Anda di halaman 1dari 7

Patofisiologi1,2,3

Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organ-organ vestibular, visual, ataupun sistem

propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3 kanalis semisirkularis, yang

berhubungan dengan rangsangan akserelasi bagus, serta utrikulus dan sakulus, yang berkaitan

dengan rangsangan gravitasi dan aksereasi vertikal. Rangasangan berjalan melalui nervus

vestibularis menuju nucleus vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus medialis (bagian

cranial muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan traktur vestibulospinalis (rangsangan

eksitasi terhadap otot-otot ekstensor kepala, ekstremitas, dan punggung untuk mempertahankan

posisi tegak tubuh). Selanjutnya, serebelum menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat

untuuk integrasi antara respon okulovestibuler dan postur tubuh.

Fungsi vestibuler dinilai dengan mengevaluasi refleks okulovestibuler dan intensitas

nistagmus akibat rangsangan perputaran tubuh dan rangsangan kalori pada daerah labirin.

Refleks okulovestibuler bertanggung jawab atas fiksasi mata terhadap objek diam sewaktu

kepala dan badan sedang bergerak. Nistagmus merupakan gerakan bola mata yang terlihat

sebagai respons terhadap rangsangan labirin, serta jalur vestibuler retrokoklear, ataupun jalur

vestibulokoklear sentral. Vertigo sendiri mungkin merupakan gangguan yang disebabkan oleh

penyakit vestibuler perifer ataupun disfungsi sentral oleh karenanya secara umum vertigo

dibedakan menjadi vertigo perifer dan vertigo sentral. Penggunaan istilah perifer menunjukkan

bahwa kelainan atau gangguan ini dapat terjadi pada end-organ (utrikulus maupun kanalis

semisirkularis) maupun saraf perifer.

Rasa pusing berputar atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh

yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang

dipersepsi oleh susunan saraf pusat.


Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :

1. Teori Rangsang Berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan

hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo,

nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori Konflik Sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari

berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioseptif, atau

ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan.

Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons

yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan

vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda

dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan

sentral sebagai penyebab.

3. Teori Neural Mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak

mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat

dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul

reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-

ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori Otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha

adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,

sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. Teori Sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan neurotransmisi dan

perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat.

Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing

factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang

selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf

parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,

berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala

mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf

parasimpatis.

Patofisiologi vertigo yang terjadi pada usia lanjut (lansia) terkait perubahan struktur saraf

yang mempengaruhi keseimbangan, termasuk reseptor vestibular, neuron sentral vestibular,

serebelum (otak kecil), dan jalur visual serta propioseptif. Jumlah sel rambut pada organ

vestibular dan jumlah serabut saraf vestibular superior dan inferior mengalami penurunan seiring

bertambahnya usia. Dari segi fungsi, usia lebih banyak mempengaruhi defisit fungsi pada kanalis

semisirkularis, diikuti fungsi sakular, dengan utrikulus berpengaruh sedikit.


Gejala Klinis4

Gejala tipikal dari vertigo visual atau sensitivitas gerak temasuk gejala pusing yang

episodik, pucat, diaphoresis (keringat berlebihan), kelelahan, salivasi yang berlebihan, mual,

muntah, rasa tidak seimbang, rasa pusing berputar, dan disorientasi. Tanda yang terjadi pada

pasien biasanya diprovokasi oleh adanya gerak pasif (seperti mengendarai mobil atau menaiki

kapal laut atau pesawat), atau gerakan visual sekitar saat berdiri. Seperti melihat objek besar

yang bergerak pada lalu lintas, awan, atau pohon, juga melihat gambar layar besar yang

bergerak.

Diagnosis1,5,6

Tahapan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis vertigo atau mabuk perjalanan ini

terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Dalam anamnesis ditekankan mengenai keluhan vertigo, kapan mulai serangan

pertama, dan sudah berapa kali serangan sampai saat ini. Ditanyakan juga intensitas beratnya

serangan apakah menetap, makin berat, atau menurun. Pada penyakit Meniere serangan pertama

yang paling berat dan pada serangan berikutnya kekuatan serangan menjadi lebih ringan. Harus

diwaspadai adanya serangan yang makin meningkat, sebagai tanda kemungkinan adanya tumor

N. VII. Pada setiap serangan harus ditanyakan pula kemungkinan adanya fluktuasi pendengaran (

bila mendapat serangan pendengaran menjadi berkurang, tetapi bila tidak terjadi serangan

pendengaran baik kembali.

2. Pemeriksaan Fisik

Tujuan utama pemeriksaan fisik adalah untuk melihat langsung keluhan yang

dirasakan pasien. Pemeriksaan fisik yang menyeluruh sebaiknya difokuskan pada evaluasi
neurologis terhadap saraf-saraf kranial dan fungsi serebelum, misalnya dengan melihat modalitas

motorik dan sensorik. Penilaian terhadap fungsi serebelum dilakukan dengan menilai fiksasi

gerakan bola mata; adanya nistagmus (horizontal) menunjukkan adanya gangguan vestibuler

sentral. Pemeriksaan kanalis auditorius dan membrane timpani juga harus dilakukan untuk

menilai ada tidaknya infeksi telinga tengah, malformasi, kolesteatoma, atau fistula perilimfatik.

Dapat juga dilakukan pemeriksaan tajam pendengaran, dan tes fungsi vestibular, seperti tes

keseimbangan. Beberapa pemeriksaan klinis yang mudah dilakukan untuk melihat dan menilai

gangguan keseimbangan diantaranya adalah:

 Tes Romberg

Pada tes ini, penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit

yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain (tandem). Orang yang normal mampu berdiri

dalam sikap Romberg ini selama 30 detik atau lebih. Berdiri dengan satu kaki dengan mata

terbuka dan kemudian dengan mata tertutup merupakan skrining yang sensitif untuk kelainan

keseimbangan. Bila pasien mampu berdiri dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup,

dianggap normal.

 Tes melangkah di tempat (stepping test)

Penderita harus berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah dengan

kecepatan seperti berjalan biasa dan tidak diperbolehkan beranjak dari tempat semula. Tes ini

dapat mendeteksi ada tidaknya gangguan sistem vestibuler. Bila penderita beranjak lebih dari 1

meter dari tempat semula atau badannya berputar lebih dari 30 derajat dari keadaan semula,

dapat diperkirakan penderita mengalami gangguan sistem vestibuler.


 Manuver Nylen-Barany atau Hallpike

Untuk menimbulkan vertigo pada penderita dengan gangguan sistem vertibuler, dapat

dilakukan manuver Nylen-Barany atau Hallpike. Pada tes ini, penderita duduk di pinggir ranjang

pemeriksaan, kemudian direbahkan sampai kepala bergantung di pinggir tempat tidur dengan

sudut sekitar 30 derajat di bawah horizon, lalu kepala ditolehkan ke kiri. Tes kemudian diulangi

dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi dengan kepala menoleh ke kanan. Penderita harus

tetap membuka matanya agar pemeriksa dapat melihat muncul/tidaknya nistagmus. Kepada

penderita ditanyakan apakah merasakan timbulnya gejala vertigo.

 Tes kalori

Tes kalori baru boleh dilakukan setelah dipastikan tidak ada perforasi membran timpani

maupun serumen. Cara melakukan tes ini adalah dengan memasukkan air bersuhu 30° C

sebanyak 1 mL. Tes ini berguna untuk mengevaluasi nistagmus, keluhan pusing, dan gangguan

fiksasi bola mata.

 Posturografi

Pemeriksaan keseimbangan dapat dilakukan dengan posturografi, dimana menilai secara

objektif dan kuantitatif kemampuan keseimbangan postural seseorang. Untuk mendapatkan

gambaran yang benar mengenai gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler, maka

input visual diganggu dengan menutup mata dan input propioseptif dihilangkan dengan berdiri di

atas alas tumpuan yang tidak stabil. Dikatakan terdapat ganguan keseimbangan bila terlihat ayun

tubuh berlebihan, melangkah, atau sampai jatuh sehingga perlu berpegangan.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan lain dapat juga dilakukan, dan selain pemeriksaan fungsi vestibuler, perlu

dikerjakan pula pemeriksaan penunjang lain jika diperlukan. Beberapa pemeriksaan penunjang
dalam hal ini di antaranya adalah pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, tes toleransi

glukosa, elektrolit darah, kalsium, fosfor, magnesium). Pemeriksaan penunjang dengan CT-scan,

MRI, atau angiografi dilakukan untuk menilai struktur organ dan ada tidaknya gangguan aliran

darah, misalnya pada vertigo sentral.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari vertigo adalah sebagai berikut:5

 Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV)

 Penyakit Meniere

Anda mungkin juga menyukai