Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TL 2101 MEKANIKA FLUIDA I


MODUL 05
PENGUKURAN KECEPATAN GAS DALAM CEROBONG

Nama Praktikan : Najla Atiqadhia Munir (15316037)


Kelompok / Shift : Shift 1 / 08.00 – 09.30
Tanggal Praktikum : Kamis, 9 November 2017
Tanggal Pengumpulan : Kamis, 16 November 2017
PJ Modul : - Astrid Monica (15314009)
- Rendi K. Tri Anggara (15315003)
Asisten yang bertugas : - Siti Fatimah (15314029)
- Nurashila Dhiyani (15315006)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
A. Tujuan
1. Menentukan metode pengukuran kecepatan gas dalam cerobong
2. Menentukan koefisien kalibrasi Pitot S
3. Menentukan profil distribusi kecepatan gas dalam cerobong

B. Prinsip Percobaan
Kecepatan aliran gas dalam cerobong dapat dihitung dari selisih
tekanan total dan tekanan statis pada terowongan angin. Barometer
digunakan untuk mengukur tekanan udara luar, sedangkan manometer
dihubungkan pada pitot s digunakan untuk mengukur tekanan pada
terowongan angin. Pengukuran kecepatan gas dalam cerobong diatur dalam
EPA Method-2, sedangkan penentuan jumlah traverse point dan lokasinya
diatur dalam EPA Method-1, baik untuk sampling partikulat maupun non-
partikulat

C. Teori Dasar
Gas merupakan fluida kompresibel, sehingga headloss yang terjadi
dapat bernilai tidak seragam, dapat terjadi penurunan energi, juga
penurunan tekanan yang menyebabkan penurunan kerapatan massa. Asumsi
dibuat untuk mempermudah proses perhitungan, seperti gas diasumsikan
sebagai fluida ideal, serta tidak adanya usaha eksternal pada fluida yang
mengalir. Perhitungan fluida kompresibel lebih kompleks dibandingkan
dengan fluida inkompresibel (Wibowo, 2013).
Kecepatan aliran gas buang dalam cerobong dapat dihitung
berdasarkan perbedaaan antara tekanan total dengan tekanan statis.
Tekanan adalah gaya per satuan luas yang dihasilkan akibat pergerakan
molekul gas. Dalam pengukuran gas buang, tekanan dibedakan antara
tekanan barometrik, tekanan statis, dan tekanan kecepatan.
1. Tekanan barometrik adalah tekanan atmosfer dimana sampling dan
analisis gas buang dilaksanakan.
2. Tekanan kecepatan (dinamis) adalah tekanan yang disebabkan adanya
aliran gas (selisih antara tekanan total dengan tekanan statis)
3. Tekanan statis adalah selisih antara tekanan gas dan tekanan barometrik.

Kecepatan aliran gas dalam cerobong dapat dihitung dari selisih


tekanan total dan tekanan statis. Tekanan diluar wind tunnel merupakan
tekanan atmosfer yang diukur menggunakan barometer. Tekanan kecepatan
adalah tekanan yang disebabkan adanya aliran gas dapat dihitung dengan
menghitung selisih antara tekanan total dengan tekanan statis.
𝛥𝑃 = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑃𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠
𝑃𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠 = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑃𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

Gambar 1. Komponen tekanan gas dalam cerobong


(Sumber: https://ginkgo7.wordpress.com/2009/02/10/pengukuran-kecepatan-dalam-
cerobong)
Alat yang digunakan dalam penentuan kecepatan gas dalam cerobong
tergantung pada kisaran kecepatan yang akan diukur. Untuk kecepatan tinggi
> 600 cfm, dapat menggunakan Pitot Standar (Standard Pitot Tube), Pitot S
(Stausscheibe Pitot Tube), Venturi Pitot Tube, atau Spherical Pitometer.
Untuk kecepatan rendah < 600 cfm, dapat menggunakan Thermometer-
Anemometer, Thermistor-Anemometer, Wall Temperatur Difference, Vane
Anemometer, Swinging Vane Anemometer, Ballons, Colored Smoke,
Chemical Addition, Radioactive Tracers.
1. Tabung Pitot
Tabung pitot merupakan suatu peralatan yang dapat dikembangkan
sebagai pengukur kecepatan gerak pesawat terbang dan untuk mengukur
kecepatan udara atau gas di dalam pipa tertutup.
Tabung pitot terdiri dari tabung dengan tikungan pendek, siku-siku,
yang ditempatkan secara vertikal dalam cairan bergerak dengan mulut
bagian membungkuk diarahkan hulu, sedangkan tekanan, diukur dengan
perangkat yang terpasang , tergantung pada aliran dan dapat digunakan
untuk menghitung kecepatan. (Deny Haris, 2013)

Gambar 2. Tabung Pitot


(Sumber: http://tabung.pitot.pcs.com/2013/aplikasi)

Lubang pada titik 1 sejajar dengan aliran udara. Posisi kedua lubang ini
dibuat cukup jauh dari ujung tabung pitot, sehingga laju dan tekanan udara
di luar lubang sama seperti laju dan tekanan udara yang mengalir bebas.
Dalam hal ini, v1 = laju aliran udara yang mengalir bebas (ini yang akan kita
ukur), dan tekanan pada kaki kiri manometer (pipa bagian kiri) = tekanan
udara yang mengalir bebas (P1).
Gambar 3. Tabung Pitot
(Sumber: http://tabung.pitot.pcs.com/2013/aplikasi)
Lubang yang menuju ke kaki kanan manometer, tegak lurus dengan
aliran udara. Karenanya, laju aliran udara yang lewat di lubang ini (bagian
tengah) berkurang dan udara berhenti ketika tiba di titik 2 Dalam hal ini, v2
= 0. Tekanan pada kaki kanan manometer sama dengan tekanan udara di
titik 2 (P2).
Ketinggian titik 1 dan titik 2 hampir sama (perbedaannya tidak terlalu
besar) sehingga bisa diabaikan. Tabung pitot juga dirancang menggunakan
prinsip efek venturi. Mirip seperti venturimeter, bedanya tabung pitot ini
dipakai untuk mengukur laju gas/udara.
2. Metode Uji
Metode yang dilakukan untuk mengukur partikulat pada cerobong gas
buang adalah metode 5 US EPA (United States Environmental Protection
Agency). Uji dengan metode 5 ini tidak merupakan uji tunggal, karena harus
mengikuti tahapan pengambilan sampel yang sesuai dengan metode 1 – 4
US EPA. Adapun isi dari metode 1 – 4 US EPA adalah sebagai berikut :
1. Metode 1 US EPA : Metode untuk menentukan titik sampling pada
cerobong dan jumlah titik lintas pengambilan sampel.
2. Metode 2 US EPA : Metode untuk menentukan kecepatan aliran gas
buang pada cerobong.
3. Metode 3 US EPA : Metode untuk menentukan komposisi dan berat
molekul gas buang pada cerobong.
4. Metode 4 US EPA : Metode utuk menentukan kadungan uap air pada
gas buang di cerobong. (Muhammad Arief, 2016)

Metode 5 US EPA merupakan metode pengambilan sampel partikulat


yang harus dilakukan secara isokinetis, yang berarti kecepatan aliran gas
buang pada cerobong sama dengan kecepatan aliran hisap gas buang pada
nosel probe (masih diperkenankan toleransi sebesar + 10% terhadap
kecepatan gas buang). Pengujian dengan metode 5 ini dilakukan dengan
suatu peralatan yang disebut Particulate Stack Sampler. Peralatan ini terdiri
dari 4 bagian utama yaitu probe, heater box, selang (umbilical) dan meter
box.

Gambar 4. Diagram Penentuan Jumlah Traverse Point untuk Non


Partikulat
(Sumber: Modul Praktikum)
Gambar 5. Diagram Penentuan Jumlah Traverse Point untuk
Partikulat
(Sumber: Modul Praktikum)

Jumlah minimum titik lintas dapat ditentukan apabila kriteria telah


dipenuhi. 12 titik untuk cerobong bulat atau empat persegi panjang dengan
De > 0,61 m. 8 titik untuk cerobong bulat dengan De = 0,30-0,61 m. 9 titik
untuk cerobong empat persegi panjang dengan De = 0,30-0,61 m.

Gambar 6. Lokasi Traverse Point pada Cerobong Persegi Empat Panjang


(Sumber: https://ginkgo7.wordpress.com/2009/02/10/pengukuran-
kecepatan-dalam-cerobong)

Diameter ekuivalen (De) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


2 .𝐿 .𝑊
𝐷𝑒 =
𝐿+𝑊
L = panjang cerobong (m)
W = lebar cerobong (m)
Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan tekanan kecepatan pada
pitot standar dan pitot s, sehingga diperoleh Cp. Nilai koefisien pitot s dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

∆𝑃𝑆𝑡𝑑
𝐶𝑝(𝑠)= 𝐶𝑝(𝑆𝑡𝑑) √
∆𝑃

Cp(Std) = Koefisien pitot standar (bila tidak diketahui = 0.99)


∆𝑃𝑆𝑡𝑑 = Tekanan kecepatan pitot standar (mmHg)
∆𝑃 = Tekanan kecepatan pitot S (mmHg)

Gambar 7. Susunan Peralatan Kalibrasi Pitot S dengan Pitot standar


(sumber: https://ginkgo7.wordpress.com/2009/02/10/pengukuran-kecepatan-
dalam-cerobong)

Kecepatan gas dihitung dengan persamaan sebagai berikut :


0.5
𝑇𝑔𝑎𝑠 𝛥𝑃
𝑉𝑠𝑖 = 𝐶𝑝 𝐾𝑝 [ ]
(𝑃𝑏𝑎𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 + 𝑃𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠 )𝑀𝑔𝑎𝑠
Kp = Konstanta Kecepatan (34.97)
Cp = Koefisien Pitot
∆P = Tekanan kecepatan (mmH2 O)
Pstatis = Tekanan Statis (mmHg)
Pbarometer = Tekanan Barometer (mmHg)
Tgas = Temperatur gas dalam cerobong (K)
Mgas = Berat molekul gas dalam cerobong (29 mol−1 )

Debit aliran gas dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


𝑇𝑠𝑡𝑑 (𝑃𝑏𝑎𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 +𝑃𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠 )
𝑄𝑖 = 3600 (1 − 𝐵𝐻2 𝑂 ) 𝑉𝑠𝑖 𝐴 ( )
(𝑇𝑔𝑎𝑠 +𝑃𝑠𝑡𝑑 )

Pstatis = Tekanan statis (mmHg)


Tstd = Temperatur sas ideal (mmHg)
Pbarometer = Tekanan barometer (mmHg)
Pstd = Tekanan standar (760 mmHg)
BH2 O = Fraksi volume uap air (0,22)
A = Luas penampang cerobong (m2)
Mgas = Berat molekul gas (29 mol-1)
Qi = Debit aliran gas (m3 s-1)
Tgas = Temperatur gas dalam cerobong (K)
Vsi = Kecepatan gas dalam cerobong (ms-1)

D. Data Awal
Tabel 1. Data Awal
Parameter Hasil Pengukuran Satuan
Tekanan Barometrik (Pbar) 711,4 mmHg
Temperatur Gas (Tgas) 298,6 K
Panjang Sisi Cerobong (L) 0,125 m
Lebar Sisi Cerobong (W) 0,115 m

1. Data Kalibrasi Pitot S dengan Pitot Standar


Tabel 2. Hasil Pengukuran Tekanan dengan Menggunakan Pitot Standar (cmH2O)
Posisi Ptotal Pstatis ∆P (Pkecepatan)
4 1,322
5 1,715
6 1,669

Tabel 3. Hasil Pengukuran Tekanan dengan Menggunakan Pitot S Kaki A (cmH2O)


Posisi Ptotal Pstatis ∆P (Pkecepatan) CpA
4 5,313 2,784 2,529 0,7158
5 5,615 2,383 3,232 0,7211
6 5,507 2,657 2,85 0,7576
Cpaverage 0,7315
Tabel 4. Hasil Pengukuran Tekanan dengan Menggunakan Pitot S Kaki B (cmH2O)
Posisi Ptotal Pstatis ∆P (Pkecepatan) CpB
4 5,292 2,794 2,498 0,72
5 5,485 2,416 3,069 0,74
6 5,631 3,005 2,626 0,789
Cpaverage 0,7498

Kaki Pitot S yang terpilih adalah kaki Pitot S yang memiliki Cpaverage yang
paling mendekati nilai Cp literatur (0,84) dan memiliki standar deviasi paling
kecil, yaitu Pitot S kaki B.
2. Data Penentuan Kecepatan dalam Cerobong
Tabel 5. Tabel Hasil Pengukuran Tekanan dengan Menggunakan Pitot S Kaki B (cmH2O)
Titik Koordinat Ptotal Pstatis
x y z ∆P
(Pkecepatan)
1 1,9 2,1 V1 4,839 2,705 2,134
2 5,7 2,1 V2 5,513 2,404 3,109
3 9,5 2,1 V3 5,128 2,703 2,425
4 9,5 6,3 V4 5,185 2,901 2,284
5 5,7 6,3 V5 5,598 2,449 3,149
6 1,9 6,3 V6 4,87 3,003 1,867
7 1.9 10,5 V7 5,247 3,155 2,092
8 5,7 10,5 V8 4,966 3,156 1,81
9 9,5 10,5 V9 4,725 3,48 1,245

E. Pengolahan Data
1. Konversi Tekanan
Karena dalam perhitungan yang digunakan semua tekanan
menggunakan satuan mmHg, bukan cmH2O, maka nilai tekanan yang
digunakan harus dikonversi dahulu ke dalam satuan mmHg dengan
menggunakan perhitungan di bawah ini.
10
Konversi tekanan, mmHg = × cmH2 O
13,6

Tekanan total (Ptotal) pada tabel 5 memiliki satuan cmH2O yang harus
dikonversi ke mmHg, dengan contoh penkonversian sebagai berikut:

10
𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 1 = 4,839 cmH2 0 x
13,6
= 4,044117647 mmHg

Semua hasil konversi tekanan pada Tabel 3 ditampilkan pada Tabel 6.


2. Perhitungan Kecepatan
Kecepatan gas dalam wind tunnel dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
𝑇𝑔𝑎𝑠 × ∆𝑃
Vsi = Cp × Kp (
(𝑃𝑏𝑎𝑟 + 𝑃𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠 )× 𝑀𝑔𝑎𝑠
)0,5

dengan Kp = 34,97

Cp yang digunakan pada perhitungan kecepatan di atas adalah Cp rata-rata


dari kaki pitot S terpilih, yaitu pitot S kaki B dengan nilai adalah 0,7496

298,6 × 1,5691
Vs1 = 0,7496 × 34,97 (
(711,4 + 1,9889)× 29
)0,5 = 3,9462 m/s

Untuk mendapatkan nilai kecepatan pada posisi kedua sampai kesembilan


menggunakan cara perhitungan yang sama. Data hasil ditampilkan pada
Tabel 6.

3. Perhitungan Debit

Debit gas dalam wind tunnel dapat dihitung dengan menggunakan


rumus sebagai berikut:
𝑇𝑠𝑡𝑑 (𝑃𝑏𝑎𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 +𝑃𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠 )
Qi = 3600 x (1 − 𝐵𝐻2 𝑂 ) x 𝑉𝑠𝑖 x 𝐴 x ( ),
(𝑇𝑔𝑎𝑠 +𝑃𝑠𝑡𝑑 )

dengan BH2O = 0,22

𝑊𝐿 11,5 𝑥 12,5 𝑥 10−4


𝐴= = = 0,001597 m2
9 9

Luas yang digunakan dalam perhitungan di atas adalah luas berdasarkan


panjang dan lebar sisi cerobong yang diketahui kemudian dibagi 9, karena
terdapat 9 posisi pada wind tunnel yang ditinjau.

298 (711,4 +1,989)


Q1 = 3600 x (1 − 0,22) x 3,9462 x 0,001597 x ( )
298,6+760
= 16,579 m3/jam

Untuk mendapatkan nilai debit pada posisi kedua sampai kesembilan


menggunakan cara perhitungan yang sama. Data hasil ditampilkan pada
Tabel 6.

F. Data Hasil

Tabel 6. Tabel Hasil Perhitungan Kecepatan dan Debit Aliran dalam Cerobong

Titik Ptotal (mmHg) Pstatis (mmHg) Pkecepatan (mmHg) Vs (m/s) Q (m3/jam)


1 3,5581 1,989 1,5691 3,9462 16,5797
2 4,0537 1,7676 2,286 4,7638 20,0088
3 3,7706 1,9875 1,7831 4,2066 17,674
4 3,8125 2,1331 1,6794 4,0821 17,1542
5 4,1162 1,801 2,3144 4,7943 20,1376
6 3,5809 2,2081 1,3728 3,6905 15,5102
7 3,8581 2,3199 1,5382 3,9062 16,4195
8 3,6515 2,3206 1,3309 3,6334 15,2728
9 3,4743 2,5588 0,9154 3,0129 12,6688

G. Analisis A

Pada percobaan modul 5 kali ini, langkah yang dilakukan pertama


adalah menentukan traverse point untuk mengukur kecepatan dan debit gas
yang terjadi pada sistem cerobong (wind tunnel) berdasarkan data diameter
cerobong, jarak lubang sampling dari belokan, dan jenis samplingnya,
apakah partikulat atau non-partikulat. Partikulat sendiri artinya adalah
partikel padat pencemar udara yang berada di udara bersama-sama dengan
tetesan cair lainnya. Dalam arti luas, partikulat adalah partikel pencemar
yang dapat meliputi berbagai macam bentuk, dari bentuk yang sederhana
sampai dengan bentuk yang rumit/kompleks yang semuanya merupakan
bentuk pencemaran udara. Sementara non-partikulat adalah suatu hal
seperti gas yang memiliki sedikit ataupun hampir tidak ada kandungan
pencemar di dalamnya. Maka dari itu, penentuan traverse point pada
praktikum kali ini menggunakan sampling non-partikulat karena pada
laboratorim tidak terdapat pencemar udara. Kemudian, didapatkan 9
traverse point . Dari kesembilan traverse point tersebut dipilih 3 titik
sample, yaitu titik 4, 5, dan 6. Pengukuran tekanan statis dan total dengan
menggunakan pitot standard dan pitot S ditujukan ketiga titik terpilih. Cp
pada pitot pitot standard sudah diketahui, sedangkan Cp pitot S kaki A dan
B ditentukan berdasarkan data yang didapat. Penentuan kecepatan dan
debit aliran dalam cerobong dipilih berdasarkan nilai Cp yang paling
mendekati 0,84. Di akhir praktkum dilakukan pengukuran terhadap tekanan
barometrik.

Terdapat perbedaan pada cara kerja pitot standard dan pitot S. Pitot
standard hanya memiliki satu kaki, pitot ini dapat secara langsung bekerja
dan meghasilkan nilai perbedaan tekanan (∆P) tanpa perlu menghitung
tekanan total dan statis. Hal ini menunjukkan ketika inlet diletakkan di
dalam cerobong dan outlet disambungkan ke manometer akan terukur nilai
perbedaan tekanan itu sendiri. Berbeda dengan pitot S yang mempunyai 2
kaki, yaitu A dan B. Sehingga, pengukuran harus dilakukan secara
pergantian antara tekanan total dan statis. Misalnya, ketika tekanan total A
diukur maka inlet pitot A harus berlawanan arah dengan gas dan outlet
terhubung ke manometer. Akan tetapi, outlet pada pitot B tidak boleh
disambungkan ke manometer karena akan membuat kerancuan pada
pengukuran. Manometer bisa jadi menunjukkan nilai tekanan statis pitot B
bukan malah tekanan total pitot A yang kita inginkan. Kemudian, untuk
mencari nilai tekanan statis A hanya perlu membalik tabung pitot sehingga
gas dan inlet akan mempunyai arah yang sama. Oleh karena itu,
pengukuran harus dilakukan secara bergantian agar mendapatkan nilai yang
akurat.
Pengukuran tekanan total dan statis mempunyai konsep yang berbeda.
Pada pengukuran tekanan total, arah inlet harus berlawanan dengan arah
gas. Hal ini dikarenakan agar seluruh gas dapat masuk ke dalam inlet tanpa
terkecuali. Sedangkan, arah inlet dan gas pada pengukuran tekanan statis
harus searah. Sehingga, tidak semua gas dapat masuk ke dalam tabung
pitot, gas akan menabrak tabung pitot dan terukur nilai tekanan statis.

Perbedaan kecepatan pada partikulat dan gas dipengaruhi oleh faktor-


faktor tertentu. Partikulat merupakan fasa yang memiliki ukuran dan akan
terpengaruhi oleh gravitasi sehingga masing-masing ukuran partikulat akan
mempunyai gerakannya sendiri dan konsentrasi dari partikulat juga
mempengaruhi kecepatan. Sedangkan, gas adalah fasa yang tidak
berukuran dan dan tidak dipengaruhi oleh gravitasi. Hal ini menyebabkan
tidak adanya gesekan antar partikel gas dan konsentrasi pada gas tidak akan
mempengaruhi kecepatan.

Untuk menentukan traverse point (titik pengamatan) dilakukan


berdasarkan SNI 117.13:2009. Pemilihan lokasi pengambilan titik
pengamatan yang ideal dilaksanakan pada posisi minimal 8 kali diameter
cerobong dari gangguan bawah (hulu) dan 2 kali diameter dari gangguan
atas (hilir). Apabila pengambilan titik pengamatan tidak bisa dilakukan
sesuai persyaratan di atas, maka lokasi titik pengamatan dapat dilakukan
minimal 2 kali diameter dari gangguan bawah (hulu) dan 0,5 kali diameter
dari gangguan atas (hilir) dengan jumlah titik-titik yang lebih banyak.
Penentuan cerobong berbentuk bulat dan persegi juga harus disesuaikan.
Untuk cerobong berbentuk bulat adalah sebagai berikut:
Tabel 7. Penentuan Titik Lintas

Gambar 8. Contoh Lokasi Titik Lintas Cerobong Berpenampang Bulat


(Sumber: SNI 7117.13:2009)

Sedangkan, untuk cerobong berpenampang persegi memiliki


penentuan titik pengamatan sebagai berikut:
Gambar 9. Contoh Lay Out Luas Penampang Berbentuk Persegi Dibagi
Sesuai Jumlah Titik Pengamatan Sehingga Memiliki Luasan Sama
(Sumber: SNI 7117.13:2009)

Ada beberapa hal yang menyebabkan percobaan pada modul ini tidak
berjalan secara maksimal dan membuat hasil yang kurang tepat pada
datanya. Yang pertama adalah lipatan yang terjadi pada selang manometer
dapat menyebabkan gas yang ada di dalamnya terhambat dan tidak semua
terhitung sehingga menyebabkan tekanan terukur salah. Yang kedua adalah
adanya kebocoran pada saat pengukuran, yaitu ketika pitot dimasukkan ke
dalam cerobong masih ada celah yang terbuka dan tidak tertutup dengan
rapat. Seharusnya, cerobong tertutup sehingga tidak ada gas yang keluar.
Selain itu, pengukuran pada manometer cukup sulit dikarenakan nilai yang
keluar pada manometer berubah-ubah cuku cepat sehingga harus cepat dan
tanggap dalam melihat manometer dan memilih angkat yang paling sesuai.
Selainjutnya, telah diketahui terdapat 9 titik pengamatan akan tetapi
penempatan lokasi titik yang salah ketika pengukuran akan menghasilkan
nilai yang terukur pada manometer salah atau kurang tepat. Hal ini bisa
dilihat dari grafik plot yang telah dibuat berdasarkan data yang dipatkan,
yaitu:
Gambar 10. Profil Distribusi Kecepatan Gas dalam 2 Dimensi

Gambar 11. Profil Distribusi Kecepatan Gas dalam 3 Dimensi

Berdasarkan profil distribusi kecepatan gas yang sudah didapat,


kecepatan tercepat ada pada titik 2 dan 5, sedangkan kecepatan terlambat
ada pada di sekitar titik 9. Kecepatan terlambat ada pada sekitar titik 9
karena pada titik tersebut, partikel gas bergesekan dengan dinding bagian
samping dan bagian atas sehingga sangat menghambat kelajuan gas.
Dari grafik yang dihasilkan pada Gambar dan terdapat kejanggalan.
Grafik di atas menunjukkan kecepatan tercepat terdapat pada titik 2 dan 5
padahal pada kondisi ideal, kecepatan tercepat seharusnya terdapat pada
titik 5 saja. Posisi titik 5 berada di cerobong bagian tengah atau pusatnya
sehingga memungkinkan memiliki kecepatan paling cepat karena semakin
sedikitnya hambatan pada titik pusat yang diakibatkan gesekan partikel gas
dengan dinding-dinding cerobong. Akan tetapi, pada praktikum ini
menghasilkan nilai yang tidak sesuai pada kondisi idealnya. Hal ini
disebabkan kesalahan-kesalahan pada praktikum yang telah dijelaskan di
atas.

H. Analisis B

Dalam aplikasi di bidang Teknik Lingkungan, praktikum modul ini


berguna untuk mengukur kecepatan gas buangan dari pabrik/industri baik
pada partikulat maupun gas. Kecepatan aliran gas digunakan untuk
menentukan tinggi efektif cerobong. Tinggi ekfektif merupakan jarak yang
dibutuhkan aliran gas dalam cerobong untuk mengalir sebelum dilepaskan
dan menyatu dengan udara bebas. Bila cerobong pendek, maka gas buangan
yang keluar berkonsentrasi tinggi dan tersebar ke daerah di mana manusia
beraktivitas. Paparan polutan dengan konsentrasi tinggi akan
membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup di sekitarnya.
Sehingga, dengan data kecepatan aliran gas dapat dilakukan perhitungan
untuk menentukan baku mutu emisi dan baku mutu ambien yang kemudian
diperoleh tinggi cerobong yang sesuai. Semakin tinggi cerobong maka
semakin tinggi jangkauan asap (plumrise) karena kecepatan angin tersebar
ke area yang lebih luas dengan konsentrasi yang lebih rendah. Oleh karena
itu, makhluk hidup di sekitar tidak langsung terpapar oleh polutan dan
penyebaran zat serta dampak dapat dikontrol. Selain itu, pengukuran
kecepatan aliran gas juga berguna untuk mengetahui pelepas gas yang
berbahaya yang dilakukan secara tidak sengaja. Dari ketinggian cerobong
dan kecepatan aliran maka dapat ditentukan efek persebaran gas beracun
dan tidakan preventif sebelum gas menyebar ke udara ambien.

Gambar 12. Cerobong Asap pada Pabrik


(Sumber: http://bea-indonesia.org)

I. Kesimpulan

1. Metode pengukuran gas dalam cerobong dilakukan sesuai dengan SNI


7117.13:2009.

2. Penentuan koefisien kalibrasi pitot S dilakukan dengan mencari nilai


koefisien yang paling mendekati 0,84. Dari perhitungan modul ini
didapatkan rata-rata koefisien A sebesar 0,7315 dan rata-rata koefisien
B sebesar 0,7498. Oleh karena itu, dipilihlah koefisien pitot S kaki B
sebagai koefisien yang terkalibrasi dengan nilai 0,7498 karena lebih
mendekati nilai 0,84.

3. Profil distribusk kecepatan gas dalam cerobong dapat ditentukan dengan


gambar 2 dimensi dan 3 dimensi. Kondisi ideal adalah kecepatan
tertinggi berada di posisi atau titik 5. Nmaun, kondisi excisting pada
percobaan modul kali ini menunjukkan kecepatan tercepat berada di
sekitar posisi 2 dan 5. Itu berarti terdapat beberapa kesalahan yang
dilakukan dalam percobaan yang telah diuraikan di atas.

J. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai