Masalah Hak Pilih Dan Pendataan Pemilihan Umum Presiden 2014
Masalah Hak Pilih Dan Pendataan Pemilihan Umum Presiden 2014
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Ketua : Dendry Teja WidyaQastrena 10114357
Anggota : 1). Mulki Mantasya 10114559
2). Muhammad Alfi 10114361
3). Andry Rachdian 10114382
4). Dicky Arif Permadi 10114375
5). Jupan Lomban Toruan 10114364
7). Noer Hanif 10114400
8). Fadil
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
2.1 Banyak Warga Yang Tidak Ikut Serta Menggunakan Hak Pilihnya. ....... 5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat
dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya.
Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan.
Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat
memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan.
Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil
rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga
menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara.
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk
memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,
pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR,
disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan
ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali
pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan
sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih
sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden
yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan
singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada
sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan
suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan
umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan
suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan
dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih
bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
1
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan
singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan
umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap
warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan
setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang
akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan
pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau
pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun
peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Sejarah pemilu diindonesia sendiri Pemilihan umum diadakan sebanyak 11
kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004,2009 dan
2014. dari data di atas ini kita telah melaksanakan pemilu semenjak tahun 1955 ini
merupakan pemilu pertama di indonesia dimana waktu itu bangsa indonesia ini
masih berusia 11 tahun,bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR
dan Konstituante.
Namu tahun 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat
memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Dan terakhir bangsa
ini telah melaksanakan pemilu pada tahun 2014 tahun lalu..
Dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, pemilihan
umum (Pemilu) merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam tataran Indonesia
sebagai negara demokrasi. Esensi dari pemilihan umum (Pemilu) presiden adalah
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang selanjutnya merepresentasikan kedaulatan
tersebut seperti: Presiden dan Wakil Presiden. Namun demikian, dalam
kenyataannya masih banyak warga negara (rakyat) yang sesungguhnya sebagai
pemegang peranan (role occupant) penting, tidak menggunakan hak pilihnya / hak
suaranya dalam setiap penyelenggaraan pemilu
2
1.3 Konsep Teori
Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan
kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara
pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri. Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan
perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan perkembangan
demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk
mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam,
mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala
desa.Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi
jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata
'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara
persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda
di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum,
teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau
politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan
kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-
programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah
ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara
dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan
main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan
disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
3
Pemilu Menurut Para Ahli
1. Menurut (Ramlan, 1992:181) Pemilu diartikan sebagai “ mekanisme
penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang
atau partai yang dipercayai.
2. Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan, pemilu
merupakan: “Elections are the accostions when citizens choose their
officials and cecide, what they want the government to do. ng these
decisions citizens determine what rights they want to have and keep.”
3. Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada
hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk
menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam
Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu
Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat
dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-
sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan
negara”.
4. Menurut Suryo Untoro “Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya
disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih wakil-wakilnya yang
duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD
I dan DPRD II)”.
4
BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISA
2.1 Banyak Warga Yang Tidak Ikut Serta Menggunakan Hak Pilihnya.
Pemilihan umum (Pemilu) sebagai saluran partisipasi warga negara
(masyarakat) yang dilaksanakan di Indonesia, pada hakekatnya adalah
penjelmaan dari nilai – nilai demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Dalam
Penjelasan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia, sangat tegas
dinyatakan bahwa:
5
beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan
yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang
mendapat tugas untuk memerintah (Government is a set of activities organized and
operated on behalf of the people but subject to a series of restraints which attempt
to ensure that the power which is needed for such governance is not abused by those
who are called upon to do the governing)”.
6
Pada umumnya secara sosiologis kemasyarakatan dapat diidentifikasi
beberapa alasan sikap warga negara Indonesia yang tidak bersedia menggunakan
hak pilihnya, antara lain:
1. Adanya sikap apatis dari keyakinan masyarakat bahwa memilih atau tidak
memilih tidak mempengaruhi kehidupan mereka secara signifikan.
2. Para calon yang bertarung tidak memiliki kapasitas untuk mewujudkan
harapan mereka.
3. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa kebutuhan ekonomi lebih penting
daripada penyaluran hak politik mereka untuk berpartisipasi dalam Pemilu.
4. Menurunnya kepercayaan (trust) masyarakat terhadap para calon (Presiden
dan Wakil Presiden, DPR , DPD dan DPRD).
5. Masyarakat menganggap bahwa sikap dan budaya politik peserta pemilu
(partai politik, pasangan calon maupun calon independen) dalam
berkampanye sering melakukan prilaku – prilaku yang tidak bermoral seperti
penghinaan, permusuhan dan kecurangan.
6. Masyarakat trauma dengan propaganda – propaganda politik selama
kampanye yang ternyata tidak terbukti pasca pemilu.
7
dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat atau effektivitas dari ketentuan –
ketentuan hukum di dalam pelaksanaannya. Dengan lain perkataan, kesadaran
hukum menyangkut masalah, apakah ketentuan hukum tertentu benar – benar
berfungsi atau tidak dalam masyarakat”. Berkaitan dengan pembahasan dalam
permasalahan makalah ini, yang dimaksud dengan hukum tersebut adalah
peraturan perundang – undangan mengenai pemilihan umum.
2.3 Analisa
Faktual data dikemukakan bahwa “Data KPU angka partisipasi memilih itu
dihitung dari total pengguna hak pilih dibagi pemilih yang terdaftar. Partisipasi
memilih di Pilpres 2014 sebesar 69,58 persen.
8
Partisipasi memilih ini berbanding lurus dengan angka golongan putih
(golput). Sehingga bisa disebut angka golput pada Pilpres 2014 sebesar 30,42
persen meningkat dari Pilpres 2009. Pilpres 2009 partisipasi sebesar 71,17 persen..
Terlepas dari teknologi sistem informasi data, maka yang paling penting
adalah perilaku aparat pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) beserta jajarannya di tingkat bawah harus secara jujur dan transparan
menyampaikan data pemilih kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai user
9
(pengguna) data. Begitu pula, prilaku anggota atau komisioner KPU harus
profesional, independen dan cermat menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang
akan dijadikan acuan dalam pemilihan umum. Prilaku aparat pemerintah sebagai
penyedia data dan anggota atau komisioner KPU ini perlu tetap diawasi agar tidak
terjadi kecurangan – kecurangan atau manipulasi dalam menyusun dan menetapkan
daftar pemilih.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi pelaksanaan pemilu yang dibahas sebelumnya sangat penting artinya
dalam suatu Negara Demokrasi seperti di Indonesia sekarang ini, maka partisipasi
politik masyarakat juga sangat diharapkan jalannya untuk menggunakan hak
suaranya.
Pada kenyatannya masih banyak sekali masyarakat di Indonesia yang tidak
bersedia atau bahkan tidak berpartisipasi untuk menggunakan hak pilihnya disaat
diselenggarakannya Pemilu di Negara ini. Selain Masyarakat tidak bersedia untuk
berpartisipasi, penyebab lainnya mungkin disebabkan sebagian Masyarakat
Indonesia tidak terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Secara Sosiologi, masyarakat Indonesia memiliki sikap adaptis dari
keyakinan bahwa Pemilu tidak mempengaruhi kehidupan mereka, mereka
berkeyakinan bahwa calon yang akan mereka pilih tidak memiliki kapasitas untuk
mewujudkan harapan mereka.
Apalagi semakin tahun kepeceryaan masyarakat semakin menurun terhadap
para calon petinggi.
Dapat dikatakan bahwa partisipasi politik masyarakat untuk berperan serta
dalam pemilihan umum berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri,
sebenarnya hal tersebut juga sudah diharuskan menjadi tanggung jawab masyarakat
itu sendiri.
3.2 Saran
Dalam rangka upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat (warga
negara) dalam pemilihan umum maka pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam
hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu melakukan pendidikan pemilih
kepada masyarakat berupa civil education mengenai pentingnya menggunakan hak
pilih / hak suara dalam setiap pemilihan umum.
11
Penerapan metode pembelajaran pelaksanaan pemilihan umum sebagai
materi mata pelajaran di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) / Sekolah
Menengah Atas (SMA), dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.
12
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo Miriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama) Tahun 2000;
Fuady, Munir. Teori – Teori Dalam Sosiologi Hukum. Jakarta (Penerbit: Kencana
Prenada Media Group) 2011;
Pikiran Rakyat Online. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Turun. Edisi: Kamis,
29 November 2012;
Miriam Budiardjo. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta (Penerbit: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2000) Halaman 60.
Pikiran Rakyat Online. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Turun. Edisi: Kamis,
29 November 2012.
13
Watapedia, Media Online. Pemilu: Faktor Penyebab Turunnya Paartisipasi Dalam
Pemilu. Edisi 17 November 2011.
Munir Fuady. Teori – Teori Dalam Sosiologi Hukum. Jakarta (Penerbit: Prenada
Media Group, 2011) Halaman 354 – 355.
14