Anda di halaman 1dari 115

PEMBERIAN TERAPI GUIDED IMAGERY DAN IRINGAN MUSIK

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN


KEPERAWATAN Nn. Y DENGAN POST OPERASI
APPENDISITIS DI RUANG KANTIL I
RSUD KARANGANYAR

DI SUSUN OLEH :

TANTIK MAYASARI
P.12 114

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PEMBERIAN TERAPI GUIDED IMAGERY DENGAN IRINGAN MUSIK
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Nn. Y DENGAN POST OPERASI
APPENDISITIS DI RUANG KANTIL I
RSUD KARANGANYAR

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Progam Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

TANTIK MAYASARI
P.12 114

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :


Nama : Tantik Mayasari
NIM : P.12114
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Terapi Guided Imagery dengan Iringan
Musik untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pada
Asuhan Keperawatan Nn. Y dengan Post Operasi
Appendisitis di Ruang Kantil I RSUD Karanganyar

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 22 Mei 2015


Yang Membuat Pernyataan

Tantik Mayasari
NIM. P.12114

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:

Nama : Tantik Mayasari

NIM : P.12114

Program Studi : DIII KEPERAWATAN

Judul : Pemberian terapi guided imagery dengan iringan musik untuk

meningkatkan kualitas tidur pada asuhan keperawatan Nn. Y

dengan post operasi appendisitis di ruang Kantil I RSUD

Karanganyar.

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi

DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

Ditetapkan : Surakarta
Hari/ Tanggal : Senin, 25 Mei 2015

Pembimbing : Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep ( )


NIK. 201185071

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:


Nama : Tantik Mayasari
NIM : P 12 114
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Pemberian Terapi Guided Imagery dengan Iringan Musik
untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pada Asuhan Keperawatan
Nn. Y dengan Post Operasi Appendisitis di Ruang Kantil I
RSUD Karanganyar

Telah diajukan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Selasa, 23 Juni 2015

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep ( )


NIK. 201185071

Penguji I : Ns. Atiek Murhayati, S.Kep., M.Kep ( )


NIK. 200680021

Penguji II : Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M.Kep ( )


NIK. 200984041

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta

Ns. Atiek Murharyati, S.Kep. M.Kep.


NIK. 200680021

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Terapi Guided Imagery Dengan Iringan

Musik untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pada Asuhan Keperawatan Nn. Y

dengan Post Operasi Appendisitis di Ruang Kantil I RSUD Karanganyar”

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat:

1. Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu

di Stikes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII Keperawatan

yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes

Kusuma Husada Surakarta.

3. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep., selaku dosen pembimbing sekaligus

sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan

- masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

demi sempurnanya studi kasus ini.

4. Ns. Atiek Murhayati, S.Kep., M.Kep sebagai penguji 1.

5. Ns. S. D Sulisetyawati, M.Kep sebagai penguji 2.

v
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

serta ilmu yang bermanfaat.

7. Kedua orangtuaku, yang selaku menjadi inspirasi dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan.

8. Teman- teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma

Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu -

persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, Juni 2015

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan penulisan ........................................................................... 4

C. Manfaat penulisan ......................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori ............................................................................... 7

1. Appendisitis .............................................................................. 7

2. Terapi Guided Imagery dan terapi musik ...................................... 23

3. Pola tidur ....................................................................................... 35

B. Kerangka teori .................................................................................... 40

C. Kerangka konsep ................................................................................ 41

BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek aplikasi riset ........................................................................... 42

vii
B. Tempat dan waktu .............................................................................. 42

C. Media atau alat yang digunakan ......................................................... 42

D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ..................................... 42

E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset .......................................... 46

BAB IV LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien ................................................................................... 53

B. Pengkajian .......................................................................................... 53

C. Analisa data ........................................................................................ 62

D. Intervensi ............................................................................................ 63

E. Implementasi ...................................................................................... 65

F. Evaluasi .............................................................................................. 73

BAB V PEMBAHASAN

A. Pengkajian ..................................................................................... 78

B. Diagnosa keperawatan................................................................... 72

C. Intervensi keperawatan.................................................................. 84

D. Implementasi ................................................................................. 89

E. Evaluasi ......................................................................................... 91

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan......................................................................................... 96

B. Saran ................................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan tidur manusia .................................................................. 39

Tabel 3.1 Lembar observasi kualitas tidur ........................................................ 46

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka teori .......................................................................... 41

Gambar 2.2 Kerangka konsep ...................................................................... 42

Gambar 4.1 Genogram ................................................................................. 53

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal

Lampiran 2 Asuhan Keperawatan

Lampiran 3 Lembar Observasi Kualitas Tidur

Lampiran 4 Lembar Usulan Judul

Lampiran 5 Surat Pernyataan

Lampiran 6 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 7 Log Book Kegiatan Harian

Lampiran 8 Format Pendelegasian Pasien

Lampiran 9 Riwayat Hidup

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan

manusia. Petugas kesehatan khususnya perawat dalam hal ini memiliki

tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk

memberikan suatu pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat.

Kesehatan dan gaya hidup dipengaruhi oleh perkembangan zaman. Salah satu

contohnya adalah kurangnya konsumsi makanan berserai dalam menu sehari-

hari, sehingga menyebabkan terjadinya masalah kesehatan yaitu appendisitis

(Sulistiyawati, 2012).

Menurut DEPKES RI tahun 2009, insiden appendisitis di negara maju

lebih tinggi daripada negara berkembang. Amerika menangani 11 kasus atau

10.000 kasus appendisitis setiap tahun. Jumlah pasien yang menderita

penyakit appendisitis di Indonesia adalah sekitar 32% dari jumlah populasi

penduduk Indonesia (Sulistiyawati, 2012). Insiden pada laki-laki dan

perempuan sebanding, pada umur 20-30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi.

Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu. Bila

infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah (Jitowiyono dan

Kristiyanasari, 2010). Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya.

Sumbatan lumen appendiks faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus

disamping hyperplagia, jaringan limfefekalit, tumor appendiks dan cacing

1
2

askaris dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang menimbulkan ialah

erosi mukosa appendiks parasite seperti E-histolytica (Sjamsuhidayat, 2005).

Post operasi appendisitis merupakan ancaman potensial atau aktual

kepada integritas seseorang dimana mengalami gangguan fisiologis maupun

psikologisyang dapat menimbulkan nyeri. Klien mungkin tidak mampu untuk

melanjutkan aktivitas dan melakukan hubungan personal, ketidakmampuan ini

dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti kebutuhan istirahat tidur.

Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik

kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah, orang muda dan sering

ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal gangguan tidur yang

berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus

biologisnya, menurunya daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja,

mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada

akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri dan orang lain (Potter

& Perry, 2001).

Kualitas tidur merupakan suatu keadaan tidur yang dijalani seorang

individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur

mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, laterasi tidur, serta

aspek subyektif dari tidur. Kemampuan setiap orang untuk mempertahankan

keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang

pantas (Khasnah, 2012).


3

Penanganan gangguan pola tidur selain menggunakan terapi perilaku

kognitif bisa menggunakan terapi guided imagery dan iringan terapi musik.

Pemberian guided imagery juga sangat efektif dalam mengurangi nyeri pasien

post operasi appendisitis. Pemberian guided imagery dengan memberikan

teknik yang menggunakan imajinasi individu dengan imajinasi terarah untuk

mengurangi nyeri, kesulitan tidur, elergi atau asma, pusing, migren, hipertensi,

dan keadaan lain. Hasil penelitian Martin (2007) menyatakan teknik

pemberian guided imagery juga merupakan media yang sederhana dan tidak

memerlukan biaya untuk mengurangi stres dan kecemasan serta dapat

meningkatkan mekanisme koping.

Campbell, (2001) menyatakan bahwa musik mampu menjernihkan

pikiran, dan bunyi musik mampu menciptakan bentuk- bentuk fisik yang

mempengaruhi kesehatan, kesadaran, dan tingkah laku kita sehari- hari.

Kekuatan dari musik yang merupakan sumber penyembuhan emosional yang

sangat kuat untuk menangkal kekuatan negatif dan meningkatkan kekuatan

positif. Terapi musik dapat menyentuh tingkat kesadaran fisik, psikologi,

spiritual, dan sosial.

Hasil studi pendahuluan di Ruang Bedah RSUD Karanganyar di

dapatkan 70% pasien post operasi mengeluh gangguan pola tidur. Telah

didapatkan informasi dari perawat ruangan bedah, bahwa hanya sebagian

perawat saja yang mengetahui tentang teknik guided imagery dengan iringan

musik dan belum pernah ada yang melakukan teknik guided imagery dengan

iringan musik kepada pasien post operasi untuk meningkatkan kualitas tidur.
4

Sebagian perawat lainya jika ada pasien post operasi hanya mengajarkan

teknik yang lain misal teknik relaksasi nafas dalam, sehingga penulis tertarik

untuk mengaplikasikan tindakan pemberian teknik guided imagery dengan

iringan musik kepada pasien post operasi untuk meningkatkan kualitas tidur.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan

penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian terapi guided

imagery dengan iringan musik untuk meningkatkan kualitas tidur pada asuhan

keperawatan Nn. Y dengan post op appendisitis di ruang kantil I RSUD

Karanganyar”.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Mengaplikasikan hasil penelitian tentang pemberian guided imagery untuk

meningkatkan kualitas tidur pada Nn. Y dengan post op appendisitis di

ruang Kantil I RSUD Karanganyar.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien post operasi

appendisitis.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien post

operasi appendisitis.

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien

post operasi appendisitis.


5

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien

post operasi appendisitis

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien post

operasi appendisitis

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian tindakan relaksasi guided

imagery untuk meningkatkan kualitas tidur pada pasien post operasi

appendisitis.

C. Manfaat penelitian

1. Manfaat bagi penulis

Dapat menambah wacana keilmuan terutama di bidang keperawatan

dalam kaitannya terapi guided imagery untuk meningkatkan kualitas tidur

pada pasien post operasi appendisitis.

2. Bagi pendidikan

Hasil karya ilmiah ini sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan

datang.

3. Bagi institusi rumah sakit

Diharapkan hasil karya ilmiah ini dapat memberikan masukan dan bahan

pertimbangan bagi pihak manajemen Rumah Sakit dalam upaya

meningkatkan pelayanan keperawatan terutama dalam hal pemenuhan jam

tidur pasien di ruang rawat inap.


6

4. Bagi profesi keperawatan

Diharapkan hasil karya ilmiah ini dapat menjadi masukan bagi profesi

keperawatan dalam memberikan pelayanan keperawatan secara holistik

dalam memenuhi jam tidur pasien.

5. Bagi pasien

Diharapkan hasil karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pasien, yaitu

mengetahui tentang jam tidur yang baik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Appendisitis

a. Definisi

Appendisitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling

sering terjadi. Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada

appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang

paling sering. Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu

yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat,

karena yang merupakan usus buntu yang selama ini dikenal dan

digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus

buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui

secara pasti apa fungsi appendiks sebenarnya. Organ ini sering sekali

menimbulkan masalah kesehatan, Monica (2002).

Appendisitis adalah merupakan salah satu penyakit saluran

pencernaan yang paling umum ditemukan dan yang paling sering

memberikan keluhan abdomen yang akut (acu abdomen). Apendiktomy

adalah pengangkatan appendiks terinflamasi dapat dilakukan pada

pasien dengan menggunakan pendekatan endoskopi, namun adanya

perlengkapan multiple posisi retroperitoneal dari appendiks atau robek

7
8

perlu dilakukan prosedur pembukaan. Appendictomy adalah

pengangkatan secara bedah appendiks vermiformis.

Appendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamansi

akut pada kuadrat pada bawah kanan rongga abdomen, penyebab

paling umum untuk bedah abdomen darurat, Smelzer (2001).

Appendisitis akut adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilicus

berlangsung antara 1 sampai 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri

bergeser ke kuadran kanan bawah (Titik Me Burney) dengan disertai

mual, anoreksia dan muntah, Lindseth ( 2006).

Appendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2

minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik,

dan keluhan menghilang setelah Appendektomi. Kriteria mikroskopik

Appendiks kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding Appendiks,

adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel

inflamasi kronik, Pieter (2005).

b. Etiologi

Menurut Nuzulul (2009) etiologi appendisitis adalah:

1) Ulserasi pada mukosa

2) Obstruksi pada colon oleh fecalit (fases yang keras)

3) Pemberian barium

4) Berbagai macam penyakit cacing

5) Tumor

6) Striktur karena fibrosis pada dinding usus


9

c. Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbangan lumen

appendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,

struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.

Obstruktsi tersebut menyebabkan mukus diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,

namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang

meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan

edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan

bakteri akan menembus dinding appendiks. Peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan

nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan

appendisitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark

dinding appendiks yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut

dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini

pecah akan terjadi appendisitis perforasi.

Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu


10

massa lokal yang disebut infiltrate apendukularis, peradangan

appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Anak-anak karena amentum lebih pendek dan appendiks lebih

panjang, dinding appendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah

dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya

perforasi, sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena

telah ada gangguan pembuluh darah, Mansjoer ( 2007).

d. Manifestasi klinis

Menurut Smeltzer (2002) manifestasi klinis appendisitis adalah:

1) Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat

bila berjalan atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan

peritoneum lokal di titik Mc. Burney: nyeri tekan, nyeri lepas,

defans muskuler.

2) Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung: nyeri pada kuadran

kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing Sign).

3) Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas (Biumberg).

4) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam,

berjalan, batuk, mengedan.

5) Nafsu makan menurun

6) Demam yang tidak terlalu tinggi

7) Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.

Gejala-gejala permulaan pada appendisitis yaitu nyeri atau

perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti oleh anoreksia,


11

nausea dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1

atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan

bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar titik Me. Burney,

kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya

ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture

apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk

sementara.

e. Pemeriksaan diagnostik

Menurut Smeltzer (2002) pemeriksaaan diagnostik appendisitis terdiri

dari:

1) Laboratorium

Ditemukan leukositosis 10.000 s/d 18.000/mm3, kadang-

kadang dengan pergeseran ke kiri leukositosis lebih dari

18.000/mm3 disertai keluhan atau gejala appendisitis lebih dari

empat jam mencurigakan perforasi sehingga diduga bahwa

tingginya leukositosis sebanding dengan hebatnya peradangan.

2) Radiologi

Pemeriksaan radiology akan sangat berguna pada kasus

atipikal. Pada 55% kasus appendisitis stadium awal akan

ditemukan gambaran foto polos abdomen yang abnormal,

gambaran yang lebih spesifik adanya masa jaringan lunak di perut

kanan bawah dan mengandung gelembung-gelembung udara.

Selain itu gambaran radiologist yang ditemukan adanya fekalit,


12

pemeriksaan barium enama dapat juga dipakai pada kasus-kasus

tertentu cara ini sangat bermanfaat dalam menentukan lokasi

sakum pada kasus "Bizar". Pemeriksaan radiology X-ray dan USG

menunjukkan densitas pada kuadran kanan bawah atau tingkat

aliran udara setempat.

3) Pemeriksaan Penunjang Lainnya

a) Pada copy fluorossekum dan ileum terminasi tampak irritable.

b) Pemeriksaan colok dubur: menyebabkan nyeri bila di daerah

infeksi, bisa dicapai dengan jari telunjuk.

c) Uji psoas dan uji obturator.

f. Penatalaksanaan

Menurut Yayan ( 2008) penatalaksaan appendisitis adalah :

1) Sebelum operasi

a) Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan

gejala appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini

observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan

tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila

dicurigai adanya appendisitis ataupun peritonitis lainnya.

Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah

(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto

abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari

kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,


13

diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan

bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b) Antibiotik

Appendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan

antibiotik, kecuali appendisitis ganggrenosa atau appendiksitis

perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan

antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perporasi.

2) Operasi

a) Apendiktomi

b) Apencfiks di buang appendiks mengalami perporasi bebas,

maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

c) Abses appendiks diobati design antibiotika, massanya mungkin

mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam

jangka waktu beberapa hari. Appendiktomi di lakukan bila

abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3

bulan.

3) Pasca Operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui

terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan

pemapasan, angkat sonde lambung bila pasien sudah sadar,

sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien

dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak

terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila tindakan


14

operasi lebih besar, misalnya pada peritonitis umum, puasa

diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari pasca

operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur

selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di

luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien di

peroleh pulang

g. Komplikasi

Menurut Smeltzer (2002) komplikasi appendisitis adalah:

1) Perforasi

Insidens perforasi 10-32%, rata-rata 20%, paling sering

terjadi pada usia muda sekaliatau terlalu tua, perforasi timbul 93%

pada anak-anak di bawah 2 tahun antara 40-75%kasus usia di atas

60 tahun ke atas. Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama

sejak awal sakit, tetapi insiden meningkat tajam sesudah 24 jam.

Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5°C

tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis

meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.

2) Peritonitis

Peritonitis adalah trombofebitis septik pada sistem vena porta

ditandai dengan panas tinggi39°C-40°C menggigil dan ikterus

merupakan penyakit yang relatif jarang.

3) Tromboflebitis supuratif dari sistem portal, jarang terjadi tetapi

merupakan komplikasi yang letal.


15

4) Abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain.

5) Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

h. Asuhan keperawatan

Pada pengkajian fokus yang perlu diperhatikan pada pasien post

operasi appendisitis merujuk pada teori menurut Donges (2002), ada

berbagai macam meliputi :

1. Pengkajian

a) Riwayat:

Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan

kemungkinan appendisitis meliputi: umur, jenis kelamin,

riwayat pembedahan, dan riwayat medik lainnya, pemberian

barium baik lewat mulut atau rektal, riwayat diit terutama

makanan yang berserat.

b) Riwayat kesehatan:

(1) Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh nyeri di

sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.

Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin

beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di

epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat

keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang

atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.


16

(2) Riwayat kesehatan sekarang: Selain mengeluh nyeri

pada daerah epigastrium, keluhan yang menyertai

biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.

(3) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan

dengan masalah kesehatan klien sekarang, bisa juga

penyakit ini sudah pernah dialami oleh pasien

sebelumnya.

(4) Riwayat kesehatan keluarga: biasanya penyait

appendisitis ini bukan merupakan penyakit keturunan,

bisa dalam anggota keluarga ada yang pernah

mengalami sakit yang sama dengan pasien bisa juga

tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti

yang dialami pasien sebelumnya.

Data Subyektif :

c) Nyeri daerah operasi

d) Lemas

e) Haus

f) Mual, kembung

g) Pusing

Data Obyektif :

a) Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah

abdomen

b) Terpasang infus
17

c) Terdapat drain atau pipa lambung

d) Bising usus berkurang

e) Selaput mukosa mulut kering

Pemeriksaan Laboratorium

a) Leukosit: 10.000 - 18.000 / mm3

b) Netrofil meningkat 75 %

c) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi

terjadinya perforasi

d) Radiologi: Foto colon yang memungkinkan adanya fecalit

pada katup.

e) Barium enema: apendiks terisi barium hanya sebagian

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri abdomen berhubungan dengan agen cidera fisik (luka

post operasi)

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan

pejanan terhadap cahaya

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal

d. Kurang pengetahuan tentang prosedur persiapan dan sesudah

operasi.

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka

pembedahan.
18

3. Intervensi keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka post

operasi)

Tujuan: setelah di ilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam diharapkan nyeri berkurang. Dengan kriteria hasil:

a) Skala nyeri 0-1

b) Ekspresi wajah klien tampak rilek

(1) Intervensi

(a) Kaji karakteristik nyeri (PQRST)

Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan

pasien

(b) Pantau TTV

Rasional: mengetahui perubahan tanda vital

(c) Berikan posisi yang nyaman

Rasional: memberikan kenyamanan pada pasien

(d) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

Rasional: merelaksasikan otot-otot yang dapat

mengurangi rasa nyeri

(e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

Rasional: sebagai terapi

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pejanan

terhadap cahaya

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan istirahat pasien tercukupi. Dengan kriteria hasil :


19

a) Pasien tampak lebih segar

b) Kebutuhan tidur pasien tercukupi (± 7-8jam/hari)

c) Pasien tampak rileks

(1) Intervensi

(a) Kaji pola tidur pasien

Rasional: untuk menetahui pola tidur pasien

(b) Monitor TTV

Rasional: untuk mengetahui keadaan tubuh pasien

(c) Beri terapi guided imagery

Rasional: untuk merelaksasikan tubuh pasien agar dapat

tidur

(d) Anjurkan pada keluarga untuk menjaga lingkungan

sekitar pasien (menutup tirai , mematikan lampu jika

perlu, memastikan keadaan yang tenang atau

mengurangi jumlah pengunjung

Rasional: untuk memenuhi kebutuhan tidur

(e) Kolaborasi dalam pemberian obat

Rasional: sebagai terapi

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi. Dengan kriteria hasil:


20

a) Pasien tampak bugar dan sudah bisa melakukan aktivitas

sendiri.

b) Pasien mengatakan sudah bisa menggerakkan badan nya

miring kanan dan kiri.

c) 5 5

4 4

(1) Intervensi

(a) Kaji tingkat mobilitas

Rasional: untuk mengetahui tingkat mobilitas pasien

(b) Bantu aktivitas klien

Rasional: untuk memenuhi kebutuhan dasar klien

(c) Pertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat

nyaman klien

Rasional: memberi kenyamanan pada klien

(d) Bantu keluarga terdekat pada latihan gerak pasien

Rasional: untuk melatih gerak pasien

(e) Kolaborasi dalam pemberian obat

Rasional: sebagai terapi

6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual,

munntah, anoreksia

Tujuan: setelah diberikan intervensl keperawatan 3x24 jam

diharapkan cairan dan elektrolit dalam keadaan seimbang. Kriteria

hasil:
21

a) Turgor kulit baik.

b) Cairan yang keluar dan masuk seimbang.

c) BB stabil

1) Intervensi

(a) Observasi tanda vital suhu, nadi, tekanan darah,

perna-pasan tiap 4 jam. Observsi cairan yang keluar

dan yang masuk.

Rasional: untuk mengetahui keadaan vital pasien

(b) Jauhkan makanan atau bau-bauan yang merangsang

mual atau muntah.

(c) Kolaborasi pemberian infus dan pipa lambung.

7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan

Tujuan: setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam di harapkan pemenuhan masalah kerusakan kulit dapat

teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu. Kriteria hasil :

a) tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus,

b) kemerahan, luka bersih tidak lembab dan tidak kotor,

c) tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat di toleransi.

(1) Intervensi:

(a) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan

luka.

Rasional: mengetahui sejauhmana perkembangan

luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang

tepat.
22

(b) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan

tipe cairan luka.

Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka

akan mempermudah intervensi.

(c) Pantau peningkatan suhu tubuh.

Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat

diidentifikasi sebagai adanya proses peradangan.

(d) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut

luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester

kertas.

Rasional: teknik aseptik membantu mempercepat

penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

(e) Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.

Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan

mikroorganisme pathogenpada daerah yang beresiko

terjadi infeksi

2. Guided imagery dan terapi musik

a. Guided imageri

1) Definisi

Menurut (Kaplan & sadock, 2010) dalam mengatakan

bahwa teknik guided imagery adalah metode relaksasi untuk

mengkhayalkan tempat dan kejadian berhubungan dengan rasa

relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan


23

klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi, guided

imagery menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu yang

direncanakan serta khusus untuk mencapai efek positif tertentu.

Imajinasi bersifat individu dimana individu menciptakan

gambaran mental dirinya sendiri, atau bersifat terbimbing. Banyak

teknik imajinasi visual tapi teknik ini juga menggunakan indra

pendengaran, pengecapan dan penciuman (Potter & Perry, 2009),

guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi

seseorang untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer, 2010)

2) Tujuan Guided imagery

Guided imagery mempunyai elemen yang secara umum

sama dengan relaksasi, yaitu sama-sama membawa klien kearah

relaksasi. Tujuan dari guided imagery yaitu menimbulkan respon

psikofisiologis yang kuat seperti perubahan dalam fungsi imun

(Potter & Perry, 2009). Penggunaan guided imagery dapat

memusatkan perhatian pada banyak hal dalam satu waktu oleh

karena itu klien harus membayangkan satu imajinasi yang sangat

kuat dan dalam menyenangkan. Menurut Brannon & Freist (2000)

3) Manfaat guided imagery

Manfaat dari tehnik guided imagery yaitu sebagai

intervensi perilaku untuk mengatasi kecemasan, stress dan nyeri

sebagai penghancur sel kanker, untuk mengontrol dan

mengurangi rasa nyeri, serta serta untuk mencapai ketenangan dan


24

ketentraman (Potter & Perry, 2009). Guided imagery merupakan

imajinasi yang direncanakan secara khusus untuk mencapai efek

positif. Dengan membayangkan hal-hal yang menyenangkan

maka akan terjadi perubahan aktifitas motorik sehingga oto-otot

yang tegang menjadi rileks, respon terhadap bayangan menjadi

semakin jelas. Hal tersebut terjadi karena rangsangan imajinasi

berupa hal-hal yang menyenangkan akan menjalankan kebatang

otak menuju sensor thalamus untuk di format. Sebagian kecil

rangsangan itu ditransmisikan ke amigdala dan hipokampus,

sebagian lagi dikirim ke korteks sesrebri. Sehingga pada korteks

serebri akan terjadi asosiasi korteks serebri. Sehingga pada

korteks serebri akan terjadi asosiasi pengindraan. Pada

hipokampus hal-hal yang menyenangkan akan diproses menjadi

sebuah memori. Ketika terdapat rangsangan berupa imajinasi

yang menyenangan memori yang tersimpan akan muncul kembali

dan menimbulkan suatu persepsi. Dari hipokampus rangsangan

yang telah mempunyai makna dikirim ke amigdala yang akan

membentuk pola respon yang sesuai dengan makna rangsangan

yang diterima. Sehingga subyek akan lebih mudah untuk

mengasosiasikan dirinya dalam menurunkan sesuai nyeri yang di

alami, Novarenta (2013). Mekanisme imajinasi positif dapat

melemahkan psikoneuro immunologi yang mempengaruhi respon

stress, selain itu dapat melepaskan endhorpin yang melemahkan


25

respon rasa sakit dan dapat mengurangi rasa sakit atau

meningkatnya ambang nyeri, (Mariyam dan Widodo, 2012).

4) Langkah-langkah melakukan teknik guided imagery yaitu

Teknik ini dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya

yaitu meminta kepada klien untuk pelan-pelan menutup matanya

dan fokus pada nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi

mengosongkan pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan

untuk membuat damai dan tenang (Rahmayati, 2010).

Menurut kozier dan Erb, (2009) mengatakan bahwa

langkah-langkah dalam melakukan guided imagery yaitu :

a) Untuk persiapan, mencari lingkungan yang nyaman dan

tenang, bebas dari distraksi. Lingkungan yang bebas dari

distraksi diperlukan oleh subyek guna berfokus pada

imajinasi yang dipilih. Untuk pelaksanaan subyek harus tahu

rasional dan keuntungan dari tehnik imajinasi terbimbing.

Subyek merupakan partisipan aktif dan latihan imajinasi yang

harus dilakukan dan hasil yang diharapkan. Selanjutnya

memberikan kebebasan kepada subyek. Membantu subyek ke

posisi yang nyaman dengan cara: membantu subyek untuk

bersandar dan meminta menutup mata. Posisi nyaman dapat

meningkatkan fokus subyek selama latihan imajinasi.

Menggunakan sentuhan jika hal ini tidak membuat subyek

terasa terancam. Bagi beberapa subyek, sentuhan fisik


26

mungkin mengganggu karena kepercayaan budaya dan

agama mereka.

b) Langkah berikutnya menimbulkan relaksasi. Dengan cara

memanggil nama yang disukai. Berbicara jelas dengan nada

yang tenang dan netral. Meminta subyek untuk tarik nafas

dalam dan perlahan untuk merelaksasikan semua otot. Untuk

mengatasi nyeri, stress, dan gangguan tidur, dorong subyek

untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Setelah

itu membantu subyek merinci gambaran dari bayanganya.

Mendorong subyek untuk menggunakan semua inderanya

dalam menjelaskan bayangan dan lingkungan bayangan

tersebut.

c) Langkah selanjutnya meminta subyek untuk menjelaskan

perasaan fisik dan emosional yang ditimbulkan oleh

bayanganya. Dengan mengarahkan subyek untuk

mengeksplorasi respon terhadap bayangan karena ini akan

memungkinkan subyek memodifikasi imajinasinya. Respon

negative dapat diarahkan kembali untuk memberikan hasil

akir yang lebih positif. Selanjutnya memberikan umpan balik

kontinyu kepada subyek. Dengan memberi komentar pada

tanda-tanda relaksasi dan ketentraman, setelah itu membawa

subyek keluar dari bayangan. Setelah pengalaman imajinasi

dan mendiskusikan perasaan subyek mengenai pengalamanya


27

tersebut. Serta mengidentifikasikan setiap setiap hal yang

meningkatkan pengalaman imajinasi. Selanjutnya motivasi

subyek untuk mempraktikan teknik imajinasi secara mandiri.

b. Terapi musik

1) Definisi

Terapi musik merupakan suatu sisiplin ilmu yang rasional

yang member nilai tambah pada musik sebagai dimensi baru

secara bersama dapat mempersatukan seni, ilmu pengetahuan dan

emosi. (Widodo, 2000)

Musik adalah segala sesuatu yang menyenangkan,

mendatangkan keceriaan, mempunyai irama (ritme), melodi,

timbre (tone colour) tertentu untuk membantu tumbuh dan pikiran

saling bekerja sama (Fauzi, 2006).

Musik member nuansa yang bersifat menghibur,

menumbuhkan suasana yang menyenangkan seseorang, sehingga

musik tidak hanya berpengaruh terhadap kecerdasan berfikir saja

tetapi juga kecerdasan emosi (Sari, 2004).

2) Macam terapi musik

Dalam dunia penyembuhan dengan musik, dikenal 2

macam terapi musik, yaitu:

(a) Terapi musik aktif

Dalam terapi musik aktif klien diajak bernyanyi,

belajar memainkan alat musik: menirukan nada–nada bahkan


28

membuat lagu singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi

aktif dengan dunia musik. Untuk melakukan terapi musik

aktif tentu saja dibutuhkan bimbingan seseorang pakar yang

kompeten dalam bermain musik.

(b) Terapi musik pasif

Terapi musik pasif merupakan terapi musikyang

murah, mudah dan efektif. Hanya dengan mendengarkan dan

menghayati suatu alunan musik tertentu yang disesuaikan

dengan masalahnya. Hal penting dalam terapi musik pasif

adalah pemilihan jenis musik dan sesuai dengan kebutuhan.

3) Jenis-jenis aliran musik

(a) Musik klasik

Musik klasik merupakan istilah yang biasanya

mengacu pada musik yang dibuat atau berakar dari tradisi

kesenian barat (Rasyid, 2010). Musik klasik mempunyai

kejernihan, keanggunan, kebeningan. Musik ini mampu

memperbaiki konsentrasi dan ingatan. Sampai saat ini musik

klasik banyak dimanfaatkan untuk pendidikan, relaksasi,

konseling, dan terapi. Musik klasik dianggap paling aman

karena apabila dibandingkan dengan jenis musik yang lain

musik klasik belum berokus pada nuansa emosional, tetapi

lebih berfokus pada bentuk dan struktur serta bersifat stabil

karena iramanya dan harmoninya tidak bergejolak. Selain itu


29

musik klasik memiliki penekanan terhadap melodi. Harmoni

yang seimbang dan ritme yang konstan (satiadarma, 2005).

(b) Musik Jazz

Musik jazz memberikan kegembiraan dan member

ilham, melepaskan rasa gembira maupun kesedihan

mendalam, membawa kecerdasan dan menegaskan

kemanusiaan bersama (Campbell, 2001).

(c) Musik Rock

Rock dapat menggugah nafsu, merangsang gerakan

aktif, melepaskan ketegangan dan menutup rasa sakit, musik

tersebut juga dapat menciptakan ketegangan, stress dan rasa

sakit didalam tubuh apabila tidak dalam suasana batin untuk

dihibur secara energik ( Campbell, 2003).

(d) Musik rakyat (Musik tradisional)

Musik rakyat atau musik tradisional adalah musik yang

hidup di masyarakat secara turun menurun, dipertahankan

sebagai sarana hiburan. Tiga komponen yang saling

mempengaruhi diantaranya seniman, musik itu sendiri, dan

masyarakat penikmatnya (Rasyid, 2010).

(e) Musik keagamaan

Musik keagamaan antara lain terdiri dari:

(1) Kasidah

Adalah bentuk syair epic kesusateraan arap yang

dinyayikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi pujian


30

(dakwah keagamaan dan satir) untuk kaum muslim. Lagu

kasidah modern liriknya juga dibuat dalam bahasa. Alat

musik yang digunakan adalah rebana dan mandolin,

disertai alat-alat modern misalnya biola, gitar, kibord

(Rasyid, 2010).

(2) Nasyid

Adalah salah satu seni tarik suara islam. Syairnya

merupakan nyanyian yang bercorak islam dan

mengandung nasihat, kisah para nabi, memuji Allah, dan

sejenisnya. Nasyid dinyanyikan secara akapela dengan

hanya diiringi gendang. Pada awalnya yang dinyanyikan

adalah syair- syair asli berbahasa arab. Namun akhirnya

berkembang dengan bahasa Indonesia dengan tema yang

semakin luas (Rasyid, 20010).

4) Manfaat terapi musik

Menurut Djohan, (2006) ada beberapa manfaat terapi musik yaitu:

(a) Relaksasi

Mengistirahatkan tubuh dan pikiran manfaat yang pasti

dirasakan setelah melakukan terapi musik adalah perasaan

rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran lebih fresh. Terapi

musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk

mengalami relaksasi yang sempurna. Dalam kondisi relaksasi

(istirahat) yang sempurna itu, seluruh sel dalam tubuh akan


31

mengalami reproduksipenyembuhan alami berlangsung.

Produksi hormon tubuh diseimbangkan dan pikiran

mengalami penyegaran.

(b) Meningkatkan kecerdasan

Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan

intelegensia seseorang disebut Efek Mozart. Hal ini telah

diteliti secara ilmiah oleh Frances Rauscher et al dari

Universitas California. Penelitian lain juga membuktikan

bahwa masa dalam kandungan juga membuktikan bahwa

masa dalam kandungan dan bayi adalah waktu yang paling

tepat untuk menstimulasi otak anak agar menjadi cerdas. Hal

ini karena otak akan sedang dalam masa pembentukan,

sehingga sangat baik apabila mendapatkan rangsangan yang

positif.

(c) Meningkatkan motivasi

Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan

perasaan dan mood tertentu. Apabila ada motivasi,

semangatpun menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk

beraktivitas. Dari hasil penelitian, ternyata jenis musik

tertentu bisa meningkatkan motivasi, semangat dan

meningkatkan level energy seseorang


32

(d) Mengurangi rasa sakit

Musik bekerja pada system saraf otonom yaitu bagian

system saraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan

darah, denyut jantung dan fungsi otak, yang mengontrol

perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua system

tersebut berinteraksi sensitive terhadap musik. Ketika kita

merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang

membuat kita menegangkan otot- otot tubuh, hasilnya rasa

sakit menjadi semakin parah. Mendengarkan musik secara

teratur membantu tubuh relaks secara fisik dan mental,

sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah rasa

sakit.

(e) Mengurangi insomnia

Salah satu manfaat musik sebagai terapi adalah self

mastery yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri. Musik

mengandung vibrasi energi, vibrasi ini juga mengaktifkan

sel- sel didalam diri seseorang, sehingga dengan aktivitasnya

sel- sel tersebut system kekebalan tubuh seseorang lebih

berpeluang untuk aktif dan meningkat fungsinya. Selain itu,

musik dapat meningkatkan serotonin dan pertumbuhan

hormone ACTH (hormone stress). Musik klasik memiliki

kejernihan, keanggunan, dan kebeningan. Musik ini mampu

memperbaiki konsentrasi, ingatan, dan persepsi. Pada


33

dasarnya semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan

dalam usaha meningkatkan kualitas tidur seseorang.

Terapi musik klasik ini bekerja pada otak, dimana

ketika didorong oleh rangsangan dari luar (terapi musik

klasik), maka otak akan memproduksi zat kimia yang disebut

neuropeptide. Molekul ini akan menyangkut kedalam

reseptor- reseptor mereka yang ada di dalam tubuh dan akan

memberikan umpan balik terhadap ketenangan dan menjadi

rileks. Sering kali dianjurkan memilih musik relaksasi dengan

tempo sekitar 60 ketukan/ menit, sehingga didapatkan

keadaan istirahat yang optimal (Nicholas &Humenick, 2002)

5) Langkah terapi musik

(a) Mempersiapakan alat musik dan jenis musiknya

(b) Memilih tempat yang tenag yang bebas dari gangguan

(c) Memposisikan pasien sesuai kenyamanan pasien

(d) Ambil nafas dalam dalam, tarik dan keluarkan perlahan–

lahan melalui hidung

(e) Saat musik dimaikan pasien diminta untuk mendengarkan

instrument musik yang dimainkan dengan seksama, seolah-

olah musik tersebut dikhususkan untuk pasien

(f) Pasien diminta untuk membayangkan gelombang suara itu

datang dari speaker mengalir keseluruh tubuh, dan fokus

pada ritme musik yang dimainkan, sehingga alunan musik


34

dapat mengalir melewati seluruh tubuh dan melengkapi

kembali sel – sel, lapisan tipis tubuh dan organ dalam tubuh

pasien

(g) Setelah alunan musik didengarkan selama kurang lebih 20

menit, maka alunan musik tersebuit telah membantu pikiran

seseorang beristirahat ( Sari, 2005 )

3. Pola tidur

a. Definisi Tidur

Tidur adalah suatu keadaan yang tidak sadar dimana persepsi

dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang dan

dapat dibangunkan kembali dengan rangsangan (Asmadi, 2008).

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,

sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan peresaan lelah,

mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar

mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian

terpecah- pecah, sakit kepala, dan sering menguap atau mengantuk

(Hidayat, 2006).

b. Tanda-tanda kurang tidur

1) Tanda fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di

kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung),

kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk


35

berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan

seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

2) Tanda psikologis

Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak

enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung,

timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran,

kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

c. Faktor yang mempengaruhi tidur kualitas tidur menurut (Potter dan

Perry, 2005):

1) Penyakit

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan

fisik atau masalah suasana hati seperti kecemasan atau depresi

dapat mempengaruhi masalah tidur. Penyakit juga memaksa klien

untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa, seperti memperoleh

posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi

dapat mengganggu tidur.

2) Stres emosional

Kecemasan tentang masalah pribadi dapat mempengaruhi

situasi tidur. Stres menyebabkan seseorang mencoba untuk tidur,

namun selama siklus tidurnya klien sering terbangun atau terlalu

banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat mempengaruhi kebiasaan

tidur yang buruk.


36

3) Obat-obatan

Obat tidur seringkali membawa efek samping. Dewasa

muda dan dewasa tengah dapat mengalami ketergantungan obat

tidur untuk mengatasi stersor gaya hidup. Obat tidur juga seringkali

digunakan untuk mengontrol atau mengatasi sakit kroniknya.

Beberapa obat juga dapat menimbulkan efek samping penurunan

tidur REM.

4) Lingkungan

Lingkungan tempat seorang tidur berpengaruh pada

kemampuan untuk tertidur. Ventilasi yang baik memberikan

kenyamanan untuk tidur tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi

tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur. Tingkat cahaya, suhu

dan suara dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Klien ada

yang menyukai tidur dengan lampu yang dimatikan, remang-

remang atau tetap menyala. Suhu yang panas atau dingin

menyebabkan klien mengalami kegelisahan. Beberapa orang

menyukai kondisi tenang untuk tidur dan ada yang menyukai suara

untuk membantu tidurnya seperti dengan musik lembut dan

televisi.

5) Makanan dan Minuman

Menurut Rafiudin (2004), kebiasaan mengkonsumsi kafein

dan alkohol mempunyai efek insomnia. Makan dalam porsi besar,


37

berat dan berbumbu pada makan malam juga menyebabkan

makanan sulit dicerna sehingga dapat mengganggu tidur.

d. Kebutuhan tidur manusia

Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat

perkembangan. Tabel berikut merangkum kebutuhan tidur manusia

berdasarkan usia (Hidayat 2008).

e. Macam-macam Gangguan Pola Tidur

1) Insomnia

Insomnia adalah ketidak mampuan untuk mencukupi

kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada

3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur,

insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur atau

sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan

tidak dapat tidur kembali (Potter, 2005).

2) Hipersomnia
38

Hipersomnia merupakan kebalikan dari insomnia.

Hipersomnia merupakan kelebihan tidur lebih dari 9 jam di malam

hari dan biasanya berkaitan dengan gangguan psikologis seperti

depresi atau kegelisahan, kerusakan sistem saraf pusat dan

gangguan pada ginjal, hati atau gangguan metabolisme.

3) Parasomnia

Parasomnia merupakan suatu rangkaian gangguan yang

mempengaruhi tidur anak-anak seperti somnabulisme (tidur

berjalan), ketakutan dan enuresis (mengompol). Gangguan ini

sering dialami anak secara bersama, diturunkan dalam keluarga

atau genetis dan cenderung terjadi pada tahap III dan IV tidur

NREM.

4) Narkolepsi

Narkolepsi adalah serangan mengantuk yang mendadak

pada siang hari. Sering disebut sebagai serangan tidur.

Penyebabnya tidak diketahui tetapi tidak diperkirakan akibat

kerusakan genetik sistem saraf pusat.

5) Apnue saat tidur

Apnue saat tidur adalah periode henti nafas saat tidur.

Tanda- tanda yang dapat diamati adalah mengorok dan rasa kantuk

berlebihan.

6) Sudden infant death syndrom


39

Gangguan ini dapat terjadi pada bayi usia 12 bulan pertama.

Penyebabnya tidak diketahui. Beberapa ahli berpendapat gangguan

ini disebabkan oleh sistem saraf tidak matang atau apnue saat tidur.

Gangguan tidur lainnya adalah mengigau atau sering disebut

ngelindur, biasanya terbangun pada tengah malam,

kemudian melakukan beberapa hal dari sekadar bicara sendiri atau

berjalan menuju ke suatu tempat (Riyanto, 2008).


40

B. Kerangka Teori

Pasien post operasi Muncul masalah keperawatan


appendisitis Gangguan pola tidur

Diberikan terapi guided imagery dan terapi musik

Pemberian guided imagery Pemberian terapi musik

Membayangkan hal yang menyenangkan


Terapi musik bekerja pada otak
Otot- otot yang tegang menjadi rileks
Di dorong rangsangan dari liuar
Rangsangan imajinasi yang menyenangkan
(terapi musik)
Dijalankan ke batang otak
Otak memproduksi zat kimia
Sensor Thalamus (Neuropeptide)

Di transmisikan ke Amigdala, Hipokampus, dan


Molekul zat tersebut masuk ke
korteks Cerebri
dalam tubuh
Asosiasi korteks Certebri
Klien merasa tenang dan rileks

Sehingga terjadi sosiasi pegindraan

Diproses menjadi sebuah memori

Menurunkan nyeri yang dapat merileksasikan

Kebutuhan pola tidur klienterpenuhi/ meningkat

Sumber 2.1 Kerangka Teori


(Novarenta, 2013 dan Nicholas & Humerick, 2002)
41

C. KerangkaKonsep

Gangguan pola tidur Diberikan terapi


guided imagery
dan terapi musik

Peningkatan kualitas
tidur

Sumber 2. 2 Kerangka Konsep


((Novareta, 2013 dan Nicholas & Humenick, 2002)
BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subyek aplikasi riset

Pasien bernama Nn. Y umur 18 Tahun dengan post operasi

appendisitis.

B. Tempat dan waktu

1. Tempat: Diruang bangsal Kantil 1 RSUD Karanganyar

2. Waktu : Dilakukan pada tanggal 11- 13 Maret 2015

C. Media dan alat yang digunakan

1. Tempat tidur

2. Hand phone untuk iringan musik

3. Lembar observasi kualitas tidur PSQI

D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset

1. Langkah guided imagery

Teknik ini dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta

kepada klien untuk pelan-pelan menutup matanya dan fokus pada nafas

mereka, klien didorong untuk relaksasi mengosongkan pikiran dan

memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat damai dan tenang

(Patasik et al, 2013).

42
43

Menurut Kozier dan Erb, (2009), mengatakan bahwa langkah-langkah

dalam melakukan guided imagery yaitu :

a. Persiapan mencari lingkungan yang nyaman tenang, dan bebas dari

distraksi. Lingkungan yang bebas dari distraksi diperlukan oleh klien

supaya klien fokus pada guided imagery. Tindakan guided imagery

dilakukan setelah klien diberi penjelasan tentang keuntungan dan

rasional dan guided imagery. Klien diberi kebebasan mengatur posisi

yang nyaman dengan cara membantu klien untuk bersandar dan

meminta untuk menutup mata. Posisi yang nyaman dapat

meningkatkan fokus klien selama latihan. Sentuhan fisik diberikan jika

tidak membuat klien terasa terancam.

b. Langkah berikutnya menimbulkan relaksasi, dengan cara memanggil

nama yang disukai. Berbicara jelas dengan nada yang tenang dan netral

saat memberikan arahan pada klien. Klien diminta untuk tarik nafas

dalam dan perlahan untuk merelaksasikan semua otot. Klien

dimotivasi untuk membayangkan hal-hal mengurangi nyeri stres dan

gangguan tidur, setelah itu membantu klien merinci gambaran dari

bayanganya.

c. Langkah selanjutnya meminta subyek untuk menjelaskan perasaan

fisik dan emosional yang ditimbulkan oleh bayanganya. Mengarahkan

klien untuk mengeksplorasi respon terhadap bayangan karena ini akan

memungkinkan klien memodifikasi imajinasinya. Respon negative

dapat diarahkan kembali untuk memberikan hasil akir yang lebih


44

positif. Memberikan umpan balik kontiyu kepada klien, dengan

memberikan komentar pada tanda-tanda relaksasi dan ketentraman,

setelah itu membawa klien keluar dari bayangan. Mendiskusikan

perasaan klien mengenai perasaan yang dialaminya, selanjutnya

mengidentifikasikan setiap hal yang meningkatkan pengalamanya.

Selanjutnya memotivasi klien untuk mempraktikan guided imagery

secara mandiri.

2. Langkah terapi musik

a. Mempersiapakan alat musik dan jenis musiknya

b. Memilih tempat yang tenag yang bebas dari gangguan

c. Memposisikan pasien sesuai kenyamanan pasien

d. Ambil nafas dalam dalam, tarik dan keluarkan perlahan – lahan

melalui hidung

e. Saat musik dimaikan pasien diminta untuk mendengarkan instrument

musik yang dimainkan dengan seksama, seolah – olah music tersebut

dikhususkan untuk pasien

f. Pasien diminta untuk membayangkan gelombang suara itu datang dari

speaker mengalir keseluruh tubuh, dan fokus pada ritme musik yang

dimainkan, sehingga alunan musik dapat mengalir melewati seluruh

tubuh dan melengkapi kembali sel – sel, lapisan tipis tubuh dan organ

dalam tubuh pasien


45

g. Setelah alunan musik didengarkan selama kurang lebih 20 menit, maka

alunan musik tersebuit telah membantu pikiran seseorang beristirahat

(Sari, 2005 )
46

E. Alat ukur kualitas tidur menggunakan PSQI


LEMBAR OBSERVASI KUALITAS TIDUR
NAMA :
DIAGNOSA MEDIS :
JUDUL JURNAL :

No Pertanyaan Jawaban
Sebelum Sesudah
1 Jam berapa biasanya
berangkat tidur di malam
hari
2 Berapa menit anda habiskan
waktu di tempat
tidur,sebelum akhirnya anda
tertidur?
3 Jam berapa nda biasanya
bangun setiap pagi?

4 Berapa jam anda tidur di


malam hari?

46
46
46

Seberapa sering anda Tidak Kurang dari Sekali atau Tiga kali Tidak Kurang dari Sekali atau Tiga kali atau
terjaga karena : pernah sekali dua kali atau lebih pernah sekali dua kali dalam lebih dalam
dalam dalam dalam dalam semingu semingu
semingu semingu semingu semingu
5.a. Tidak bisa tertidur
dalam 30 menit
5.b. Terbangun di tengah
malam
5.c. Terbangun karena
harus ke kamar mandi
5.d. Terganggu pernafasan

5.e. Batuk atau


mendengkur terlalu
keras
5.f. Merasa kedinginan

5.g. Merasa kepanasan

47
48

5.h. Bermimpi buruk

5.i. Merasa kesakitan

5.j. Alasan lain :

6. atau resep) untuk


membantu anda tidur?

7.a. Berapa sering anda


tidak bisa menahan
kantuk ketika
bekerja,makan atau
aktivitas lainnya?
7.b. Berapa sering anda
tidur siang ketika
istirahat kerja?
Sangat Baik Buruk Sangat Sangat Baik Buruk Sangat buruk
baik buruk baik
8. Berapa sering anda
mengalami kesukaran

48
48

berkonsentrasi ke
pekerjaan ?
9. Menurut anda
sendiri,bagaimana
kualitas tidur anda
selama satu minggu ini
KETERANGAN :
1. Komponen 1 yaitu kualitas tidur subjektif terdapat pada pertanyaan nomer 9 dengan pilihan jawaban sangat baik = 0, baik = 1,
buruk = 2, dan sangat buruk = 3
2. Komponen 2 yaitu tidur laten terdapat pada pertanyaan nomer 2 dan 5a dengan pilihan jawaban tidak pernah = 0, kurang dari
sehari = 1, sekali atau dua kali dalam sehari = 2, dan tiga kali atau lebih dalam sehari = 3.
3. Komponen 3 yaitu lama tidur terdapat pada pertanyaan nomer 4 tanpa pilihan jawaban atau jawaban dari responden
4. Komponen 4 yaitu efisiensi tidur terdapat pada pertanyaan nbomor 1 dan 3 dengan jawaban dari responden
5. Komponen 5 yaitu gangguan tidur terdapat pada pertanyaan nomor 5.b sampai dengan 5.j dengan pilihan jawaban sama
dengan pertanyaan nomer 5
6. Komponen 6 yaitu pemakaian obat tidur terdapat pada pertanyaan nomor 5
7. Komponen 7 yaitu disfungsi siang hari terdapat pada pertanyaan nomer 8 dengan pilihan jawaban sama dengan pertanyaan
nomer 9

49
50

Durasi tidur
Efisiensi tidur = ––––––––––––––––––––––––––––– x 100%
Jam bangun tidur-jam tidur malam

Kriteria efisiensi tidur

Efisiensi tidur > 85% = 0

Efisiensi tidur 75-84% = 1

Efisiensi tidur 65-74% = 2

Efisiensi tidur <65% = 3

1. Kualitas tidur no. 6 =

Kriteria penilaian jawaban responden

Sangat baik = 0

Cukup baik = 1

Cukup buruk = 2

Sangat buruk =3

2. Latensi tidur no. 2 dan no 5a =

Dengan kriteria penilaian

Skor latensi tidur 0 = 0

Skor latensi tidur 1-2 = 1

Skor latensi tidur 3-4 = 2

Skor latensi tidur 5-6 = 3

3. Durasi tidur no. 4 =

Dengan kriteria penilaian

Durasi tidur > 7 jam = 0


51

Durasi tidur 6-7 jam = 1

Durasi tidur 5-6 jam = 2

Durasi tidur < 5 jam = 3

4. Efisiensi tidur sehari-hari no. 1, no. 3 dan no. 4 =

5. Gangguan tidur no. 5b- 5j =

Kriteria penilaian

Skor gangguan tidur 0 = 0

Skor gangguan tidur 1-9 = 1

Skor gangguan tidur 19-27 = 3

6. Penggunaan obat tidur no. 7a =

Jawaban responden

Tidak pernah sama sekali = 0

Kurang dari sekali dalam seminggu = 1

Satu atau dua kali seminggu = 2

Tiga kali atau lebih seminggu = 3

7. Disfungsi aktivitas tidur siang hari no. 8 dan no. 9 =

Kriteria penilaian

Skor disfungsi aktivitas siang hari 0 = 1

Skor disfungsi aktivitas siang hari 1-2 = 1

Skor disfungsi aktivitas siang hari 3-4 = 2

Skor disfungsi aktivitas siang hari 5-6 = 3

Jadi nilai kualitas tidur pirtzburg sleep quality index adalah

a. Kualitas tidur =
52

b. Latensi tidur =

c. Durasi tidur =

d. Efisiensi tidur =

e. Gangguan obat tidur =

f. Disfungsi aktivitas tidur =

Kriteria penilaian

Kualitas tidur baik = < 5

Kualitas tidur buruk = > 5

Perbedaan sebelum dan sesudah tindakan

1) Latensi tidur sebelum tindakan nilai skornya ..... setelah tindakan

menjadi .....

2) Durasi tidur sebelum tindakan nilai skornya ..... setelah tindakan

menjadi .....

3) Efisiensi tidur sebelum tindakan nilai skornya .... setelah tindakan

menjadi .....

4) Gangguan tidur sebelum tindakan nilai skornya .... setelah tindakan

menjadi ....
BAB IV

LAPORAN KASUS

Bab ini penulis menjelaskan tentang aplikasi jurnal tentang ‘’Terapi

guided imagery untuk meningkatkan kualitas tidur pada asuhan keperawatan Nn.

Y dengan post operasi appendisitis di ruang kantil I RSUD Karanganyar’’.

Asuhan keperawatan Nn. Y dengan post operasi, meliputi pengkajian, perumusan

masalah keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi

keperawatan. Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 19.00

WIB dengan menggunakan metode auto-anamnesa dan allo-anamnesa.

A. Identitas pasien

Pasien bernama Nn. Y, berjenis kelamim perempuan dengan umur 18

tahun, berstatus belum kawin, Nn. Y bertempat tinggal di daerah Begajah,

Popongan, Karanganyar, beragama islam dan berstatus sebagai pelajar. Saat

ini Nn. Y di rawat di RSUD Karanganyar yang bertanggung jawab adalah Tn.

S merupakan ayah dari Nn. Y berumur 48 tahun dan bekerja sebagai

wiraswasta, Tn. S bertempat tinggal di daerah Begajah, Popongan,

Karanganyar.

B. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 maret 2015 pukul 19.00 WIB,

pengkajian dilakukan dengan metode auto-anamnesa dan allo-anamnesa.

53
54

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri post operasi pada perut

kuadran IV kanan bawah dan pasien mengeluh sulit tidur karena nyeri

tersebut, 3 hari sebelum diperiksa perut kanan bawah pasien ditekan sakit,

tanggal 7 maret 2015 pasien periksa ke poli rawat jalan RSUD Karanganyar.

Pasien di beri obat rawat jalan selama 3 hari tetapi sakitnya tidak berkurang.

Pada tanggal 10 maret 2015 pasien di bawa ke IGD RSUD Karanganyar, dari

IGD pasien di bawa ke ruang kantil 1, pasien di sarankan dokter bedah untuk

operasi. Tanggal 11 maret 2015 jam 10.00 WIB pasien di bawa ke ruang

operasi dan selesei operasi pasien jam 12.00 WIB. Setelah operasi selesai,

malamnya pasien mengeluh tidak bisa tidur karena merasakan nyeri seperti

tersayat-sayat dengan skala 6 pada luka post operasi di sebelah perut bagian

kanan bawah. Sakit yang dirasakan berkisar ±30 detik- 1 menit. Pasien

tampak meringis kesakitan. Dan pasien mengatakan tidak bisa tidur dengan

cahaya ruangan yang terang dan harus tidur dengan cahaya ruangan yang

redup. Ketika bangun tidur terlihat lesu dan sering menguap. Pasien juga

mengatakan lemas dan sulit untuk membolak- balikkan badan, aktivitas

pasien dibantu keluarga (makan, minum, berpakaian). TD: 110/ 80 mmhg, N:

85x/ menit, RR: 20x/ menit, S: 36, 8ºC. Di bangsal Kantil pasien

mendapatkan terapi obat inj. Cefotaxime 1 gram/ 8jam, inj. Ranitidine 50mg/

12jam, inf. Metronidazole 50mg/ 8jam, ketoprofen 50mg.

Pasien mengatakan sudah pernah dirawat dirumah sakit pada bulan

februari 2015 karena typus. Pasien belum pernah melakukan operasi apapun
55

dan tidak mempunyai riwayat alergi, serta tidak mempunyai kebiasaan

khusus.

Pasien merupakan anak pertama dan satu-satunya dari Tn. S dan Ny. S,

Tn. S merupakan anak pertama dari 3 bersaudara 2 laki-laki dan 1

perempuan, sedangkan Ny. S merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara terdiri

dari 3 laki-laki dan 2 perempuan. Saat ini pasien tinggal bersama orang

tuanya yaitu Tn. S dan Ny. S.

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

: Tinggal serumah
56

Hasil pengukuran pola gordon, pada pola persepsi dan pemeliharaan

kesehatan pasien mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan dimana

seseorang dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari, tidak dalam keadaan

sakit, sehat jasmani dan rohani. Apabila ada keluarga yang sakit segera

dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien mengatakan makan

3 kali sehari, dengan jenis nasi, lauk, sayur habis 1 porsi, pasien tidak

memiliki keluhan. Minum pasien habis 6-8 gelas per hari, dengan air putih.

Selama sakit di rawat di bangsal kantil 1 diberikan diit bubur, sayur, lauk

habis ¼ porsi. Minum pasien habis 6 gelas per hari, dan susu 1 gelas

belimbing 250 ml x 6 = 1.500 ml, pasien mengatakan tidak ada keluhan.

Pola eliminasi BAB, pasien sebelum sakit frekuensi BAB 2X sehari,

konsisten lembek, warna kuning kecoklatan, berbau khas, dan tidak memiliki

keluhan. Selama sakit pasien mengatakan hari ke 0 post operasi belum BAB.

Pola eliminasi BAK, sebelum sakit frekuensi BAK 5-6 kali dalam sehari,

jumlah urine ± 1500cc/hari, warna kuning, berbau khas, dan pasien tidak

memiliki ada keluhan. Selama sakit pasien di pasang selang DC, dalam sehari

urine tertampung dalam urine bag ± 1300 cc, urine yang tertampung

berwarna kuning coklat, berbau khas, dan tidak ada keluhan.

Pola aktivitas dan latihan, pasien mengatakan sebelum sakit

pemenuhan kebutuhan aktivitas latihan makan atau minum, toileting,

berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM

dilakukan secara mandiri. Namun selama sakit aktivitas, makan atau minum,
57

berpakaian, mobilitas di tempat, berpindah dan ambulasi atau ROM dibantu

orang lain, saat BAB dan BAK pasien di bantu orang dan alat.

Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan tidur nyenyak

baik siang maupun malam hari, tidur siang 1 jam dan tidur malam 8 jam tanpa

menggunakan obat tidur. Selama sakit pasien sering terbangun merasakan

nyeri pada siang dan malam hari, tidur siang 30 menit, tidur malam ± 4-5

jam, tanpa menggunakan obat tidur, hasil pengkajian pola tidur PSQI

(Pittsburgh sleep qualitily index), nilai kualitas tidur buruk > 5.

Pola kognitif-perseptual, pola kognitif-perseptual sebelum sakit pasien

dapat berbicara, dengan lancar, indra penglihatan, pendengaran, pengecapan,

penciuman normal. Selama sakit pasien dapat berbicara tetapi sedikit, perut

kanan bawah kuadran IV luka post operasi, perut kuadran IV bawah di balut

dengan kasa. Pasien mengatakan nyeri saat bergerak dan bangun, nyeri

seperti tersayat-sayat, nyeri nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan

bawah, skala nyeri 6, ± 30 detik sampai 1 menit.

Pola hubungan peran, sebelum sakit pasien mengatakan hubungan

dengan keluarganya tidak ada masalah sama sekali, dan selama sakitpun

hubungan dengan keluarga tetap harmonis tidak ada masalah sama sekali,

apabila ada maslah selalu di selesaikan bersama.

Pola seksualitas reproduksi, sebelum sakit pasien mengatakan selalu

berangkat sekolah, bertemu dan belajar bersama teman-temanya di sekolahan.

Selama sakit kini pasien tidak bisa mengikuti pelajaran seperti biasanya, dan
58

tidak dapat belajar bersama teman-temanya, meski sakit tetapi pasien tetap

optimis belajar.

Pola mekanisme koping, pasien mengatakan sebelum sakit

menghilangkan rasa bosan dengan cara berbincang-bincang dengan temanya

dan bercerita kepada temanya. Tetapi selama sakit selalu bercerita dengan

ibunya tentang apa yang di rasakan dan menghilangkan kejenuhan.

Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit pasien mengatakan rajin

beribadah kemasjid, selalu menjalankan solat 5 waktu, selama sakit

mengatakan tidak dapat beribadah di masjid dengan tepat waktu, tetapi

melaksanakan ibadah solat di tempat tidur.

Dari hasil pengkajian pemeriksaan fisik yang di dapatkan pada Nn. Y

antara lain: Nn. Y dalam keadaan sadar penuh (composmentis), namun pasien

terlihat lesu, saat di lakukan tanda-tanda vital didapat hasil tekanan darah

110/80 mmHg, nadi 85x/menit teraba kuat dengan irama teratur, pernafasan

20x/menit, irama teratur, suhu tubuh pasien 36,8º C.

Bentuk kepala pasien mesochepal, kulit kepalanya tidak ada lesi dan

tidak ada jejas, kebersihan kulit kepala terjaga. Rambut pasien terjaga

kebersihanya dan tidak mudah rontok. Mata tidak ditemukan konjungtiva yang

anemis dan sclera yang ikterik, pasien tidak menggunakan alat bantu

penglihatan, tidak ditemukan juga odema orbita. Bentuk hidung pasien

simetris, tidak ada polip dalam saluran nafas dan kebersihan hidung terjaga.

Telinga pasien simetris, kebersihanya terjaga, pada telinga pasien

tidak adaserumen berlebih, pasien juga tidak mengalami gangguan


59

pendengaran dan tidak menggunakan alat bantu dengar. Kebersihan mulut

pasien terjaga, mukosa bibir tidak kering, gigi pasien juga tidak berlubang.

Pada leher tidak ditemukan vena jugularis dan tidak ada pembesaran tiroid.

Pemeriksaan fisik paru, didapatkan hasil inspeksi: bentuk dada

simetris, tidak menggunakan otot bantu nafas, ekspansi dada kanan atau kiri

sama, palpasi: vocal fremitus kanan atau kiri sama, perkusi: sonor, auskultasi:

suara vesikuler dan irama reguler. Pemeriksaan fisik jantung inspeksi: ictus

cordis tidak nampak, palpasi: ictus cordis teraba di ICS V, perkusi: pekak,

auskultasi: bunyi jantung I, II sama, tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan

fisik abdomen inspeksi: perut simetris, terdapat luka post operasi ± 8 cm,

auskultasi: bising usus 15x/menit, perkusi: perut bagian atas kanan (terdapat

organ hati) terdengar redup, perut bagian kiri atas (terdapat organ lambung)

terdengar suara timpani, perut kanan bawah tidak diperbolehkan karena

terdapat luka post op, pada palpasi terdapan nyeri tekan pada kuadran IV

kanan bawah (nyeri luka post op appendisitis).

Area genetalia pasien terjaga kebersihanya, terlihat terpasang selang

DC, DC terpasang sejak 11 maret 2015, tidak di temukan tanda-tanda infeksi

pada area genetalia (tidak ada kemerahan, bengkak, panas, ataupun nyeri).

Pada area rectum kebersihan terjaga dan tidak ada tanda-tanda iritasi.

Daerah ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kiri gerakanya

normal, menentang gravitasi dengan penahanan penuh, kenormalan kekuatan

100% dengan nilai 5. Daerah ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri

mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu


60

melawan tekan/ dorongan dari pemeriksa dengan nilai 3, pada ekstremitas atas

dan bawah teraba hangat, gerakan ROM ekstremitas kanan dan kiri atas

normal (+), sedangkan gerakan ROM kanan dan kiri bawah kurang normal (-).

Pada ekstremitas atas dan bawah tidak ada perubahan bentuk tulang.

Dari hasil pemeriksaan penunjang yang didapatkan pada Nn. Y, antara

lain:

1. Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di tanggal 10 maret

2015, Hemoglobin 13,4 g/ dl (normal, rentan normal 12,00- 16,00 g/ dl),

Hematokrit 39,1 % (normal, rentan normal 32,00-44,00 %), Leukosit 8,71

10^3/µl (normal, rentan normal 5-10 10^3/µl), Trombosit 457 10^3/µl

(tinggi, rentan normal 150-300 10^3/µl),Eritrosit 4,76 10^3/µl (normal,

rentan normal 4,00-5,00 10^3/µl), MPV 7,1 FL (normal, rentan normal

6,5-12,00 FL), RDW 15,8 (normal, rentan normal 9,00-17,00).

MCV 82,1 FL (normal, rentan normal 82,0-92,0 FL), MCH 28,2 Pg

(normal, rentan normal 27,0-31,0 Pg), MCHC 34,3 g/dl (normal, rentan

normal 32,0-37,0 g/dl).

Gran % hasilnya 60,2 % (normal, rentan normal 50,0-70,0%),

Limfosithasinya 34,0 % (normal, rentan normal 25,0-40 %), Monosit

hasilnya 3,3 % (normal, rentan normal 3,0-9,0 %), Eritrosit hasilnya 1,8 %

(normal, rentan normal 0,5-5,0%), Basofil hasilnya 0,7 % (normal, rentan

normal 0,0-1,0 %). Masa pembekuan (CT) hasilnya 0,3’30º Menit

(normal, rentan normal 2-8 Menit), masa perdarahan(BT) hasilnya 0,1’30º


61

menit (normal, rentan normal 1-3 menit). Glukosa darah sewaktu 87 mg/dl

(normal, rentan normal 70-150 mg/dl).Pemeriksaan creatinin 0,67 mg/dl

(normal, rentan normal 0,0-0,9 mg/dl), pemeriksaan ureum 14,3 mg/dl

(normal, rentan normal 10-50 mg/dl).

2. Pemeriksaan USG

Hasil pemeriksaan USG dilakukan pada tanggal 10 maret 2015, di

dapatkan hasil adanya proses peradangan pada daerah maxpornie

(Appendisitis).

3. Pemeriksaan Thorax

Hasil pemeriksaan Thorax dilakukan pada tanggal 10 maret 2015

didapatkan hasil dalam batas normal.

Terapi medis yang diberikan pada Nn. Y pada tanggal 11 Maret

2015 pasien mendapatkan terapi obat Infus RL 20tpm, fungsi RL untuk

mengganti cairan tubuh yang hilang, dan menambah kalori. Infuse

metronidazole 500 mg/ 8jam dengan fungsi sebagai terapi pengobatan dan

pencegahan infeksi jika diduga disebabkan oleh bakteri anaerob. Injeksi

cefotaxime diberikan melalui intravena dengan dosis 1 gram/12 jam,

fungsinya untuk terapi infeksi saluran nafas bawah, saluran kemih,

ginekologi, kulit, tulang, dan rawan sendi, saluran pencernaan. Injeksi

ranitidine diberikan melalui intravena dengan dosis 50 mg/ 12 jam,

fungsinya untuk mengurangi volume dan kadar ion hydrogen dari sel

pariental akan menurun sejalan dengan penurunan volume cairan lambung.

Inj.ketoprofen diberikan melalui intravena dengan dosis 500mg/8jam


62

fungsinya untuk mengontrol nyeri dan inflamasi setelah post op

500mg/8jam)

C. Analisa Data

Analisa data hari Rabu 11 maret 2015, pukul 19.20 di temukan

masalah keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan

pejanan terhadap cahaya. Data subyektif pasien mengatakan tidak bisa tidur

karena sering terbangun merasa nyeri pada luka post op, dan cahaya ruangan

yang terlalu terang, pasien juga mengatakan ketika bangun badanya terasa

kurang nyaman dan lesu. Data obyektif yang mendukung diagnosa ini yaitu

pasien terlihat lesu dan sesekali menguap, pasien tidur pada ruangan yang

redup TD: 110/80mmHg, N: 85X/menit, RR: 20x/menit, S: 36,8ºC. Hasil

pengkajian PSQI nilai 10 dengan interpretasi kualitas tidur buruk.

Analisa data hari rabu, 11 maret 2015, pukul 19.30 WIB ditemukan

masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka

post operasi). Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi,

P: nyeri post operasi, Q: nyeri seperti tersayat-sayat, R: nyeri pada perut di

kuadran IV sebelah kanan bawah, S: skala nyeri 6, T: ± 30 detik sampai 1

menit. Data obyektif yang didapatkan pasien tampak meringis kesakitan,

pasien tampak menunjukan letak nyerinya (perut kuadran IV sebelah kanan

bawah), ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit, hasil pemeriksaan USG,

di dapatkan hasil adanya proses peradangan pada daerah maxpornie

(Appendisitis).
63

Analisa data hari rabu, 11 maret 2015, pukul 19.40 WIB ditemukan

masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

muskulosceletal. Data subyektif pasien mengatakan badan terasa lemas dan

sulit untuk membolak-balikan posisi badan. Data obyektif yang didapatkan

pasien tampak lemah di tempat tidur, serta aktivitas di bantu, keluarga (makan,

minum, mandi, berpakaian), pasien tampak kesulitan menggerakkan badan,

ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kiri gerakanya normal dengan nilai

5, sedangakan ekstremitas bawah kekuatan otot dengan nilai kanan dan kiri

mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu

melawan tekan atau dorongan dari pemeriksa dengan nilai 3.

Berdasarkan hasil analisa data, maka prioritas diagnosa yaitu yang

pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka post operasi),

diagnosa ke dua yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan

pejanan terhadap cahaya. Diagnosa ke tiga adalah hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan gangguan muskulosceletal.

D. Intervensi

Diagnosa yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik (luka post operasi). Tujuannya adalah setelah diilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang, kriteria hasil

sesuai NIC (Nursing Outcomes Classification): mampu mengontrol nyeri

dengan teknik non farmakologi, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan

menggunakan manajemen nyeri (skala 6), mampu mengenali nyeri, dan


64

menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi yang dilakukan

pada diagnosa yang pertama yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST) bertujuan

untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien. Pantau TTV bertujuan

untuk mengetahui perubahan tanda vital, berikan posisi yang nyaman

bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada pasien, ajarkan tehnik

relaksasi nafas dalam bertujuan untuk merelaksasikan otot-otot yang dapat

mengurangi rsa nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat guna

sebagai terapi.

Diagnosa yang kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan

perubahan pejanan terhadap cahaya. Tujuannya adalah setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan istirahat pasien tercukupi.

Kriteria hasil, pasien tampak lebih segar, kebutuhan tidur pasien tercukupi (±

7-8jam/hari), pasien tampak rileks.

Intervensi yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu kaji pola tidur

bertujuan untuk mengetahui pola tidur pasien, monitor TTV bertujuan untuk

mengetahui keadaan tubuh pasien. Beri terapi guided imagery bertujuan untuk

merelaksasikan tubuh pasien agar dapat tidur. Anjurkan pada keluarga untuk

menjaga lingkungan sekitar pasien (menutup tirai, mematikan lampu,

memastikan keadaan yang tenang atau mengurangi pengunjung) bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan tidur. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

obat guna sebagai terapi.

Diagnosa yang ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan musculoskeletal. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan


65

keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi.

Kriteria hasil pasien tampak bugar dan sudah bisa melakukan aktivitas sendiri,

pasien mengatakan sudah bisa menggerakkan badannya miring kanan dan kiri.

Kekuatan ekstremitas atas dan bawah otot kanan dan kiri gerakanya normal

denga nilai 5 yaitu kekuatan utuh.

Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu kaji tingkat

mobilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat mobilitas pasien, bantu aktivitas

pasien bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien, pertahankan posisi

tubuh yang tepat dan membuat nyaman pasien bertujuan untuk memberi

kenyamanan pada pasien, bantu keluarga terdekat pada latihan gerak pasien

bertujuan untuk melatih gerak pasien. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat bertujuan sebagai terapi.

E. Implementasi

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa pertama nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik pada hari rabu, 11 maret 2015 pukul

19.20WIB yaitu mengkaji karakteristik nyeri, data subyektif: pasien

mengatakan nyeri pada luka post operasi, P: nyeri post operasi, Q: nyeri

seperti tersayat-sayat, R: nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan

bawah, S: skala nyeri 6, T: ± 30 detik sampai 1 menit, data obyektif: pasien

tampak meringis kesakitan, pasien tampak menunjukan letak nyerinya (perut

kuadran IV sebelah kanan bawah), ekspresi wajah pasien tampak menahan

sakit. Memantau TTV dilakukan pada waktu 19.25 WIB, pasien mengatakan
66

bersedia untuk dipantau TTV, didapatkan TD: 110/80 mmHg, N: 85X/ menit,

RR: 20x/menit, S: 36,8ºC.

Mengajarkan teknik guided imagery dan iringan terapi musik

dilakukan pada waktu 19.35 WIB, data subyektif: pasien mengatakan mau

diajarkan teknik guided imageri dan diiringi terapi musik, data obyektif:

didapatkan pasien tampak mengikuti aba-aba dan pasien sedikit rileks.

Memberikan posisi yang nyaman dilakukan pada waktu 19.45 WIB, data

subyektif: pasien mengatakan bersedia diberikan posisi yang nyaman

(terlentang), data obyektif: didapatkan pasien terlihat nyaman setelah

diberikan posisi terlentang. Mengkolaborasikan pemberian obat

(Inj.cefotaxime 1gr/12jam, Inj.ranitidine 50mg/12jam, Infuse metronidazole

500mg/8jam, Inj.ketoprefen 500mg/8jam) dilakukan pada waktu 20.00 WIB,

data subyektif: pasien mengatakan mau diberi obat didapatkan obat masuk,

data obyektif: pasien tampak tenang.

Implementasi untuk diagnosa ke dua hari rabu, 11 maret 2015 yaitu

gangguan pola tidur, mulai dilakukan implementasi yaitu mengkaji pola tidur

pasien pada pukul 20.10 WIB, data subyektif: pasien mengatakan tidak bisa

tidur karena merasakan nyeri pada luka post op dan keadaan ruangan yang

terlalu terang, data obyektif: pasien tampak mengantuk, lelah, wajah layu dan

sering menguap. Memberikan terapi guided imagery dan terapi musik pada

pukul 20.20 WIB, subyektif: pasien mengatakan mau duberikan terapi guided

imagery dengan diiringi terapi musik, obyektif: didapatkan tampak

merelaksasikan diri dan mendengarkan musik tetapi pasien masih belum bisa
67

tidur dengan nyenyak, nilai PSQI nilai 10 dengan interpretasi kualitas tidur

buruk. Menganjurkan pada keluarga untuk menjaga lingkungan sekitar pasien

(menutup tirai, mematikan lampu, menjaga keamanan sekitar atau mengurangi

pengunjung), data subyektif: keluarga pasien mengatakan akan menjaga

lingkungan sekitar pasien guna memenuhi kenyamanan tidur pasien dilakukan

pada waktu 20.30 WIB, data obyektif: keluarga tampak menutup tirai,

mematikan lampu dan menjaga kemanan lingkungan sekitar pasien.

Implementasi untuk diagnosa ke tiga yaitu hambatan mobilitas fisik

hari rabu, 11 maret 2015 mulai di lakukan implementasi yaitu mengkaji

tingkat mobilitas dilakukan pada waktu 20.40 WIB , data subyektif: pasien

mengatakan kesulitan saat menggerakan ektremitas bawah, data obyektif:

kekuatan ekstremitas atas otot kanan dan kiri gerakanya normal denga nilai 5

yaitu kekuatan utuh. Kekuatan ekstremitas bawah otot kanan dan kiri

gerakanya mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak

mampu melawan tekan atau dorongan dari pemeriksa dengan nilai 3.

Membantu aktivitas pasien (makan, minum, mandi, toileting, dan

berpakaian) pada waktu 20.50 WIB, data subyektif: pasien mengatakan

bersedia dibantu aktivitasnya, data obyektif: aktivitas pasien tampak di bantu

keluarga. Mempertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat nyaman

pasien pada waktu 21.00 WIB, data subyektif: pasien mengatakan lebih

nyaman dengan posisi terlentang, data obyektif: pasien tampak dengan posisi

terlentang. Membantu keluarga terdekat pada latihan gerak pasien pada waktu

21.10 WIB, data subyektif: keluarga pasien mengatakan bersedia untuk


68

dibantu untuk melatih gerak pasien, data obyektif: pasien tampak berlatih

gerak dengan dibantu keluarga.

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa pertama nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik pada hari kamis, 12 maret 2015 pukul

08.00 WIB yaitu mengkaji karakteristik nyeri, data subyektif: pasien

mengatakan nyeri pada luka post operasi, P: nyeri pada luka pada post operasi

Q: nyeri seperti tersayat-sayat, R: nyeri pada perut di kuadran IV sebelah

kanan bawah, S: skala nyeri 4, T: ± 30 detik sampai 1 menit. Data obyektif:

pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak menunjukan letak nyerinya

(perut kuadran IV sebelah kanan bawah), ekspresi wajah pasien tampak

menahan sakit. Memantau TTV dilakukan pukul 08.10 WIB, pasien

mengatakan bersedia untuk dipantau TTV, didapatkan TD:110/80 mmHg, N:

85X/menit, RR: 22x/menit, S: 36,8ºC.

Menganjurkan tehnik guided imagery dan diiringi terapi music

dilakukan pada waktu 08.20 WIB, data subyektif: pasien mengatakan mau

diajarkan guided imagery dan diiringi musik, data obyektif: pasien tampak

mengikuti aba-aba dan pasien sedikit lebih rileks. Memberikan posisi yang

nyaman dilakukan pada waktu 08.30 WIB, data subyektif: pasien mengatakan

bersedia diberikan posisi yang nyaman (terlentang), data obyektif: pasien

terlihat nyaman setelah diberikan posisi terlentang. Mengkolaborasikan

pemberian obat (Inj.cefotaxime 1gr/12jam, Inj.ranitidine 50mg/12jam, Infuse

metronidazole 500mg/8jam, Inj.ketoprefen 500mg/8jam) dilakukan pukul


69

08.40 WIB, data obyektif: pasien mengatakan mau diberi obat didapatkan

obat masuk, pasien tampak tenang.

Implementasi untuk diagnosa ke dua yaitu gangguan pola tidur

dilakukan hari kamis, 12 maret 2015 mulai dilakukan implementasi yaitu

mengkaji pola tidur pasien pada pukul 09.50 WIB, data subyektif: pasien

mengatakan tidak bisa tidur karena merasakan nyeri pada luka post op dan

keadaan ruangan yang terlalu terang, data obyektif: pasien tampak mengantuk,

lelah, wajah layu dan sering menguap. Memberikan terapi guided imagery dan

diiringi terapi musik pada pukul 09.00, data subyektif: pasien mengatakan

mau duberikan terapi guided imagery dengan diiringi musik, data obyektif:

pasien tampak merelaksasikan diri dan mendengarkan musik pasien sudah

dapat tidur tetapi masih belum bisa tidur dengan nyenyak dan rileks, nilai

PSQI nilai 7 dengan interpretasi kualitas tidur buruk. Menganjurkan pada

keluarga untuk menjaga lingkungan sekitar pasien (menutup tirai, mematikan

lampu, menjaga keamanan sekitar atau mengurangi pengunjung) dilakukan

pukul 09.10 WIB, data subyektif: keluarga pasien mengatakan akan menjaga

lingkungan sekitar pasien guna memnuhi kenyamanan tidur pasien, data

obyektif: keluarga tampak menutup tirai, mematikan lampu dan menjaga

kemanan lingkungan sekitar pasien. Mengajarkan mengulangi kembali teknik

guided imagery dengan diiringi musik dilakukan pada pukul 09.20 WIB

subyektif: pasien mengatakan bersedia merelaksasikan diri kembali dengan

teknik guided imagery dan diiringi music, obyektif: pasien tampak tenang
70

Implementasi untuk diagnosa ke tiga hari kamis, 12 maret 2015 yaitu

hambataatan mobilitas fisik mulai di lakukan implementasi yaitu mengkaji

tingkat mobilitas dilakukan pukul 09.40 WIB, data subyektif: pasien

mengatakan kesulitan saat menggerakan ektremitas bawah, data obyektif:

kekuatan ekstremitas atas otot kanan dan kiri gerakanya normal denga nilai 5

yaitu kekuatan utuh, kekuatan ekstremitas bawah otot kanan dan kiri

gerakanya mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak

mampu melawan tekan/ dorongan dari pemeriksa dengan nilai 3. Membantu

aktivitas pasien (makan,minum, mandi, toileting, dan berpakaian) pada waktu

10.00 WIB, data subyektif: pasien mengatakan bersedia dibantu aktivitasnya,

data obyektif: aktivitas pasien tampak belajar mandiri meski masih di bantu

keluarga. Mempertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat nyaman

pasien pukul 10.10 WIB, data subyektif: pasien mengatakan lebih nyaman

dengan posisi terlentang, data obyektif: pasien tampak dengan posisi

terlentang. Membantu keluarga terdekat pada latihan gerak pasien pukul 10.20

WIB, data subyekti: keluarga pasien mengatakan bersedia untuk dibantu untuk

melatih gerak pasien, data obyektif: pasien tampak berlatih gerak dengan

dibantu keluarga.

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa pertama nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik hari jum’at, 13 maret 2015 pukul 08.00

WIB yaitu mengkaji karakteristik nyeri, data subyektif: pasien mengatakan

nyeri pada luka post operasi, P: luka pada post operasi, Q: nyeri seperti

tersayat-sayat, R: nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, S:


71

skala nyeri 2, T: ± 30 detik sampai 1 menit, data obyektif: pasien tampak

rileks, pasien tampak menunjukan letak nyerinya (perut kuadran IV sebelah

kanan bawah), ekspresi wajah pasien rileks. Memantau TTV dilakukan pukul

08.15 WIB, data subyektif: pasien mengatakan bersedia untuk dipantau TTV,

data obyektif: TD: 110/80mmHg, N: 85X/menit, RR: 18x/menit, S: 36,5ºC.

Menganjurkan teknik guided imagery dan diiringi terapi musik

dilakukan pukul 08.25 WIB, data subyektif: pasien mengatakan mau diajarkan

guided imagery dan diiringi musik, data obyektif: pasien tampak mengikuti

aba-aba dan pasien lebih rileks. Memberikan posisi yang nyaman dilakukan

pukul 08.35 WIB, data subyektif: pasien mengatakan ingin mengalihkan

posisinya dengan posisi setengah duduk, data obyektif: pasien terlihat nyaman

setelah diberikan posisi setengah duduk. Mengkolaborasikan pemberian obat

untuk implementasi diagnosa 1, 2, dan 3 (Inj.cefotaxime 1gr/12jam,

Inj.ranitidine 50mg/12jam, Infuse metronidazole 500mg/8jam, Inj.ketoprefen

500mg/8jam) dilakukan pukul 08.45 WIB, data subyektif:pasien mengatakan

mau diberi obat didapatkan obat masuk, data obyektif: pasien tampak tenang.

Implementasi untuk diagnosa ke dua yaitu gangguan pola tidur

dilakukan pada hari jum’at, 13 maret 2015 mulai dilakukan implementasi

yaitu mengkaji pola tidur pasien pukul 09.20 WIB, data subyektif: pasien

mengatakan sudah bisa tidur dengan nyenyak, data obyektif: pasien tampak

segar, sudah tidah banyak menguap. Memberikan terapi guided imagery

dengan diiringi terapi musik pukul 09.40WIB, data subyektif: pasien

mengatakan mau diberikan terapi guided imagery, data obyektif: tampak


72

mendengarkan musik pasien sudah dapat tidur. Nilai PSQI nilai 4 dengan

interpretasi kualitas tidur baik. Menganjurkan pada keluarga untuk menjaga

lingkungan sekitar pasien (menutup tirai, mematikan lampu, menjaga

keamanan sekitar atau mengurangi pengunjung) dilakukan pukul 10.00 WIB,

data subyektif: keluarga pasien mengatakan akan menjaga lingkungan sekitar

pasien bertujuan memnuhi kenyamanan tidur pasien, data obyektif: keluarga

tampak menutup tirai, mematikan lampu dan menjaga kemanan lingkungan

sekitar pasien. Mengulangi kembali dalam mengajarkan teknik guided

imagery dan diiringi musik dilakukan pada pukul 10.30 WIB, subyektif:

pasien mengatakan bersedia diajari teknik guided imagery dengan diiringi

musik obyektif: pasien tampak rileks dan tenang.

Implementasi untuk diagnosa ke tiga hari jum’at, 13 maret 2015 yaitu

hambatan mobilitas fisik mulai di lakukan implementasi yaitu mengkaji

tingkat mobilitas dilakukan pukul 11.00 WIB, data subyektif: pasien

mengatakan kesulitan saat menggerakan ektremitas bawah, data obyektif:

kekuatan ekstremitas atas gerakanya normal denga nilai 5 yaitu kekuatan utuh.

Ekstremitas bawah otot kanan dan kiri gerakanya kekuatan kurang

dibandingkan sisi lain dengan nilai 4. Membantu aktivitas pasien (makan,

minum, mandi, toileting, dan berpakaian) pukul 11.10 WIB, data subyektif:

pasien mengatakan sudah dapat melakukan aktivitasnya mandiri, data

obyektif: pasien tampak belajar mandiri . Mempertahankan posisi tubuh yang

tepat dan membuat nyaman pasien pukul 11.20 WIB, data subyektif: pasien

mengatakan ingin posisi setengah duduk, data obyektif: pasien posisi setengah
73

duduk. Membantu keluarga terdekat pada latihan gerak pasien pada waktu

10.40 WIB, data subyektif: keluarga pasien mengatakan bersedia untuk

dibantu untuk melatih gerak pasien, data obyektif: pasien tampak berlatih

gerak dengan mandiri.

F. Evaluasi

Evaluasi untuk diagnosa pertama nyeri akut hari rabu, 11 maret 2015

dilakukan pada pukul 20.00 WIB. Subyektif: pasien mengatakan nyeri pada

luka post operasi, P: nyeri pada luka post operasi, Q: nyeri seperti tersayat-

sayat, R: nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, S: skala nyeri

6, T: waktu yang dirasakan ± 30 detik sampai 1 menit, Obyektif: pasien

tampak meringis kesakitan, pasien tampak menunjukan letak nyerinya (perut

kuadran IV sebelah kanan bawah), ekspresi wajah pasien tampak menahan

sakit. Analisis: masalah belum teratasi, Planning: intervensi dilanjutkan.

Intervensi yang akan dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST),

monitor TTV, beri posisi yang nyaman , ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

dan kolaborasi dalam pemberian obat.

Evaluasi untuk diagnosa kedua gangguan pola tidur hari rabu, 11 maret

2015 pukul 20.30 WIB. Subyektif: pasien mengatakantidakbisa tidur karena

sering terbangun merasa nyeri pada luka post op, dan cahaya ruangan yang

terlalu terang. Obyektif: pasien tampak lelah, wajah layu karena mengantuk,

sering menguap, pasien tidur pada ruangan yang redup, nilai PSQI 10 dengan

interpretasi kualitas tidur buruk, TD: 110/80 mmHg, N: 85X/menit, RR:


74

20x/menit, S: 36,8ºC. Analisis: masalah belum teratasi, Planning: intervensi

dilanjutkan kaji pola tidur, monitor TTV, beri terapi guided imagery, dan

kolaborasi dalam pemberian obat.

Evaluasi untuk diagnosa ketiga hari rabu, 11 maret 2015 pukul 20.10

WIB. Subyektif: pasien mengatakan badan terasa lemas, sulit membolak-

balikan posisi badan, serta ekstremitas bawah yang lemah. Pasien tampak

lemah di tempat tidur, aktivitas (makan, minum, toileting dan berpakaian)

dibantu. Obyektif: pasien kesulitan saat menggerakan ektremitas bawah,

kekuatan ekstremitas atas otot kanan dan kiri gerakanya normal denga nilai 5

yaitu kekuatan utuh. Kekuatan ekstremitas bawah otot kanan dan kiri

gerakanya mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak

mampu melawan tekan atau dorongan dari pemeriksa dengan nilai 3. Analisis:

masalah belum teratasi. Planning: intervensi dilanjutkan kaji tingkat

mobilisasi, bantu aktivitas pasien, pertahankan posisi tubuh yang tepat dan

membuat nyaman pasien, bantu keluarga dalam melatih gerak pasien,

kolaborasi dalam pemberian obat.

Evaluasi untuk diagnosa pertama nyeri akut hari kamis, 12 maret 2015

dilakukan pukul 08.40 WIB. Subyektif: pasien mengatakan nyeri pada luka

post operasi, P: nyeri pada luka post operasi, Q: nyeri seperti tersayat-sayat, R:

nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, S: skala nyeri 4, T:

waktu yang dirasakan ± 30 detik sampai 1 menit, Obyektif: pasien tampak

meringis kesakitan, pasien tampak menunjukan letak nyerinya (perut kuadran

IV sebelah kanan bawah), ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit.


75

Analisis: masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan. Planning:

intervensi yang akan dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST),

monitor TTV, beri posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

dan kolaborasi dalam pemberian obat.

Evaluasi untuk diagnosa kedua gangguan pola tidur hari kamis, 12

maret 2015 pukul 09.10 WIB. Subyektif: pasien mengatakan bisa tidur meski

sebentar karenas ering terbangun merasa nyeri pada luka post op, dan cahaya

ruangan yang terlalu terang. Obyektif: pasien tampak lelah, wajah layu karena

mengantuk, sering menguap, pasien tidur pada ruangan yang redup, dan

tertutup, nilai PSQI nilai 7 dengan interpretasi kualitas tidur buruk TD

:110/80mmHg, N: 85X/menit, RR: 20x/menit, S : 36,8ºC. Analisis: masalah

teratasi sebagian, Planning: intervensi dilanjutkan kaji pola tidur, monitor

TTV, beri terapi guided imagery, dan kolaborasi dalam pemberian obat.

Evaluasi untuk diagnosa ketiga hari kamis, 12 maret 2015 pukul 10.00

WIB. Subyektif: pasien mengatakan badan terasa sedikit rileks, dan sudah

belaja rmembolak-balikan posisi badan dengan sendiri meski masih di bantu

keluarga, serta ekstremitas bawah yang lemah. Obyektif: pasien tampak lemah

di tempat tidur, aktivitas (makan, minum, toileting dan berpakaian) dibantu.

Pasien kesulitan saat menggerakan ektremitas bawah, kekuatan ekstremitas

atas otot kanan dan kiri gerakanya normal denga nilai 5 yaitu kekuatan utuh,

kekuatan ekstremitas bawah otot kanan dan kiri gerakanya mampu menahan

tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan tekan atau

dorongan dari pemeriksa dengan nilai 3. Analisis: masalah teratasi sebagian.


76

Planning: intervensi dilanjutkan kaji tingkat mobilisasi, bantu aktivitas pasien,

pertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat nyaman pasien, bantu

keluarga dalam melatih gerak pasien, kolaborasi dalam pemberian obat.

Evaluasi untuk diagnosa pertama nyeri akut pada hari jum’at, 13 maret

2015 dilakukan pukul 08.45 WIB. Subyektif: Pasien mengatakan nyeri pada

luka post operasi, P: nyeri pada luka post operasi, Q: nyeri seperti tersayat-

sayat, R: nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, S: skala nyeri

2, T: waktu yang dirasakan ± 30 detik sampai 1 menit, Obyektif: pasien

tampak rileks, pasien tampak menunjukan letak nyerinya (perut kuadran IV

sebelah kanan bawah), ekspresi wajah pasien rileks. Analisis: masalah teratasi

sebagian dan Planning: intervensi dilanjutkan intervensi yang akan dilakukan

yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST), monitor TTV, beri posisi yang

nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dalam pemberian

obat.

Evaluasi untuk diagnosa kedua gangguan pola tidur hari jum’at, 13

maret 2015 pada pukul 10.00 WIB.Subyektif: pasien mengatakan bisa tidur,

Obyektif: ekspresi wajah tampak bugar, tidak banyak menguap lagi, nilai

PSQI nilai 4 dengan interpretasi kualitas tidur baik, TD :110/80 mmHg, N:

85X/menit, RR: 20x/menit, S: 36,8ºC. Analisis: masalah teratasi, Planning:

intervensi dihentikan.

Evaluasi untuk diagnosa ketiga hari jum’at, 13 maret 2015 pukul 11.40

WIB. Subyektif: pasien mengatakan badan terasa rileks, dan sudah dapat

membolak-balikan posisi badan dengan sendiri, aktivitas (makan, minum,


77

toileting dan berpakaian) mandiri, Obyektif: kekuatan ekstremitas atas dan

bawah otot kanan dan kiri gerakanya normal denga nilai 5 yaitu kekuatan

utuh. Ekstremitas bawah otot kanan dan kiri gerakanya kekuatan kurang

dibandingkan sisi lain dengan nilai 4. Analisis: masalah teratasi sebagian,

Planning: intervensi dilanjutkan kaji tingkat mobilisasi, bantu aktivitas pasien,

pertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat nyaman pasien, bantu

keluarga dalam melatih gerak pasien, kolaborasi dalam pemberian obat.


BAB V
PEMBAHASAN

Bab ini penulis akan membahas tentang terapi guided imagery untuk

meningkatkan kualitas tidur pada asuhan keperawatan Nn. Y dengan post operasi

appendisitis di ruang kantil 1 RSUD Karanganyar. Disamping itu penulis juga

akan membahas tentang kesesuaian, kesenjangan antara teori dan kenyataan yang

meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

Pembahasan akan lebih ditekankan pada gangguan pola tidur karena gangguan

pola tidurlah yang berhubungan dengan peningkatan kualitas tidur, dimana

menurut jurnal kamora, utomo, Hasanah (2002) bahwa kualitas tidur dapat

diperbaiki dengan pemberian guided imagery.

A. Pengkajian

Menurut Nursalam (2008), pengkajian adalah suatu proses

pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu model adaptif:

fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan. klien masuk rumah

sakit pada hari Selasa, 10 maret 2015 jam 10 pagi. Penulis melakukan

pengkajian pada hari Rabu 11 maret 2015 diruang kantil1 pada jam 7 malam.

Keluhan pertama pada saat dikaji adalah nyeri post operasi pada perut kuadran

IV kanan bawah. Data tersebut telah sesuai dengan teori yang menyebutkan

bahwa appendisitis adalah peradangan pada appendiks (kantung buntu) pada

caecum yang dapat menjadi keadaan darurat (Hidayat, 2008).

78
79

Saat dirawat dirumah sakit pasien mengatakan dapat tidur siang ± 1

jam namun saat malam, waktu tidurnya hanya berkisar ± 4-5 jam padahal jam

tidur malam pasien normalnya ± 8-9 jam. Hasil pengkajian pola tidur PSQI

(Pittsburgh Sleep Quality Index), 12 nilai kualitas tidur buruk, pasien sulit

mengawali tidur, saat bisa tidur akan mudah terbangun karena nyeri pada

post appendisitis. Hal ini disebabkan oleh karena nyeri akut terjadi setelah

terjadinya cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan

yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai berat) dan

berlansung pada waktu yang singkat (Prasetyo, 2010).

Hasil pengkajian pola tidur PSQI sebelum dilakukan tindakan guided

imagery dan terapi musik pada Nn. Y nilainya 12, belum dicantumkan di

askep dikarenakan keterbatasan penulis. Seharusnya penulis mencantumkan

guna melengkapi data untuk mengangkat diagnosa keperawatan.

Riwayat penyakit sekarang pasien mengeluh sulit tidur karena nyeri

post operasi, 3 hari sebelum periksa perut kanan bawah pasien ditekan sakit,

tanggal 7 maret 2015 klien periksa ke poli rawat jalan RSUD Karanganyar.

Klien di beri obat rawat jalan selama 3 hari tetapi sakitnya tidak berkurang,

pada tanggal 10 maret 2015 pasien di bawa ke IGD RSUD Karanganyar, dari

IGD klien di bawa ke ruang kantil 1, klien disarankan dokter bedah untuk

operasi. Pada tanggal 11 maret 2015 jam 10.00 WIB klien di kirim ke ruang

operasi dan selesei operasi pasien jam 12.00 WIB. Setelah operasi selesai,

malamnya klien mengeluh tidak bisa tidur karena merasakan nyeri seperti

tersayat-sayat dengan skala 6 pada luka post operasi di sebelah perut bagian
80

kanan bawah. Sakit yang dirasakan berkisar ±30 detik- 1 menit. Pasien tampak

meringis kesakitan Keluhan utama pada kasus post appendisitis adalah rasa

nyeri yang hebat. Dan pasien mengatakan tidak bisa tidur dengan cahaya

ruangan yang terang dan harus tidur dengan cahaya ruangan yang redup.

Ketika bangun tidur terlihat lesu dan sering menguap. Nyeri tersebut timbul

karena setelah terjadi pembedahan akan mengakibatkan terjadinya spasme otot

yang menambah rasa nyeri. Nyeri dapat timbul pada saat aktivitas dan hilang

pada saat istirahat, atau terdapat nyeri tekan pada daerah luka post operasi

(Rendy, M.C dan Margareth, 2012). Dan pasien mengatakan tidak bisa tidur

dengan cahaya ruangan yang terang dan harus tidur dengan cahaya ruangan

yang redup. Ketika bangun tidur terlihat lesu dan sering menguap. Klien juga

mengatakan lemas dan sulit untuk membolak- balikkan badan, aktivitas klien

dibantu keluarga (makan, minum, berpakaian). TD: 110/ 80 mmhg, N: 85x/

menit, RR: 20x/ menit, S: 36, 8ºC. Di bangsal kantil klien mendapatkan terapi

obat inj. Cefotaxime 1 gram/ 8jam, inj. Ranitidine 50mg/ 12jam, inf.

Metronidazole 50mg/ 8jam, ketoprofen 50mg.

Pola aktivitas dan latihan klien mengatakan sebelum sakit pemenuhan

kebutuhan aktivitas latihan makan atau minum, toileting, berpakaian,

mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM dilakukan secara

mandiri. Selama sakit aktivitas, makan atau minum, berpakaian, mobilitas di

tempat, berpindah dan ambulasi atau ROM dibantu orang lain, saat BAB dan

BAK klien di bantu orang dan alat. Data diatas disimpulkan bahwa Nn. Y total

di bantu keluarga. Adanya nyeri dan gerak yang terbatas menyebabkan semua
81

bentuk aktivitas pasien menjadi berkurang dan pasien butuh banyak bantuan

orang lain (Muttaqin, 2008).

Pola kognitif-perseptual sebelum sakit klien dapat berbicara, dengan

lancar, indra penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman normal.

Selama sakit pasien dapat berbicara tetapi sedikit, perut kanan bawah kuadran

IV luka post operasi, perut kuadran IV bawah di balut dengan kasa. P: pasien

mengatakan nyeri saat bergerak dan bangun, Q: nyeri seperti tersayat-sayat, R:

nyeri nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, S: skala nyeri 6, T:

± 30 detik sampai 1 menit (Prasetya, 2010).

Pemeriksaan fisik abdomen inspeksi: perut simetris, terdapat luka post

operasi ± 8 cm, auskultasi: bising usus 15x/menit, perkusi: perut bagian atas

kanan (terdapat organ hati) terdengar redup, perut bagian kiri atas (terdapat

organ lambung) terdengar suara timpani, perut kanan bawah tidak

diperbolehkan karena terdapat luka post op, pada palpasi terdapan nyeri tekan

pada kuadran IV kanan bawah (nyeri luka post op appendisitis).

Pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kiri gerakanya

normal, menentang gravitasi dengan penahanan penuh, kenormalan kekuatan

100% dengan nilai 5. Daerah ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri

mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu

melawan tekan atau dorongan dari pemeriksa dengan skala 3. Pada ekstremitas

atas dan bawah teraba hangat, gerakan ROM ekstremitas kanan dan kiri atas

normal (+), sedangkan gerakan ROM kanan dan kiri bawah kurang normal (-).

Pada ekstremitas atas dan bawah tidak ada perubahan bentuk tulang. Kekuatan
82

otot diuji melalui pengkajian kemampuan pasien untuk melakukan fleksi dan

ekstensi ekstremitas sambil dilakukan penahanan (Muttaqin, 2008).

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penegakan diagnosa keperawatan yang

akurat yang dilakukan dan analisa data yang cermat, diagnosa yang akurat

dibuat setelah pengkajian lengkap semua variabelnya (Potter dan Perry, 2005).

Diagnosa pertama yang diangkat penulis adalah nyeri akut yang berhubungan

dengan agen cedera fisik (post operasi). Saat di lakukan pengkajian data

subyektif: pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi, nyeri seperti

tersayat-sayat, nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, skala

nyeri 6, ± 30 detik sampai 1 menit. Data obyektif yang didapat adalah pasien

tampak meringis kesakitan, pasien tampak menunjukan letak nyerinya (perut

kuadran IV sebelah kanan bawah), ekspresi wajah pasien tampak menahan

sakit. Data ini telah sesuai dengan batasan karakteristik yaitu gelisah, merintih,

meringis, dan mengeluh, (Nanda, 2005). Respon perilaku terhadap nyeri yang

ditunjukan oleh pasien sangat beragam, salah satunya dapat dilihat dari

ekspresi wajah yaitu meringis kesakitan, menggeletukan gigi, mengerutkan

dahi, menggigit bibir, menutup mata, dan mulut dengan rapat, serta membuka

mata dan mulut dengan lebar (Andarmoyo, 2013). Nyeri yang dialami Nn. Y

merupakan nyeri akut karena memiliki awitan yang saat cepat dan dirasakan

kurang dari satu hari. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
83

nyeri akut memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi dan

berlangsung dari beberapa detik sampai enam bulan (Andarmoyo, 2013).

Diagnosa kedua yang diangkat penulis yaitu gangguan pola tidur

berhubungan dengan perubahan pejanan terhadap cahaya. Gangguan pola tidur

adalah gangguan jumlah dan kualitas tidur yang dibatasi oleh waktu dan

kualitas dan kuantitas tidur (NICNOC, 2007). Data subyektif klien

mengatakan tidak bisa tidur karena sering terbangun merasa nyeri pada luka

post operasi, dan cahaya ruangan yang terlalu terang, pasien juga mengatakan

ketika bangun badannya terasa kurang nyaman dan lesu. Ditemukan pula data

obyektif yang mendukung yaitu yang mendukung diagnosa ini yaitu klien

terlihat lesu dan sesekali menguap, klien tidur pada ruangan yang redup TD:

110/80 mmHg, N: 85X/menit, RR: 20x/menit, S: 36,8ºC. Nilai PSQI nilai 10

dengan interpretasi kualitas tidur buruk, yang mendukung pada diagnosa ini

antara lain klien terlihat lesu, dan sesekali menguap, TD: 110/80 mmhg, N:

85x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,8ºC. PSQI menunjukkan nilai 10 dimana

kualitas tidur dalam keadaan buruk. Hal ini sesuai dengan teori mengenai

batasan karakteristik gangguan pola tidur yaitu perubahan pola tidur normal,

kurang puas tidur, keluhan verbal merasa kurang istirahat, penurunan

kemampuan fungsi (NANDA, 2009).

Diagnosa ketiga yang diangkat penulis yaitu hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan musculoskeletal. Hambatan mobilitas fisik adalah

keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh pada satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri atau terarah (Nurarif, 2013). Data subyektif klien mengatakan
84

nyeri pada luka post operasi, nyeri seperti tersayat-sayat, nyeri pada perut di

kuadran IV sebelah kanan bawah, skala nyeri 6, ± 30 detik sampai 1 menit.

Data obyektif yang didapatkan klien tampak meringis kesakitan, klien tampak

menunjukan letak nyerinya (perut kuadran IV sebelah kanan bawah), ekspresi

wajah klien tampak menahan sakit. Berdasarkan data di atas maka penulis

merumuskan masalah keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan musculoskeletal. Hal ini sesuai dengan teori mengenai

batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik yaitu kesulitan membolak

balikkan posisi, keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik

halus dan kasar, serta keterbatasan rentang pergerakan sendi (Nurarif, 2013).

Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

cedera fisik (post appendisitis) sebagai diagnosa yang prioritas dan aktual.

Secara verbal klien mengalami nyeri akan melaporkan adanya

ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan. Hal ini sesuai

dengan teori Hierarki Maslow yang menyebutkan bahwa nyeri termasuk

dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak

dipenuhi manusia untuk bertahan hidup dan harus dipenuhi terlebih dahulu

daripada kebutuhan yang lain (Mubarak, 2008).

C. Intervensi keperawatan

Merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat

rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan

kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatanya, didalam intervensi


85

berisikan tujuan, kriteria hasil yang diharapkan, serta rasional dari tindakan

yang dilakukan (Asmadi, 2008).

Sesuai dengan prioritas diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan

dengan agen cedera fisik (post operasi appendisitis) penulis membuat tujuan

yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

nyeri berkurang, dengan kriteria hasil sesuai NIC (Nursing Outcomes

Classification): mampu mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi,

melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

(skala 6), mampu mengenali nyeri, dan menyatakan rasa nyaman setelah nyeri

berkurang (Nurarif, 2013). Metode pereda nyeri non farmakologi biasanya

memiliki resiko yang sangat rendah, tindakan tersebut diperlukan untuk

mempersingkat episode nyeri yang berlangsung (Brunner & Suddart, 2002).

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis

menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing

IntervetionClassification): mengkaji karakteristik nyeri (P, Q, R, R, S, T)

bertujuan untuk mengetahaui status perkembangan nyeri. Pengkajian nyeri

meliputi PQRST, P (Provocate) yang berarti penyebab atau stimulus nyeri. Q

(Quality) yang berarti kualitas nyeri yang dirasakan, R (Region) yang berarti

lokasi nyeri, S (Severe) yang berarti tingkat keparahan nyeri. T (Time) yang

berarti awitan, durasi, dan rangkaian nyeri (Prasetya, 2010).

Pantau TTV bertujuan untuk mengetahui perubahan tanda vital sign.

Memberikan posisi yang nyaman, bertujuan untuk memberikan kenyamanan

pada pasien. Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik


86

atau masalah suasana hati seperti kecemasan atau depresi dapat mempengaruhi

masalah tidur. Penyakit juga memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang

tidak biasa, seperti memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan

diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu tidur , penulis juga menganjurkan

tehnik relaksasi nafas dalam bertujuan untuk merelaksasikan otot-otot yang

dapat mengurangi rasa nyeri. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu

bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada

klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara

perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas

dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi

sarah (Smeltzer & Bare, 2002).

Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat dengan rasional

(Inj.cefotaxime untuk terapi infeksi saluran nafas bawah, saluran kemih,

ginekologi, kulit, tulang, dan rawan sendi, saluran pencernaan, Inj.ranitidine

untuk mengurangi volume dan kadar ion hydrogen dari sel pariental akan

menurun sejalan dengan penurunan volume cairan lambung. Infuse

metronidazole sebagai terapi pengobatan dan pencegahan infeksi jika diduga

disebabkan oleh bakteri anaerob, Inj.ketoprofen untuk mengontrol nyeri dan

inflamasi setelah post op. (Informasi Spesialite Obat Indonesia , 2012)

Diagnosa kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan

perubahan pejanan terhadap cahaya, penulis mencantumkan tujuan yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan istirahat


87

klien tercukupi, dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcomes

Classification): klien tampak lebih segar, kebutuhan tidur pasien tercukupi (±

7-8jam/hari), klien tampak rileks. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil

tersebut kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC

(Nursing Intervetion Classification): kaji pola tidur bertujuan untuk

mengetahui pola tidur pasien. Kualitas tidur dapat menunjukkan adanya

kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai

dengan kebutuhannya (Siregar, 2010).

Monitor TTV bertujuan untuk mengetahui keadaan tubuh pasien. Beri

terapi guided imagery bertujuan untuk merelaksasikan tubuh pasien agar dapat

tidur. Teknik guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi

seseorang untuk mencapai nefek positif tertentu (Smeltzer, Bare, Hinkle &

Cheever, 2010). Tujuan dari guided imagery yaitu menimbulkan respon

psikofisiologis yang kuat seperti perubahan dalam fungsi imun (Potter &

Perry, 2009).

Anjurkan pada keluarga untuk menjaga lingkungan sekitar pasien

(menutup tirai, mematikan lampu, memastikan keadaan yang tenang atau

mengurangi pengunjung) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tidur.

Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan

aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri

(Mubarak & Chayatin, 2008). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

obat bertujuan sebagai terapi.


88

Diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

muskuloskeletal, penulis membuat tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi.

Dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcomes Classification):

pasien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan

mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu untuk

mobilisasi (Nurarif, 2013).

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis

menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervetion

Classification): kaji tingkat mobilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat

mobilitas pasien. Mobilisasi dini segera setelah selesai operasi terutama pada

fase inflamasi. Mobilisasi segera dianjurkan dalam proses penyembuhan luka

dan mencegah terjadinya infeksi serta thrombosis vena. Bila terlalu dini

melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka post operasi.

Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap yang diikuti dengan latihan adalah

hal yang paling dianjurkan (Roper, 2002).

Bantu aktivitas klien guna untuk memenuhi kebutuhan dasar klien,

pertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat nyaman klien bertujuan

untuk member kenyamanan pada klien, bantu keluarga terdekat pada latihan

gerak pasien guna untuk melatih gerak klien. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat bertujuan sebagai terapi (Nurarif, 2013).


89

D. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana

asuhan keperawatan dengan tujuan untuk membantu klien dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan (Christensen, 2009).

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Nn. Y sesuai dengan yang

ada pada aplikasi riset yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan

perubahan pejanan terhadap cahaya. Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan

dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang. Dengan istirahat dan

tidur yang cukup, tubuh akan berfungsi secara optimal (Asmadi, 2008).

Gangguan pola tidur dilakukan pada hari rabu 13 maret 2015, mulai

dilakukan implementasi yaitu mengkaji pola tidur klien pada pukul 09.00

WIB, data subyektif: klien mengatakan sudah bisa tidur obyektif: klien

tampak segar, tidak banyak menguap. Tanda-tanda seseorang yang mengalami

gangguan pola tidur ekspresi wajah (area gelap disekitar mata, , konjungtiva

kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering

menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat

tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing (Asmadi,

2008).

Memberikan terapi guided imagery dan terapi musik pada pukul

09.40WIB, data subyektif: klien mengatakan mau diberikan terapi guided

imagery dengan diiringi terapi musik, didapatkan tampak rileks, merasakan

ketenangan dan mendengarkan musik klien bisa tidur dengan nyenyak, nilai

PSQI 4 dengan interpretasi kualitas tidur buruk. Teknik guided imagery


90

adalah metode relaksasi untuk mengkhayalkan tempat dan kejadian

berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Menurut (Kaplan &

sadock, 2010).

Musik bisa menjadi alternative cara yang paling mudah untuk

mengalihkan perhatian. Musik dapat mengaktifkan saraf menjadi rileks

sehingga dapat membantu pernafasan pasien menjadi lebih baik, dan membuat

otot lebih rileks. Musik adalah nama bagi aliran- aliran musik yang didengar

luas oleh pendengarnya dan kebanyakan bersifat komersial. Musik yang

bernada lembut dan memberikan kalimat- kalimat motivasi mempengaruhi

suasana hati subyek pendengar menjadi lebih positif serta dapat membuat

pasien rileks dan mudah tidur (Andronofis, 2008).

Kualitas tidur dapat diukur dengan mengisi quisioner pittsburgh sleep

quality index (PSQI). Pada quisioner pittsburgh sleep quality index (PSQI)

merupakan untuk mengukur kualitas tidur yang didalamnya terdapat 10

pertanyaan yang ditujukan bagi pasien, dari 10 pertanyaan tersebut diketahui 7

komponen yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efesiensi

tidur, gangguan tidur, pengguanaan obat tidur serta disfungsi pada siang hari

(Safitrie & Ardani, 2013). Nilai dari 7 komponen PSQI kemudian dijumlahkan

sehingga akan didapatkan nilai antara 0-21, apabila nilai >5 mengindikasikan

kualitas tidur buruk, sedangkan nilai <5 mengindikasikan kualitas tidur baik

(Melanie, 2012).

Berdasarkan jurnal yang dipakai oleh penulis dengan judul “Efektifisas

Taknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Pemenuhan Rata-rata jam Tidur


91

Pasien di Ruang Rawat inap Bedah” , hal ini sesuai dengan apa yang telah

dilakukan oleh penulis yaitu pemberian terapi guided imagery efektif untuk

meningkatkan kualitas tidur pada asuhan keperawatan Nn. Y dengan post

operasi appendisitis di ruang kantil I RSUD Karanganyar

Pukul 10.10 WIB menganjurkan pada keluarga untuk menjaga

lingkungan sekitar pasien (menutup tirai, mematikan lampu, menjaga

keamanan sekitar atau mengurangi pengunjung), data subyektif: keluarga klien

mengatakan akan menjaga lingkungan sekitar klien bertujuan untuk memenuhi

kenyamanan tidur pasien, data obyektif: keluarga tampak menutup tirai,

mematikan lampu dan menjaga kemanan lingkungan sekitar klien. Gangguan

pola tidur yaitu perubahan pola tidur normal, kurang puas tidur, keluhan

verbal merasa kurang istirahat, penurunan kemampuan fungsi (NANDA,

2009).

E. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses

keperawatan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan keperawatan

dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Potter dan Perry, 2006).

Hasil evaluasi untuk diagnosa pertama nyeri akut pada hari rabu, 11

maret 2015 dilakukan pada pukul 20.00 WIB. Subyektif: klien mengatakan

nyeri pada luka post operasi, P: nyeri pada luka post operasi, Q: nyeri seperti

tersayat-sayat, R: nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, S:

skala nyeri 6, T: waktu yang dirasakan ± 30 detik sampai 1 menit, Obyektif:


92

klien tampak meringis kesakitan, klien tampak menunjukan letak nyerinya

(perut kuadran IV sebelah kanan bawah), ekspresi wajah pasien tampak

menahan sakit. Analisa: Masalah belum teratasi, Planning: intervensi

dilanjutkan. Intervensi yang akan dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri

(PQRST), monitor TTV, beri posisi yang nyaman , ajarkan tehnik relaksasi

nafas dalam dan kolaborasi dalam pemberian obat.

Hasil evaluasi untuk diagnosa kedua gangguan pola tidur pada hari

rabu, 11 maret 2015 pada pukul 20.30 WIB. subyektif: klien mengatakan tidak

bisa tidur karena sering terbangun merasa nyeri pada luka post op, dan cahaya

ruangan yang terlalu terang. Oobyektif: klien tampak lelah, wajah layu karena

mengantuk, sering menguap, klien tidur pada ruangan yang redup, nilai PSQI

10 dengan interpretasi kualitas tidur buruk, TD :110/80 mmHg, N: 85X/menit,

RR: 20x/menit, S: 36,8ºC. Analisa: Masalah belum teratasi, Planning:

intervensi dilanjutkan kaji pola tidur, monitor TTV, beri terapi guided

imagery, dan kolaborasi dalam pemberian obat.

Hasil evaluasi untuk diagnosa ketiga pada hari rabu, 11 maret 2015

pada pukul 20.10 WIB. S: pasien mengatakan badan terasa lemas, sulit

membolak-balikan posisi badan, serta ekstremitas bawah yang lemah. Klien

tampak lemah di tempat tidur, aktivitas (makan, minum, toileting dan

berpakaian) dibantu. O: klien kesulitan saat menggerakan ektremitas bawah,

kekuatan ekstremitas atas dan bawah otot kanan dan kiri gerakanya normal

denga nilai 5 yaitu kekuatan utuh, kekuatan ekstremitas atas bawah otot kanan

dan kiri gerakanya mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi
93

tidak mampu melawan tekan atau dorongan dari pemeriksaan dengan nilai 3.

Analisa: Masalah belum teratasi. Planning: intervensi dilanjutkan kaji tingkat

mobilisasi, bantu aktivitas klien, pertahankan posisi tubuh yang tepat dan

membuat nyaman pasien, bantu keluarga dalam melatih gerak pasien,

kolaborasi dalam pemberian obat.

Hasil evaluasi untuk diagnosa pertama nyeri akut pada hari kamis, 12

maret 2015 dilakukan pada pukul 08.40 WIB. Subyek: klien mengatakan nyeri

pada luka post operasi, P: nyeri pada luka post operasi, Q: nyeri seperti

tersayat-sayat, R: nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, S:

skala nyeri 4, T: waktu yang dirasakan ± 30 detik sampai 1 menit, Obyektif:

klien tampak meringis kesakitan, klien tampak menunjukan letak nyerinya

(perut kuadran IV sebelah kanan bawah), ekspresi wajah klien tampak

menahan sakit. Analisa: Masalah teratasi sebagian. Planning: intervensi

dilanjutkan yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST), monitor TTV, beri posisi

yang nyaman , ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dalam

pemberian obat.

Hasil evaluasi untuk diagnosa kedua gangguan pola tidur hari kamis,

12 maret 2015 pada pukul 09.10 WIB. Subyektif: klien mengatakan bisa tidur

meski sebentar karena sering terbangun merasa nyeri pada luka post op, dan

cahaya ruangan yang terlalu terang. Obyektif: klien tampak lelah, wajah layu

karena mengantuk, sering menguap, klien tidur pada ruangan yang redup, dan

tertutup, nilai PSQI 7 dengan interpretasi kualitas tidur buruk TD :110/80

mmHg, N: 85X/menit, RR: 20x/menit, S : 36,8ºC. Analisis: masalah teratasi


94

sebagian. Planning: intervensi dilanjutkan yaitu kaji pola tidur, monitor TTV,

beri terapi guided imagery, dan kolaborasi dalam pemberian obat.

Hasil evaluasi untuk diagnosa ketiga pada hari kamis, 12 maret 2015

pada pukul 10.00 WIB. Subyektif: klien mengatakan badan terasa sedikit

rileks, dan sudah belajar membolak-balikan posisi badan dengan sendiri

meski masih di bantu keluarga, serta ekstremitas bawah yang lemah. Obyektif:

klien tampak lemah di tempat tidur, aktivitas (makan, minum, toileting dan

berpakaian) dibantu. Klien kesulitan saat menggerakanektremitas bawah,

kekuatan ekstremitas atas otot kanan dan kiri gerakanya normal denga nilai 5

yaitu kekuatan utuh, kekuatan ekstremitas bawah otot kanan dan kiri

gerakanya mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak

mampu melawan tekan atau dorongan dari pemeriksanengan nilai 3. Analisis:

masalah teratasi sebagian. Planning: intervensi dilanjutkan yaitu kaji tingkat

mobilisasi, bantu aktivitas klien, pertahankan posisi tubuh yang tepat dan

membuat nyaman pasien, bantu keluarga dalam melatih gerak pasien,

kolaborasi dalam pemberian obat.

Hasil evaluasi untuk diagnosa pertama nyeri akut hari jum’at, 13 maret

2015 dilakukan pada pukul 08.45 WIB. Subyektif: klien mengatakan nyeri

pada luka post operasi, P: nyeri pada luka post operasi, Q: nyeri seperti

tersayat-sayat, R: nyeri pada perut di kuadran IV sebelah kanan bawah, S:

skala nyeri 2, T: waktu yang dirasakan ± 30 detik sampai 1 menit, Obyektif:

klien tampak rileks, klien tampak menunjukan letak nyerinya (perut kuadran

IV sebelah kanan bawah), ekspresi wajah klien rileks. Analisa: masalah

teratasi sebagian. Planning: intervensi dilanjutkan, intervensi yang akan


95

dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST), monitor TTV, beri posisi

yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dalam

pemberian obat.

Hasil evaluasi untuk diagnosa kedua gangguan pola tidur hari jum’at,

13 maret 2015 pada pukul 10.30 WIB. Subyektif: klien mengatakan bisa tidur,

Obyektif: ekspresi wajah tampak bugar, tidak tidak banyak menguap lagi, nilai

PSQI 4 dengan interpretasi kualitas tidur baik, TD :110/80 mmHg, N:

85X/menit, RR: 20x/menit, S: 36,8ºC. Analisis: masalah teratasi. Planning:

intervensi dihentikan.

Evaluasi untuk diagnosa ketiga hari jum’at, 13 maret 2015 pukul 11.40

WIB. Subyektif: klien mengatakan badan terasa rileks, dan sudah dapat

membolak-balikan posisi badan dengan sendiri, aktivitas (makan, minum,

toileting dan berpakaian) mandiri, Obyektif: kekuatan ekstremitas atas dan

bawah otot kanan dan kiri gerakanya normal denga nilai 5 yaitu kekuatan

utuh. Ekstremitas bawah otot kanan dan kiri gerakanya kekuatan kurang

dibandingkan sisi lain dengan nilai 4. Analisa: masalah teratasi sebagian,

Planning: intervensi dilanjutkan kaji tingkat mobilisasi, bantu aktivitas klien,

pertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat nyaman pasien, bantu

keluarga dalam melatih gerak pasien, kolaborasi dalam pemberian obat.

Berdasarkan hasil jurnal yang dipakai aplikasi tindakan guided

imagery dan iringan terapi musik masing-masing intervensi diberikan waktu

15 menit selama 3 hari, tetapi penulis mengaplikasikan kepada pasien Nn. Y

selama 10 menit intervensi dilakukan bersamaan selama 3 hari, dikarenakan

keterbatasan penulis. Dan hasilnya tetap efektif.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,

implementasi, dan evaluasi tentang terapi guided imagery untuk meningkatkan

kualitas tidur pada asuhan keperawatan Nn. Y dengan post operasi appendisitis di

ruang kantil 1 RSUD Karanganyar secara metode studi kasus, maka dapat ditarik

kesimpulan:

A. Kesimpulan

1. Pengkajian

Pengkajian terhadap masalah nyeri akut pada Nn. Y telah dilakukan

secara komprehensif dan diperoleh hasil yaitu dengan keluhan utama nyeri

pada abdomen bagian kanan bawahkuadran IV dan pasien mengeluh sulit

tidur karena nyeri tersebut, 3 hari sebelum periksa perut kanan bawah

pasien ditekan sakit, tanggal 7 maret 2015 klien periksa ke poli rawat jalan

RSUD Karanganyar. Klien di beri obat rawat jalan selama 3 hari tetapi

sakitnya tidak berkurang. Pada tanggal 10 maret 2015 pasien di bawa ke

IGD RSUD Karanganyar, dari IGD klien di bawa ke ruang kantil 1, klien

disarankan dokter bedah untuk operasi. Pada tanggal 11 maret 2015 jam

10.00 WIB klien di kirim ke ruang operasi dan selesei operasi pasien jam

12.00 WIB. Setelah operasi selesai, malamnya klien mengeluh tidak bisa

tidur karena merasakan nyeri seperti tersayat-sayat dengan skala 6 pada

luka post operasi di sebelah perut bagian kanan bawah. Sakit yang

96
97

dirasakan berkisar ±30 detik- 1 menit. Pasien tampak meringis kesakitan.

Dan pasien mengatakan tidak bisa tidur dengan cahaya ruangan yang terang

dan harus tidur dengan cahaya ruangan yang redup. Ketika bangun tidur

terlihat lesu dan sering menguap. Pasien juga mengatakan lemas dan sulit

untuk membolak- balikkan badan, aktivitas pasien dibantu keluarga

(makan, minum, berpakaian).

2. Diagnosa keperawatan yang muncul Pada Nn. Y ditemukan diagnosa nyeri

akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi appendisitis),

gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pejanan terhadap

cahaya, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan musculoskeletal.

3. Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST), pantau

TTV, berikan posisi yang nyaman, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.

Rencana keperawatan diagnosa yang kedua gangguan pola tidur

berhubungan dengan perubahan pejanan terhadap cahaya yaitu kaji pola

tidur, monitor TTV, beri terapi guided imagery, anjurkan pada keluarga

untuk menjaga lingkungan sekitar pasien (menutup tirai, mematikan lampu,

memastikan keadaan yang tenang atau mengurangi pengunjung, Kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian obat.

Rencana keperawatan diagnosa yang ketiga hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan musculoskeletal yaitu kaji tingkat mobilitas, bantu

aktivitas klien, pertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat nyaman
98

klien, bantu keluarga terdekat pada latihan gerak pasien, Kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian obat.

4. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari

rencana keperawatan yang telah disusun.

5. Evaluasi keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah dilakukan

secara komprehensif dengan acuan Rencana Asuhan Keperawatan, setelah

berkalaborasi dengan tim kesehatan lainnya didapatkan hasil evaluasi pada

diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik pada

Nn. Y teratasi sebagian intervensi dilanjutkan, dengan pendelegasian

kepada perawat ruangan yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST), monitor

TTV, beri posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan

kolaborasi dalam pemberian obat. Diagnosa kedua gangguan pola tidur

berhubungan dengan perubahan pejanan terhadap cahaya pada Nn. Y

teratasi. Diagnosa mobilitas fisik berhubungan dengan muskuloskletal pada

Nn. Y teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan dengan pendelegasian

kepada perawat ruangan dengan kaji tingkat mobilisasi, bantu aktivitas

klien, pertahankan posisi tubuh yang tepat dan membuat nyaman pasien,

bantu keluarga dalam melatih gerak pasien, kolaborasi dalam pemberian

obat.

6. Hasil analisa kondisi Nn. Y kualitas tidurnya membaik dari 10 (buruk)

menjadi 4 (baik) setelah diberikan tindakan terapi guided imagery selama 3

hari dengan durasi 10 menit sebanyak 2 kali hal ini sesuai dengan hasil

penilitian (Kamora, Utomo, dan Hasanah, 2002) bahwa pemberian terapi

guided imagery saangat efektif untuk meningkatkan kualitas tidur.


99

B. Saran

1. Bagi institusi dan pelayanan kesehatan

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan

mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun

klien. Sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan

yang optimal khususnya pada pasien post operasi appendisitis dengan

terapi nonfarmakologitehnikguided imagery dan diharapkan rumah sakit

menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung

kesembuhan klien.

2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

Diharapkan tenaga kesehatan mampu bekerja sama dengan tim kesehatan

lain dalam melakukan perawatan yang lebih intensif pada penderita pasien

post operasi appendisitis. Pemberian tehnikguided imagery dan dibantu

terapi farmakologi efektif dilakukan perawat untuk pemehuan rata-rata jam

tidur.

3. Bagi instusi pendidikan

Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu dalam pembelajaran

untuk menghasilkan perawat-perawat yang lebih professional , intensif,

terampil, dan lebih berkualitas dalam memberikan asuhan keperawatan.

4. Bagi penulisan

Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada

pasien dengan post operasi appendisitis yang lebih intensif.


100

5. Bagi pembaca

diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana dan

prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan, diharapkan setelah

membaca buku ini pembaca dapat mengetahui tentang pemberian

tehnikguided imagery terhadap pemenuhan rata-rata jam tidur pada post

operasi appendisitis dan menjadi acuan atau ada dalam sebuah kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. 2013. Persalinan Tanpa Nyeri Berlebihan. Ar- Ruzz: Yogyakarta.

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan : Konsep Dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika. Jakarta.

Campbell, D. 2001.. The mMozart Effect for Children AwakeningYour Child’s


Mind. Dalam A. T Widodo, Efek Mozart Bagi Anak Meningkatkan Daya
piker, kesehatan, dan kreativitas anak melalui music. Gramedia Pustaka
Utama Jakarta

Christensen, Kockrow. 2009. Adult Helth Nursing Fifth Edition. Philadelphia:


Mosbi Company

Djohan. 2006. Terapi musik Teori & Aplikasi. Galangpress: Yogyakarta

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian, Edisi 3, Alih Bahasa I
MadeKariasa, dkk, Editor Monica Ester. EGC: Jakarta.

Fauzi, C. 2006. Efek Musik dalam terapi wicara pada kemampuan verbal anak
AHD

Hidayat. 2008. Metodologi penelitian kebidanan teknis analisa data. Salemba


Medika: Jakarta.

ISO. 2013. Handbook of Quality Standards and Compliance. New Jersey :


Prentice-Hall

Jitowiyono dan Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan post operasi , Penerbit


Kedokteran, EGC: Jakarta.

Jong, W., ed. 2000. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC: Jakarta

Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
klinis.Edisi VII. Jilid II. Bina Aksara: Jakarta
Khasanah, K. 2012. Kualitas Tidur Lansia: Jurnal Nursing Studies Volume 1.
Nomor 1. Halaman 189- 196

Kozier, B. 2009. Fundamentals of Nursing : Concepts, process, and practice. (ed.


7). New Jersey: Prentice Hall.

Lindseth, G. N. 2006. Gangguan Usus Halus Dalam Patofisiologi Konsep Klinis


Proses -Proses Penyakit. EGC: Jakarta.

Martin, G., & Pear, J. 2007. Behavior Modification what it and how do it. Eight
Editon. Person prentice Haall: New Jersey.

Mansjoer, Arif, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media


Aesculapius: Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2008. Asukhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. EGC: Jakarta.

NANDA Internasional. 2009. Diagnosa Keperawatan. 2009- 1011. EGC: Jakarta

Nicholas & Humenick. 2002. Cara kerja music sebagai terapi. Salemba Medika:
Jakarta

Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan,


Salemba Medika: Jakarta.

Pieter, J., 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.

Potter & Perry. 2001. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Volume I. Edisi 4. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Volume I. Edisi 4. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Volume I. Edisi 4. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Prasetyo, B., & Jannah, M. 2005. Metode penelitian kuantitatif teori dan aplikasi.
PT.Raja Grafindo: Jakarta
Rafiudin, R. 2006. Insomnia dan gangguan lainnya. Media komputindo: Jakarta.

Rahmayanti, Nur. Y. 2010. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat


Kecemasan Pada Pasien Skizoafektif Di RSJD Surakarta. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rasyid, F. 2010. Cerdaskan anak kamu dengan Musik. Divapress. Yogyakarta

Rendy, M.C dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Nuha Medika: Yogyakarta

Riyanto, A. 2009. Pengolahan dan Analis Data Kesehatan. Nuha Medika:


Yogyakarta.

Roper, N. 2002. Prinsip-prinsip Keperawatan. Yayasan Essentia: Medica.


Yogyakarta

Sari, M. 2005. Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Nuha Medika:


Yogyakarta

Setiadarma. M. &. 2005. Cerdas dengan musik. Puspaswara: Yogyakarta

Siregar, MH. 2010. Mengenal sebab- sebab , Akibat- akibat dan Cara Terapi
Insomnia. Flash Books: Jogjakarta.

Sjamsuhidayat dan Wim dejong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke 2. Jakarta:
EGC

Smeltzer, S.C, Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.


Volume 2. Alih bahasa: Kuncara, dkk.Jakarta : EGC.

Sulistyawati. 2011. Asuhan kebidanan pada masa kehamilan. Salemba Medika:


Jakarta

Tarwoto, W. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai