Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MASALAH HAK PILIH DAN PENDATAAN

PEMILU PILPRES 2014 DI INDONESIA


Makalah Ini Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan
Dosen : Tatik Rohmawati, S.IP.,M.Si.

Disusun Oleh:

Kelompok 5
Ketua : Dendry Teja WidyaQastrena 10114357
Anggota : 1). Mulki Mantasya 10114559
2). Muhammad Alfi 10114361
3). Andry Rachdian 10114382
4). Dicky Arif Permadi 10114375
5). Jupan Lomban Toruan 10114364
7). Noer Hanif 10114400
8). Fadil

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Kurang Maksimalnya Pemilihan Umum Presiden 2014 ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu
Tatik Rohmawati, S.IP.,M.Si. selaku Dosen mata kuliah Pendidikan dan
Kewarganegaraan Program Studi Teknik Informatika Unikom yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai masalah pada pemilihan umum di
indonesia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Konsep Teori ............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA .......................................................... 5

2.1 Banyak Warga Yang Tidak Ikut Serta Menggunakan Hak Pilihnya. ....... 5

2.2 Data daftar pemilih yang tidak akurat. ..................................................... 8

2.3 Analisa ...................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 11

3.2 Saran ....................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat
dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya.
Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan.
Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat
memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan.
Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil
rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga
menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara.
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk
memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,
pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR,
disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan
ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali
pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan
sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih
sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden
yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan
singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada
sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan
suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan
umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan
suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan
dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih
bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

1
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan
singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan
umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap
warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan
setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang
akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan
pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau
pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun
peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Sejarah pemilu diindonesia sendiri Pemilihan umum diadakan sebanyak 11
kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004,2009 dan
2014. dari data di atas ini kita telah melaksanakan pemilu semenjak tahun 1955 ini
merupakan pemilu pertama di indonesia dimana waktu itu bangsa indonesia ini
masih berusia 11 tahun,bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR
dan Konstituante.
Namu tahun 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat
memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Dan terakhir bangsa
ini telah melaksanakan pemilu pada tahun 2014 tahun lalu..
Dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, pemilihan
umum (Pemilu) merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam tataran Indonesia
sebagai negara demokrasi. Esensi dari pemilihan umum (Pemilu) presiden adalah
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang selanjutnya merepresentasikan kedaulatan
tersebut seperti: Presiden dan Wakil Presiden. Namun demikian, dalam
kenyataannya masih banyak warga negara (rakyat) yang sesungguhnya sebagai
pemegang peranan (role occupant) penting, tidak menggunakan hak pilihnya / hak
suaranya dalam setiap penyelenggaraan pemilu

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana bisa banyak warga negara yang tidak bersedia menggunakan
hak pilihnya / hak suaranya ?
2. Bagaimana bisa data daftar pemilih yang tidak akurat.

2
1.3 Konsep Teori
Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan
kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara
pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri. Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan
perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan perkembangan
demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk
mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam,
mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala
desa.Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi
jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata
'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara
persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda
di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum,
teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau
politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan
kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-
programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah
ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara
dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan
main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan
disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

3
Pemilu Menurut Para Ahli
1. Menurut (Ramlan, 1992:181) Pemilu diartikan sebagai “ mekanisme
penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang
atau partai yang dipercayai.
2. Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan, pemilu
merupakan: “Elections are the accostions when citizens choose their
officials and cecide, what they want the government to do. ng these
decisions citizens determine what rights they want to have and keep.”
3. Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada
hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk
menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam
Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu
Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat
dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-
sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan
negara”.
4. Menurut Suryo Untoro “Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya
disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih wakil-wakilnya yang
duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD
I dan DPRD II)”.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian


pemilihan umum secara luas yaitu sebagai sarana yang penting dalam kehidupan
suatu negara yang menganut azas Demokrasi yang memberi kesempatan
berpartisipasi politik bagi warga negara untuk memilih wakil-wakilnya yang akan
menyuarakan dan menyalurkan aspirasi mereka.

4
BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISA

2.1 Banyak Warga Yang Tidak Ikut Serta Menggunakan Hak Pilihnya.
Pemilihan umum (Pemilu) sebagai saluran partisipasi warga negara
(masyarakat) yang dilaksanakan di Indonesia, pada hakekatnya adalah
penjelmaan dari nilai – nilai demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Dalam
Penjelasan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia, sangat tegas
dinyatakan bahwa:

1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan


atas kekuasaan belaka (machtsstaat),
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Undang – Undang
Dasar 1945 sebagai hukum dasar (grundnorm) negara Indonesia, pada pasal
1 ayat (2) menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut undang – undang”.

Pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, secara khusus


disebutkan dalam pasal 22 E ayat (1) Undang – Undang Dasar 1945, yang
berbunyi: “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Undang – undang organik sebagai
peraturan pelaksanaan yang dimaksudkan oleh UUD 1945 tersebut, untuk saat ini
adalah Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2008
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Ketentuan – ketentuan
mengenai Pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang disebutkan
dalam UUD 1945 dan peraturan perundang – undangan tersebut diatas, adalah
sesuai dengan gagasan konstitusionalisme (constitutionalism) yang dikemukakan
oleh Carl. J. Friedrich sebagai berikut: “Pemerintah merupakan suatu kumpulan
aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada

5
beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan
yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang
mendapat tugas untuk memerintah (Government is a set of activities organized and
operated on behalf of the people but subject to a series of restraints which attempt
to ensure that the power which is needed for such governance is not abused by those
who are called upon to do the governing)”.

Pelaksanaan Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat (warga negara)


untuk mengekspresikan hak politiknya dalam rangka menyelenggarakan:

1) Perubahan secara damai dalam masyarakat yang sedang berubah (peaceful


change in a changing society),
2) Pergantian pimpinan secara teratur (orderly succession of rulers). Oleh karena
pelaksanaan Pemilu sangat penting artinya dalam suatu negara demokrasi
seperti Indonesia, maka partisipasi politik masyarakat juga sangat diharapkan
untuk menggunakan hak pilihnya / hak suaranya. Dengan perkataan lain,
masyarakat sebagai pemilih (pemegang / pengguna hak pilih) melaksanakan
partisipasinya dalam bentuk kehadiran dan pemberian suara di Tempat
Pemungutan Suara (TPS). Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak
masyarakat (rakyat) Indonesia yang tidak bersedia / tidak mau berpartisipasi
untuk menggunakan hak pilihnya pada setiap Pemilu yang diselenggarakan di
Indonesia.

Pemilihan umum dapat dijadikan sebagai simbol pesta kedaulatan rakyat.


Dalam setiap pelaksanaan Pemilu, partisipasi masyarakat merupakan salah satu
aspek penting untuk terselenggaranya demokrasi. Partisipasi dalam Pemilu dapat
diartikan sebagai keikutsertaan warga negara (masyarakat) dalam kegiatan-
kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung
maupun tidak langsung untuk ikut mempengaruhi / ikut serta dalam suatu
pengambilan keputusan / kebijakan pemerintah ataupun kebijakan publik.
Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu, maka dapat diartikan
bahwa semakin tinggi pula tingkat legitimasi suatu proses penetapan sebuah
keputusan.

6
Pada umumnya secara sosiologis kemasyarakatan dapat diidentifikasi
beberapa alasan sikap warga negara Indonesia yang tidak bersedia menggunakan
hak pilihnya, antara lain:

1. Adanya sikap apatis dari keyakinan masyarakat bahwa memilih atau tidak
memilih tidak mempengaruhi kehidupan mereka secara signifikan.
2. Para calon yang bertarung tidak memiliki kapasitas untuk mewujudkan
harapan mereka.
3. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa kebutuhan ekonomi lebih penting
daripada penyaluran hak politik mereka untuk berpartisipasi dalam Pemilu.
4. Menurunnya kepercayaan (trust) masyarakat terhadap para calon (Presiden
dan Wakil Presiden, DPR , DPD dan DPRD).
5. Masyarakat menganggap bahwa sikap dan budaya politik peserta pemilu
(partai politik, pasangan calon maupun calon independen) dalam
berkampanye sering melakukan prilaku – prilaku yang tidak bermoral seperti
penghinaan, permusuhan dan kecurangan.
6. Masyarakat trauma dengan propaganda – propaganda politik selama
kampanye yang ternyata tidak terbukti pasca pemilu.

Secara sosiologis, partisipasi politik masyarakat untuk berperan serta dalam


pemilihan umum berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri.
Kesadaran hukum masyarakat dihubungkan dengan tanggung jawab terhadap
bangsa dan negara Indonesia, maka berpartisipasi masyarakat dalam pemilu sebagai
sarana untuk menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur adalah sesuai
dengan asas hukum yang menyatakan “hukum menghendaki kedamaian (het recht
wil den vrede)”. Dengan demikian, hak pilih / hak suara tidak hanya dianggap
sebagai hak subjektif warga negara (masyarakat) tetapi merupakan tanggung jawab
warga negara terhadap negara. Dengan pemahaman yang demikian, akan tumbuh
kesadaran hukum masyarakat yang tinggi untuk berperan serta dalam pemilihan
umum. Asumsi sosiologis ini sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto dan
Mustafa Abdulah yang menyatakan, “kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan
para warga masyarakat mematuhi ketentuan – ketentuan hukum yang berlaku.
Sebaliknya, apabila kesadaran hukum sangat rendah, maka derajat kepatuhan
terhadap hukum juga tidak tinggi. Dengan demikian, pendapat tersebut berkaitan

7
dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat atau effektivitas dari ketentuan –
ketentuan hukum di dalam pelaksanaannya. Dengan lain perkataan, kesadaran
hukum menyangkut masalah, apakah ketentuan hukum tertentu benar – benar
berfungsi atau tidak dalam masyarakat”. Berkaitan dengan pembahasan dalam
permasalahan makalah ini, yang dimaksud dengan hukum tersebut adalah
peraturan perundang – undangan mengenai pemilihan umum.

2.2 Data daftar pemilih yang tidak akurat.


Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya tingkat prosentase partisipasi
pemilih karena permasalahan pendataan calon pemilih yang pada akhirnya menjadi
Daftar Pemilih Tetap (DPT). Terdapat kesenjangan atau tidak ada sinkronisasi
antara sinkronisasi Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dengan Daftar
Pemilih Tetap (DPT) pemilu terakhir serta distribusi dan konsolidasi data pemilih
pada daerah – daerah pemilihan dalam wilayah negara Republik Indoneia. Adanya
perbedaan / kesenjangan data tersebut dapat disebabkan oleh faktor teknologi yang
belum memadai dan / atau faktor kesengajaan oknum – oknum tertentu baik di
pemerintahan maupun di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berkaitan dengan penggunaan teknologi, maka KPU telah mengoptimalkan


pemanfaatan Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) dan Daftar Pemilih Tools
(DPTools) untuk meningkatkan akurasi data pemilih pada pemilihan umum. Sidalih
dan DPTools untuk mendeteksi potensi data ganda sehingga daftar pemilihnya
lebih akurat. Sidalih selain berfungsi mendeteksi data ganda juga dapat digunakan
untuk sinkronisasi Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dengan Daftar
Pemilih Tetap (DPT) pemilu terakhir serta distribusi dan konsolidasi data pemilih.
Teknologi DPTools sudah digunakan oleh KPU sejak tahun 2009 (untuk Pemilihan
Umum tahun 2009), namun belum digunakan secara merata pada Pemilihan Umum
Kepala Daerah (Pemilukada) di seluruh Indonesia.

2.3 Analisa
Faktual data dikemukakan bahwa “Data KPU angka partisipasi memilih itu
dihitung dari total pengguna hak pilih dibagi pemilih yang terdaftar. Partisipasi
memilih di Pilpres 2014 sebesar 69,58 persen.

8
Partisipasi memilih ini berbanding lurus dengan angka golongan putih
(golput). Sehingga bisa disebut angka golput pada Pilpres 2014 sebesar 30,42
persen meningkat dari Pilpres 2009. Pilpres 2009 partisipasi sebesar 71,17 persen..

Menyikapi realita sosial bahwa dewasa ini terdapat tendensi menurunnya


animo dan partisipasi masyarakat dalam Pemilu maka berbagai upaya telah
dilakukan. Upaya tersebut antara lain dengan mengadakan Seminar tentang pemilu
yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) jauh-jauh hari dari
tanggal 16 November 2011 lalu, dengan melibatkan Partai Politik (Parpol),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masa (Ormas), media massa,
Pemantau Pemilu, dan Perguruan Tinggi .Seminar tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh input dan solusi terhadap kecenderungan menurunnya tingkat
partisipasi masyarakat dalam Pemilu dan Pemilukada,namun cara tersebut belum
memberikan hasil.

Penggunaan hak pilih dalam pemilihan umum secara sosiologis dianggap


sebagai tanggung jawab warga negara terhadap negara didasarkan pada prinsip
bahwa antara negara dan warga negara terdapat hubungan hukum ketatanegaraan.
Oleh karena itu, dalam konteks pemilu, antara negara dan warga negara dapat
melakukan negosiasi hak (right negotiatian) agar warga negara / masyarakat
menggunakan hak pilihnya dalam pemilu sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
negara. Negosiasi hak tersebut dilakukan melalui sosialisasi oleh pemerintah
(mewakili kepentingan negara) di satu pihak dengan warga negara di pihak lain.
Negosiasi tersebut diharapkan dapat menyelesaikan masalah partisipasi masyarakat
agar bersedia menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum, yang sebenarnya
hak tersebut telah dimiliki dan melekat pada warga negara yang telah memenuhi
syarat – syarat tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Munir Fuady yang
menyatakan, “negosiasi hak bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang timbul
sehubungan dengan pelaksanaan hak yang sebelumnya sudah ada”.

Terlepas dari teknologi sistem informasi data, maka yang paling penting
adalah perilaku aparat pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) beserta jajarannya di tingkat bawah harus secara jujur dan transparan
menyampaikan data pemilih kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai user

9
(pengguna) data. Begitu pula, prilaku anggota atau komisioner KPU harus
profesional, independen dan cermat menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang
akan dijadikan acuan dalam pemilihan umum. Prilaku aparat pemerintah sebagai
penyedia data dan anggota atau komisioner KPU ini perlu tetap diawasi agar tidak
terjadi kecurangan – kecurangan atau manipulasi dalam menyusun dan menetapkan
daftar pemilih.

Pemerintah dan KPU memegang peranan penting agar masyarakat sebagai


pemegang hak pilih dapat menggunakan haknya dalam pemilu. Oleh karena dalam
kenyataannya, banyaknya masyakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam
pemilu tidak semata – mata disebabkan keengganan mereka untuk menggunakan
hak pilihnya, akan tetapi karena nama mereka tidak terdapat dalam Daftar Pemilih
Tetap (DPT). Dengan demikian pemerintah dan KPU diharapkan dapat
menjalankan peranannya dalam pelaksanaan pemilu, sehingga pemilu dapat
merefleksikan kedaulatan rakyat dalam negara Indonesia. Peranan pemerintah dan
KPU dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia, dalam hal ini yang dimaksudkan
peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role). Meskipun dalam kedudukannya
sebagai penyelenggara pemilu, pada hakekatnya pemerintah dan KPU memiliki
peranan yang cukup luas, yang menurut penulis dapat dihubungkan dengan peranan
sebagaimana dijabarkan oleht Soerjono Soekanto, yaitu;” 1) peranan yang ideal
(kideal role), 2) peranan yang seharusnya (expected role), 3) peranan yang
dianggap oleh diri sendiri (perceived role), 4) peranan yang sebenarnya dilakukan
(actual role).

Peranan pemerintah dan KPU untuk melakukan kegiatan menghimpun data


pemilih yang akurat secara langsung ke lapangan (Rukun Tetangga, Kelurahan,
Kecamatan, dan seterusnya), apa penyebabnya nama – nama anggota masyarakat
yang sudah memenuhi syarat untuk memilih akan tetapi tidak termasuk dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT) merupakan tahapan aktiva sosiologis. Selanjutnya,
berdasarkan data – data hasil penelitian tersebut dilakukan aktivita intelektualis
untuk menentukan metode atau memodifikasi metode yang telah ada dalam rangka
menghimpun data pemilih. Dengan metode yang demikian diharapkan data pemilih
dalam suatu daerah dapat dihimpun secara akurat, untuk dijadikan pedoman dalam
menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT).

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi pelaksanaan pemilu yang dibahas sebelumnya sangat penting artinya
dalam suatu Negara Demokrasi seperti di Indonesia sekarang ini, maka partisipasi
politik masyarakat juga sangat diharapkan jalannya untuk menggunakan hak
suaranya.
Pada kenyatannya masih banyak sekali masyarakat di Indonesia yang tidak
bersedia atau bahkan tidak berpartisipasi untuk menggunakan hak pilihnya disaat
diselenggarakannya Pemilu di Negara ini. Selain Masyarakat tidak bersedia untuk
berpartisipasi, penyebab lainnya mungkin disebabkan sebagian Masyarakat
Indonesia tidak terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Secara Sosiologi, masyarakat Indonesia memiliki sikap adaptis dari
keyakinan bahwa Pemilu tidak mempengaruhi kehidupan mereka, mereka
berkeyakinan bahwa calon yang akan mereka pilih tidak memiliki kapasitas untuk
mewujudkan harapan mereka.
Apalagi semakin tahun kepeceryaan masyarakat semakin menurun terhadap
para calon petinggi.
Dapat dikatakan bahwa partisipasi politik masyarakat untuk berperan serta
dalam pemilihan umum berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri,
sebenarnya hal tersebut juga sudah diharuskan menjadi tanggung jawab masyarakat
itu sendiri.

3.2 Saran
Dalam rangka upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat (warga
negara) dalam pemilihan umum maka pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam
hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu melakukan pendidikan pemilih
kepada masyarakat berupa civil education mengenai pentingnya menggunakan hak
pilih / hak suara dalam setiap pemilihan umum.

Perlu dilakukan sosialisasi tujuan pemilihan umum dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara untuk meningkatkan daya dorong atau motivasi
masyarakat (warga negara) pada setiap pemilihan umum.

11
Penerapan metode pembelajaran pelaksanaan pemilihan umum sebagai
materi mata pelajaran di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) / Sekolah
Menengah Atas (SMA), dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.

Masyarakat harus senantiasa melakukan pengawasan (control) prilaku aparat


pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beserta
jajarannya di tingkat bawah sebagai penyedia data dan anggota atau komisioner
KPU agar tidak terjadi kecurangan – kecurangan atau manipulasi dalam menyusun
dan menetapkan daftar pemilih yang berhak menggunakan hak pilih / hak suara
dalam pemilihan umum.

12
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo Miriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama) Tahun 2000;

Fuady, Munir. Teori – Teori Dalam Sosiologi Hukum. Jakarta (Penerbit: Kencana
Prenada Media Group) 2011;

P., Trubus Rahardiansah, Endar Pulungan. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta


(Penerbit: Universitas Trisakti) 2005;

Pikiran Rakyat Online. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Turun. Edisi: Kamis,
29 November 2012;

Salman, Anthon F. Susanto. Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Bandung


(Penerbit: PT. Alumni) 2012;

Soekanto, Soerjono. Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum. Bandung


(Penerbit: PT. Alumni) 1979;

Mengenal Sosiologi Hukum. Bandung (Penerbit: Alumni) 1982;

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta (Penerbit: PT.


RajaGrafindo Persada) 2008;

Soekanto, Soerjono, Mustafa Abdullah. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat.


Jakarta (Penerbit: CV. Rajawali) 1982;

Watapedia, Media Online. Pemilu: Faktor Penyebab Turunnya Paartisipasi Dalam


Pemilu. Edisi 17 November 2011.

Zamzami, Mukhtar. Materi Kuliah Sosiologi Hukum, Memahami Sosiollogi


Hukum. Jakarta (Universitas Jaya Baya) 2012;

Miriam Budiardjo. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta (Penerbit: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2000) Halaman 60.

Miriam Budiardjo. Ibid. Halaman 57.

Pikiran Rakyat Online. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Turun. Edisi: Kamis,
29 November 2012.

13
Watapedia, Media Online. Pemilu: Faktor Penyebab Turunnya Paartisipasi Dalam
Pemilu. Edisi 17 November 2011.

Soerjono Soekanto, Mustafa Abdullah. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat.


Jakarta (Penerbit: Rajawali Pers, 1987) Halaman 215 – 216.

Munir Fuady. Teori – Teori Dalam Sosiologi Hukum. Jakarta (Penerbit: Prenada
Media Group, 2011) Halaman 354 – 355.

Soerjono Soekanto. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum.


Jakarta (Penerbit: RajaGrafindo Persada, 2008) Halaman 20.

14

Anda mungkin juga menyukai