Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan “silent killer” yang secara luas dikenal sebagai


penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan meningkatnya tekanan darah
dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat meningkatkan faktor risiko munculnya
berbagai penyakit seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.1
Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskular yang masih
menjadi beban kesehatan di masyarakat global karena prevalensinya yang tinggi
dan memiliki gejala yang berefek panjang dan merugikan. Data WHO (World
Health Organization) 2003 memperkirakan jumlah penderita hipertensi di seluruh
dunia adalah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun, 7 dari setiap 10
orang tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.2
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di Amerika
Serikat, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi.2 Menurut Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Tahun 2007 Hipertensi
di Indonesia mencapai 31,7% dari jumlah penduduk. Data RISKESDAS juga
menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada
semua umur di Indonesia. Prevalensi hipertensi di Aceh adalah 30,2% dan hanya
33% dari jumlah kasus tersebut yang terdiagnosa hipertensi.3
Kira-kira 90-95 % orang yang menderita hipertensi dikatakan menderita
hipertensi primer yang juga dikenal sebagai hipertensi essensial dimana
penyebabnya tidak diketahui.4 Sedangkan lima persen adalah penyakit hipertensi
sekunder merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya antara lain
disebabkan oleh penyakit renovaskular, penyakit ginjal kronik, feokromasitoma,
hiperaldosteronisme primer, hipertensi monogenik atau penyebab lain yang
diketahui.5 Hipertensi merupakan penyakit kronis yang pengobatannya seumur
hidup dan perlu dilakukan secara teratur.6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah secara abnormal yang persisten
pada Arteri. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya kecacatan dan
kematian penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga merupakan faktor resiko
terjadinya stroke, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Hipertensi bahkan dapat menyebabkan kematian awal. Hipertensi sering disebut
sebagai “The Silent Killer“ karena tidak memiliki gejala secara umum sampai
komplikasi yang serius berkembang.7

2.2 Klasifikasi
Pada tanggal 13 November 2017, American Heart Association (AHA)
dan American College of Cardiology (ACC) mengeluarkan pedoman hipertensi
terbaru. Pedoman ini berisikan banyak perubahan besar dalam pengelolaan
hipertensi. Salah satu lompatan terbesar pedoman ini adalah perubahan klasifikasi
atau bahkan definisi hipertensi dimana sebelumnya hipertensi dinyatakan sebagai
peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang menetap dimana tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Pada pedoman
hipertensi tersebut maka hipertensi ditetapkan apabila tekanan darah sistolik ≥
130 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut ACC/AHA 2017.1

2
3

2.3 Etiologi
Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu esensial dan sekunder.
Sebanyak 95 % hipertensi esensial dan hanya 5% yang penyebabnya diketahui
seperti penyakit ginjal, kelainan pembuluh darah, dan kelainan hormonal.9
Hipertensi primer atau esensial didefinisikan jika penyebab hipertensi tidak
dapat diidentifikasi. Ketika tidak ada penyebab yang dapat di identifikasi,
sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara genetik dan interaksi
lingkungan. Biasanya hipertensi esensial terjadi pada usia antara 25-55 tahun dan
jarang pada usia di bawah 20 tahun.9

2.4 Faktor Resiko


Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang
reversible dan irreversibel. Faktor risiko yang irreversibel adalah usia, ras Afrika-
Amerika, dan riwayat keluarga yang memiliki hipertensi. Sedangkan faktor risiko
yang bersifat reversible adalah prehipertensi, berat badan berlebih, kurang
aktivitas, konsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi, merokok, dan
sindroma metabolik.10
a. Usia
Tekanan darah meningkat seiring dengan berjalannya usia. Tekanan
sistolik meningkat sesuai dengan usia, sedangkan tekanan diastolik tidak
berubah mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik isolasi merupakan jenis
hipertensi yang paling sering ditemukan pada orang tua.10
b. Ras Afrika-Amerika
Hipertensi lebih sering terdapat pada ras Afrika-Amerika dibandingkan
dengan orang kulit putih, dan pada kedua ras tersebut biasanya lebih
banyak pada golongan sosioekonomi rendah.10
c. Berat Badan Berlebih
Semakin tinggi berat badan, semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Volume darah
meningkat di dalam pembuluh darah dan terjadi peningkatan tekanan
dinding arteri.10
4

d. Kurang Aktivitas
Orang yang kurang aktivitas cenderung memiliki denyut jantung yang
lebih banyak. Semakin tinggi denyut jantung, semakin berat jantung harus
bekerja pada setiap kontraksi dan lebih kuat tekanan pada arteri.10
e. Konsumsi Tinggi Natrium
Konsumsi makanan yang mengandung banyak natrium dapat
menyebabkan tertahannya air di dalam pembuluh darah, sehingga
meningkatkan tekanan darah. Kalium membantu menyeimbangkan
banyaknya natrium di dalam sel. Jika kurang mengkonsumsi kalium, maka
akan banyak terakumulasi natrium di dalam darah.10
f. Merokok
Zat-zat kimia pada rokok dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
arteri yang menyebabkan penyempitan arteri sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah.10
g. Sindroma Metabolik
Sindroma metabolik didefinsikan sebagai jika tiga dari kriteria terpenuhi:
lingkar perut membesar (pria: > 100 cm, wanita: 90 cm), gula darah puasa
terganggu (normal < 126 md/dl), peningkatan tekanan darah 130/85
mmHg, trigliserida plasma 150 mg/dl, atau kolesterol HDL <40 mg/dL,
<50 mg/dL pada wanita. Dihipotesiskan bahwa resistensi insulin mungkin
merupakan patofisiologi teradinya sindroma metabolik.10

2.5 Patofisiologi
Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang
mempengaruhi rumus dasar.
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi
esensial antara lain:11
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus
hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan
5

perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel


otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel
otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan
mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible.
b. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volumecairan
extraseluler dan sekresi rennin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan
sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin
disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon
glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun
respon dari sistem saraf simpatetik.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, yang oleh hormone rennin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
(oktapeptida yang sangat aktif). Angitensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor
melalui dua jalur, yaitu:
 Meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
disekresikan keluar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume
cairan extraseluler akan ditingkatkan dengan menarik cairan dari
6

bagian intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga


meningkatkan tekanan darah.
 Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormone steroid yang berperan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan extraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatnya volume dan tekanan darah.
c. Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokontriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting
dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena
interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem rennin-angiotensin
bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi
dan beberapa hormon.
Sampai saat ini hipertensi masih merupakan masalah yang kompleks karena
merupakan penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor-faktor risiko tertentu antara lain diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas,
sistem saraf simpatis, keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan
vasokonstriksi serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin dan aldosteron.12 Mekanisme pengaturan tekanan darah seperti
tertera pada gambar di bawah ini:13
7

Gambar 2.1 Bagan Alur Patofisiologi Hipertensi.13

2.6 Diagnosis
Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk: (i) menilai pola hidup dan
identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya
penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan,
(ii) mencari penyebab kenaikan tekanan darah, dan (iii) menentukan ada tidaknya
kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular. Evaluasi pasien hipertensi
adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat penyakit
dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.11
Pada 70-80% kasus hipertensi essensial didapatkan riwayat hipertensi dalam
keluarga, walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi
essensial. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orangtua, maka
dugaan hipertensi essensial lebih besar. Mengenai usia penderita hipertensi
essensial mayoritas timbul pada usia 25-45 tahun, dan hanya 20% yang timbulnya
kenaikan darah di bawah usia 20 tahun dan diatas usia 50 tahun. Bila telah
diketahui adanya riwayat hipertensi sebelumnya, perlu informasi tentang
pengobatan, efektifitas dan efek samping obat.14
8

Keterangan obat yang sedang di makan penderita yang mungkin


menimbulkan hipertensi seperti golongan kortikosteroid, golongan monoamine
oxidase inhibitor, dan golongan simpatomimetik. Konsumsi makanan yang
banyak mengandung garam juga harus ditanyakan. Pada wanita keterangan
mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat eklamsi, penggunaan pil kontrasepsi
juga ditanyakan. Data riwayat keluarga tentang penyakit ginjal polikistik, kanker
tiroid, feokromositoma, batu ginjal dan hiperparatiroidisme perlu ditanyakan
untuk melengkapi anamnesis.14
Kenaikan tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinis
hipertensi esensial sehingga diperlukan tekanan darah yang akurat. Berbagai
faktor dapat mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat,
maupun tempat pengukuran. Pada seseorang yang baru bangun tidur, akan
didapatkan tekanan darah paling rendah yang dinamakan tekanan darah basal.
Tekanan darah yang diukur setelah berjalan kaki atau aktivitas fisik lain, akan
member angka yang lebih tinggi dan disebut tekanan darah kausal. Oleh karena
itu, pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien istirahat yang
cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit.11
Pengukuran tekanan darah dianjurkan pada posisi duduk setelah beristirahat
selama 5 menit dan 30 menit bebas rokok atau minum kopi. Ukuran manset harus
cocok dengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkar paling sedikit 80%
lengan atas dan lebar manset paling sedikit 2/3 kali panjang lengan atas.
Sedangkan alat ukur yang dipakai adalah Sphygmomanometer air raksa.
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran.
Diagnosis baru dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda secara konsisten. Pengukuran dilakukan dua kali dengan
jeda 1-5 menit. Pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran
sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada
kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah.15
9

2.7 Tatalaksana
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90
mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Gaya hidup yang
sehat merupakan prevensi terhadap peningkatan tekanan darah dan termasuk
dalam pengobatan hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat menurunkan atau
menunda insiden dari hipertensi, dan meningkatkan efek dari obat antihipertensi,
dan penurunan risiko kardiovaskular.1

Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup Pada Hipertensi.1

Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sitolik lebih sulit dibandingkan


dengan menurunkan tekanan diastole. Walaupun kontrol tekanan darah yang
efektif dapat dicapai pada penderita hipertensi, mayoritas membutuhkan dua obat
antihipertensi atau lebih. Kegagalan melakukan modifikasi gaya hidup, dosis obat
antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat yang tidak sesuai menyebabkan
kontrol tekanan darah tidak adekuat.1
10

Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan


gaya hidup tekanan darah belum mencapai target (>140/90 mmHg) atau > 130/80
mmHg pada diabetes atau penyakit ginjal kronik. Pemilihan berdasarkan
ada/tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus pilihan obat juga
tergantung pada derajat hipertensi.1
Sesudah pemakaian obat antihipertensi, pasien harus melakukan follow-up
dan pengaturan dosis obat setiap bulannya atau sesudah target tekanan darah
tercapai. Serum kalium dan kreatinin harus di monitor setidaknya satu sampai dua
kali per tahun. Sesudah target tekanan darah tercapai, follow-up dapat 3-6 bulan
sekali.1
The Eighth Joint National Committee (JNC 8) telah mengeluarkan pedoman
baru mengenai manajemen hipertensi. Tatalaksana hipertensi pada pedoman
terbaru ini lebih sederhana dibandingkan dengan pedoman JNC 7. Pedoman
tatalaksana hipertensi terbaru ini terdiri dari 9 rekomendasi. Dibandingkan dengan
JNC 7, pedoman terbaru ini dibuat agar penanganan hipertensi menjadi lebih
sederhana, mulai dari penentuan batas inisiasi treatment, pemilihan obat, target
dan cara monitoring terapi.8
Rekomendasi Manajemen Hipertensi Menurut JNC-8:8
 Rekomendasi 1:
Usia ≥ 60 tahun, pengobatan untuk menurunkan tekanan darah dimulai
ketika tekanan darah sistol ≥ 150 mmHg atau tekanan diastol ≥ 90 mmHg,
dimana pencapaian tekanan darah sistolik ≤ 150 mmHg dan diastolic ≤ 90
mmHg.
 Rekomendasi 2:
Usia ≤ 60 tahun, pengobatan untuk menurunkan tekanan darah dimulai
ketika tekanan darah diastol ≥ 90 mmHg, target pencapaian tekanan darah
diastol < 90 mmHg.
 Rekomendasi 3:
Usia < 60 tahun, pengobatan dimulai ketika tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dengan target pencapaian tekanan sistolik < 140 mmHg.
11

 Rekomendasi 4:
Usia ≥ 18 tahun disertai dengan Chronic Kidney Disease (CKD),
pengobatan dimulai ketika tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan
diastolic ≥ 90 mmHg dengan target pencapaian tekanan darah sistolik adalah
< 140 mmHg dan diastolic < 90 mmHg.
 Rekomendasi 5:
Usia ≥ 18 tahun dengan Diabetes, pengobatan dimulai ketika tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg dengan target
pencapaian tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan diastolic < 90 mmHg.
 Rekomendasi 6:
Secara umum pada orang kulit putih, termasuk mereka dengan Diabetes,
pemberian awal obat anti-hipertensi harus meliputi diuretic tipe Thiazide,
Calcium Channel Bloker (CCB), Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor
(ACEI), atau Angiotensi Receptor Blocker (ARB).
 Rekomendasi 7:
Secara umum pada orang kulit hitam, termasuk mereka yang dengan
Diabetes, pemberian awal obat anti-hipertensi hasil meliputi Diuretic tipe
Thiazide atau CCB.
 Rekomendasi 8:
Usia ≥ 18 tahun dengan CKD, inisial anti-hipertensi harus meliputi ACEI
atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua
pasien CKD dengan hipertensi tanpa memperhatikan ras dan status diabetes.
 Rekomendasi 9:
Tujuan utama dari tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan target tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak
tercapai dalam waktu 1 bulan pengobatan, tambahkan dosis dari obat inisial
atau dengan menambahkan obat kedua dari salah satu golongan obat pada
rekomendasi 6. Para klinisi harus terus memantau tekanan darah dan
menyesuaikan regimen tatalaksana hingga target tekanan darah dicapai. Bila
target tidak dapat dicapai dengan pemberian 2 jenis obat, tambahkan dan
titrasikan obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan
ARB secara bersamaan pada satu pasien. Bila target tekanan darah tidak
12

dapat dicapai menggunakan obat sesuai rekomendasi 6 akibat adanya


kontraindikasi atau kebutuhan menggunakan obat ketiga, obat anti-
hipertensi dari golongan lainnya dapat digunakan.

Gambar 2.2 Alur Tatalaksana Hipertensi Berdasarkan JNC 8.8

Tabel 2.3 Golongan dan Dosis Obat Anti-Hipertensi.8


13

2.8 Komplikasi
Hipertensi yang diabaikan atau tidak diobati sesegera mungkin dapat
menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh, diantaranya adalah:
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebabkan CVD (Cardiovaskular Disease) dan
meningkatkan resiko kejadian iskemik seperti angina pectoris dan infark miokard
(Siyad A.R,2011; Busari et al.,2010; Pujiyanto, 2008) Selain itu sebagai
mekanisme kompensasi dari jantung dalam merespon naiknnya tekanan darah
hipertensi dapat menyebabkan LVH (Left Ventricle Hyperthropy). LVH sendiri
merupakan faktor resiko berbahaya akan terjadinya CAD (Coronary Artery
Disease), HF (Heart Failure), dan Aritmia. Hipertensi yang tidak terkontrol
merupakan salah satu pemicu Heart Failure.15
b. Otak
Gejala kerusakan pada organ ini yaitu terjadinya TIA (Transient Ischemic
Attack), stroke iskmeik, infark serebral, dan perdarahan otak. Peningkatan tekanan
darah sistolik yang berkepanjangan dapat menyebabkan hipertensi ensefalopati.15
c. Ginjal
GFR (Glomerulus Filtration Rate) digunakan untuk mengetahui fungsi
ginjal. Hipertensi menyebabkan GFR (Glomerulus Filtration Rate) menurun lebih
cepat. Hipertensi berhubungan dengan nephrosclerosis, yang mana menyebabkan
peningkatan tekanan intraglomerular.15
d. Mata
Hipertensi dapat menyebabkan retinopati hipertensif yang berimplikasi pada
kebutaan. Keparahannya diklasifikasikan menjadi empat, yakni: tingkat 1 yang
ditandai dengan menebalnya diameter arteri, yang menyebabkan vasokonstriksi,
tingkat 2 yang ditandai dengan nicking pada arteriovenosus (AV), yang
menyebabkan arterosklerosis, tingkat 3 yang terjadi jika hipertensi tidak kunjung
diobati yang dapat menyebabkan cotton wool exudates dan flame hemorrhage,
terakhir tingkat 4 muncul sebagai akibat dari kasus yang semakin parah, yang
ditandai dengan papil edema.15
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 54 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Punge Blang Cut
Tanggal Pemeriksaan : 20 Januari 2018

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Pusing
b. Keluhan Tambahan : Nyeri kepala
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan pusing yang dialami
sejak 2 hari yang lalu. Pusing yang dirasakan tidak sampai berputar-putar
dan hilang timbul, memberat tiba-tiba dan terasa ringan jika pasien
beristirahat atau tidur. Pasien juga mengeluhkan nyeri di seluruh bagian
kepala yang terasa seperti berdenyut-denyut. Keluhan ini timbul bersamaan
dengan rasa pusing yang dikeluhkannya. Riwayat trauma kepala (-), mual
dan muntah (-). Pasien datang untuk kontrol ulang penyakit hipertensinya
yang diderita sejak 6 tahun lalu. Pasien mengaku bahwa tidak rutin minum
obat hipertensi yang diberikan oleh dokter karena merasa tidak ada keluhan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi (+) sejak 6 tahun yang lalu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Kakak kandung pasien juga menderita hipertensi
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
- Pasien seorang ibu rumah tangga usia 54 tahun dengan BB 76 Kg, TB
155 cm (IMT 31,6 Kg/m2) yang jarang beraktifitas.

14
15

g. Riwayat Penggunaan Obat


- Pasien mengaku sudah 5 bulan tidak minum obat dan tidak pernah
kontrol karena tidak keluhan
f. Riwayat Keluarga

Pasien

Keterangan :

: Laki-laki meninggal
: Wanita meninggal
: Wanita hidup
: Laki-laki hidup
: Wanita Hidup (dengan Hipertensi)

 Ayah pasien meninggal pada usia 61 Tahun, menderita hipertensi


sejak usia ± 46 tahun dan tidak terkontrol, dan juga menderita gagal
ginjal namun tidak rutin cuci darah.
 Ibu pasien meninggal pada usia 65 Tahun akibat penyakit keganasan
 Kakak dan suami pasien meninggal akibat tsunami

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Present
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Frekuensi Jantung : 72 x/menit, reguler
16

Frekuensi Nafas : 19 x/menit


Temperatur : 36,8°C
Berat Badan : 76 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 31,6 Kg/m2

b. Status General
Kulit
Warna : Coklat kehitaman
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normochepali
Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
konj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut : Hiperemis (-), bibir kering (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : R - 2 cmH20
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi : (-/-)
17

2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V Linea axilla anterior sinistra
Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III Linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan: di ICS V Linea parasternal dekstra
Batas jantung kiri: di ICS V Linea axilla anterior sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-) distensi (-)
Hepar/ Lien tidak teraba, Renal (Ballotement (-/-))
18

Perkusi : Tympani (+), Asites (-)


Auskultasi : Peristaltik usus (N)
Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat - - - -
Edema - - - -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan laboraturium
 Tidak dilakukan
B. Pemeriksaan EKG
 Alat tidak tersedia (tidak dilakukan)

V. DIAGNOSA
Hipertensi Stage II + Obesitas grade I

VI. PENATALAKSANAAN UMUM


1. Terapi Farmakologis
- Amlodipine tab 1 x 10 mg
2. Terapi Non Farmakologis
- Kontrol hipertensi secara teratur
- Minum obat teratur, bukan hanya saat gejala muncul
- Hindari makanan berlemak dan diet rendah garam

IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
BAB IV
DISKUSI KASUS

Tujuh Pertanyaan Klinis


1. Kemungkinan Diagnosis
Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah Hipertensi stage II dan
obesitas grade I yang berdasarkan klasifikasi AHA 2017 dan WHO Asia
Pasifik.

2. Konfirmasi Diagnosis
Konfirmasi diagnostik pada pasien terlihat dari hasil anamnesa, dimana
pasien mengeluhkan pusing dan nyeri kepala yang merupakan gejala yang paling
sering muncul pada pasien dengan Hipertensi. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
tekanan darah 150/90 mmHg, IMT 31,6 Kg/m2. Berdasarkan klasifikasi tekanan
darah menurut AHA 2017 pasien ini termasuk kelompok hipertensi stage II
dengan tekanan darah sistol ≥140 mmHg dan tekanan darah diastol ≥90 mmHg,
berdasarkan klasifikasi indeks massa tubuh menurut WHO Asia Pasifik pasien ini
termasuk Obesitas grade I dengan IMT 30,0-34,9 Kg/m2.

3. Langkah Selanjutnya
Pasien memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi, jarang minum obat dan
tidak pernah kontrol berobat, suka mengkonsumsi daging kambing serta jarang
beraktifitas. Maka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah memberikan
edukasi kepada pasien dan keluarga agar menghindari kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang berlemak dan diet rendah garam, kontrol hipertensi secara teratur,
minum obat teratur, bukan hanya saat gejala muncul.

4. Skrining yang Paling Tepat pada Pasien ini


Tindakan skrining yang tepat untuk kasus hipertensi yaitu pada pemeriksaan
awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan, dan lebih baik dikukur pada posisi
terlentang, duduk, dan berdiri untuk mengevaluasi hipotensi postural. Dilakukan

19
20

saat istirahat kira – kira lima menit sebelum melakukan pengukuran tekananan
darah.
Melakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan penunjang rutin
yang direkomendasikan sebelum memulai terapi termasuk elektrokardiogram,
elektrolit dan profil lipid (termasuk HDL kolesterol, LDL kolesterol, dan
trigliserida).

5. Faktor Resiko pada Pasien ini


Faktor resiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu yang dapat
dimodifikasi/reversible dan yang tidak dapat dimodifikasi/Irreversible. Pada
pasien mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi dan usia merupakan faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Sedangkan kebiasaan mengkonsumsi
makanan berlemak, berat badah berlebih, kurang aktivitas adalah faktor resiko
yang dapat dimodifikasi.
Faktor usia, karena tekanan sistolik meningkat sesuai dengan usia,
sedangkan tekanan diastolik tidak berubah mulai dekade ke-5. Kurang aktivitas,
Orang yang kurang aktivitas cenderung memiliki denyut jantung yang lebih
banyak. Semakin tinggi denyut jantung, semakin berat jantung harus bekerja pada
setiap kontraksi dan lebih kuat tekanan pada arteri. Berat badan lebih, semakin
tinggi berat badan, semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Volume darah meningkat di dalam
pembuluh darah dan terjadi peningkatan tekanan dinding arteri.

6. Komplikasi
Pada jantung, yaitu hipertensi dapat menyebabkan CVD (Cardiovaskular
Disease) dan meningkatkan resiko kejadian iskemik seperti angina pectoris dan
infark miokard. Hipertensi yang tidak terkontrol merupakan salah satu pemicu
Heart Failure.
Pada otak, gejala kerusakan pada organ ini yaitu terjadinya TIA (Transient
Ischemic Attack), stroke iskmeik, infark serebral, dan perdarahan otak.
Peningkatan tekanan darah sistolik yang berkepanjangan dapat menyebabkan
hipertensi ensefalopati.
21

Pada ginjal, yaitu hipertensi akan menyebabkan GFR (Glomerulus


Filtration Rate) menurun lebih cepat. Hipertensi berhubungan dengan
nephrosclerosis, yang mana menyebabkan peningkatan tekanan intraglomerular.
Pada mata, yaitu pada hipertensi dapat menyebabkan retinopati hipertensif
yang berimplikasi pada kebutaan.
7. Penatalaksanaan Komprehensif terbaik
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi tanpa faktor
risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana
tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4-6 bulan. Bila setelah jangka
waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau
didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk
memulai terapi farmakologi. Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh
banyak guidelines adalah:
 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat
yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan
dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini
juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien
hipertensi derajat = 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/
hari
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60 menit/
hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,
sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda
atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
22

 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi


pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari
semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup,
terutama di kota besar.
 Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari
pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi
atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan
tekanan darah.
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah
satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya
dianjurkan untuk berhenti merokok.
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6
bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat 2.
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada
usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan factor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

Anda mungkin juga menyukai