Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemungutan pajak merupakan suatu bentuk kewajiban warga Negara selaku Wajib

Pajak serta peran aktif untuk membiayai berbagai keperluan Negara yaitu berupa

pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan

untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan Negara.Sejalan dengan reformasi perpajakan (tax

reform) tahun 1983 yang menghasilkan perubahan yang mendasar pada sistem dan

mekanisme pemungutan pajak dari official assessment menjadi self assessment system,

dimana dalam hal ini Wajib Pajak lah yang harus aktif dalam melaksanakan kewajiban

perpajakan, mulai dari mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, menghitung,

memperhitungkan, membayar serta melaporkan pajaknya dengan menggunakan Surat

Pemberitahuan (SPT) nya.

self assessment systemmemberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak, maka

selayaknya diimbangi dengan adanya pengawasan yang diberikan tidak disalahgunakan.

Ini menjadikan tugas Direktorat Jenderal Pajak untuk menetapkan pajak setiap Wajib

Pajak menjadi berkurang.Dalam prinsip selfassesment system, penentuan besarnya pajak

terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan(SPT)

yang disampaikan.Tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini khususnya yang

sangat menonjol sesuai dengan fungsinya adalah melakukan pembinaan, penelitian,

pengawasan, dan pelayanan dalam hubungan dengan pelaksanaan pemenuhan kewajiban

perpajakan dari Wajib Pajak, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan

Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku.

Fungsi Pengawasan sebagai salah satu tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak pada

dasarnya meliputi kegiatan penelitian dan pemeriksaan di bidang perpajakan. Apabila


ditinjau dari segi pelaksanaannya, kegiatan–kegiatan tersebut merupakan suatu proses

yang berkaitan satu sama lainnya, terutama dalam hubungannya dengan usaha penegakan

Peraturan Perundang–undangan Perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan

kepatuhan Wajib Pajak akan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu Peranserta Wajib

Pajak dalam sistem pemungutan pajak sangat menentukan tercapainya rencana penerimaan

pajak. Penerimaan pajak yang optimal dapat dilihat dari berimbangnya tingkat penerimaan

pajak aktual dengan penerimaan pajak potensial atau tidak terjadi tax gap.

Menurut James yang dikutip oleh Gunadi (2005 : 4) menyatakan bahwa: “Besarnya

tax gap mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax compliance)”. Oleh

karena itu, kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor utama yang mempengaruhi realisasi

penerimaan pajak. Kepatuhan yang dimaksudkan merupakan istilah tingkat sampai dimana

Wajib Pajak mematuhi undang-undang perpajakan dan memenuhi bidang perpajakan.

Misal jika Wajib Pajak membayar dan melaporkan pajak terutangnya tepat waktu, Serta

adanya kesadaran dari wajib pajak itu sendiri untuk melakukan kewajiban nya, maka

Wajib Pajak dapat dianggap patuh.

Namun hal ini belum sepenuhnya diterapkan sehingga kepatuhan akan Self

Assesment System belum berjalan dengan baik. Dimana permasalahan ini pernah diteliti

oleh Tarjo dan Indra kusumawati yang berjudul Analisis Perilaku Wajib pajak orang

pribadi terhadap pelaksanaan Self Assesment system Suatu Studi di Bangkalan. Dari

penelitian tersebut dapat diketahui bahwa self assesment system di bangkalan belum

terlaksana dengan baik. Karena wajib pajak masih banyak yang tidak menghitung sendiri

pajak terutangnya meskipun dalam fungsi membayar sudah baik karena wajib pajak telah

menyetorkan pajak terutangnya sebelum jatuh tempo, tetapi ada wajib pajak yang

membayar pajak terutang tidak sesuai dengan penghitungannya.


Dan penelitian yang dilakukan di medan pada KPP Pratama Xxx masalah yang

terjadi yaitu dapat dilihat dari data statistik Kantor Pelayanan Pajak. Permasalahan terjadi

pada tahun 2004 sampai dengan 2008 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel I.1
Data Wajib Pajak Orang Pribadi pada tahun 2004 sampai dengan 2008
Tahun WPOP Terdaftar WPOP melapor SPT Persentase
2004 20.543 6.548 31,87%
2005 23.067 6.600 28,61%
2006 24.990 6.947 27,79%
2007 43.287 9.062 20,93%
2008 56.067 8.650 15,43%
Dari data tersebut dapat terlihat bahwa permasalahan muncul setiap tahunnya. Dari

tahun 2004 sampai tahun 2008, di tahun 2004 persentase sebesar 31,87% sedangkan pada

tahun 2005 sebesar 28,61%, dari tahun 2004 ke 2005 mengalami penurunan sebesar

3,26%. Dan pada tahun 2006 persentase nya sebesar 27,79% mengalami penurunan

sebesar 0,82%. Dan pada tahun 2007 persentase sebesar 20,93% mengalami penurunan

sebesar 6,86%. Dan pada tahun 2008 persentase sebesar 15,43% mengalami penurunan

sebesar 5,5%. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui apa yang menyebabkan penurunan

setiap tahunnya.

Hal tersebut menyebabkan ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Penerapan Self Assesment System Terhadap Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Xxx.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di Latar Belakang di atas, penulis memberikan indentifikasi

permasalahan dari penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Jumlah wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama xxx beberapa tahun mengalami

penurunan menunjukkan penurunan kepatuhan wajib pajak.

2. Wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Xxx kesulitan dalam

melakukan self assesment dalam pelaporan pajak.


C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka penulis dapat

merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada pengaruh Self Assesment

System Terhadap Tingkat kepatuhan Orang Pribadi di KPP Pratama Xxx?

D.Tujuan Dan Manfaat Penelitian


Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuidan menganalisis pengaruh Self

Assesment System terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP

Pratama Xxx.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Bagi Akademis

Dalam penulisan ilmiah ini dapat diharapkan dapat memberi pengetahuan

kepada mahasiswa, terlebih lagi dalam memahami pengaruh penerapan self

assessment system terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi.

2. Manfaat Bagi Penulis

Penulis dapat memberikan pengalaman baru, pengetahuan, serta aplikasi

langsung di dalam memahami materi pengaruh penerapan self assessment system

terhadap tingkat kepatuhan.

3. Manfaat Bagi Pembaca atau Masyarakat

Dalam penulisan ilmiah ini dapat memberikan informasi mengenai penerapan

self assessment system terhadap tingkat kepatuhan.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Uraian Teoritis

1. Definisi Pajak

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha

(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi,

dan semata-mata digunakan untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran umum.Karena

pajak merupakan prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum

yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal

individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Dalam bukunya Dasar-dasar Hukum

Pajak dan pajak Pendapatan (2007:1) menyatakan:

“Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang


(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi),yang berlangsungdapat ditunjukan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”.

Dari definisi di atas terlihat ada beberapa hal pokok yang bisa disimpulkan, yaitu :

1. Pajak dipungut dari rakyat untuk membiayai program pemerintah.

2. Pajak dipungut secara paksa (compulsory), bukan secara sukarela (voluntary).

3. Tidak mendapatkan kontraprestasi, jadi rakyat yang membayar pajak tidak merasakan

manfaatnya secara langsung.Manfaat yang diterima masyarakat adalah berupa

pelayanan.
2. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan

fungsi regulerend (mengatur) dalam resmi (2003: 3), yaitu:

a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber

penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun

pembangunan.

b. Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan

mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

3. Jenis Pajak
Dalam resmi (2003:7), di Indonesia pajak dikelompokkan menurut beberapa kategori,
yaitu menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya.
1. Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
WajibPajak dan tidak dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak
lain.
b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
2.Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang penggenaannya memperhatikan pada keadaan

pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.

b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan pada objeknya baik

pada berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan

timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan subjek pajak

maupun tempat tinggal.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya


a. Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah baik Daerah

Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah

tangga daerah masing-masing.

4. Tata cara Pemungutan Pajak

1. Asas-asas Pemungutan Pajak Dalam Waluyo (2007: 13) terdapat empat asas-asas

pemungutan pajak yang dikemukan oleh Adam Smith yaitu: Equality, Certainty,

Convenience, dan Economy.

a. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan

kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak

atau abilityto pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima.Adil dimaksudkan

bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah

sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.

b. Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,

Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang

terutang, kapan harus bayar, serta batas waktu pembayaran.

c. Convenience

Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-

saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sistem pemungutan ini disebut Pay as

You Earn.

d. Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban

pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban

yang dipikul Wajib Pajak.

5. Sistem Pemungutan Pajak

MenurutProf, Dr. Mardiasmo, MBA., Ak. (2004 : 7), dikemukakan beberapa

sistem pemungutan pajak, yaitu antara lain:

a. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib

pajak.

Ciri-cirinya :

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2. Wajib pajak bersifat pasif.

3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib

pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang .

Ciri-cirinya :

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak

itu sendiri.

2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri

pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System


Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak

ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang memberi wewenang yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya :

1. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga,

pihak selain fiskus dan wajib pajak.

6. Pengertian Self Assessment System

Self Assessment Systemadalah suatu sistem yang memberikan kepercayaan dan

tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan

membayar sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang

berlaku.Selain itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak

yang terutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perpajakan.

Pembayaran pajak selama tahun berjalan pada dasarnya merupakan angsuran pajak

untuk meringankan beban Wajib Pajak pada akhir tahun pajak

Sejak tahun 1984 Self Assesment System di bidang perpajakan di indonesia telah

diberlakukan untuk pajak penghasilan (PPh), sebagian masih diberlakukan Sistem

Official Assesment. Didalam Self Assesment System tidak semua SPT Wajib pajak

dilakukan pemeriksaan pajak, hanya SPT dengan kriteria tertentu, misalnya SPT lebih

bayar yang dilakukan pemeriksaan pajak (ketentuan Undang Hukum dan Perpajakan).

Hakikat Self Assessment System adalah penetapan sendiri besarnya pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak.Pada sistem ini, masyarakat Wajib Pajak diberikan kepercayaan dan

tanggung jawab yang lebih besar untunk melaksanakan kewajibannya, yaitu

menghitung, memperhitungkan, membayar serta melaporkan.


Berdasarkan Undang-undang pajak terdapat dua pihak yang menentukan berhasil

tidaknya pelaksanaan self assesment system dan merupakan kriteria self assesment

system.

1. Pihak wajib pajak

Dari sisi wajib pajak terdapat dua faktor utama yang mendukung keberhasilan

tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan self assesment system, yaitu

faktor kesadaran dan faktor pengetahuan.

2. Pihak Direktorat Jendral Pajak

Dari sisi DJP terdapat tiga faktor yang mendukung tingkat kepatuhan wajib

pajak dalam memenuhi kewajiban pajak dengan self assesment system, yaitu

penyuluhan (sosialisasi) perpajakan, dan pengawasan perpajakan.

7. Kepatuhan

Adanya sanksi administrasi maupun sanksi hukum pidana bagi Wajib Pajak yang

tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dilakukan supaya masyarakat selaku Wajib

Pajak mau memenuhi kewajibannya.Hal ini terkait dengan ikhwal kepatuhan

perpajakan atau tax compliance.Kepatuhan adalah ketaatan atau berdisiplin, dalam hal

ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas adalah ketaatan dalam menjalankan semua

peraturan perpajakan.

Menurut Nurmantu (2003:148), menyatakan :“kepatuhan pajak dapat

didefinisikan sebagai suatu keadaan Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban

perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan juga perilaku yang taat

hukum.Secara konsep, kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam mematuhi

peraturan hukum oleh seseorang atau organisasi”.Dalam self assessment system,

administrasi perpajakan berperan aktif melaksanakan tugas-tugas pembinaan,


pengawasan dan penerapan sanksi terhadap penundaan pemenuhan kewajiban

perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perpajakan. Fungsi

pengawasan memegang peranan sangat penting dalam self assessment system, karena

tanpa pengawasan dalam kondisi tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah,

mengakibatkan sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik, sehingga Wajib Pajak

pun akan melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar dan pada akhirnya

penerimaan dari sektor pajak tidak akan tercapai.

Dasar-dasar kepatuhan menurut Nurmantu meliputi:

a. Indoctrination

Sebab pertama warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah adalah karena dia

didoktrinir untuk berbuat demikian.Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi

kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana halnya dengan unsur-

unsur kebudayaan lainnya.

b. Habituation

Oleh karena sejak kecil mengalami proses sosialisasi, maka lama kelamaan

menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.

c. Utility

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan

teratur, akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas

dan teratur bagi orang lain. Karena itu diperlukan patokan tentang kepantasan dan

keteraturan tersebut, patokan tadi merupakan pedoman atau takaran tentang tingkah

laku dan dinamakan kaedah.Dengan demikian, maka salah satu faktor yang
menyebabkan orang taat pada kaidah adalah karena kegunaan dari pada kaidah

tersebut.

d. Group Identification

Dari satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaidah adalah karena kepatuhan

tersebut merupakan salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan

kelompok. Seseorang mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam kelompoknya

bukan karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari kelompok-

kelompok lainnya, akan tetapi justru karena ingin mengadakan identifikasi dengan

kelompoknya tadi. Bahkan kadang-kadang seseorang mematuhi kaidah kelompok

lain, karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompok lain tersebut.

Sebenarnya masalah kepatuhan yang merupakan suatu derajat secara kualitatif

dapat dibedakan dalam tiga proses, yaitu:

1. Compliance

Compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan

akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang

mungkin dijatuhkan. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu

keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan dan lebih didasarkan

pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya maka kepatuhan

akan ada, apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah

hukum tersebut.

2. Identification

Identification terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan

karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga

serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk

menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah


keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga

kepatuhan pun tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.

3. Internalization

Pada Internalization seseorang mematuhi kaedah-kaedah hukum oleh karena

secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut

adalah sesuai dengan nilai-nilainya sejak semula pengaruh terjadi, atau oleh

karena dia merubah pola-pola yang semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut

adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intrinsik. Pusat

kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang terhadap tujuan dari kaidah-kaidah

bersangkutan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau

pemegang kekuasaan maupun pengawasannya.

Berlakunya self assessment systemdi Indonesia menunjang besarnya peranan

Wajib Pajak dalam menentukan besarnya penerimaan negara dari sektor pajak yang

didukung oleh kepatuhan pajak (tax compliance).Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa kepatuhan pajak merupakan pelaksanaan atas kewajiban untuk menyetor dan

melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan.

Kepatuhan yang diharapkan dengan self assessment system adalah kepatuhan

sukarela (valuntary compliance) bukan kepatuhan yang dipaksakan (compulsary

compliance).Untuk meningkatkan kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak, diperlukan

keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan perpaturan perpajakan, kesederhanaan

peraturan dan prosedur perpajakan serta pelayanan yang baik dan cepat dari Wajib

Pajak.

Dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak harus mematuhi

kewajibannya dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Kepatuhan pajak ada dua jenis

yaitu:
1. Kepatuhan Formal yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhikewajiban

perpajakannya secara formal sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.

2. Kepatuhan Material yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif

hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa

UU perpajakan.

8. Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan,

Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,

pemungut pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan

pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

Menurut Undang- undang Pajak, Wajib Pajak patuh adalah mereka yang

memenuhi empat kriteria dibawah ini, yakni:

1. Wajib Pajak Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)

untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

2. Wajib pajak memiliki pengetahuan yang luas terhadap sistem perpajakan yang

berlaku.

3. Wajib Pajak tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana

di bidang perpajakan dalam waktu sepuluh tahun terakhir.

4. Wajib Pajak harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak apabila memiliki

penghasilan diatas PTKP .

Kewajiban Wajib Pajak adalah sebagai berikut :


a. Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)apabila

belum mempunyai NPWP.

b. Mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan (SPT) dan blangko

perpajakan lainnya di tempat-tempat yang ditentukan oleh DJP.

c. Mengisi dengan lengkap, jelas dan benar dan menandatangani sendiri SPT dan

kemudian mengembalikan SPT itu kepada kantor inspeksi pajak dilengkapi

dengan lampiran-lampiran.

d. Melakukan pelunasan dan melakukan pembayaran pajak yang ditentukan oleh

Undang-Undang.

e. Menghitung sendiri, menetapkan besarnya jumlah dan membayar pajak dalam

tahun yang sedang berjalan, sesuai dengan pajak dari tahun terakhir atau sesuai

dengan SKP yang dikeluarkan oleh DJP.

f. Menghitung dan menetapkan sendiri pajak yang terutang menurut cara

yangditentukan.

g. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan.

h. Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak, Wajib Pajak wajib:

1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang

menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan

penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak

atau objek yang terutang pajak.

2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang

dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

3. Memberikan keterangan yang diperlukan.

i.Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta

keterangan yangdiminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk


merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh

permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Hak-hak Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

a. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

b. Mengajukan permohonan dan penundaan penyampaian SPT.

c. Melakukan pembetulan sendiri SPT yang telah dimasukkan ke KPP.

d. Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak

sesuai dengan kemampuannya.

e. Mengajukan permohonan perhitungan atau pengembalian kelebihan

pembayaran pajak serta berhak memperoleh kepastian terbitnya surat

keputusan kelebihan pembayaran pajak, surat keputusan pengembalian

kelebihan pembayaran pajak.

f. Mendapatkan kepastian batas ketetapan pajak yang terutang dan penerbitan

Surat Pemberitaan.

g. Mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau

kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam penerapan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

h. Mengajukan surat keberatan dan mohon kepastian terbitnya surat keputusan

atas surat keberatannya.

i. Mengajukan permohonan banding atas surat keputusan keberatan yang

diterbitkan oleh DJP.

j. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan pengenaan sanksi

perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.

k. Memberikan kuasa khusus kepada orang yang dipercaya untuk melaksanakan

kewajiban perpajakannya.
9. Pengertian orang Pribadi

Pengertian Orang Pribadi menurut Indah Purwanigsih adalah seseorang yang

melakukan kegiatan usaha yang bertindak sebagai pemilik sekaligus pimpinan

perusahaan.Tujuan perusahaan tergantung kepada pemiliknya dimana pemilik

bertanggung jawab penuh terhadap operasi perusahaan termasuk kewajiban-kewajiban

perusahaan.

10. Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan

perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT

Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Pajak Orang pribadi yaitu :

a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertangung jawabkan perhitungan jumlah

pajak yang sebenarnya terutang.

b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri

dan atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun

paja atau bagian tahun pajak.

c. Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut terutang pemotongan

atau pemungutan pajak orang pribadi dalam satu masa pajak, yang ditentukan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Prosedur Penyelesaian SPT

Prosedur penyelesaian SPT adalah sebagai berikut :

a. Wajib pajak harus mengambil sendiri blangko SPT pada kantor Pelayanan Pajak

setempat (dengan menunjukan NPWP).


b. SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang

diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar mengakibatkan pajak yang

terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.

c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bsangkutan dalam batas

waktu yang ditentukan, dan akan diberikan tanda terima tertanggal. Apabila SPT

dikirim melalui Kantor Pos harus dilakukan secara teratur, dan tanda bukti serta

tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan.

Jenis SPT

Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan

penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau

pada suatu saat.

b. SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan

penghitungan dan pembayaran pajak yang terutatang dalam suatu tahun pajak.

Yang Wajib Mengisi Dan menyampaikan SPT Tahunan Orang Pribadi :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.

b. Wajib Pajak Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

modal dan lain-lain.

c. Pegawai yang menerima penghasilan atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang jumlahnya telah melebihi PTKP.

d. Kuasa Warisan yang belum terbagi.

e. Pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pegawai BUMN/BUMD sesuai

keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1986.

f. WNI yang bekerja pada perwakilan Asing dan perwakilan organisasi Internasional.
g. Orang asing yang berada di indonesia lebih.

B. KERANGKA KONSEPTUAL

Self Assesment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang,kepercayaan,dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar

ke kas negara. Dengan system ini diharapkan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam

menghitung, memperhitungkan,membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya dapat

meningkat.

Menurut Siti Resmi (2007 : 20) dalam buku perpajakan Teori dan kasus bahwa sistem

pemungutan pajak (Self assesment system) mempunyai arti bahwa penentuan besarnya

pajak yang terutang dipercayakan kepada wajib pajak sendiri dan melaporkan secara

teratur jumlah wajib pajak yang terutang dan yang telah dibayar sesuai dengan ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam ketentuan ini digariskan bahwa self assesment system mempunyai pengaruh

terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak itu sendiri, sehingga pembinaan masyarakat wajib

pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya antara lain peberian penyuluhan

pengetahuan perpajakan, baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada

masyarakat. Dengan berpegang teguh pada prinsip tersebut, maka arah dan tujuan system

self assesment system terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak itu sendiri akan berjalan

dengan efektif.

Menurut Drs.Safrinurmantu,Msi (2000:148) dalam buku pengantar perpajakan edisi

dua menyatakan dalam self assesment system wajib pajak harus aktif memenuhi

kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur, baik

dan benar sampai dengan melunasi pajak terutang tepat pada waktunya.
Dalam hal ini, walaupun sudah tersedia ancaman hukuman pidana bagi wajib pajak

yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, akan tetapi kenyataannya masih banyak

wajib pajak yang tidak atau belum sepenuhnya memenuhi kewajibannnya. Hal ini terkait

dengan ikhwal kepatuhan perpajakan atau tax compliance.

Berdasarkan teori-teori tersebut, bahwa PengaruhSelf Assesment System terhadap

tingkat kepatuhan wajib pajak dapat digambarkan sebagai berikut:

GAMBAR

KERANGKA KONSEPTUAL

SYSTEM SELF ASSESMENT Tingkat kepatuhan wajib pajak


orang pribadi
(X)
(Y)

C. HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka teoritis diatas, maka diajukan hipotesis alternative sebagai

berikut:

Ha : Adanya Pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi terhadap self

assesment system di KPPPratamaXxx.

Ho :Tidak Adanya Pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi terhadap self

assesment system di KPPPratamaXxx.

Anda mungkin juga menyukai