan xylitol, jarang menyebabkan
hiperglikemia ataupun tambahan insulin.

EMULSI LEMAK INTRAVENA

Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial


(terutama asam linoleat) juga sebagai subtrat sumber energi pendamping
karbohidrat terutama pada kasus stress yang meningkat. Bila lemak tidak
diberikan dalam program nutrisi parenteral total bersama subtrat lainnya maka
defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh
dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini
diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu. Asam lemak
esensial berperan dalam fungsi platelet , penyembuhan luka, sintesa prostaglandin
dan immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan bila diberikan bersama-
sama dengan glukosa sebagai sumber energi dianjurkan 30 -40 % dari total kalori
diberikan dari lemak. Ada bukti infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih
dipilih dibanding pemberian intermitten. Direkomendasikan untuk tidak
memberikan > 60% kalori total diambil dari subtrat lemak. Sebagai pegangan
jangan berikan porsi lemak > 2 gr / kg BB /hari. Sebaiknya lakukan pemeriksaan
kadar triglised plasma sebelum pemberian emulsi lemak intravena sebagai data
dasar .

Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsentrasi 10% ( 1
kcal /ml ) dan 20 % ( 2 k cal / ml ) dengan osmolalitas 270 - 340 m Osmol /L
sehingga dapat diberikan melalui perifer.
Kontra indikasi absolut infus emulsi lemak adalah:
 Trigliserid > 500 mg/l
 Kolesterol > 400 mg/l
kontraindikasi relatif:
 Trigeliserid 300 - 500 mg/l
 Kolesterol 300 - 400 mg/l

38
 Gangguan berat faal ginjal dan hepar

Contoh larutan lemak Misalnya R/Ivelip. Larutan ini tersedia dalam beberapa
kemasan dengan konsentrasi 10% dan 20%. Satu liter larutan 20%
mengandung 2000 kcal dengan osmolaritas yang rendah yaitu 270
mOsm. Pada botol 250 cc yang mengandung 50 gram lemak mengandung
500 kcal dengan osmolaritas yang sama. Larutan 20% dengan kemasan 250
cc atau 100 cc lebih disukai oleh karena mudah dalam pengaturannya.

PROTEIN / ASAM AMINO

Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih
memerlukan asam amino untuk regenerasi sel , enzym dan visceral
protein. Pemberian protein untuk menjaga balance nitrogen positif, dimana
protein berfungsi untuk regenerasi sel, enzim, dan berbagai reaksi biologis dalam
tubuh. Untuk itu diperlukan 1 gram /BB/ hari. Yang paling diperlukan L-asam
amino, oleh karena proses pembentukan protein lebih cepat. Perlu diingat larutan
asam amino juga mengandung karbohidrat dan elektrolit. Pemberian asam
amino/protein saja tanpa diberikan kebutuhan kalori, menyebabkan asam amino
dirobah menjadi energi melalui jalur glukoneogenesis. Dengan demikian pada
pemberian asam amino yang bertujuan menjaga balance nitrogen positif, perlu
ada”perlindungan” kalori 25 kcal tiap 1 gram asam amino. Misalnya pada
pemberian asam amino/protein 50 gram, dibutuhkan 1200 kcal atau 300 gram
karbohidrat. Jika asam amino bertujuan sebagai “nitrogen sparing effect” dimana
menjaga agar protein viscera atau otot tidak diubah menjadi kalori, jadi balance
nitrogen sama dengan nol, maka tidak perlu diberikan kalori.

Larutan asam amino pada umumnya bersifat hiperosmotik, oleh karena itu
pada pemberian melalui vena perifer perlu dilakukan pengenceran misalnya
dengan dekstrose, atau dipilih asam amino dengan konsentrasi rendah. Contoh
yang ada dipasaran R/ Aminofusin L-600 dimana kandungan tiap 1000 cc sebagai
berikut:
Asam amino = 50 gram

39
Karbohidrat = 100 gram
Na+ = 40 mmol
K+ = 30 mmol
Osmolaritas = 1.100 mOsm

Kebutuhan Vitamin Intravena

Anjuran untuk asupan harian vitamin intravena.


Vitamin Anjuran FDA

* Thiamin (B1) 6 mg
* Riboflavin (B20 3.6 mg
* Pyridoxine (B3) 6 mg
* Niacin 40 mg
* Folic acid 0.64 mg
* Pantothenic acid 0.64 mg
* Biotin 60 ug
* Ascorbic acid 200 mg
* Vit A 3300 IU (900 retinol equivalents)
*Vit D 200 IU (5 mg cholecalciferol)
* Vit E 10 IU (6.7 mg di-alpha tocopherol)
* Vit K 150 ug

Mineral Intravena

Kebutuhan elemen trace : chromium 10-15 ug, Cooper 0.3-0,5 mg,


manganese 60-100 ug, zinc 1.5-5 mg. Tambahan silenium 20-60 ug/hari

40
dianjurkan pada pasien yang mendapat NPS jangka lama. Elemen lain yang
dapat ditambahkan sesuai kebutuhan individual adalah molybedum, iodine
dan besi. Tambahan besi biasanya tidak diperlukan pada jangka pendek,
kecuali pasien anemia. Tambahan per oral adalah rute yang lebih baik, kecuali
bila tidak mungkin, maka dapat diberikan besi dextran secara intravena 916).
Tambahan besi pada campuran nutrien total tidak dianjurkan karena alasan
kompatibilitas. Pasien dengan kehilangan cairan intestinal mungkin perlu
suplemen zinc dan chromium.

Anjuran untuk pasien dengan kehilangan intestinal adalah 12 mg


zinc/L cairan yang keluar dari usus kecil dan 17 mg/liter yang keluar dari
feces atau ileosotomy. Kebutuhan chromium juga naik menjadi 20 ug/hari
dengan kehilangan cairan gastro-intestinal pada dewasa.

Kebutuhan Elektrolit Parenteral

Elektrolit tesedia dalam bentuk garam : Na dan K sebagai klorida,


asetat dan fosfat; kalsium sebagai klorida, glukonat dan gluseptat dan
magnesium sebagai sulfat dan klorida. Kebutuhan elektrolit per-hari adalah
sebagai berikut : Na dan K 1-2 meq/kg ditambah penggantian tiap kehilangan,
Kalsium 10-15 meq, magnesium 8-20 meq dan fosfat 20-40 meq (Isworo,
2008; Ferrie, 2011; Waitzberg et al. 2004; Radrizzani D dan Bertolini G.
2006).

Hal yang harus diperhatikan selama pemberian

Pemberian nutrisi parenteral umumnya dimulai pada hari ke III pasca-


bedah/trauma. Jika keadaan membutuhkan koreksi nutrisi cepat, maka pemberian
paling cepat 24 jam pasca-trauma/bedah. Jika keadaan ragu-ragu dapat dilakukan
pemeriksaan kadar gula. Jika kadar gula darah < 200 mg/dl. pada penderita non
diabetik, nutrisi parenteral dapat dimulai.

Nutrisi parenteral tidak diberikan pada keadaan sebagai berikut:


 24 jam pasca-bedah/trauma

41
 gagal napas
 shock
 demam tinggi
 brain death (alasan cost-benefit)

Vena perifer yang dipilih sebaiknya pada lengan, oleh karena pemberian melalui
vena tungkai bawah resiko flebitis dan trombosis vena dalam lebih besar. Seperti
telah dijelaskan diatas bahwa karbohidrat diperlukan sebagai sumber kalori.
Dalam pemenuhan kalori adalah suatu keharusan dan multak ada dekstrose,
sehingga mengurangi proses glukoneogenesis. Sebagai sumber kalori lain adalah
emulsi lemak. Jika akan diberikan emulsi lemak sebaiknya terbagi sama banyak
dalam hal jumlah kalori. Misalnya dibutuhkan jumlah kalori 1200 maka
perhitungannya sebagai berikut:
600 kcal = glukosa 150 gram
600 kcal = fat 70 gram

Kombinasi ini menghindari keadaan hiperosmolar dan hiperglikemia. Pemberian


emulsi lemak harus hati-hati dan sebaiknya diberikan seminggu sekali. Lebih baik
jika dilakukan pemeriksaan fungsi hepar secara teratur.

Jumlah cairan yang dapat diberikan


Bila cairan yang dapat diberikan terbatas, (misalnya pada gagal ginjal atau
jantung), maka kebutuhan kalori harus dipenuhi dengan volume cairan serendah
mungkin, misalnya dengan menggunakan Glukosa 40%, Triparen, atau Triofusin
1000. Untuk ini harus diberikan melalui vena sentral. Dipergunakan preparat lipid
karena dengan volume kecil jumla kalori/liternya tinggi sehingga dapat
menghemat volume.

Tahap Pemberian Cairan


Pada fase akut dimana faktor anti-insulin masih dominan, terapi dimulai dengan
elektrolit dan cairan saja. Tahap berikutnya dapat dimulai terapi nutrisi parenteral
(TNPE), yang pemberiannya dilakukan secara bertahap

42
Prosedur Pemberian TNPE
24-48 jam Terapi air dan elektrolit
24-96 jam TNPE melalui vena perifer
72-36 jam TNPE total melalui vena sentral

TNPE sendiri sebaiknya diberikan secara bertahap, pada hari ke-1 = 25%
kebutuhan, hari ke-2 = 50%, hari ke-3 = 75%, dan hari ke 4 dst 100% dari
kebutuhan.

Contoh Pemberian TNPE secara bertahap :

Hari I :

Dimulai dengan larutan isotonis, beban glukosa minimal:

Ringer Dextrose 5% 1000 ml + Dextrose 5% 1500 ml = 500 kcal.

Hari ke II & III :

Glukosa lebih ditingkatkan dan ditambahkan Asam Amino:

AA 3.5% + KH 1000 ml + D-10 1500 ml = 900 kcal + 35 gr Asam Amino

Hari ke IV :

Glukosa lebih ditingkatkan lagi

AA 3.5% + KH 1000 ml + D-20 1000 ml = 1100 kcal + 35 gr Asam Amino.

Alternatif lain dari cara diatas jika tidak tersedia asam amino sbb:

Hari ke I : Ringer D-5 1000 ml + D-5 1500 ml = 500 kcal

Hari ke II & III : Ringer D-5 1000 ml + D-10 1500 ml = 800 kcal

Hari ke IV : Ringer D-5 1000 ml + D-20 1000 ml = 1000 kcal

Cara ini murah dan cukup bermanfaat sampai 3 hari.Untuk TNPE yang
lebih lama, dianjurkan melalui cara yang pertama tadi.

Contoh ini dapat dimodifikasi dengan mudah sesuai kebutuhan. Perlu


diingat larutan yang mengandung dektrose harus diberikan terus-menerus. Dengan

43
demikian dapat dipergunakan stop-cock sehingga cairan lain yang daat diberikan
selang seling. Ketrampilan kita dalam pemberian nutrisi ini perlu disertai dengan
komposisi berbagai jenis cairan yang ada dipasaran termasuk osmolaritasnya
(Leksana, 2007; Ferrie, 2011; Isworo, 2008; Fiona S and Gordon SD. 2005)

NUTRISI PADA BERBAGAI KONDISI DAN PENYAKIT

Nutrisi Pada Keadaan Trauma

Pasien trauma cenderung mengalami malnutrisi protein akut karena


hipermetabolisme yang persisten, yang mana akan menekan respon imun dan
peningkatan terjadinya kegagalan multi organ (MOF) yang berhubungan
dengan infeksi nosokomial. Pemberian substrat tambahan dari luar lebih awal
akan dapat memenuhi kebutuhan akibat peningkatan kebutuhan metabolik
yang dapat Fiona S and Gordon SD. 2005 mencegah atau memperlambat malnutrisi
protein akut dan menjamin outcome pasien. Nutrisi enteral total (TENI Total
Enteral Nutrition) lebih dipilih dari pada TPN karena alasan keamanan, murah,
fisiologis dan tidak membuat hiperglisemia. Intoleransi TEN dapat terjadi, yaitu
muntah, distensi atau cramping abdomen, diare, keluarnya makanan dari selang
nasogastrik. Pemberian TPN secara dini tidak diindikasikan kecuali pasien
mengalami malnutisi berat.

Nutrisi pada Pasien Sepsis

Pada pasien sepsis, Total Energy Expenditure (TEE) pada minggu


pertama kurang lebih 25 kcal/kg/ hari, tetapi pada minggu kedua TEE akan
meningkat secara signifikan. Kalorimetri indirek merupakan cara terbaik untuk
menghitung kebutuhan kalori, proporsi serta kuantitas zat nutrisi yang
digunakan. Pemberian glukosa sebagai sumber energi utama dapat mencapai 4 -
5 mg/kg/menit dan memenuhi 50 - 60% dari kebutuhan kalori total atau 60 - 70%
dari kalori non protein. Pemberian glukosa yang berlebihan dapat
mengakibatkan hipertrigliseridemia, hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi,

44
peningkatan produksi CO2 yang dapat memperburuk insufisiensi pernafasan
dan ketergantungan terhadap ventilator, steatosis hepatis, dan kolestasis.
Pemberian lemak sebaiknya memenuhi 25 -30% dari kebutuhan total kalori dan
30 - 40% dari kalori non protein. Kelebihan lemak dapat mengakibatkan
disfungsi neutrofil dan limfosit, menghalangi sistem fagositik mononuklear,
merangsang hipoksemia yang dikarenakan oleh gangguan perfusi-ventilasi dan
cedera membran alveolokapiler, merangsang steatosis hepatik, dan
meningkatkan sintesis PGE2. Dalam keadaan katabolik, protein otot dan
viseral dipergunakan sebagai energi di dalam otot dan untuk glukoneogenesis
hepatik (alanin dan glutamin). Kebutuhan protein melebihi kebutuhan protein
normal yaitu 1,2 g/kg/protein/hari. Kuantitas protein sebaiknya memenuhi 15 -
20% dari kebutuhan kalori total dengan rasio kalori non protein/ nitrogen adalah
80:1 sampai dengan 110:1.

Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut {Acute Renal Failure)

ARF secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan


energi. Meski demikian kondisi traumatik akut yang menetap dapat
meningkatkan REE (misalnya pada sepsis meningkat hingga 30%). Adanya
penurunan toleransi terhadap glukosa dan resistensi insulin menyebabkan
uremia akut, asidosis atau peningkatan glukoneogenesis. Pada pasien
ARF membutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan
penggunaan insulin dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar
euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 - 25% dari energi total.
Meski demikian lipid sangatlah penting karena osmolaritasnya yang rendah,
sebagai sumber energi, produksi CO2 yang rendah dan asam lemak essensial.
Protein atau asamamino diberikan 1,0 - 1,5 g/kg/hari tergantung dari beratnya
penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5 - 2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF
yang lebih berat dan mendapat terapi menggunakan CWH, CWHD, CWHDF,
yang memiliki klirens urea mingguan yang lebih besar.

Nutrisi pada Pankreatitis Akut

45
Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa
pemberian nutrisi enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi
parenteral pada pankreatitis akut berguna sebagai tambahan pada pemeliharaan
nutrisi. Mortalitas dilaporkan menurun seiring dengan peningkatan status nutrisi,
terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut derajat sedang dan berat. Pada
pasien dengan penyakit berat pemberian nutrisi isokalorik maupun
hiperkalorik dapat mencegah katabolisme protein. Oleh karena itu, pemberian
energi hipokalorik sebesar 15 -2 0 kkal/kg/hari lebih sesuai pada keadaan
katabolik awal pada pasien-pasien non bedah dengan MOF. Pemberian protein
sebesar 1,2 -1,5 g/kg/hari optimal untuk sebagian besar pasien pankreatitis
akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulai diberikan apabila nyeri sudah teratasi
dan enzim pan-kreas telah kembali normal. Pasien awalnya diberikan diet
karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan
perlahan dan diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3 - 6 hari.

Nutrisi pada Penyakit Hati

Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus


diberikan dengan hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak
lebih dari 1 g/kg perhari. Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati
hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapat ditingkatkan dengan
hati-hati menuju ke arah pemberian normal. Ensefalopati hepatik
menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino Acids (BCAAs) mengakibatkan
peningkatan pengambilan asam amino aromatik serebral, yang dapat menghambat
neuro-transmiter. Pada pasien dengan intoleransi protein, pemberian nutrisi
yang diperkaya dengan BCAAs dapat meningkatkan pemberian protein tanpa
memperburuk ensefalopati yang sudah ada. Kegagalan fungsi hati fulminan
dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yang
memerlukan pemberian infus glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih
dapat ditoleransi dengan baik (Ferrie, 2011; Ramli, 2006; Leksana, 2007).

46
KONSEP YANG PERLU DISAMAKAN PADA PARENTERAL NUTRISI

1.Menggunakan vena perifer untuk cairan pekat.

Osmolritas plasma 300 mOsmol . Vena perifer dapat menerima sampai maksimal
900 mOsmol . Makin tinggi osmolaritas (makin hipertonis) maka makin mudah
terjadi tromphlebitis, bahkan tromboembli. Untuk cairan > 900 - 1000 mOsm,
seharusnya digunakan vena setrral (vena cava, subclavia, jugularis) dimana aliran
darah besar dan cepat dapat mengencerkan tetesan cairan NPE yang pekat hingga
tidak dapat sempat merusak dinding vena. Jika tidak tersedia kanula vena sentral
maka sebaiknya dipilih dosis rendah (larutan encer) lewat vena perifer, dengan
demikian sebaiknya sebelum memberikan cairan NPE harus memeriksa tekanan
osmolaritas cairan tersebut ( tercatat disetiap botol cairan ) Vena kaki tidak boleh
dipakai karena sangat mudah deep vein trombosis dengan resiko teromboemboli
yang tinggi.

2. Memberikan protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup.

Sumber kalori yang utama dan harus selalu ada adalah dektrose. Otak dan eritrosit
mutlak memerlukan glukosa setiap saat. Jika tidak tersedia terjadi gluneogenesis
dari subtrat lain. Kalori mutlak dicukupi lebih dulu. Diperlukan deksrose 6
gram /kg.hari (300 gr) untuk kebutuhan energi basal 25 kcal/kg. Asam amino
dibutuhkan untuk regenerasi sel, sintesis ensim dan viseral protein. Tetapi
pemberian asam amino harus dilindungi kalori, agar asam amino tersebut tidak
dibakar menjadi energi (glukoneogenesis) Tiap gram Nitrogen harus dilindungi
150 kcal berupa karbohidrat. Satu gram Nitrogen setara 6,25 gram protetin.
Protein 50 gr memerlukan ( 50 : 6,25 ) x 150 k cal = 1200 kcal atau 300 gram
karbohidrat. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan
kebutuhan kalori .

Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi

3.Tidak melakukan perawatan aseptik.

47
Penyulit trombplebitis karena iritasi vena sering diikuti radang/ infeksi. Prevalensi
infeksi berkisar antara 2-30 % Kuman sering ditemukan adalah flora kulit yang
terbawa masuk pada penyulit atau ganti penutup luka infus (Isworo 2008; Ferrie,
2011).

Komplikasi dan Monitoring / Pemantauan penderita

Kemajuan dan kemunduran keadaan umum penderita dipantau setiap


harinya, termasuk keseimbangan cairan dan elektrolitnya (bila fasilitas
ada). Pemberian terapi intravena menghadapkan pasien dengan berbagai risiko
komplikasi lokal atau sistemik. Komplikasi lokal seperti flebitis, infiltrasi dan
penyumbatan kanula terjadi lebih sering daripada komplikasi sistemik yang
mencakup hiperglikemia, septikemia, kelebihan beban sirkulasi dan emboli. Oleh
karena itu, pemantauan dan perawatan kateter merupakan komponen penting
dalam pemberian cairan intravena.

1. PEMANTAUAN LOKASI PERIFER

Parameter yang harus dipantau meliputi: wadah cairan, selang infus, laju
pemberian, alat infus elektronik (jika digunakan), dressing, dan tempat insersi.
Frekuensi pemantauan vena perifer tergantung pada terapi yang diresepkan,
kondisi dan usia pasien. Tempat pemasangan infus harus dipantau setiap 1 sampai
2 jam. Pasien, anak, geriatri dan kritis memerlukan penilaian lebih sering.(1)

Wadah Larutan Infus

Penilaian sistemik berawal dari wadah cairan dan berlanjut ke selang infus
sampai ke alat akses pembuluh darah dan tempat insersi. Jenis larutan dan obat
yang ditambahkan dicocokkan dengan instruksi dokter dan informasi yang
tercetak pada label wadah. Wadah harus diberi label tanggal dan jam infus
dipasang. Banyak cara bisa digunakan untuk memberi label jam infus digantung
dan laju infus. Stiker tidak boleh ditempel menutupi informasi yang tercetak pada
wadah. Wadah tidak boleh diberi label dengan menulis dengan pena atau spidol,

48
karena tinta bisa menembus plastik dan bocor ke larutan intravena. Selanjutnya
perhatikan sisa larutan dalam wadah. Perawat menentukan berapa banyak cairan
seharusnya tinggal dalam wadah berdasarkan laju pemberian yang diinstruksikan
dan waktu yang ditunjukkan. Kita harus menyadari bahwa infus set dari berbagai
pabrik memiliki jumlah tetesan berbeda setiap ml (bisa 15 atau 20 tetes per ml).
Jika anda berikan larutan infus dengan laju 20 tetes /menit menggunakan infus set
15 tetes/ml, maka ini sesuai dengan 80 ml per jam. Tampilan juga diperhatikan;
harus jernih dan bebas dari kekeruhan dan partikel. Larutan dalam botol kaca
membutuhkan infus set dengan ventilasi atau perlu jarum udara.

Selang Infus

Selang yang tepat harus dipasang dengan wadah dan pompa infus. Bila
digunakan infus set biasa, ketinggian wadah sebaiknya antara 30 sampai 36
inci(76-100 cm) di atas pasien. Bila wadah ditinggikan, laju aliran akan
bertambah. Laju aliran juga bisa berubah dengan perubahan posisi pasien. Jika
tempat suntikan terletak di dekat daerah fleksi, setiap pasien menekuk lengan atau
pergelangan tangan, laju aliran berubah sehingga menyebabkan hantaran cairan
dan obat tidak tepat. Beberapa faktor lain bisa mengubah laju aliran, sebagai
berikut:

 Viskositas cairan : darah, emulsi lemak, atau larutan koloid (misal albumin
dan dekstran). Mungkin perlu kanula lebih besar dan hindari vena kecil (misal
vena punggung tangan)

 Temperatur larutan: larutan dingin bisa menginduksi spasme vena dan


memperlambat aliran

 Infiltrasi, flebitis atau trombus

Dressing infus

49
Dressing dipantau untuk memastikan tetap kering, tertutup dan utuh.
Dressing yang utuh berarti pinggir-pinggirnya rapat ke kulit. Jika dressing lembab
atau integritasnya tidak baik maka harus segera diganti. Dewasa ini ada dressing
transparan dan memiliki keuntungan cepat mendeteksi tanda dini flebitis dan
infiltrasi.

Tempat insersi

Blanching

Blanching adalah keputihan mengkilat pada tempat insersi. Ini merupakan


petunjuk adanya infiltrasi, atau kebocoran cairan ke jaringan. Jika ada kebocoran
pada tempat insersi, pemasangan infus harus diulang (Ferrie, 2011; Isworo, 2008;
Wiryana, 2006)

2. PEMANTAUAN KOMPLIKASI METABOLIK

Komplikasi metabolik terkait dengan nutrisi parenteral bisa serius, tetapi


bisa diminimalkan dengan pemantauan adekuat. Komplikasi metabolik akut
mencakup defisiensi elektrolit, khususnya kalium, magnesium, fosfor dan
kalsium. Defisiensi elektrolit ini lazim dijumpai namun bisa dicegah dengan
pemantauan adekuat terhadap kadar plasma. Begitupula halnya dengan defisiensi
trace element dan vitamin, khususnya tiamin. Kelebihan glukosa bisa
memperburuk hiperglikemia, yang diikuti dengan prognosis buruk setelah operasi
jantung, infark miokard dan stroke. Hiperglikemia juga bisa mengganggu fungsi
leukosit sehingga meningkatkan angka infeksi nosokomial. Hipertriglieridemia
bisa meningkatkan risiko steatosis hepatis (perlemakan hati). Pemberian infus
lipid selama kurun 4-8 jam bisa mengakibatkan hipertensi pulmoner. Trigliserida
serum harus diukur sebelum memulai nutrisi parenteral dan sekali seminggu
sesudahnya. Sebelum pemberian nutrisi parenteral, pasien dengan gagal ginjal

50
lebih rentan terhadap uremia dan pada mereka dengan deplesi volume rentan
terhadap asidosis metabolik.

REKOMENDASI JADWAL PEMANTAUAN PASIEN YANG MENDAPAT


NUTRISI PARENTERAL

Metabolik :

Glukosa

Keseimbangan cairan dan elektrolit.

Fungsi ginjal dan hati.

Trigliserida dan kolesterol.

PARAMETER YANG DIGUNAKAN UNTUK MONITORING RESPON


TERHADAP TNPE

1. Tiap 4 jam : - Observasi: perawatan, suhu tubuh, TD, nadi, respirasi

- Urinalisis atau glukosa darah

2. Tiap hari : Ureum darah, serum kreatinin, serum elektrolit, GDS/AGD


(sesuai indikasi), osmolaritas serum/urea (sesuai indikasi),
asupan nutrien, keseimbangan cairan.

3. Sesuai indikasi : serum lipid, urat, Zn dan Cu, B12/as.folat,

status Fe keseimbangan nitrogen.

4. Keadaan khusus : turn ofter proten tubuh,pengukuran komposisi protein tubuh,

pertukaran gas, trace elements, vitamin, asam lemak

(Leksana, 2007; Wiryana, 2006)

KOMPLIKASI-KOMPLIKASI

Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah petanda independen dari prognosis buruk dalam


berbagai setting klinis, termasuk sindrom koroner akut, bedah jantung, dan

51
persalinan. Pada pasien tanpa riwayat DM, hiperglikemia jarang diinduksi oleh
glukosa parenteral bila laju pemberian maksimum 4 mg/kg/menit. (5) Jika laju ini
diterjemahkan kedalam ml/kg/jam, ini sesuai dengan 2.4 ml glukosa 10%/kg/jam
atau 3.2 ml glukosa 7.5% /kg/jam. Oleh karena itu, larutan parenteral yang
mengandung glukosa 7.5% (misal Aminofluid®) tidak akan menginduksi
hiperglikemia pada pasien 60 kg sepanjang laju pemberian 80 ml/jam (yang jauh
di bawah maksimum 192 ml/jam).

Risiko hiperglikemia meningkat dengan obat-obat : kortikosteroid,


gatifloxacin, atypical antipsychotics (dengan pengecualian Abilify®), protease
inhibitors, diuretik tiazid, niacin, lithium, rifampin, phenytoin, dan obat-obat
injeksi yang dicampur ke larutan dekstrosa.

Hipertrigliseridemia

Pasien-pasien yang mendapat TPN perlu pemantauan kadar plasma lipid


(trigliserida) yang diukur sebelum dan selama memulai TPN. Ini memiliki
kepentingan khusus pada pasien yang memiliki risiko tinggi untuk gangguan
bersihan lemak, misal hiperlipidemia, diabetes, sepsis, atau pasien dengan
gangguan fungsi ginjal atau hati, dan pasien sakit kritis

Sekarang ini ada kecenderungan meningkatkan rasio glukosa: lemak dari


50:50 menjadi 60:40 atau bahkan 70:30 total NPC, karena masalah-masalah yang
dijumpai mengenai hiperlipidemia dan perlemakan hati, yang kadang-kadang
diikuti oleh kolestasis dan pada sebagian pasien dapat berlanjut menjadi
steatohepatitis non-alkoholik(Grade C).

Kerugian-kerugian yang tepat dari perlemakan hati dan


hipertrigliseridemia belum diketahui. Pada kepustakaan dipastikan bahwa
hipertrigliseridemia merupakan faktor risiko untuk berkembangnya
arteriosklerosis dan infusi akut dari emulsi lemak yang berisi trigliserida rantai
panjang (long-chain triglyceride (LCT)) mengurangi kemampuan relaksasi
pembuluh darah. Kekhawatiran utama bahwa infus lemak bisa mengganggu
respons imun tidak didukung oleh meta-analisis terbaru. Namun, banyak ahli

52
menganjurkan menghindari kadar trigliserida lebih dari 5 mmol/dL, walaupun
data yang mendukung kurang. Bila kadar ini dicapai dianjurkan oleh banyak ahli
di bidang ini untuk mengurangi kandungan lemak (terutama omega-6) pada nutrisi
parenteral atau untuk sementara menghentikan lemak. Pada kasus defisit energi
tidak dianjurkan menambah glukosa lebih banyak karena ini bisa melampaui
kapasitas oksidasi pasien.

Penghentian Nutrisi Parental

Penghentian nutrisi parentral harus dilakukan dengan cara bertahap untuk


mencegah terjadinya rebound hipoglkemia. Cara yang dianjurkan adalah
melangkah mundur menuju regimen hari pertama. Sementrara nutrisi enteral
dinaikkan kandungan subtratnya. Sesudah tercapai nutrisi enteral yang adekuat
(2/3 dari jumlah kebutuhan energi total) nutrisi enteral baru dapat dihentikan
(Isworo, 2008; Ferrie, 2011; Ziegler, Thomas, R, MD. 2009; Waitzberg et al.
2004).

DAFTAR PUSTAKA

Ami et al. 2008. Original Comunications, Nutrition Support in The Critically Ill :
A Physician Survey. JPEN ; 32,2 ; Proquest pq 113.

53
Ferrie, Suzie, et al. 2011. Parenteral Nutrition Manual for Adult in Health Care
Facilities. Nutritions Support Interest Group. Dietitians Association of
Australia.

Fiona S and Gordon SD. 2005. Sistematic Review ; Parenteral vs Enteral


Nutrition in the critically Ill Patient . A Meta-analysis of Trials Using The
Intention to Treat Principles. Intensive Care Med 31 : 12-23.

Leksana, Ery, dr, SpAn, KIC. 2007. : Terapi Cairan dan Nutrisi Parenteral,
SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif UNDIP, Semarang.

Morgan, GE,Jr, 2006, Clinical Anesthesiology, 4th edition, McGraw-Hill,


California,USA. Chapter 49; 1058 – 1062

Radrizzani D dan Bertolini G. 2006. Early Enteral immunonutrition vs


Parenteral Nutrition in Critically Ill Patients Without Severe Sepsis : A
Randomized Clinical Trial, Intensive Care Med 32; 1191 – 1198.

Ramli, Muh. 2006. Konsep Dasar Nutrisi Parenteral. Bagian Anestesiologi &
Terapi Intensif FK UNHAS/ RSUP Wahidin Sudirohusodo Makasar.

Redjeki, Sri Ike. Dukungan Nutrisi Pada Pasien Sakit Kritis. SMF Anestesiologi
& Reanimasi RS Hasan Sadikin/ FK UNPAD Bandung.
Rini, Isworo. 2008. Nutrisi Parenteral. Anestesiologi dan Reanimasi FK UGM /
RS Dr. Sardjito Yogyakarta.

Setijanto, Eko, dr. SpAn. Mkes. 2010. Nutrisi Pasien Kritis di ICU. Bagian
Anestesiologi FK UNS/ RS DR Moewardi Surakarta.

54
Tanukusumah, Meida, dr, 2012.komposisi cairan infuse.
http://bukujaga.com/komposisi-cairan-infus.html. diakses pada tanggal 17
Oktober jam 20.00

Waitzberg et al. 2004. Total Nutritional Therapy: A Nutrition Education Program


for Physician. University of São Paulo Medical School, Gastroenterology
Department, LIM35, Sâo Paulo, Brazil.

Wiryana, Made. 2007. Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis. Bag/SMF Ilmu
Anestesi & Reanimasi, FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Ziegler, Thomas, R, MD. 2009. Parenteral Nutritions in The Critically Ill Patient.
N Engl J Med; 361 :1088 – 97.

http://www.otsuka.co.id/?content=product&cat=3&lang=id&refresh=1 diakses
pada tanggal 17 Oktober 2012 jam 23.00

TINJAUAN PUSTAKA

NUTRISI PARENTERAL TOTAL

55
Oleh :

Daniel Arwan Iljas


PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif

Pembimbing :
dr. Sugeng Budi Santosa, SpAn, KMN

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN PERAWATAN INTENSIF


FK UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA, JAWA TENGAH
2012
LEMBAR PENGESAHAN

Tinjauan Pustaka ini merupakan salah satu dari tugas-tugas yang dibuat sebagai
syarat dalam program PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UNS

JUDUL : Nutrisi Parenteral Total

PENULIS : Daniel Arwan Iljas

56
PEMBIMBING : dr. Sugeng Budi Santosa, SpAn, KMN

TANGGAL PENGESAHAN : 20 Oktober 2012

PEMBIMBING

( dr. Sugeng Budi Santosa, Sp.An, KMN)

57

Anda mungkin juga menyukai