TEKNOLOGI BAHAN
“KEGAGALAN KONSTRUKSI DI INDONESIA”
GAFFRYELLA EKAYANI
214 213 029
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kegagalan proyek konstruksi pada tahap perencana hingga
pelaksana masih sering terjadi dalam proyek konstruksi, hal ini dapat
mengakibatkan proyek yang tertunda, rusaknya bangunan pada saat
pelaksanaan proyek konstruksi, membengkaknya biaya proyek konstruksi
dan lain-lain. maka, dicari penyelesaian untuk mencegah kegagalan proyek
konstruksi tersebut. Banyak hal yang bisa dipelajari dari kegagalan,
termasuk kegagalan struktur bangunan. Dengan mengetahui penyebab-
penyebabnya, bisa diharapkan akan tahu bagaimana menghindarinya.
Dalam hal konstruksi bangunan memang unik, karena ia merupakan
produk dari serangkaian kegiatan-kegiatan dari berbagai disiplin keahlian,
mungkin dari berbagai perusahaan, yang secara kontraktual terpisah.
Tanggung jawabnya juga tidak terpusat pada satu pihak. Ini yang mungkin
membuat rumit dalam menentukan siapa yang sebenarnya bertanggung
jawab, jika terjadi kegagalan struktur atau konstruksi bangunan.
Dalam pekerjaan konstruksi bangunan sering ditemukannya
kegagalan bangunan yang dapat diakibatkan oleh pihak penyedia jasa atau
pengguna jasa. Semua pekerjaan konstruksi melakukan pergerakannya
sesuai dengan tahapan (siklus) kegiatannya yaitu diawali dengan
perencanaan, sifat bahan bangunan yang digunakan, pengujian bahan dan
bangunan/konstruksi, pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharan
bangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut harus dilakukan secara bertahap
agar memperoleh hasil yang baik dan memuaskan. Tahap-tahap tersebut
harus dilakukan dengan baik, jika pada salah satu tahap terjadi kegagalan
maka akan mempengaruhi kegiatan yang lainnya serta harus mengikuti
ketentuan atau standar yang berlaku.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kegagalan konstruksi yang ada di Indonesia?
2. Apa penyebab kegagalan konstruksi di Indonesia ?
3. Bagaimana cara menanggulangi kegagalan konstruksi di Indonesia?
4. Apa solusi untuk kegagalan konstruksi di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kegagalan konstruksi di Indonesia
2. Untuk mengetahui penyebab kegagalan konstruksi di Indonesia
3. Untuk mengetahui cara menanggulangi kegagalan konstruksi di
Indonesia
4. Untuk mengetahui sulusi untuk kegagalan konstruksi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kegagalan Konstruksi di Indonesia
Kegagalan Konstruksi adalah hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak baik sebagian
maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna atau penyedia. Pada
dasarnya, kegagalan bangunan dari sisi sisi faktor penyebabnya dapatlah
dikelompokan menjadi : ulah manusia, alam atau lingkungan, kombinasi
ulah manusia dan lingkungan/alam. Oleh sebab itu tinjauannya akan
meliputi : planning,desain arsitektur, enjiniring, ekonomi, dan lingkungan.
Selama berkecimpung di dunia proyek konstruksi sebagai praktisi,
ditemukan beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh kontraktor proyek
konstruksi yang berujung pada kegagalan proyek berupa keterlambatan,
kerugian dan mutu yang jelek. Dimana hampir semuanya bersifat kronis
atau telah lama terjadi secara berulang. Sebenarnya ada banyak kesalahan
yang sering dilakukan, namun setidaknya ada 10 kesalahan yang paling
sering dilakukan oleh Kontraktor yang bersifat “kronis” dan fatal. Kesalahan
tersebut sepertinya tidak disadari dan belum dapat diatasi oleh kontraktor
sehingga menyebabkan kontraktor tersebut selalu mengalami kesulitan dan
kegagalan dalam melaksanakan proyek. Tentunya kondisi ini mesti
dikoreksi dalam rangka pelaksanaan proyek jadi lebih baik.
Kegagalan bangunan menurut UU No.18 tahun 1999 pasal 1 ayat 6
adalahkeadaan bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh
penyedia jasa kepadapengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara
keseluruhan maupun sebagiandan/atau tidak sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam kontrak kerjakonstruksi atau pemanfaatannya
yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyediajasa dan/atau pengguna
jasa.Menurut PP no. 29 tahun 2000 pasal 34, Kegagalan Bangunan
merupakankeadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan
maupun sebagiandari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja,
dan atau keselamatanumum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa
dan atau Pengguna Jasa setelahpenyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Menurut PP No. 29 tahun 2000 pasal 36 dan 37, Kegagalan bangunan
dinilaidan ditetapkan oleh satu atau lebih penilai ahli yang profesional dan
kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen dan mampu
memberikan penilaian secaraobyektif, yang harus dibentuk dalam waktu
paling lambat 1 bulan sejak diterimanyalaporan mengenai terjadinya
kegagalan bangunan.
Pada sebuah studi, Barrie dan Paulson (1992) menyatakan bahwa
konstruksi termasuk salah satu industri yang berbahaya. Lebih detail, Reid
(1995) dalam studinya mengatakan bahwa industri konstruksi merupakan
industri yang mempunyai karakter tidak teratur, banyak pihak yang terlibat
dengan tujuan yang berbeda satu sama lain (konsultan, kontraktor, material
supplier, buruh dan pemilik proyek), serta berbahaya karena proses
konstruksi dilakukan di udara terbuka dimana pengaruh cuaca dan alam
sangat mempengaruhi proses pelaksanaan konstruksi (Suara Merdeka,
Kamis 26 september 2006). Ada banyak definisi atau pengertian dari
kegagalan konstruksi yang dilakukan oleh individu, institusi atau lembaga
sampai dengan peraturan perundang-undangan. Sekalipun demikian, definisi
ini mengandung makna ganda secara teoritis maupun praktis, yaitu antara
Kegagalan Konstruksi dan Kegagalan Bangunan. Kegagalan konstruksi
dikaitkan dengan tidak terpenuhinya kualitas dan spesifikasi teknik yang
seharusnya pada saat proses konstruksi berlangsung. Sedangkan kegagalan
bangunan dikaitkan dengan tidak berfungsinya suatu bangunan setelah masa
pemeliharaan selesai atau setelah serah terima pekerjaan. Oleh karena itu
perlu banyak informasi yang mendefinisikan pengertian “kegagalan”
(failure) baik konstruksi maupun bangunan. Berikut ini merupakan
definisidefinisi yang dapat menjelaskan hal tersebut:
1. UU Nomor 18 tahun 1999, Bab 1, pasal 1 ayat 6 mengatakan bahwa
”kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah
diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi
tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja
konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat
kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.”
2. PP No 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Bab
V, Pasal 31 bahwa “kegagalan konstruksi adalah keadaan hasil
pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan
sebagaimana disepakati dalamkontrak kerja konstruksi sebagian
maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau
penyedia jasa.”
3. Lembaga Perlindungan Konsumen dan Industri Jasa Konstruksi
Indonesia (LKJK-I) juga menerangkan definisi kegagalan konsruksi
sebagai rendahnya mutu yang meliputi cacat fisik dan cacat prosedur
hingga terjadi keruntuhan konstruksi, disfungsi bangunan, high cost
economics, dimana dapat menimbulkan sengketa konsumen jasa
konstruksi, yang berujung pada kerugian masyarakat secara materil,
imateril, ekonomi, cacat hingga kematian. Lebih lanjut lagi dijelaskan
bahwa kegagalan konstruksi merupakan bukti dan indikator tindak
pidana korupsi di sektor konstruksi.
4. Jurnal Proyeksi, 11 September 2006, menyebutkan definisi kegagalan
bangunan diartikan sebagai implikasi negatif terhadap politik, sosial
dan teknis dari suatu konstruksi, sebuah resiko yang tidak berdiri
sendiri dan selalu ada sebab akibat yang menyertai, tanggung jawabnya
dipikul oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
2.1.1 Beberapa Kasus Kegagalan Konstruksi di Indonesia
1. Robohnya Jembatan Penghubung Gedung Perpustakan
Daerah DKI (November 2014) – Disebabkan faktor
peralatan & faktor tenaga kerja (SDM)
Bangunan jembatan penghubung ini menghubungkan
gedung Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi
DKI Jakarta. Keruntuhan terjadi pada tanggal 3 November
2014.
4. Kesalahan Operasional
Dalam hal ini lebih berorientasi kepada pihak pemilik proyek
konstruksi dalam tahap penggunaan dan operasional dari produk
konstruksi tersebut, dimana jika pihak pemilik melakukan kesalahan
dalam hal merubah dari fungsi awalnya maka dapat berpotensi
menimbulkan terjadinya kegagalan konstruksi, misalnya bangunan yang
awalnya diperuntukkan untuk gedung perkantoran diubah fungsi menjadi
gudang atau menambah jumlah tingkat bangunan yang dari perencanaan
awalnya hanya diperuntukkan untuk satu lantai atau pembangunan
gedung yang setelah terealisasi tidak digunakan sama sekali/ganggur,
serta perubahan-perubahan fungsi lainnya yang menyimpang dari fungsi
rencana awalnya juga berpotensi terhadap terjadinya kegagalan
bangunan baik bersifat fisik maupun nonfisik.
5. Maintanance/Perawatan
Perawatan bangunan juga berperan penting terhadap kelangsungan
umur dan kualitas produk konstruksi, tentunya dalam hal ini diperluhkan
sistem manajemen perawatan bangunan. Jika tingkat frekuensi
perawatan tidak dilakukan secara rutin dan berkala maka dapat juga
berpotensi terhadap meningkatnya risiko kegagalan bangunan. Inspeksi
perawatan bangunan berfungsi untuk mendeteksi secara dini kerusakan
dari fisik bangunan/infrastruktur sehingga langkah repair/perbaikan
dapat dilakukan sejak dini sehingga menghindari tingkat kerusakan yang
lebih buruk serta pembengkakan biaya.
6. Usia/Umur Bangunan
Umur bangunan juga berperan dan berpengaruh terhadap
kegagalan konstruksi bangunan dimana jika umur suatu produk
bangunan melampaui dari umur yang direncanakan maka dapat
berpotensi menyebabkan kegagalan bangunan, hal ini diakibatkan karena
tingkat kekuatan bangunan mengalami penurunan selama umurnya serta
kelelahan/fatique yang terus-menerus selama umur bangunan tersebut.
8. Disaster/Bencana
Faktor ini merupakan faktor diluar dugaan dan kemampuan
manusia yang sulit untuk diprediksi secara tepat (Act of God), faktor
bencana merupakan faktor yang sangat fatal terhadap kegagalan
konstruksi. Bencana dalam hal ini dapat berupa bencana alam maupun
akibat faktor internal/kelalaian manusia seperti bencana gempa/Earth
Quake, flood/banjir, Tsunami, tanah longsor/land slide, Topan,
kebakaran, ledakan, Amblas, dsb. Oleh karena itu untuk mengurangi
tingkat risiko akibat faktor ini maka banyak pihak pemilik produk
konstruksi mengalihkan risiko tersebut ke pihak ke-3 seperti asuransi.
2. Kolom Retak
Keretakan pada kolom bisa dikategorikan menjadi tiga jenis,
kerusakan yang sifatnya tidak membahayakan, sedang dan
membahayakan bila tidak segera ditangani. Apa saja yang menyebabkan
kolom retak ?
Retak geser
Retak dengan pola diagonal/miring pada kolom biasanya disebut retak
geser, yang disebakan oleh gaya pada arah horisontal/datar. Retak geser
seperti ini cukup membahayakan bila tidak segera di tangani, karena bisa
menyebakan kolom roboh dan tidak mampu menopang bangunan.
Retak lentur
Retak dengan pola horisontal/datar biasanya disebut retak lentur,
disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada kolom. Seperti halnya
retak geser, retak lentur perlu ditangani dengan cermat.
Selimut beton terkelupas
Selimut beton pada kolom terkelupas, dapat disebakan oleh rendahnya
kualitas/mutu beton yang digunakan, sehingga kekuatan beton terhadap
tekanan berkurang dan selimut beton mudah pecah. Kontrol terhadap
tahapan pembangunan sangat diperlukan untuk mencegah penurunan
kualitas beton.
Tulangan bengkok
Kerusakan pada kolom dimana tulangan besi utama terlihat bengkok.
Secara kasat mata terlihat kolom sedikit bengkok. Hal ini diakibatkan
kurangnya jumlah dan atau kurangnya ukuran besi pengikat (sengkang).
Retak rambut dengan pola tidak beraturan
Saat usia bangunan masih muda, retak-retak rambut sudah bisa dideteksi.
Sekalipun retak rambut tidak membahayakan, namun cukup
mengganggu pemandangan. Retak-retak kecil ini banyak disebabkan
oleh pengaruh lingkungan, yaitu perubahan suhu panas dan dingin yang
drastis. Misalnya rumah dibangun pada musim panas, setelah selesai
terpapar hujan terus menerus.
3 Alternatif solusi :
3. Dinding/Lantai Retak
Keretakan pada dinding banyak disebabkan oleh kurangnya kualitas
beton dinding basement. Kualitas beton dinyatakan dengan satuan K
(contoh : K-125, K-175, K-250 dst). Untuk rumah-rumah yang dibangun
secara massal kerusakan semacam ini banyak ditemui. Keretakan pada
lantai akibat gaya uplift yang melebihi kapasitas lantai basement.
Adanya pergerakan tanah di bawah lantai basement, sehingga terjadi
keretakan pada dinding dan lantai basement. Ini dapat juga
mengakibatkan sobeknya waterstop (karet penahan air tanah).
Alternatif Solusi :
1. Siapkan cairan kimia khusus yang sifatnya mengikat dan cepat kering
(epoxy), selanjutnya suntikkan/grouting pada daerah retakan.
2. Untuk waterstop yang sobek harus diganti dengan yang baru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan proyek konstruksi pada
tahap perencanaan hingga pelaksanaan, yaitu:
a. Tahap perencanaan
Terjadinya kesalahan hasil pengukuran kuantitas pekerjaan yang
tidak sesuai kondisi lapangan, Perencanaan dilakukan tanpa
dukungan data penunjang perencanaan yang cukup dan akurat,
Terjadi kesalahan hasil pengukuran kualitas pekerjaan yang tidak
sesuai dengan kondisi lapangan.
b. Tahap pengawasan
Tidak melakukan pengawasan proyek secara rutin, Menyetujui
Proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode
konstruksi yang benar, Tidak membuat laporan prestasi.
c. Tahap pelaksanaan
Tidak melakukan pengecekan ulang saat terjadi perubahandesain,
.
2. Faktor-faktor yang sering terjadi yang menyebabkan kegagalan proyek
konstruksi pada tahap perencanaan hingga pelaksanaan, yaitu:
a. Tahap perencanaan
Terjadi kesalahan hasil pengukuran kuantitas pekerjaan yang tidak
sesuai kondisi lapangan, Terjadi kesalahan dalam pengambilan
asumsi besaran rencana (misalnya beban rencana) dalam
perencanaan, Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data
penunjang yang cukup dan akurat.
b. Tahap pengawasan
Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung
oleh metode konstruksi yang benar, Tidak membuat laporan
prestasi, Tidak mengikuti TOR.
c. Tahap pelaksanaan
Salah membuat gambar kerja, Tidak melaksanakan pengujian mutu
dengan benar, Salah membuat metode kerja.
3. Cara mencegah kegagalan proyek konstruksi, yaitu:
a. Mengikuti spesifikasi yang telah ditentukan, Membuat gambar
kerja sesuai dengan gambar rencana dengan perubahannya,
b. Membuat metode kerja dengan benar.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat
memberikan beberapa saran bagi pengembangan dan pekerja proyek
konstruksi
1. Bagi para perencana, disarankan untuk mensurvei lapangan agar
data yang di dapat lebih akurat, sehingga perencanaan dapat
berjalan sesuai dengan permintaan owner tanpa terjadi kegagalan
proyek konstruksi.
2. Bagi para pengawas, disarankan untuk lebih mengerti pekerjaan-
pekerjaan yang terjadi dalam proyek konstruksi, sehingga dalam
melakukan pengawasan dapat sesuai dengan metode kerja yang
telah di tentukan.
3. Bagi para pelaksana, disarankan untuk menjalin komunikasi atau
koordinasi antar kelompok kerja agar terciptanya keselarasan
dalam pekerjaan proyek konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyono H.L., 2011, Analisis Ketidaksesuaian Kontrak Dalam Kegagalan
Konstruksi Dan Kegagalan Bangunan
Heru A., 2009, Kegagalan Konstruksi
http://reggaeyangnetral.blogspot.com/2009/12/kegagalan-konstruksi.html
Wiyana Y.E., 2012, Analisis Kegagalan Konstruksi Dan Bangunan,
http://www.polines.ac.id/wahana/upload/jurnal/jurnal_wahana_135815574
2.pdf