B. Prinsip Percobaan
Kecepatan aliran gas dalam cerobong dapat dihitung dari selisih
tekanan total dan tekanan statis pada terowongan angin. Barometer
digunakan untuk mengukur tekanan udara luar, sedangkan manometer
dihubungkan pada pitot s digunakan untuk mengukur tekanan pada
terowongan angin. Pengukuran kecepatan gas dalam cerobong diatur dalam
EPA Method-2, sedangkan penentuan jumlah traverse point dan lokasinya
diatur dalam EPA Method-1, baik untuk sampling partikulat maupun non-
partikulat
C. Teori Dasar
Gas merupakan fluida kompresibel, sehingga headloss yang terjadi
dapat bernilai tidak seragam, dapat terjadi penurunan energi, juga
penurunan tekanan yang menyebabkan penurunan kerapatan massa. Asumsi
dibuat untuk mempermudah proses perhitungan, seperti gas diasumsikan
sebagai fluida ideal, serta tidak adanya usaha eksternal pada fluida yang
mengalir. Perhitungan fluida kompresibel lebih kompleks dibandingkan
dengan fluida inkompresibel (Wibowo, 2013).
Kecepatan aliran gas buang dalam cerobong dapat dihitung
berdasarkan perbedaaan antara tekanan total dengan tekanan statis.
Tekanan adalah gaya per satuan luas yang dihasilkan akibat pergerakan
molekul gas. Dalam pengukuran gas buang, tekanan dibedakan antara
tekanan barometrik, tekanan statis, dan tekanan kecepatan.
1. Tekanan barometrik adalah tekanan atmosfer dimana sampling dan
analisis gas buang dilaksanakan.
2. Tekanan kecepatan (dinamis) adalah tekanan yang disebabkan adanya
aliran gas (selisih antara tekanan total dengan tekanan statis)
3. Tekanan statis adalah selisih antara tekanan gas dan tekanan barometrik.
Lubang pada titik 1 sejajar dengan aliran udara. Posisi kedua lubang ini
dibuat cukup jauh dari ujung tabung pitot, sehingga laju dan tekanan udara
di luar lubang sama seperti laju dan tekanan udara yang mengalir bebas.
Dalam hal ini, v1 = laju aliran udara yang mengalir bebas (ini yang akan kita
ukur), dan tekanan pada kaki kiri manometer (pipa bagian kiri) = tekanan
udara yang mengalir bebas (P1).
Gambar 3. Tabung Pitot
(Sumber: http://tabung.pitot.pcs.com/2013/aplikasi)
Lubang yang menuju ke kaki kanan manometer, tegak lurus dengan
aliran udara. Karenanya, laju aliran udara yang lewat di lubang ini (bagian
tengah) berkurang dan udara berhenti ketika tiba di titik 2 Dalam hal ini, v2
= 0. Tekanan pada kaki kanan manometer sama dengan tekanan udara di
titik 2 (P2).
Ketinggian titik 1 dan titik 2 hampir sama (perbedaannya tidak terlalu
besar) sehingga bisa diabaikan. Tabung pitot juga dirancang menggunakan
prinsip efek venturi. Mirip seperti venturimeter, bedanya tabung pitot ini
dipakai untuk mengukur laju gas/udara.
2. Metode Uji
Metode yang dilakukan untuk mengukur partikulat pada cerobong gas
buang adalah metode 5 US EPA (United States Environmental Protection
Agency). Uji dengan metode 5 ini tidak merupakan uji tunggal, karena harus
mengikuti tahapan pengambilan sampel yang sesuai dengan metode 1 – 4
US EPA. Adapun isi dari metode 1 – 4 US EPA adalah sebagai berikut :
1. Metode 1 US EPA : Metode untuk menentukan titik sampling pada
cerobong dan jumlah titik lintas pengambilan sampel.
2. Metode 2 US EPA : Metode untuk menentukan kecepatan aliran gas
buang pada cerobong.
3. Metode 3 US EPA : Metode untuk menentukan komposisi dan berat
molekul gas buang pada cerobong.
4. Metode 4 US EPA : Metode utuk menentukan kadungan uap air pada
gas buang di cerobong. (Muhammad Arief, 2016)
∆𝑃𝑆𝑡𝑑
𝐶𝑝(𝑠)= 𝐶𝑝(𝑆𝑡𝑑) √
∆𝑃
D. Data Awal
Tabel 1. Data Awal
Parameter Hasil Pengukuran Satuan
Tekanan Barometrik (Pbar) 711,4 mmHg
Temperatur Gas (Tgas) 298,6 K
Panjang Sisi Cerobong (L) 0,125 m
Lebar Sisi Cerobong (W) 0,115 m
Kaki Pitot S yang terpilih adalah kaki Pitot S yang memiliki Cpaverage yang
paling mendekati nilai Cp literatur (0,84) dan memiliki standar deviasi paling
kecil, yaitu Pitot S kaki B.
2. Data Penentuan Kecepatan dalam Cerobong
Tabel 5. Tabel Hasil Pengukuran Tekanan dengan Menggunakan Pitot S Kaki B (cmH2O)
Titik Koordinat Ptotal Pstatis
x y z ∆P
(Pkecepatan)
1 1,9 2,1 V1 4,839 2,705 2,134
2 5,7 2,1 V2 5,513 2,404 3,109
3 9,5 2,1 V3 5,128 2,703 2,425
4 9,5 6,3 V4 5,185 2,901 2,284
5 5,7 6,3 V5 5,598 2,449 3,149
6 1,9 6,3 V6 4,87 3,003 1,867
7 1.9 10,5 V7 5,247 3,155 2,092
8 5,7 10,5 V8 4,966 3,156 1,81
9 9,5 10,5 V9 4,725 3,48 1,245
E. Pengolahan Data
1. Konversi Tekanan
Karena dalam perhitungan yang digunakan semua tekanan
menggunakan satuan mmHg, bukan cmH2O, maka nilai tekanan yang
digunakan harus dikonversi dahulu ke dalam satuan mmHg dengan
menggunakan perhitungan di bawah ini.
10
Konversi tekanan, mmHg = × cmH2 O
13,6
Tekanan total (Ptotal) pada tabel 5 memiliki satuan cmH2O yang harus
dikonversi ke mmHg, dengan contoh penkonversian sebagai berikut:
10
𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 1 = 4,839 cmH2 0 x
13,6
= 4,044117647 mmHg
dengan Kp = 34,97
298,6 × 1,5691
Vs1 = 0,7496 × 34,97 (
(711,4 + 1,9889)× 29
)0,5 = 3,9462 m/s
3. Perhitungan Debit
F. Data Hasil
Tabel 6. Tabel Hasil Perhitungan Kecepatan dan Debit Aliran dalam Cerobong
G. Analisis A
Terdapat perbedaan pada cara kerja pitot standard dan pitot S. Pitot
standard hanya memiliki satu kaki, pitot ini dapat secara langsung bekerja
dan meghasilkan nilai perbedaan tekanan (∆P) tanpa perlu menghitung
tekanan total dan statis. Hal ini menunjukkan ketika inlet diletakkan di
dalam cerobong dan outlet disambungkan ke manometer akan terukur nilai
perbedaan tekanan itu sendiri. Berbeda dengan pitot S yang mempunyai 2
kaki, yaitu A dan B. Sehingga, pengukuran harus dilakukan secara
pergantian antara tekanan total dan statis. Misalnya, ketika tekanan total A
diukur maka inlet pitot A harus berlawanan arah dengan gas dan outlet
terhubung ke manometer. Akan tetapi, outlet pada pitot B tidak boleh
disambungkan ke manometer karena akan membuat kerancuan pada
pengukuran. Manometer bisa jadi menunjukkan nilai tekanan statis pitot B
bukan malah tekanan total pitot A yang kita inginkan. Kemudian, untuk
mencari nilai tekanan statis A hanya perlu membalik tabung pitot sehingga
gas dan inlet akan mempunyai arah yang sama. Oleh karena itu,
pengukuran harus dilakukan secara bergantian agar mendapatkan nilai yang
akurat.
Pengukuran tekanan total dan statis mempunyai konsep yang berbeda.
Pada pengukuran tekanan total, arah inlet harus berlawanan dengan arah
gas. Hal ini dikarenakan agar seluruh gas dapat masuk ke dalam inlet tanpa
terkecuali. Sedangkan, arah inlet dan gas pada pengukuran tekanan statis
harus searah. Sehingga, tidak semua gas dapat masuk ke dalam tabung
pitot, gas akan menabrak tabung pitot dan terukur nilai tekanan statis.
Ada beberapa hal yang menyebabkan percobaan pada modul ini tidak
berjalan secara maksimal dan membuat hasil yang kurang tepat pada
datanya. Yang pertama adalah lipatan yang terjadi pada selang manometer
dapat menyebabkan gas yang ada di dalamnya terhambat dan tidak semua
terhitung sehingga menyebabkan tekanan terukur salah. Yang kedua adalah
adanya kebocoran pada saat pengukuran, yaitu ketika pitot dimasukkan ke
dalam cerobong masih ada celah yang terbuka dan tidak tertutup dengan
rapat. Seharusnya, cerobong tertutup sehingga tidak ada gas yang keluar.
Selain itu, pengukuran pada manometer cukup sulit dikarenakan nilai yang
keluar pada manometer berubah-ubah cuku cepat sehingga harus cepat dan
tanggap dalam melihat manometer dan memilih angkat yang paling sesuai.
Selainjutnya, telah diketahui terdapat 9 titik pengamatan akan tetapi
penempatan lokasi titik yang salah ketika pengukuran akan menghasilkan
nilai yang terukur pada manometer salah atau kurang tepat. Hal ini bisa
dilihat dari grafik plot yang telah dibuat berdasarkan data yang dipatkan,
yaitu:
Gambar 10. Profil Distribusi Kecepatan Gas dalam 2 Dimensi
H. Analisis B
I. Kesimpulan
J. Lampiran