Anda di halaman 1dari 40

Clinical Science Session

STRABISMUS

Disusun Oleh:

Akbara Pradana 1010313047


Mentari Artika 1110311022
Ahmat Tasnim 1110311033

Preseptor :

dr. Getry Sukmawati, Sp.M (K)


dr.Julita, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga referat yang berjudul “Pemeriksaan Strabismus“ ini dapat
penulis selesaikan. Tugas referat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Mata RSUP dr. M. Djamil Fakultas kedokteran
Universitas Andalas Padang.
Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak
membantu menyusun referat ini,khususnya kepada dr.Getry Sukmawati, Sp.M (K)
dan dr.Julita, Sp.M selaku preseptor dan juga kepada rekan-rekan dokter muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dalam menambah pengetahuan dan pemahaman serta
dapat meningkatkan pelayanan, khususnya untuk pelayanan primer kasus-kasus
kompetensi 4, pada masa yang akan datang.

Padang, April 2016

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Strabismus berasal dari bahasa Yunani yaitu berasal dari kata


“Strabismos” yang memiliki arti menjulingkan atau terlihat miring. Kondisi
adanya perbedaan arah pada kedua mata pada strabismus dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab, yakni adanya gangguan otot pada bola mata, gangguan
persarafan yang mengatur pergerakan bola mata dan gangguan penglihatan seperti
rabun dekat yang berat.1

Pada kondisi penglihatan binokular normal, bayangan suatu benda jatuh


secara bersamaan di fovea masing-masing mata (fiksasi bifovea) dan meridian
vertikal kedua retina tegak lurus. Salah satu mata dapat tidak sejajar dengan mata
yang lain, sehingga pada satu waktu hanya satu mata yang melihat benda
bersangkutan. Setiap penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna itu
disebut “strabismus”. Ketidaksesuaian penjajaran tersebut dapat terjadi dalam
segala arah-ke dalam, ke luar, ke atas, dan ke bawah. Besar penyimpangan adalah
besar sudut mata yang menyimpang dari penjajaran. Strabismus yang terjadi pada
kondisi penglihatan binokular disebut strabismus manifes, heterotropia, atau
tropia. Suatu deviasi yang hanya muncul setelah penglihatan binokular terganggu
(misalnya dengan penutupan salah satu mata) disebut strabismus laten,
heterotrofia, atau foria.2
Tujuan dari pemeriksaan pada pasien strabismus adalah untuk : mencari
penyebab strabismus, menilai status sensorik binokuler, mengukur besarnya
deviasi dan mendiagnosa adanya ambliopia.3
1.2 Batasan Masalah
Clinical Science Session ini membahas mengenai definisi, anatomi dan
fisiologi otot-otot ekstraokuler dan pemeriksaan strabismus.

1.3 Tujuan Penulisan

3
Penulisan Clinical Science Session ini bertujuan sebagai metode
pembelajaran mengenai pemeriksaan strabismus, sekaligus untuk melengkapi
salah satu tugas kepaniteraan klinik di bagian mata

1.4 Metode Penulisan


Penulisan Clinical Science Session ini menggunakan metode tinjauan
pustaka dengan mengacu pada berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otot Ekstraokuler Bola Mata

4
Kedudukan bola atau posisi mata diperlukan penentuan kedudukan pergerakan
bola mata. Posisi mata ditentukan oleh keseimbangan yang dicapai oleh tarikan
otot ekstraokuler. Mata berada dalam posisi memandang primer saat keduanya
memandang lurus kedepan dengan posisi kepala dan badan yang tegak.2
Ada 7 otot ekstraokuler pada mata manusia, yang terdiri dari 4 musculus
rektus (medial, lateral, superior dan inferior), 2 muskulus obliq, dan musculus
levator palpebra. M. Rektus lateral dan medial termasuk kedalam otot rektus
horizontal yang berasal dari anulus zinn, sedangkan m. rektus superior dan
inferior termasuk otot rektus vertikal yang juga berasal dari anulus zinn. Musculus
obliq superior berasal dari apex orbita berada diatas annulus zinn. Muskulus obliq
inferior berasal dari periosteum os maxilla Semua otot ini saling berhubungan satu
dengan yang lainnya.1

Gambar 1. Ekstraocular muscles, frontal composite view, left eyes1

Fungsi masing-masing otot :1,4


- Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya bola mata ke arah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke
III (n. occulomotor).
- Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan abduksi atau
menggulirnya bola mata ke arah temporal dan otot ini dipersarafi oleh
saraf ke VI (n. abducen).

5
- Otot rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan
intorsi bola mata dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III (saraf
okulomotor).
- Otot rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi pada
abduksi, ekstorsi dan pada abduksi, dan aduksi 23 derajat pada depresi.
Otot ini dipersarafi oleh saraf ke III.
- Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi intorsi bila
berabduksi 39 derajat, depresi saat abduksi 51 derajat, dan bila sedang
depresi akan berabduksi. Otot ini yang dipersarafi saraf ke IV (saraf
troklear).
- Oblik inferior, dengan aksi primernya ekstorsi dalam abduksi sekunder
oblik inferior adalah elevasi dalan aduksi dan abduksi dalam elevasi. M.
Oblik inferior dipersarafi saraf ke III.
- Otot levator palpebra superior, berfungsi untuk mengangkat palpebra
superior akibat stimulasi saraf simpatis. Otot ini dipersarafi oleh
n.occulomotor.

Gambar 2. Ekstraocular muscles, frontal composite view, left eyes5

6
2.2 Fisiologi Otot Ekstraokuler

7
Terdapat dua konsep dasar pusat rotasi pada pergerakan mata yaitu Axes of
Fick dan Listing`s Plane (Gambar 1). Axes of Fick digambarkan dengan x, y dan
z. Aksis x adalah aksis transversal yang melewati pusat mata pada ekuator dan
rotasi volunter vertikal terjadi pada aksis ini. Aksis y adalah aksis sagital melalui
pupil dan rotasi involunter torsional terjadi pada aksis ini. Aksis Z adalah aksis
vertikal dimana rotasi volunter horizontal terjadi pada aksis ini. Listing`s plane
meliputi pusat rotasi dan termasuk aksis x dan z. Aksis y tegak lurus terhadap
Listing`s plane.1

Gambar 3. Sumbu pergerakan bola mata1

Posisi primer mata adalah posisi normal dimana kepala dan badan tegak
lurus dengan pandangan lurus. Posisi sekunder adalah lurus keatas, lurus
kebawah, melirik kekanan dan melirik kekiri. Posisi tersier adalah 4 posisi lirik
oblik yaitu atas dan kanan, atas dan kiri, bawah dan kanan serta bawah dan kiri.
Posisi kardinal adalah atas dan kanan, atas dan kiri, kanan, kiri, bawah dan kanan
serta bawah dan kiri.1,2

Pergerakan bola mata melalui sumbu pergerakan bola mata dikontrol oleh
otot-otot ekstraokuler, yang terdiri dari empat otot rektus (medial, lateral, superior,
inferior) dan dua otot oblik (superior, inferior). Masing-masing otot memiliki
fungsi primer, sekunder dan tersier. Fungsi primer otot ekstraokuler adalah fungsi
utama otot ketika otot berkontraksi sewaktu mata berada pada posisi primer.

8
Fungsi sekunder dan tersier otot ekstraokuler adalah fungsi tambahan sewaktu
mata berada pada posisi primer.1

Pada posisi primer, otot rektus horizontal bergerak horizontal mengelilingi


aksis z (aksis vertikal) dan otot rektus horizontal hanya memiliki fungsi primer.
Otot rektus vertikal memiliki arah tarikan vertikal sebagai fungsi primernya. Pada
posisi primer, otot rektus vertikal membentuk sudut 23° terhadap aksis visual.
Sehingga otot rektus vertikal juga memiliki fungsi sekunder dan tersier sebagai
torsi dan adduksi. Intorsi (disebut juga insikloduksi) adalah fungsi sekunder untuk
otot rektus superior. Ekstorsi (disebut juga eksikloduksi) adalah fungsi sekunder
untuk otot rektus inferior. Karena otot oblik membentuk sudut 51° terhadap aksis
visual, maka torsi merupakan fungsi primer dari kedua otot oblik. Rotasi vertikal
merupakan fungsi sekunder dan rotasi horizontal merupakan fungsi tersier.1

Fungsi otot-otot ekstraokuler1

2.3 Pergerakan Mata

2.3.1 Pergerakan Mata Monokuler

Duksi merupakan rotasi mata monokuler. Adduksi merupakan pergerakan


mata ke arah nasal, dan abduksi merupakan pergerakan mata ke arah temporal.
Elevasi (supraduksi) merupakan pergerakan mata ke arah atas, dan depresi
(infraduksi) merupakan pergerakan mata ke arah bawah. Intorsi (insikloduksi)
adalah rotasi ke arah nasal, dan ekstorsi (eksikloduksi) adalah rotasi mata ke arah
temporal.1

9
Gambar 4. Right Horizontal Rectus Muscle1

Gambar 5. The Right Superior Rectus Muscle1

10
Gambar 6. The Right Superior Oblique Muscle1

Mata berada dalam posisi primer ketika melihat lurus ke depan dengan
kepala dan badan lurus. Untuk menggerakkan mata ke arah pandangan lain, otot
agonis akan berkontraksi mendorong mata ke arah tersebut dan otot antagonis
berelaksasi.(9) Otot agonis merupakan otot utama yang menggerakkan mata ke
arah tertentu. Sementara otot antagonis merupakan otot yang bekerja pada arah
yang berlawanan terhadap otot agonis pada mata yang sama. Sinergis adalah otot
pada mata yang sama yang bekerja sama dengan otot agonis menghasilkan
pergerakan mata. Contoh, otot oblik inferior bersinergis dengan otot rektus
superior untuk pergerakan elevasi mata.1

Hukum Sherrington`s menyatakan bahwa peningkatan inervasi dan


kontraksi pada otot-otot ekstraokuler akan diikuti oleh penurunan inervasi dan
kontraksi otot-otot antagonisnya. Misalnya pada saat mata abduksi, otot rektus
lateral kanan mendapatkan inervasi yang meningkat. Sedangkan otot rektus
medial akan menerima penurunan inervasi.1

2.3.2 Pergerakan Mata Binokuler

Versi yaitu pergerakan mata binokuler conjugate dengan arah gerakan


mata yang sama. Dekstroversi merupakan pergerakan kedua mata kearah kanan
pasien, dan levoversi merupakan pergerakan kedua mata pasien kearah kiri pasien.
Supraversi merupakan rotasi kedua mata kearah atas, dan infraversi merupakan
rotasi kedua mata kearah bawah. Dekstrosikloversi merupakan gerakan kedua
mata yang berotasi sehingga bagian superior dari bagian meridian vertikal kornea
bergerak kesebelah kanan pasien. Levosikloversi merupakan gerakan dari kedua
mata sehingga bagian superior dari meridian vertikal kornea berotasi kesebelah
kiri pasien.1

Istilah yoke muscles menggambarkan dua otot (satu otot pada masing-
masing mata) yang merupakan penggerak utama pada masing-masing mata pada
arah lirik yang diinginkan. Misal pada saat mata bergerak kekanan, rektus medial
kanan dan rektus medial kiri mengalami inervasi dan kontraksi yang simultan.
Masing-masing otot ekstraokuler pada satu mata memiliki yoke muscle pada mata

11
sebelahnya. Karena fungsi otot paling baik terlihat pada arah lirik yang
diinginkan, maka konsep yoke muscles digunakan untuk mengevaluasi kontribusi
masing-masing otot ekstraokuler untuk pergerakan mata.1

Gambar 7. Cardinal position of gaze dan yoke muscles1

Hering`s law of motor correspondence menyatakan bahwa yoke muscles


yang terlibat pada posisi mata tertentu, akan mendapatkan inervasi yang sama dan
simultan. Aplikasi yang paling berguna dari hukum ini adalah dalam evaluasi
pergerakan mata binokuler, terutama pada yoke muscles yang terlibat.1

2.4 Anamnesis Strabismus

2.4.1 Riwayat dan karakterisktik keluhan yang muncul


1. Anak
Jika pasien anak-anak, penting untuk melibatkan anak dalam mencari

riwayat penyakit sebisa mungkin. Anak dapat memberikan informasi

yang membantu ketika pemeriksa dapat menyesuaikan dengan

kemampuan dan intelegensi anak. Karena banyak gangguan penglihatan

dan pergerakan mata dihubungkan dengan anomaly perkembangan,

gangguan herediter atau penyakit anak maka perlu pertimbangan yang

menyeluruh.
a. Riwayat medis

12
Informasi yang harus dipenuhi :
 Siapa yang mengobservasi kelainan mata pada anak
 Ketika penglihatan beresiko, informasi tentang pendengaran perlu

diketahui
 Perkembangan umum anak
 Detail tentang penyakit terdahulu dan pengobatan
 Riwayat trauma
b. Riwayat obstetrik
 Kesehatan ibu selama hamil
 Berat bayi baru lahir dan usia gestasi
 Riwayat neonatal
c. Riwayat keluarga
Informasi tentang keluarga yang menderita :
 Strabismus
 Gangguan refraksi
 Masalah neurologi
 Defek visual berat
d. Riwayat sosial
Pemeriksa harus menannyakan latar belakang social yang

berhubungan untuk penatalaksanaan selanjutnya.


2. Dewasa
Dewasa munculan lebih sering muncul dengan gejala, terutama diplopia.

Pada banyak kasus gejala didapat dari defek pergerakan mata dan retriksi

mekanik pergerkan mata. Penting untuk menemukan dan menangani

penyebab dasar jika belum diketahui.


a. Riwayat medis
Pemeriksa harus menanyakan kepada pasien tentang :
 Penyakit sekarang dan dahulu
 Pengobatan yang diterima
 Trauma pada kepala dan mata
 Gangguan mata
 Faktor herediter
b. Riwayat sosial
 Pekerjaan harus diperhatikan
2.5 Penilaian tajam penglihatan
Ketajaman penglihatan harus dievaluasi sekalipun hanya dapat dilakukan

perkiraan kasar atau perbandingan kedua mata. Terdapat beberapa

pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menetepakan tajam penglihatan.

Suatu system yang digunakan dalam menilai penglihatan harus dikalibrasi

13
dengan benar untuk jarak pengujian yang digunakan. Table dibawah memuat

susunan perkiraan tajam penglihatan dengan beberapa peemeriksaan pada

usia yang berbeda.1,2,6

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata kanan terlebih

dahulu, kemudian mata kiri. Penutup digunakan untuk menutup mata kiri

ketika mata kanan diperiksa, dan sebaliknya. Jika pasien tidak

mendapatkan lensa yang sesuai , pinhole dapat digunakan untuk estimasi

potensi tajam penglihatan terbaik.1,2,6


Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak susah dilakukan. Pada

anak yang belum bisa bicara, tajam penglihatan dapat dievalusai dengan

CSM Method. C mengacu pada lokasi reflek cahaya kornea ketika mata

pasien difiksasi pada cahya yang diberika pemeriksa dengan sebelah mata.

Normalnya, cerminan cahaya dari kornea terletak din sentral kornea, dan

posisinya simetris pada kedua mata. Jika target fiksasi terletak di pinggir,

dinamakan Uncentral.. S mengacu kepada kemantapan fiksasi lampu

pemeriksa, tanpa gerakan atau bergerak perlahan. Pemeriksaan ini

dilakukan satu mata. M mengacu pada kemampuan pasien strabismus

untuk mempertahankan kelurusan dengan sebelah mata dulu, kemudian

dengan yang lain, dengan mata yang tidak ditutup. Ketahanan fiksasi

dievaluasi dengan kondisi binocular. Ketidakmampuan mempertahankan

14
fiksasi dengan satu mata sementara mata yang lain tidak ditutup

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tajam penglihatan diantara kedua

mata. Pada usia 2,5-3 tahun dapat digunakan uji ketajaman penglihatan

pengenalan gambar Allen. Pada usia 4 tahun, banyak anak yang

memahami permainan “E” jungkir balik Snellen atau uji pengenalan

HOTV. Pada anak-anak kecil uji permainan “E” jungkir balik mudah

keliru akibat terbalik-balik. Pada usia 5-6 tahun, sebagian besar anak dapat

menjalani uji ketajaman penglihatan Snellen.1,2,6

2.6 Pemeriksaan Motorik Pada Strabismus

2.6.1 Pemeriksaan Kerjasama Otot Ekstraokuler Mata

Secara umum ketika memeriksa pergerakan mata, duksi dan dan versi
diperiksa terlebih dahulu. Pemeriksa harus memperhatikan pergerakan kedua bola
mata dalam 9 posisi diagnostik dari arah lirik. Keterbatasan gerakan pada masing-
masing posisi dan asimetris dari pergerakan kedua mata harus dicatat.6

2.6.1.1 Pemeriksaan Duksi

Pemeriksaan duksi merupakan pemeriksaan pergerakan satu mata dimana


mata yang sebelahnya ditutup. Pemeriksaan dilakukan pada jarak dekat. Mata
yang diperiksa difiksasi dengan cahaya senter dan diinstruksikan untuk bergerak
pada semua arah lirik. Penilaian dicatat dalam skala 0 sampai dengan -4.3,6

Tingkatan pemeriksaan duksi :

Grade 0 : sklera tidak terlihat

Grade -1 : sklera terlihat pada bagian perifer

Grade -2 : pergerakan mata tidak melebihi dari setengah dari lapangan aksi otot

Grade -3 : pergerakan mata tidak melebihi dari seperempat dari lapangan aksi otot

Grade -4 : mata tidak dapat digerakkan melebihi garis tengah.7

15
Gambar 8. Pemeriksaan duksi3

2.6.1.2 Pemeriksaan Versi

Pemeriksaan versi merupakan pemeriksaan pergerakan mata binokuler dan


menunjukkan seberapa baik sinkronisasi pergerakan kedua mata. Pada saat
menilai versi kedua mata harus terbuka. Pemeriksaan dilakukan pada jarak dekat
dengan memfiksasi kedua mata menggunakan cahaya senter pada jarak 33 cm.
Penilaian versi meliputi pergerakan mata pada posisi kardinal. Versi yang tidak
normal dapat dicatat sebagai overaction atau underaction dengan skala +4 sampai
maksimum -4. Normal dinyatakan dengan grade 0. Overaction maksimum adalah
+4 dan underaction -4. Jika sklera dapat terlihat pada bagian perifer, underaction
grade -1. Jika pergerakan mata tidak mampu melewati setengah dari lapangan aksi
otot, underaction grade -2. Jika pergerakan mata tidak mampu melewati
seperempat dari lapangan aksi otot, underaction grade -3. Dan jika mata tidak
dapat bergerak dari posisi primer, underaction grade -4. Begitu juga dengan
overaction, dikelompokkan sesuai dengan jumlah kornea yang ditutupi oleh
kantus. Grade +1 apabila mata yang berdeviasi lebih tinggi 1 mm dari pada mata
yang normal. Grade +2 jika perbedaan antara mata normal dan mata yang
berdeviasi 2 mm. Grade +3 apabila perbedaan antara mata normal dengan mata
yang berdeviasi 3 mm. Dan jika perbedaannya 4 mm atau lebih, grade +4.3,7

16
Gambar 9. Pemeriksaan versi7

2.6.2 Pemeriksaan Untuk Kesejajaran Mata

Pemeriksaan kesejajaran mata dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis


pemeriksaan dasar yaitu cover tests, corneal light reflex test, dan dissimilar image
test.6

2.6.2.1 Cover Tests

Kemampuan pergerakan mata, pembentukan bayangan dan persepsi,


fiksasi foveal pada masing-masing mata, perhatian dan kerjasama dibutuhkan
untuk pemeriksaan cover tests. Terdapat empat jenis pemeriksaan cover tests : the
cover test, cover-uncover test, the alternate cover test dan simultaneous prism and
cover test. Semuanya dilakukan dengan fiksasi pada jarak dekat dan jauh.6

2.6.2.1.1 The Cover Test

Pada pasien dengan ortoforia, masing-masing mata menyesuaikan diri


dengan objek fiksasi. Oleh sebab itu menutup salah satu mata tidak menimbulkan
gerakan fiksasi pada mata sebelahnya. Pada pasien yang heterotropia, bila mata
yang berfiksasi ditutup, mata yang mengalami deviasi akan mengambil alih
fiksasi dan akibatnya terjadi gerakan fiksasi. Sehingga pada pemeriksaan cover
test, satu mata harus ditutup dan mata sebelahnya diamati untuk menetukan
apakah ada heterotropia atau tidak.6

17
Gambar 10. Pemeriksaan Cover Test8

2.6.2.1.2 Cover-uncover Test

Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui heteroforia. Seperti halnya


pada cover test, mata ditutup bergantian. Tetapi pada pemeriksaan ini okluder
harus cepat-cepat dipindah. Pergerakan mata yang tertutup okluder pada salah satu
arah segera setelah tutup dipasang dan bergerak ke arah yang berlawanan ketika
tutup dibuka menunjukkan adanya foria yang menjadi nyata ketika penglihatan
binokular terganggu. Jika pasien memilki foria, mata akan lurus kedepan sebelum
dan setelah pemeriksaan cover-uncover test. Deviasi akan terlihat selama
pemeriksaan berlangsung yang timbul akibat terganggunya penglihatan binokuler
dan ketidakmampuan kerja mekanisme fusi.6,8

18
Gambar 11. Pemeriksaan cover-uncover test8

2.6.2.1.3 Alternate Cover Test

Pemeriksaan ini untuk mengukur deviasi total baik pada yang laten
ataupun yang nyata. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan foria dengan tropia.
Okluder diletakkan bergantian didepan masing-masing mata. Penting untuk
memindahkan okluder secara cepat dari satu mata ke mata yang lain untuk
mencegah fusi. Masing-masing mata harus ditutup cukup lama (sedikitnya dua
detik) untuk mendapatkan disosiasi sempurna reflek binokular. Mata yang baru
saja dilepaskan okludernya akan mengadakan gerakan koreksi yang berlawanan
dengan arah deviasi.6

Besarnya deviasi diukur dengan menggunakan prisma untuk


menghilangkan pergerakan mata ketika penutup dipindahkan bergantian dari satu
mata ke mata sebelahnya. Dan perlu untuk meletakkan prisma secara horizontal
ataupun vertikal. Besarnya deviasi diketahui dari besarnya kekuatan prisma yang
dipakai. Kekuatan prisma dinaikkan sampai tidak ada lagi pergerakan mata
dengan penutupan secara bergantian tersebut. Cara yang tepat untuk mengukur
deviasi yang besar adalah dengan meletakkan prisma didepan kedua mata.6,8

19
Gambar 12. Pemeriksaan Alternate Cover Test8

2.6.2.1.4 Simultaneous Prism and Cover Test

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan heterotropia yang sebenarnya


ketika kedua mata tidak ditutup. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menutup mata
yang berfiksasi dan pada saat yang bersamaan prisma diletakkan didepan mata
yang berdeviasi. Pemeriksaan ini diulang dengan menggunakan prisma yang
kekuatannya ditambah sampai deviasi mata tidak lagi ditemukan. Besarnya
deviasi ditentukan dari kekuatan prisma.6

Gambar 13. Pemeriksaan Simultaneous Prism and Cover Test3

2.6.2.2 Corneal Light Reflex Test

Pemeriksaan corneal light reflex berguna untuk menentukan kesejajaran


bola mata pada pasien yang tidak kooperatif untuk dilakukan pemeriksaan cover
test atau orang yang mempunyai fiksasi yang jelek. Pemeriksaan ini terdiri dari
Hirschberg, Kirmsky, dan Bruckner.6

2.6.2.2.1 Hirschberg Method

Pemeriksaan Hirschberg berdasarkan kepada reflek cahaya yang terdapat


pada kornea yang timbul dari sumber cahaya yang dipegang pada jarak 33 cm.
Jika mata berdeviasi maka reflek cahaya akan jatuh pada tempat yang berbeda
dibandingkan dengan mata yang berfiksasi. Reflek cahaya bergeser ke arah nasal
pada eksotropia dan akan bergeser ke temporal pada esotropia.8,9,10

Jika pantulan sinar berada di tengah pupil kedua mata, maka normal/tidak
ada deviasi, jika pantulan sinar dipinggir pupil mata deviasi dan di tengah pupil

20
mata yang terfiksasi maka deviasi 15 derajat, jika pantulan sinar pertengahan
pupil dan limbus pada mata deviasi dan ditengah pupil yang fiksasi maka deviasi
30 derajat, jika pantulan sinar dipinggir limbus mata yang deviasi dan ditengah
pupil mata yang fiksasi maka deviasi 45 derajat.8

Gambar 14. Pemeriksaan Hirschberg6

2.6.2.2.2 Krimsky Method

Pemeriksaan Krimsky merupakan modifikasi dari pemeriksaan


Hirschberg, yang memungkinkan penilaian kuantitatif yang lebih baik dari deviasi
dengan menggunakan prisma. Metode Krimsky menggunakan reflek yang
dihasilkan oleh senter pada kedua kornea. Metode yang asli meletakkan prisma
didepan mata yang berdeviasi. Metode modifikasi menempatkan prisma pada
mata yang berfiksasi. Dengan mengatur kekuatan prisma sehingga corneal light
reflex akan jatuh pada tengah kornea, memungkinkan untuk memperkirakan
besarnya deviasi.6,7,9,8

21
Gambar 15. Pemeriksaan Kirmsky8

2.6.2.2.3 Bruckner Test

Pemeriksaan Bruckner dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop


direct untuk menilai red reflex secara bersamaan pada kedua mata. Pemeriksaan
dilakukan diruangan dengan pencahayaan yang redup. Pastikan bahwa pasien
melihat ke cahaya selama pemeriksaan. Pada strabismus, mata akan memberikan
reflek yang tidak sama. Mata yang berdeviasi akan memiliki reflek yang lebih
bercahaya dan lebih cerah dibandingkan mata yang berfiksasi. Pemeriksaan ini
tidak dapat mengukur besarnya deviasi. Disamping itu pemeriksaan ini juga dapat
mengetahui adanya kekeruhan pada aksis visual.3,6,7

2.6.2.3 Dissimilar Image Test

Dissimilar image test didasarkan pada respon pasien terhadap diplopia


yang dihasilkan oleh dua bayangan yang berbeda. Terdapat tiga jenis pemeriksaan
dissimilar image test yaitu Maddox rod test, double maddox rod test dan red glass
test.6,7

2.6.2.3.1 Maddox Rod Test

Pemeriksaan maddox rod menggunakan alat yang terdiri dari rangkaian


silinder paralel yang mengubah titik sumber cahaya menjadi bayangan garis. Alat
optik silinder menyebabkan garis cahaya terletak 90° terhadap arah silinder
paralel. Karena fusi dihalangi oleh maddox rod, heteroforia dan heterotropia tidak
dapat dibedakan. Pemeriksaan maddox rod dapat digunakan untuk memeriksa
deviasi horizontal dan vertikal.6

Pemeriksaan maddox rod dilakukan pada jarak 33 cm dan 6 m.


Pemeriksaan maddox rod untuk deviasi horizontal, maddox rod diletakkan
didepan mata kanan dengan silinder pada arah horizontal. Pasien difiksasikan
dengan titik cahaya dan kemudian pasien melihat garis vertikal dengan mata
kanan dan cahaya putih dengan mata kiri. Jika cahaya berhimpit dengan garis,

22
berarti ortoforia. Jika cahaya berada disebelah kiri garis berarti terdapat
esodeviasi. Jika cahaya terlihat berada di sebelah kanan garis berarti terdapat
eksodeviasi. Prosedur yang sama dengan silinder tersusun vertikal dilakukan
untuk pemeriksaan deviasi vertikal. Untuk mengukur besarnya deviasi, pemeriksa
harus menggunakan prisma dengan kekuatan yang berbeda sampai didapatkan
garis berhimpit dengan titik cahaya.6,8

Gambar 16. Pemeriksaan Maddox Rod8

2.6.2.3.2 Double Maddox Rod test

Pemeriksaan double maddox rod digunakan untuk menentukan


siklodeviasi. Maddox rod diletakkan didepan kedua mata dengan trial frame dan
maddox rod disusun secara vertikal. Hal ini akan menyebabkan pasien melihat
bayangan garis horizontal. Untuk memudahkan pasien mengenali dua garis,
diletakkan prisma kecil base up atau base down didepan satu mata. Pasien atau
pemeriksa memutar sumbu maddox rod sampai garis terlihat paralel. Derajat dan
arah deviasi (insiklo atau eksiklo) dapat ditentukan melalui sudut rotasi yang
menyebabkan bayangan garis menjadi horizontal dan paralel.6,7

23
Gambar 17. Pemeriksaan Double Maddox Rod8

2.6.2.3.3 Red Glass Test

Pada pemeriksaan ini red glass ditempatkan didepan mata kanan.


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan besarnya deviasi dan pemeriksaan
subjektif diplopia. Pemeriksaan ini lebih sedikit mengganggu fusi dibandingkan
dengan pemeriksaan Maddox Rod karena hanya warna dan intensitas bayangan
yang dibuat tidak sama. Sementara bentuk atau garis batas bayangan pada mata
kanan dan kiri adalah sama. Pada pemeriksaan ditanyakan apakah pasien melihat
satu atau dua cahaya, dan warna dari cahaya tersebut. Kemudian ditanyakan posisi
cahaya merah terhadap cahaya putih. Jika pasien memiliki eksotropia, pasien akan
melihat cahaya merah disebelah kiri dari cahaya putih. Jika pasien memiliki
esotropia, pasien akan melihat cahaya merah disebelah kanan dari dari cahaya
putih. Seperti pada pemeriksaan maddox rod, prisma digunakan untuk
menghilangkan diplopia horizontal atau vertikal dan jumlah besarnya deviasi
dicatat.6,8

24
Gambar 18. Pemeriksaan Red Glass8

2.6.3 3-Step Test

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi paresis dari otot yang


bekerja siklovertikal. Terdapat 8 otot yang bekerja secara siklovertikal. 4 otot
bekerja sebagai depresor (2 pada masing-masing mata) dan 4 otot bekerja sebagai
elevator (2 pada masing-masing otot). Otot yang bekerja sebagai depresor adalah
otot rektus inferior dan otot oblik superior. Otot yang bekerja sebagai elevator
pada masing-masing mata adalah otot rektus superior dan otot oblik inferior.6

Pemeriksaan 3-step test dilakukan dalam tiga tahap berikut :

 Tahap I
Tentukan terlebih dahulu mata yang mengalami hipertropia dengan
melakukan pemeriksaan cover-uncover test.

 Tahap II
Tentukan apakah deviasi vertikal bertambah besar pada dekstrovesi atau
levoversi.

 Tahap III
Tentukan apakah deviasi vertikal akan bertambah pada waktu kepala
dimiringkan ke arah bahu kanan atau ke arah bahu kiri. 6,11 Pemeriksaan
tahap III ini dikenal juga sebagai Bielschowsky head-till test.

25
Gambar 19. Pemeriksaan 3-Step Test11

2.6.4 Bielschowsky Head-till Test

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosis adanya deviasi vertikal. 11


Pada pasien dengan deviasi horizontal posisi kepala biasanya normal. Posisi
kepala yang abnormal adalah khas untuk deviasi paretik dan inkomitan.
Perubahan posisi kepala ini dilakukan pasien untuk mencegah diplopia dan
mendapatkan penglihatan yang binokuler. Secara umum dinyatakan bahwa pasien
akan memutar kepalanya ke arah otot yang mengalami paretik.6,11

Gambar 20. Pemeriksaan Bielschowsky Head-till Test11

Jika kepala dimiringkan ke kanan, otot oblik superior dan rektus inferior
berkontraksi untuk melaksanakan insikloduksi mata kanan. Pada mata kiri, otot
oblik inferior dan otot rektus superior berkontraksi menyebabkan eksikloduksi.
Bila kepala miring ke arah sisi yang terkena, misalnya paralisis otot oblik superior
kanan, kerja vertikal dan aduksi otot rektus superior kanan tidak dihambat.

26
Kontraksi otot-otot ini menghasilkan gerakan mata kanan ke atas, jadi deviasi
vertikal bertambah (Bielschowsky head-till test positif).11

2.7 Pemeriksaan Sensoris Strabismus

2.7.1 Worth Four Dot Test (WFDT)

WFDT terdiri dari empat titik sinar, dua sinar hijau, satu merah dan satu sinar
putih. Pasien memakai kaca mata merah dan hijau, biasanya kaca mata merah di
mata kanan. Pemeriksaan dilakukan pada jarak 1/3 meter dengan senter dan jarak
6 meter dengan kotak yang mempunyai empat titik sinar. 1 Pemeriksaan pada
jarak:


1/6 meter  (proyeksinya di fovea 12 derajat).

1/3 meter (proyeksi 6 derajat).

½ meter (proyeksi 4 derajat)

1 meter (proyeksi 2 derajat)

Pemeriksaan pada jarak 6 meter dengan memakai kotak WFDT
diproyeksikan 1.25 derajat pada fovea.8

Mata kanan akan melihat titik merah, mata kiri akan melihat titik hijau dan
titik putih akan dilihat oleh mata kanan maupun kiri. Pasien dengan fusi normal
akan melihat 4 titik. Pasien dengan supresi/ambliopia satu mata akan melihat 2
titik merah atau 3 titik hijau. Pasien parese otot (diplopia) akan melihat 5 titik
dengan memakai kaca mata merah dan hijau. Pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan kekuatan fusi motorik. Pada pemeriksaan dengan mengurangi
sinar/mematikan lampu dikamar pemeriksaan kita perhatikan pemeriksaan WFDT
(pada kamar digelapkan), jika pada pemeriksaan masih terdapat fusi berarti fusi
motoriknya baik dan bila terjadi diplopia menunjukkan fusi motoriknya kurang.6,8

27
Gambar 21. pmeriksaan WFDT8

2.7.2 Titmus stereo test

Alat ini terdiri dari lalat untuk stereoskopik kasar , dan 9 lingkaran untuk
ketajaman yang lebih halus. Alat ini berupa kartu yang memisahkan mata secara
optik, kartu ini merupakan “vectograf” yang terdiri dari material polaroid dari 2
target yang dilukis/dibuat dengan masing–masing target yang dipolarisasi 90
derajat. Yang bila dilihat oleh pasien dengan kaca polaroid akan kelihatan lalat
dalam tiga dimensi. Dengan polaroid, efek ini dapat dibuat deretan binatang
dengan ketajaman stereoskopik yang berbeda-beda antara 40 – 800 dan
stereoskopik kasar dengan ketajaman 3000 detik busur.6,8

Gambar 22. Titmus stereo test1

2.7.3 TNO test

Prinsipnya sama dengan random dot stereogram. Alat ini berupa buku
yang tiap lembarnya ada gambar yang dibentuk oleh titik-titik merah dan hijau
yang tersusun demikian rupa yang memberikan kesan tiga dimensi, bila dilihat
dengan kaca mata merah-hijau.1

Pada lembar permulaan terdapat gambar kupu-kupu yang merupakan


objek dengan stereoskopik kasar (2000 detik busur) yang bisa dilihat dengan satu

28
mata (tanpa kesan ruang/3 dimensi), dan lembar selanjutnya terdapat gambar yang
hanya dapat dilihat dengan 2 mata (yang mempunyai ketajaman stereoskopik).6

Tiap lembar mempunyai tajam penglihatan stereoskopik dengan disparitas


yang berbeda-beda mulai dari yang halus (15 derajat busur ) sampai yang kasar
(480 derajat busur). Pemeriksaan dilakukan dengan memakai kaca mata merah
dan hijau (hijau pada mata kanan) pada jarak 40 cm dari mata pasien.1

Test ini cukup menarik karena anak disuruh melihat gambar. Anak yang
normal akan dapat melihat gambar dengan ketajaman stereoskopik 60 detik busur
atau lebih baik. Anak dengan tajam penglihatan stereoskopik lebih jelek dari 40
detik busur akan terseleksi dan diperiksa lebih lanjut untuk menentukan
kelainannya (kelainan refraksi, strabismus, deprivasi atau terdapat kelainan
organik). Test ini berguna untuk anak usia 2 ½ - 3 tahun.6

Gambar 23. TNO Test8

2.7.4. Stereogram

Lingkaran yang eccentric, dimana lingkaran yang sebelah dalam akan


terlihat lebih dekat dan lingkaran sebelah luar terlihat lebih jauh. Pada gambar
lingkaran tengah menjauh/bergeser ketemporal (nasal disparity). Terlihat
lingkaran paling kecil terletak didepan lingkaran tengah, lingkaran tengah
dibelakang nasal disparity menimbulkan kesan objek jadi jauh, temporal
disparity menimbulkan kesan objek jadi dekat.8

29
Gambar 24. Stereogram6

2.7.5. Two Pencil Test

Dipopulerkan oleh Lang. Caranya: pemeriksa memegang pensil secara


vertikal didepan pasien, pasien juga memegang pensil yang berada diatas pensil
pemeriksa. Kemudian pasien disuruh mempertemukan ujung kedua pensil
tersebut. Dengan kedua mata terbuka maka pasien bisa mempertemukan kedua
pensil tersebut (lolos test), tetapi dengan menutup salah satu matanya maka pasien
tidak berhasil/gagal dengan test ini.8

30
Gambar 25. Two Pencil Test1

2.7.6. Random Dot Stereogram

Pada prinsipnya melihat gambar E dengan distribusi titik-titk yang dapat


dilihat oleh mata kanan dan mata kiri secara identik kecuali bagian tengahnya
dibuat demikian rupa sehingga terjadi sedikit pergeseran/perbedaan letak secara
horizontal antara yang dilihat mata kanan dan mata kiri, sehingga perbedaan ini
menimbulkan disparitas retina horizontal yang memberikan kesan 3 dimensi.8

Gambar 26. Random Dot Stereogram6

2.7.7. Frisby Test

Test ini merupakan test stereoskopik secara umum yang tidak


membutuhkan kaca mata khusus (“dissociated glass”).Ini merupakan test klinik
yang didasarkan kedalaman yang sebenarnya. Test ini terdiri dari 3 kertas plastik
bening (plate) dengan ketebalan yang berbeda (6, 3 dan 1 mm), masing-masing

31
plate terdiri dari 4 petak “random shape”. Satu petak random mengandung satu
bundaran (pola circle) yang terletak/tersembunyi disisi lainnya/sisi berlawanan
yang harus dideteksi/diketahui oleh pasien. Plate yang paling tebal (ketebalan 6
mm) dengan disparitas yang paling besar diperiksa lebih dulu dengan
menempatkannya didepan latar belakang putih, dan pasien ditanya dimana letak
bundaran tersembunyi tersebut. (plate ini dapat diputar/dibalikkan untuk merobah
posisi dari bundaran). Jika plate I sudah dikenal dilanjutkan dengan plate II dst.
nya. Disparitas dapat ditingkatkan dengan cara mengganti plate dengan yang lebih
tebal atau mengurangi jarak test.1,6

Gambar 27. Frisby Test1

Bila test dilakukan pada jarak 40 cm maka disparitas akan berkisar antara
480 sampai 15 detik busur. Stereopsis normal adalah 50 detik busur, ini didapat
bila pada pemeriksaan, pasien mengenal plate dengan ketebalan 3 mm pada jarak
70 mm atau bisa mengenal plate dengan ketebalan 1 mm pada jarak 40 cm. Waktu
melakukan test, refleksi harus diminimalisir dengan meletakkan plate tegak lurus
dengan aksis visual pasien. Pasien tidak boleh melakukan gerakan kepala yang
berlebihan karena akan menimbulkan efek paralak.6,8

Tajam penglihatan stereopskopik diperoleh dari jawaban yang benar dari


hasil pemeriksaan dari ke 3 lembaran tersebut. Alat ini dapat mendeteksi 65%
anak dengan usia dibawah 3 tahun.8

32
2.7.8. Red Glass Test

Bila pada pasien dengan aksis visual tidak sejajar/deviasi (heterotropia)


diletakkan filter merah pada mata yang fiksasi dan mata lainnya melihat kesumber
sinar putih maka akan terjadi beberapa respon yang didapatkan

 Pasien melihat 2 sinar (merah dan putih) dan jarak kedua sinar sama
dengan besar deviasi berarti terdapat deviasi dengan NRC, “cross
diplopia” pada eksotropia dan “uncross diplopia” pada esotropia. (gambar
A dan B)
 Pasien hanya melihat 1 sinar (merah) maka terjadi supresi pada mata yang
deviasi (OD, gambar C). Dalamnya supresi bisa diukur dengan
meningkatkan densitas dari filter merah tsb. akan muncul kembali
diplopia.
Untuk menentukan apakah pada supresi ini terjadi NRC atau ARC, dapat
diketahui dengan menimbulkan diplopia dengan prisma base up pada mata deviasi
dengan pemasangan “red glass test for supression “.1,6,8

Bila sinar putih akan terlihat dibagian bawah kanan  NRC

Bila sinar putih terlihat vertikal dibawah sinar merah  ARC

33
Gambar 28. Red Glass Test6

2.7.9. Test After Image

Pasien melihat kealat after image dikamar gelap. Mata normal disinari dengan
sinar horizontal dan mata yang deviasi disinari dengan sinar vertikal selama 20
detik:

 NRC : after image bersilangan ditengah karena mempunyai arah visual yang
sama/normal (B).
 ARC pada Esotropia OD: kedua fovea tidak mempunyai arah visual yang
sama, “vertical after image” bergeser kekiri. (C).
 ARC pada Eksotropia OD: “vertical after image” bergeser kekanan (D)8

34
Gambar 29. Test After Image8

2.7.10. Bagollini Striated Glass Test

Lensa Bagollini adalah lensa yang mempunyai alur-alur/strip-strip


sehingga sinar yang melalui lensa ini terlihat sebagai garis. Lensa dengan strip-
strip ini ditempatkan demikian rupa sehingga strip itu pada posisi 45 derajat pada
mata kiri dan 135 derajat pada mata kanan. (A) Pemeriksaan dilakukan pada jarak
33 cm atau 6 meter. Bila pada cover test tidak ada pergeseran dan fiksasi sentral
maka pasien tersebut NRC. (B) Pada gambar C terdapat supresi foveal OD Pada
gambar D terdapat supresi foveal dan peripheral OD.8

Gambar 30. Bagollini Striated Glass Test8

2.7.11. Amblioskop (Sinoptophore)

Digunakan untuk pemeriksaan strabismus yang digunakan mengukur


besarnya deviasi dan keadaan penglihatan binokulernya. Synoptophore
merupakan suatu alat stereoskop yang menggambarkan penglihatan jauh dimana
masing-masing mata melihat slide yang ditempatkan pada tabung yang terpisah
kemudian slide ini bisa digerakkan secara horizontal, vertical dan tarsional.8

35
Bila digerakkan horizontal lengan amblioskop ke dalam (Esoforia) dan keluar
(eksoforia) oleh penderita atau pemeriksa . Besarnya deviasi terlihat pada skala
yang terletak didasar alat. Kalau digerakkan vertical diatur oleh pemeriksa keatas
(hipertropia), ke bawah (hipotropia) sedangkan gerakkan tarsional kearah
pemeriksa (ecycloforia/tropia) dan kearah penderita (Incycloforia/tropia).1,6,8

Slide dari alat ini terdiri dari 3 macam :

1. Slide persepsi simultan (warna merah) yang berguna untuk pemeriksaan


penglihatan simultan tingkat pertama dari penglihatan binokuler
2. Slide fusi (hijau) untuk memeriksa tingkatan kedua dari penglihatan
binokuler yaitu fusi yang terdiri dari 2 gambar yang terpisah
3. Slide stereoskopik (warna merah) untuk pemeriksaan tingkatan ke 3 dari
penglihatan binokuler.8

Gambar 31. Amblioscop8

2.7.12. Lang test

Cara ini didasarkan gambar panografik dari suatu gambar dengan


“36ampak36i 36ampak36ical strip” yang dapat dilihat oleh masing-masing mata
secara bergantian yang memberikan “lateral displacement” dari bayangan pada
retina sehingga menimbulkan kesan tiga dimensi dan gambar ini ditempat kan
pada kartu dengan random dot, dan anak disuruh melihat gambar apa yang
36ampak pada lembar kartu tsb.(anak preferbal akan berusaha mengambil objek

36
gambar tsb.) Alat ini terdiri dari 2 kartu, kartu I dapat mengukur tajam penglihatan
stereoskopik dari 1200 s/d 550 detik busur dan kartu II dapat mengukur 600 s/d
200 detik busur.1,6,8

Gambar 32. Lang Test8

2.7.13. Test Cupper

Pasien berfiksasi dengan mata yang baik pada sentral skala Maddox
melalui cermin yang bisa diputar sehingga mata yang ambliop bisa melihat lurus
kedepan. Kemudian bintang dari visuskop diproyeksikan ke fovea mata ambliop.
Letak bintang pada pada skala Maddox merupakan besarnya “angle of anomaly”.8

37
Gambar 33. Test Cupper8

BAB III
KESIMPULAN

Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi
pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi untuk
penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi pada semua
arah dan jarak penglihatan.
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu cabang
ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang
disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas.
Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR
ANOMALIES”.

38
Dengan anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik yang tepat, diagnosis
strabismus dapat ditegakkan. Anamnesis meliputi berat badan lahir, komplikasi
persalinan dan status kesehatan pada masa kanak-kanak. Anamnesa juga meliputi
riwayat keluarga karena banyak tipe dari strabismus yang bersifat familial.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan fisik yang meliputi : observasi, tajam
penglihatan, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan duksi dan versi, pengukuran
besarnya deviasi yang terjadi, pemeriksaan khusus untuk mengidentifikasi
restriksi dan paresis, pemeriksaan refraksi dengan siklopegik dan pemeriksaan
fundus harus dibedakan pada anak-anak dan dewasa. Tujuan dari pemeriksaan
pada pasien strabismus adalah untuk : mencari penyebab strabismus, menilai
status sensorik binokuler, mengukur besarnya deviasi dan mendiagnosa adanya
ambliopia.3
Pengobatan strabismus secara terhadap dilakukan dengan memperbaiki visus
kedua matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua mata hingga mencapai
kedudukan “orthophoria” dan terakhir melatih penderita menyatukan dua
bayangan dari kedua matanya. Diharapkan dari diagnosis yang tepat maka
selanjutnya dapat pula ditentukan terapi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthamologhy.Pediatric ophthalmology and


strabismus.Section 6. United states of America: Basic and clinical science
course; 2014-2015. p. 37-64.
2. John F. Salmon.Strabismus.Dalam : Vaughan D.G,Asbury T. Oftalmologi
Umum Edisi 17. Jakarta : EGC. 2010; p.230-50.
3. Wright KW. Introduction to Strabismus and the Ocular-Motor Examination. In
: Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Mosby. St Louis. 1995 : 139-158
4. Snell, Richard. Anatomi klinik. Edisi keenam. Jakarta: EGC; 2006; p.769-73.
5. American Academy of Ophthamologhy.Fundamentals and principles of
ophthalmology.Section 2. United states of America: Basic and clinical science
course; 2013-2014. p. 17-8.
6. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Diagnostic Techniques for Strabismus and
Amblyopia. In : Pediatric Ophthalmology and Strabismus. American Academy
of Ophthalmology. San Fransisco. 2008 : 81-95.

39
7. Chauduri Z. Clinical Approach to Ocular Motility and Strabismus. In :
Clinical Management of Strabismus. Jaypee Brothers Medical Publishers.
New Delhi. 2008 : 73-107.
8. Ridwan Muslim. Strabismus. FK Unand: Padang.
9. Wilson FM. Ocular Motility Examination. In Practical Ophtalmology A
Manual For Beginning Residents. American Academy of Ophthalmology. San
Fransisco. 1996 : 101-124.
10. Gallin PF, Pardon I. Pediatric Eye Examination. In : Pediatric Ophthalmology
A Clinical Guide. Thieme. New York. 2000 : 1-13.
11. Noorden GKV. Diagnosis Kualitatif Strabismus. Diadnosis Kuantitaif
Strabismus In : Atlas Strabismus. Edisi 4. EGC. Jakarta. 1983 : 37-63.

40

Anda mungkin juga menyukai