Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN INTRACEREBRAL HEMORHAGE

(ICH) DI RUANGAN HIGH CARE UNIT ( HCU )


RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG
TAHUN 2018

A. Definisi

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan


otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-
kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya
daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih
dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah.
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi
otak.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul.
Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang
biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap
pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena
cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera.
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu
sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau
cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita
strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.

B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok.

C. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas
kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang
relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria
perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya
dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata.
Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien
hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga
rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada
fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar
duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya
dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran
terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan
mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian
TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala
dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah.
Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit
motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan
tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal
akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila
hemisfer dominan terkena.

Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua carayaitu:


1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada
kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal
rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang
kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan
penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel.80%
pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari
hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah
kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran
klinis PSA.

Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara
usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS
seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin.
Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati,
leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti
lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang
paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur
dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi
kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum
16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering
menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria
serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan
diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak.
Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh
Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering
tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS
kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid
serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling
sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan
ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan
perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap
dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis
terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran
perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian
Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas
outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober
superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih
dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien
dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih
dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia
70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.

D. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar
setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama
aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan
atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi
memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati
rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.
Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung
perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal
besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah
biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.

Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral


Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra
cranium
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra kranium.

E. Penatalaksanaan Medis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan
stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,
khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.
Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal
dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu,
kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke
ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan
trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan
karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet
3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan
platelet (plasma segar yang dibekukan)
4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan
hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.

Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral


Hematom adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.

a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang
status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial
budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan

8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding
harus bed rest 2-3 minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan refleks

9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
- CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
- MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
- Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
- Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
- Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot
3. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
4. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Gangguan Tujuan : setelah 1. Observasi kondisi 1. Inspeksi kondisi
mobilisasi fisik dilakukan tindakan fisik klien awal pasien
b.d kondisi yang keperawatan selama 2. Rencanakan proses 2. Merencanakan
melemah waktu 4X24 jam pasien latihan yang efisien bila porsi latihan untuk
diharapkan dapat perlu kolaborasikan menunjang
melakukan mibilisasi dengan fisioterapi untuk kesembuhan
fisik secara optimal. menambah proses latihan pasien
Kriteria hasil: 3. Atur posisi senyaman
- Tonus otot bertambah mungkin
- Mobilisasi ROM 4. Mengajari pasien ROM
pasif menjadi aktif pasif dan aktif 3. Memberikan
- 5. Biarkan pasien kenyamanan
Tidak mengeram kesaki mempraktikan kembali
tan dalam proses latihan yang sudah diajarkan tapi 4. Melakukan
dengan pengawasan tindakan
perawat keperawatan
6. Observasi kembali 5. Monitoring
peningkatan gerak fisik tindakan yang
7. Berikan HE(healt sudah dilakukan
education)tentang
pentingnya latihan ROM.

1. Observasi kondisi
fisik klien 6. Mengetahui
Tujuan : setelah 2. Rencanakan proses perkembangan
dilakukan tindakan latihan yang efisien bila latihan
keperawatan dalam perlu kolaborasikan 7. Memberikan
waktu 6X24 jam dengan fisioterapi untuk informasi kepada
diharapkan pasien dapt menambah proses latihan pasien.
terpenuhi aktivitas sehari 3. Atur posisi senyaman
hari dengan normal mungkin
Kriteria hasil : 4. Mengajari pasien ROM
- Terjadi peningkatan pasif dan aktif 1. Inspeksi kondisi
tonus otot 5. Biarkan pasien awal pasien
- Pasien mempraktikan kembali 2. Merencanakan
dapat melakukan aktivi yang sudah diajarkan tapi porsi latihan untuk
tas sehari dengan pengawasan menunjang
Gangguan hari dengan mandiri perawat kesembuhan
intoleransi - Tidak terasa sakit 6. Bila sudah bisa pasien
aktivitas b.d bila melakukan latihan menyangga tubuh ajarkan
kelemahan tonus berjalan tapi dengan
otot dammpingan perawat
7. Berikan dukungan dalam 3. Memberikan
setiap tindakan yang kenyamanan
sudah dilakukan.
4. Melakukan
tindakan
keperawatan
5. Monitoring
1. Observasi secara tindakan yang
Tujuan : setelah subjektiv skal nyeri yang sudah dilakukan
dilakukan tindakan dirasakan pasien
keperawatan dalam 2. Beri posisi yang nyaman
waktu 3X24 jam 3. Ajari metode relaksasi
diharapkan rasa nyeri seperti distraksi, nafas
yang dirasak pasien dapat dalam, dan bila emosi 6. Melanjutkan
berkurang atau bahkan ajarkan imajinasi proses latihan
hilang terpimpin keperawatan
Kriteria Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk
- Wajah melakukan pemeriksaan
tidak mengurung dan CT-Scan
menahan kesakitan 5. Kolaborasikan dengan 7. Memberi
- Skala nyeri turun pihak medis untuk terapi semangat untuk
- Pasien obat menambah latihan.
tidak memegangi bagian6. Berikan HE tentang
yang sakit pentingnya ambulansi
saat emergensi
7. Observasi penurunan 1. Inspeksi skala
skala nyeri yang nyeri awal dari
dirasakan pasien
2. Memberikan rasa
nyaman
Gangguan rasan 3. Melakukan terapi
yaman Nyeri b.d 1. Observasi kondisi awal perawatan
peningkatan Tujuan : setelah pasien terutama fisik dan
tekanan dilakukan tindakan kebersihan
intrakranial keperawatan dalam 2. Siapkan alat untuk
(TIK) waktu 1X24 jam melakukan PH
diharapkan pasien 4. Memantau adakah
terpenuhi dalam kelainan dari
perawatan dirinya secara 3. Memberitahu maksud pemeriksaan
optimal dan tujuan tindakan yang
Kriteria Hasil : dilakukan 5. Membantu
-.Wajah tidak lesu 4. Menutup gorden mempercepat
- Kulit tidak saling kesembuhan
melengket 5. Melakukan PH sambil pasien
- Badan menjadi harum mengajari keluarga 6. Memberi
6. Observasi tindakan yang informasi secara
dilakukan lengkap
7. Beri HE pentingnya
perawatan diri

7. monitoring
perkembangan
setelah dilakukan
tindakan
keperawatan

1. Obsevasi kondisi
awal dari pasien

2. Menyiapkan alat
Defisit dari suatu bagian
perawatan diri tindakan
b.d kelemahan keperawatan
otot 3. Menghindari
penolakan dri
tindakan
keperawatan
4. Menjaga privasi
pasien
5. Melakukan
tindakan
keperawatan
6. Monitoring
tindakan yang
sudah dilakukan
7. Membantu
memberikan
informasi secara
jelas.

D. Evaluasi
1. Tidak terjadi gangguan mobilisasi fisik
2. Tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas
3. Tidak terjadi gangguan nyaman nyeri
4. Tidak terjadi gangguan defisit perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat


Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkala

Anda mungkin juga menyukai