Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASMA

1. Pengertian Asma

Asma atau bengek adalah suatu penyakit alergi yang bercirikan peradangan steril
kronis yang disertai serangan sesak napas akut secara berkala, mudah sengal-sengal dan
batuk (dengan bunyi khas). Ciri lain adalah hipersekresi dahak yang biasanya lebih parah
pada malam hari dan meningkatnya ambang rangsang (hiperreaktivitas) bronchi terhadap
rangsangan alergis maupun non-alergis (Obat-obat penting)

Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi,
peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa
kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai (Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Asma).

2. Faktor Resiko Asma

Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host) dan
faktor lingkungan.

Faktor Resiko Asma

 Faktor Penjamu :  Faktor Lingkungan


 Predisposisi genetik  Yang mempengaruhi individu
asma dengan kencederungan/predisposisi
 Alergi asma untuk berkembang menjadi
 Hipereaktivitas asma
bronkus  Yang menyebabkan eksaserbasi
 Jenis kelamin (serangan) dan/atau menyebabkan
 Ras/genetik gejala asma menetap
 Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma adalah :
- Alergan di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergan binatang,
alergan kecoa, jamur, tepung sari bunga
- Sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
- Asap rokok
- Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
- Infeksi pernapasan (virus)
- Diet
- Status sosioekonomi
- Besarnya keluarga
- Obesitas
 Faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala asma
menetap adalah :
- Alergan di dalam maupun di luar ruangan
- Polusi udara di dalam maupun di luar ruangan
- Infeksi pernapasan
- Olah raga dan hiperveentilasi
- Perubahan cuaca
- Makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
- Obat-obatan, seperti asetil salisilat
- Ekspresi emosi yang berlebihan
- Asap rokok
- Iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang

3. Gejala Asma
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :
 Batuk terutama pada malam atau dini hari
 Sesak napas
 Napas berbunyi (mengik) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
 Rasa berat di dada
 Dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang
termasuk gejala yang berat adalah :

 Serangan batuk hebat


 Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
 Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
 Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
 Kesadaran menurun

4. Diagnosis Asma

Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan


fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada
pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena
pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru,
yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter.

 Spirometri

Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas viyal paksa (KVP) dan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada
kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien.
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP <
75%.

Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya
perbaikan VEP1 > 15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari,atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.

Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)

Gambar macam-macam PEF meter


Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan
napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat
diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE).

Cara mengukur APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :

Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup


napas dalam, kemudian diintruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan
cepat ke bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka
tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit.

Gambar : cara mengukur arus puncak ekspirasi dengan PEF meter

Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga
dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15% setelah
inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.

Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda
nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.

Cara pemeriksaan variabilitas APE


 Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah,
 Pada malam hari diukur APE untuk mendapatkan nilai tetinggi.

APE malam – APE pagi


Variabilitas harian = x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
5. Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola


keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin
tinggi tingkat pengobatan.

Derajat Asma Gejala Fungsi Paru


I. Intermiten Siang hari < 2 kali per minggu - Variabilitas APE
(Bulanan) Malam hari < 2 kali per bulan < 20%
Serangan singkat - VEP1>80% nilai
Tidak ada gejala antar serangan prediksi
Intensitas serangan bervariasi - APE>80% nilai
terbaik
II. Persisten Siang hari > 2 kali per minggu, - Variabilitas APE
Ringan tetapi < 1 kali per hari 20-30%
(Mingguan) Malam hari > 2 kali per bulan - VEP1>80% nilai
Serangan dapat mempengaruhi prediksi
aktifitas - APE>80% nilai
terbaik
III. Persiten Siang hari ada gejala - Variabilitas APE
Sedang Malam hari > 1 kali per minggu >30%
(Harian) S e r a n g a n mempengaruhi - VEP1 60-80%
aktivitas nilai prediksi
Serangan > 2 kali per minggu - APE 60-80%
Serangan berlangsung berhari- nilai terbaik
hari
S e h a r i – h a r i menggunakan
inhalasi β2-agonis short acting
IV. Persisten Siang hari terus menerus ada - Variabilitas APE
Berat gejala >30%
(Kontinyu) Setiap malam hari sering timbul - VEP1<60% nilai
gejala prediksi
Aktifitas fisik terbatas - APE<60% nilai
Sering timbul serangan terbaik

Tabel 1 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit


 APE = Arus Puncak Ekspresi
 FEV1 = Volume Ekspresi Paksa dam 1 Detik
B. Penatalaksanaan Asma

Tujuan utama penatalaksaan asma adalah menungkatkan dan mempertahankan


kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. (pharmaceutical)

Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang
penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa.
Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever) dan
pengendali (controller). Tatalaksana asma dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pada saat
serangan (asma akut) dan di luar serangan (asma kronis). (pedoman diagnosis)

a. Penatalaksanaan Asma Saat Serangan (Asma Akut)


1. Perbaikan hipoksemia signifikan
2. Pengembalian cepat penutupan jalan napas
3. Pengurangan kecenderungan penutupan aliran udara yang parah kembali lagi
4. Pengembangan rencana aksi tertulis jika keadaan memburuk
b. Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang (Asma Kronis)
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah kematian karena asma
7. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

 Terapi Farmakologi

Obat pengendali (controller) adalah obat asma yang digunakan setiap hari dalam
jangka waktu panjang pada asma persisten untuk mencegah asma menjadi semakin parah dan
mempertahankan asma menjadi terkontrol melalui interaksi dengan proses inflamasi. Berikut
ini jenis-jenis obat controller :

a. Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid inhalasi mempunyai efek anti-inflamasi terhadap sel dan jaringan
spesifik. Kortikosteroid yang masuk secara langsung dan diabsorpsi di paru akan berikatan
dengan reseptornya, menghambat sintesis sitokin proinflamasi dan menurunkan jumlah sel T
limfosit, sel dendrit, eosinofil juga sel mast. Penggunaan kortikosteroid inhalasi menunjukkan
perbaikan fungsi paru, menurunkan hiperesponsif bronkus, menurunkan eksaserbasi asma
dalam kunjungan gawat darurat (Raissy et al, 2013). Kepatuhan menggunakan obat ini
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat asma dengan perkiraan 21% penurunan
resiko kematian akibat serangan asma (Sloan et al, 2013).

Efek samping yang mungkin pada penggunaan kortikosteoid inhalasi lebih minimal
daripada kortikosteroid sistemik. Hal ini bergantung pada dosis, potensi bioavailabiliti,
metabolisme hati dan waktu paruhnya. Obat inhalasi kortikosteroid dosis tinggi yang
digunakan jangka panjang bisa menimbulkan efek sistemik seperti purpura, supresi adrenal
dan penurunan densitas tulang. Namun dengan menggunakan spacer dapat mengurangi efek
samping sistemik dengan menurunkan bioavaibiliti. Selain itu, spacer juga membantu untuk
mengurangi efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk akibat
iritasi saluran napas atas. Contoh obat kortikosteroid inhalasi adalah Flutikason, Budesonid,
Beklometason, Triamsinolon, Mometason, Flunisolid.

 Dosis dan Cara Penggunaan

Nama Obat Bentuk Dosis


Sediaan
Triamsinolon Aerosol Oral Dewasa 2 inhalasi (kira-kira 200 mcg), 3-4 kali sehari atau
4 inhalasi (400 mcg) 2 kali sehari. Dosis harian
maksimum adalah 16 inhalasi (1600 mcg).
Dosis umum adalah 1-2 inhalasi (100-200 mcg),
Anak-anak 3-4 kali sehari atau 2-4 inhalasi (200-400 mcg)
6-12 tahun dua kali sehari. Dosis harian maksimum adalah 12
inhalasi (1200 mcg).
Beklometason Aerosol Oral Dewasa dan Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
anak > 12 dengan bronkodilator saja : 40-80 mcg sehari.
tahun Pasien yang sebelumnya menjalani terapi dengan
kortikosteroid inhalasi : 40-160 mcg sehari.
Anak 5-11 Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
tahun dengan bronkodilator saja : 40mcg sehari.
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi dengan
kortikosteroid inhalasi : 40 mcg sehari.

Budesonid Serbuk dan Dewasa Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
Suspensi untuk dengan bronkodilator saja : 200-400 mcg sehari.
Inhalasi Pasien yang sebelumnya menjalani terapi dengan
kortikosteroid inhalasi : 200-400 mcg sehari.
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi dengan
kortikosteroid oral : 200-400 mcg sehari.
Anak-anak Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
> 12 tahuhn dengan bronkodilator saja : 200 mcg dua kali
sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi
dengan kortikosteroid inhalasi : 200 mcg sehari.
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi dengan
kortikosteroid oral : 400 mcg dua kali sehari.
Flutikason Aerosol Usia > 12 Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
tahun dengan bronkodilator saja : 88 mcg dua kali
sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi
dengan kortikosteroid inhalasi : 88-220 mcg
sehari.
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi dengan
kortikosteroid oral, dosis maksimum 880 mcg dua
kali sehari.
Flunisolid Aerosol Dewasa 2 inhalasi (500 mcg) dua kali sehari, pada pagi
dan malam (total dosis dalam sehari 1000 mcg).
Jangan melebihi dosis 4 inhalasi dua kali sehari
(2000 mcg).
Anak 6-15 2 inhalasi dua kali sehari (total dosis dalam sehari
tahun 1000 mcg).
Mometason Aerosol Dewasa dan Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
Anak > 12 dengan bronkodilator saja : 220 mcg dua kali
tahun sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi
dengan kortikosteroid inhalasi : 220 mcg sehari.
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi dengan
kortikosteroid oral, dosis maksimum 440 mcg dua
kali sehari.

b. Kortikosteroid Sistemik

Penggunaan kortikosteroid jangka lama lebih direkomendasikan secara inhalasi


daripada sistemik akibat efek samping pemberian sistemik lebih serius. Namun, pemberian
sistemik dapat diberikan pada penderita asma persisten berat yang tidak terkontrol.
Penggunaan sistemik secara oral lebih dianjurkan dari parenteral (intramuskular, intravena,
subkutan) karena pertimbangan waktu paruh oral lebih singkat dan efek samping yang
muncul lebih sedikit.

Efek samping yang ditakutkan misalnya : osteoporosis, hipertensi, diabetes, obesitas,


penekanan axis hipotalamus-hipofisa-korteks adrenal, purpura, penipisan kulit, striae, disfoni.
Contoh obat kortikosteroid sistemik adalah Deksametason, Metilprednisolon, Prednison.
 Dosis dan cara penggunaan

Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis


Deksametason Tablet Dewasa 0,75-9 mcg dalam 2-4 dosis terbagi
Anak-anak 0,024-0,34 mg/kg BB dalam 4 dosis terbagi
Metilprednisolon Tablet Dewasa 2-60 mcg dalam 4 dosis terbagi
Anak-anak 0,117-1,60 mg/kg BB setiap hari dalam 4
dosis terbagi
Prednison Tablet Dewasa 5-60 mg dalam 2-4 dosis terbagi
Anak-anak 0,14-2 mg/kg BB setiap hari dalam 4 dosis
terbagi

c. Agonis beta-2 kerja lama (Long-acting β2-agnonist) inhalasi

Mekanisme kerja obat beta-2 agonis yaitu melalui reseptor β2 yang mengakibatkan
relaksasi otot polos. Formoterol dan salmeterol termasuk dalam golongan LABA ini, kedua
obat ini memiliki lama kerja obat >12 jam. Namun, obat golongan LABA sebaiknya tidak
digunakan sebagai monoterapi jangka panjang karena tidak mempengaruhi respon
inflamasnya justru meningkatkan angka kesakitan dan kematian. LABA dikombinasi dengan
kortikosteroid inhalasi telah tebukti sangat efektif dalam mengurangi gejala asma dan
eksaserbasi dengan menunjukkan hasil fungsi paru yang lebih baik. Kombinasi LABA dan
kortikosteroid inhalasi hanya direkomendasikan untuk pasien yang gagal mencapai asma
terkontrol dengan kortikosteroid dosis rendah-medium. Contoh obat-obat LABA adalah
Salmeterol, Formoterol, Terbutaline, Albuterol.

 Dosis dan cara penggunaan

Nama Obat Bentuk Dosis


Sediaan
Salmeterol Aerosol Anak berusia lebih dari 4 50 mcg dua kali sehari (dengan jarak
tahun 12 jam)
Formoterol Aerosol Dewasa dan anak berusai 5 12 mcg setiap 12 jam dengan
tahun dan lebih menggunakan Aerolizer Inhaler
Sirup Anak > 9 tahun dengan BB 10 mg (20 mg) 3 atau 4 kali sehari
> 27 kg
Anak-anak 6-9 tahun 5 ml (5 mg) 3 atau 4 kali sehari
dengan BB < 27 kg
Anak-anak < 6 tahun Perlu penelitian lebih lanjut, dosis
harian antara 1,3-2,6 mg/kg dapat
ditoleransi
Terbutaline Tablet Dewasa dan anak > 15 5 mg, dengan interval pemberian 6
tahun jam, 3 kali sehari
Injeksi 2,5 mg, 3 kali sehari
Anak-anak 12-15 tahun 0,25 mg secara subkutan
Albuterol Aerosol Dewasa dan anak > 4 tahun 2 inhalasi setiap 4 – 6 jam
(usia 12 tahun dan lebih
untuk pencegahan)

Tablet Dewasa dan anak (usia 12 Dosis awal 2-4 mg, 3 atau 4 kali sehari
tahun dan lebih) : (dosis jangan melebihi 32 mg sehari)
Anak-anak 6-12 tahun : 2 Dosis awal 2 mg, 3 atau 4 kali sehari
mg, 3 atau 4 kali sehari
Pasien lanjut usia dan Jika bronkodilatasi tidak tercapai,
sensitif terhadap stimulan β dosis dapat ditingkatkan menjadi 8
adrenergik mg, 3 atau 4 kali sehari

Tablet lepas Dewasa dan anak > 12 Dosis yang direkomendasikan adalah
lambat tahun 8 mg setiap 12 jam
Anak-anak 6-12 tahun Dosis yang direkomendasikan adalah
4 mg setiap 12 jam
Sirup Dewasa dan anak > 12 Dosis umum adalah 2 atau 4 mg, 3
tahun atau 4 kali sehari
Anak-anak 6-12 tahun Dosis awal adalah 2 mg, 3 atau 4 kali
sehari
Anak-anak 2-6 tahun Mulai dosis dengan 0,1 mg/kg 3 kali
sehari
Pasien lanjut usia dan Dosis awal 2 mg, 3 atau 4 kali sehari
sensitif terhadap stimulan β
adrenergik

d. Kromolin Sodium dan Nedokromil

Kromolin dan nedokromil merupakan obat alternatif dalam pengobatan asma


persisten ringan. Kromolin dan nedokromil memiliki sifat yang sama yaitu sebagai obat anti-
inflamasi. Obat ini memblok kanal klorida dan modulasi pelepasan mediator sel mast dan
eosinofil (NHLBI, 2007). Kromolin juga bisa menghambat reaksi asma fase cepat dan fase
lambat, meskipun permulaan percobaan obat ini hanya berperan pada sel mast untuk
mensupresi pengeluaran histamin, ternyata dapat menghambat generasi sitokin juga (Yazid et
al, 2013). Namun, efek anti-inflamasi kromolin lemah dan kurang efektif jika dibandingkan
dengan inhalasi kortikosteroid dosis rendah.

 Kromolin Natrium

Kromolin merupakan obat anti-inflamasi. Kromolin tidak memiliki aktivitas instrinsik


bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid. Obat-obat ini
menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow Reacting Substance
Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat
diberikan.

 Nedokromil

Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma. Obat ini akan
menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel
berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit dan
platelet. Nedokromil menghambat perkembangan respon bronko konstriksi baik awal maupun
lanjut terhadap antigen terinhalasi. Obat ini digunakan untuk terapi pemeliharaan pada pasien
dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih pada asma ringan sampai sedang.

e. Methylxanthine

Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi
secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP,
menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung,menurunkan tekanan sfinkter
esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat
pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat
dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada
pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.

 Aminofilin

Status asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi. Terapi optimal


untuk pasien asma umumnya memerlukan obat yang diberikan secara parenteral, monitoring
ketat dan perawatan intensif.

 Teofilin

Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon


klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen berdasarkan teofilin anhidrat
yang dikandung. Monitor level serum untuk level terapi dari 10-20 mcg/ml.

f. Antagonis Reseptor Leukotrin


 Zafirlukas
Zafirlukas adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan
kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA-slow-recting substances of
anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran
pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan
prosen inflamasi,yang menimbulkan tanda dan gejala asma. Profilaksis dan perawatan asma
kronik pada dewasa dan anak diatas 5 tahun.

Obat pelega (relievers) adalah sebagai bronkodilator untuk membantu mengatasi


bronkokonstriksi jalan napas dan gejala yang menyertainya seperti sesak, mengi, batuk, dan
dada terasa berat.

a. Short-acting β2 agonis inhalasi (SABA)

SABA merupakan obat yang paling efektif mengatasi bronkospasme saat eksaserbasi
asma akut dan juga dapat mencegah exercice-induced asthma. Golongan SABA dapat
diberikan secara inhalasi, oral atau parenteral. Namun pemberian yang direkomendasikan
adalah dengan inhalasi karena mempetimbangkan kerja obat yang cepat juga efek samping
yang minimal. SABA memiliki mekanisme sama seperti obat β2 agonis lain yaitu dengan
merelaksasi jalan napas, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permiabilitas
vaskuler, dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan eosinfil. Yang termasuk
obat golongan SABA adalah salbutamol, levalbuterol, bitolterol, pirbuterol, isoproterol,
metaproternol, terbutaline, epinephrine.

Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis


Bitolterol Cairan untuk Dewasa dan anak > 12 2 inhalasi dengan interval 1-3
inhalasi 0,2% tahun menit
Epinephrine Aerosol Dewasa dan anak 4 tahun
Mulai dengan 1 inhalasi,
atau lebih kemudian ditunggu sampai 1
menit, jika perlu, gunakan
Injeksi (1:1000) sekali lagi. Jangan digunakan
lagi samppai lebih dari 3 jam.
Anak dibawah 4 tahun Konsutasikan dengan dokter
Dewasa Dosis awal 0,2-1 ml (0,2-1)mg
subkutan atau intra muskular,
ulangi setiap 4 jam.
Bayi dan anak-anak 0,01 ml/kg atau 0,3ml/m2
secara subkutan. Jangan
melebihi 0,5 mg (0,5 mg)
untuk dosis tunggal, ulangi
setiap 4 jam jika diperlukan.
Pirbuterol Aerosol Dewasa dan anak > 12 2 inhalasi (0,4 mg) diulangi
tahun setiap 4-6 jam. Dosis jangan
melebihi 12 inhalasi

b. Antikolinergik
 Ipratropium Bromida

Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang


akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilatasi
yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik.

Ipratropum bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan


lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.

 Tiotropium Bromida

Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya digunakan sebagai
antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek farmakologi dengan
cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi
yang timbul setelah inhalasi tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu.

c. Methylxantin

Pemberian teofilin dapat dipertimbangkan karena efek bronkodilatasinya akibat


inhibisi aktivitas PDE untuk mengatasi gejala asma. Tetapi efek bronkodilatasinya lebih
lemah dari short-acting beta-2 agonis. Penambahan teofilin kerja singkat dengan obat
golongan SABA tidak memperkuat respon bronkodilatasi namun dapat bermanfaat untuk
respiratory drive. Pemberian teofilin keja singkat tidak dianjurkan pada pasien yang sudah
mendapat terapi teofilin lepas lambat kecuali ada dilakukan monitoring kadarnya dalam
darah.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai