Makalah Gilut
Makalah Gilut
PENDAHULUAN
Celah palatum (cleft palate) dan celah bibir (cleft lip) adalah salah
satu kelainan kongenital orofasial. Kelainan tersebut terjadi karena
kegagalan penyatuan prossesus fasialis dengan sempurna sehingga terjadi
celah pada bibir atau palatum. Cleft palate dan cleft lip tidak selalu terjadi
secara bersamaan (Yanez, 2007; Sousa et al, 2009).
Ada tiga jenis kelainan cleft yaitu cleft lip tanpa disertai cleft
palate, cleft palate tanpa disertai cleft lip, cleft lip disertai dengan cleft
palate. Celah yang terbentuk tersebut bisa unilateral maupun bilateral.
Tingkat pembentukan cleft palate dan cleft lip bervariasi mulai dari ringan
yaitu berupa sedikit tarikan hingga berat yaitu celah yang terbentuk sampai
nasal dan menuju tenggorokan (Zucchero, 2004).
Data Internasional menunujukan kasus cleft palate dan cleft lip
ditemukan 1 dari 1000 bayi yang lahir. Dari keseluruhan kasus cleft
palate dan cleft lip prevalensinya adalah 45%, cleft lip 25% dan cleft
palate 35%. Insiden cleft lip sering ditemukan pada anak laki – laki
dibanding perempuan dengan perbendingan 1:2 sedang cleft palate adalah
sebaliknya. Hasil penelitian epidemologi menunjukan bahwa daerah Isana
NTT Indonesia merupakan daerah dengan prevalensi cleft palate dan cleft
lip tertinggi di dunia (Sadler, 2000; Sutrisno et al, 1999) .
Walaupun angka kejadian yang tidak menunjukan sebagai kasus
endemik namun akibat yang ditimbulkan dari cleft palate dan cleft lip
membutuhkan penanganan yang segera. Masalah kesulitan bicara dan
kesulitan makan merupakan masalah utama yang timbul akibat kelainan
ini. Komplikasinya anatara lain adalah kekurangan gizi, infeksi, gangguan
pertumbuhan wajah, missing teeth dan supernumery teeth. Akibat yang
ditimbulkan biasanya menjadi masalah terberat adalah mengenai kondisi
1
psikologi anak (Sousa et al, 2009).
Kondisi psikologi anak akan sangat terganggu dengan adanya
kelainan ini, akan timbul rasa malu. Tekanan psikologis serta stress
sering terjadi pada anak dengan kelainan cleft palate dan cleft lip.
Penampilan serta ketidakmampuan berkomunikasi dengan baik
menyebabkan anak menarik diri dari lingkungan serta terjadinya
penurunan prestasi (Sujono,2007).
Penanganan yang tepat harus segera dilakukan baik penanganan
fisik maupun psikologis. Pada kasus cleft palate dan cleft lip memerlukan
penanganan multidisiplin karena kasus ini sangat kompleks, variatif,
lama dan memerlukan tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tenaga ahli
yang dibutuhkan dalam penanganan kasus ini antara lain adalah dokter
anak, dokter bedah mulut, dokter bedah plastik, dokter gigi anak, dokter
gigi ortodonti, prostodontik, dokter THT, ahli genetik, psikiater, dan
terapis wicara (Yanez, 2007).
Disiplin ilmu kedokteran gigi memerankan peranan penting dalam
penanganan kasus ini. Seorang dokter gigi maupun calon dokter gigi
penting untuk mengetahui mengenai etiologi, patofisiologi, maupun
penatalaksanaan cleft palate dan cleft lip baik penatalaksanaan melalui
prosedur bedah maupun perawatan dengan ortodonsi. Perawatan melalui
prosedur bedah maupun perawatan ortodonsi merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan dalam penatalaksanaan cleft palate dan cleft lip.
Namun dalam makalah ini akan lebih menekankan pada pembahasan
mengenai perawatan ortodonsi.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Cleft palate adalah suatu kelainan dimana dua plat palatum yang
membentuk palatum keras tidak menyatu dengan sempurna. Palatum lunak
dalam hal ini akan juga mengalami cleft (data statistik negara, 2007).
Cleft palate dapat terjadi secara lengkap (dalam palatum keras,
palatum lunak dan juga gap pada rahang) dan tidak lengkap (berupa
lubang pada atap rongga mulut biasanya sebagai palatum lunak saja). Saat
terjadi cleft palate, maka biasanya uvula akan terbagi. Hal ini terjadi oleh
karena kegagalan fusi pada prosessus palatina lateralis, septum nasalis,
dan prosessus palatina mediana (pembentukan palatum sekunder).
3
Akibat dari hubungan terbuka antara rongga mulut dan rongga
hidung disebut sebagai Velopharingeal Inadequency (VPI). Oleh adanya
gap tersebut, maka udara akan memasuki rongga hidung menyebabkan
resonansi suara hipernasal (Hypernasal voice resonance) dan emisi nasal.
Efek sekunder dari VPI diantaranya adalah adanya kekacauan dalam
berbicara (speech articulation errors) (Sloan, 2006).
2.2 Etiologi
Penyebab sumbing bibir dan palatum tidak diketahui dengan pasti.
Sebagian besar kasus sumbing bibir atau sumbing palatum atau keduannya
dapat dijelaskan dengan hipotesis multifaktor. Teori multifaktor yang
diturunkan menyatakan bahwa gen-gen yang beresiko berinteraksi satu
dengan lainnya dan dengan lingkungan, menyebabkan cacat pada
perkembangan janin. Sumbing bibir dan palatum merupakan kegagalan
bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal
pertumbuhan muka dalam bentuk defisiensi prosesus muka merupakan
penyebab kesalahan perkembangan bibir dan palatum. Sebagian besar ahli
embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua
deformitas sumbing sehingga struktur anatomi normal tidak terbentuk.
Faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi atau berhubungan
dengan kelainan sumbing bibir dan sumbing palatum yaitu:
a) Penggunaan obat-obatan
Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk
jamu-jamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal
b) Infeksi
Infeksi merupakan salah satu faktor yang diduga sebagai etiologi
adanya kelaianan celah bibir dan langitan, khususnya infeksi viral dan
khlamidial (toksoplasmolisis)
c) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan ditemukan sebagai penyebab terjadinya celah
seperti etanol, rubella virus, thalidomide, dan aminopterin. Diabetes
mellitus maternal dan amniotic syndrom
d) Faktor genetik
Faktor genetik yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat
kelaianan yang sama
e) Teratogenik
Teratogan adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan
atau meningkatkan resiko suatu kelaianan bawaan. Radiasi, obat
tertebtu, dan racun merupakan teratogen.
f) Gizi
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam
folat. Kekuranagn asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya
spina bifida dan tabung saraf.
2.3 Epidemiologi
A. Tim medis
Dokter gigi yang mengevaluasi posisi dan struktur dari gigi anak
dan berkoordinasi dengan ahli bedah dan spesialis lainnya.
6. Dokter gigi spesialis pedodonsia
9. Koordinasi perawat
1) Intake makanan
b) Terapi Bedah
Obturator palatal sering dibuat untuk bayi dengan cleft palate yang
mengalami kesukaran menyusu atau mengalami gangguan masuknya
makanan atau cairan melalui rongga hidung. Evaluasi bicara dan
pendengaran yang dini sangat dianjurkan dan alat bantu pendengaran
sering digunakan untuk mencegah timbulnya masalah belajar pada anak
dengan cleft palate yang sering kali juga mendapat serangan otitis
media.
Tindakan dokter gigi sebagai pencegahan sangat penting dan
merupakan dasar untuk terapi ortodontik selanjutnya. Terapi sering kali
membutuhkan perbaikan cacat perkembangan gigi. Terapi ortodonti
kadang-kadang dimulai pada fase gigi susu untuk memperbaiki gigitan
silang posterior atas unilateral dan bilateral serta untuk memperbaiki
segmen premaksila yang berubah letak.
Begitu sampai pada fase gigi campuran, terapi orthodonti
konvensional dimulai untuk membentuk lengkung rahang atas yang
normal. Sering kali ini dilakukan dengan melakukan graft tulang
autogenus pada sumbing alveolar untuk membentuk kembali keutuhan
lengkung maksila. Terapi ini dianjurkan untuk dilakukan bila
pembentukan akar gigi tetap yang belum erupsi di dekat daerah tulang
alveolar yang sumbing terutama pada maksila, sudah mencapai
seperempat atau setengahnya. Gigi geligi ini akan berhasil erupsi
dengan baik secara pasif atau mekanis melalui tempat graft yang bersatu
dengan rahang dan membentuk tulang alveolar yang baik.
Terapi ortodonti selanjutnya adalah dengan bedah ortognati.
Biasanya dilakukan untuk pasien dengan deformitas dentofasial yang
signifikan. Bedah plastik sering dilakukan untuk memperbaiki estetik
dan fungsi tepi merah bibir, filtrum, dan hidung.
3. Jenis-jenis pembedahan
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu
kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia
tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi
kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses
penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan
demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik. Ada beberapa teknik
dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum,
yaitu:
1. Teknik von Langenbeck
Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua
flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior
dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke
belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang
diperbaiki.
3. Teknik double opposing Z-plasty
4. Teknik Schweckendiek
Gambar. 4
Gambar. 5
Gambar 6.
2.6 KOMPLIKASI
Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis
media, tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu
dapat menyebabkan gangguan psikososial. Komplikasi post operatif yang
biasa timbul yakni:
Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring
saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif
dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi
jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan
pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang
kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi
perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.
b. Perdarahan
c. Fistel palatum
d. Midface abnormalities
f. Wound infection
g. Malposisi Premaksilar
h. Whistle deformity
2.7 Prognosis
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara garis besar baik cleft palate dan cleft lip disebabkan
oleh kegagalan proses penggabungan lempeng palatina lateral untuk
bergabung satu sama lain, dengan septum nasal, atau dengan palatum
primer. Celah bibir dan celah palatum dapat dibedakan berdasarkan
abnormalitas kongenital dan keduanya sering terjadi secara bersamaan.
Perkembangan embriologis pada bibir atas dan hidung
membutuhkan tahapan yang rumit, hal ini telah terprogram secara genetis.
Hal yang paling utama yang menjadi permasalahan adalah fusi
(penyatuan) dari 5 jaringan fasial prominens pada minggu ke-3 hingga ke-
8, perkembanan bibir pada usia kandungan 3 hingga 7 minggu, dan
perkembangan palatum pada minggu ke 5 hingga 12. Hal tersebut pada
akhirnya akan akan menyebabkan kecacatan pada palatum dan bibir jika
berlangsung secara abnormal.
Hasil dari campur tangan penilaian speech akan membantu untuk
menetapkan tujuan-tujuan. Campur tangan speech dengan pendekatan
fonetik menganggap artikulasi belajar sebagai waktu tertentu dari
pembelajaran motor yang terjadi pada tingkat perifer. Akibatnya, prosedur
campur tangan didasarkan pada anggapan bahwa artikulasi kesilapan ini
karena kesalahan kontrol articulators. Sebaliknya, dalam sebuah
pendekatan phonologic anak-anak harus mempelajari lebih dari pola
articulatory dikaitkan dengan kata-kata. Mereka harus mempelajari
fonologi dialek lengkap-sistem peraturan-yang terjadi di tingkat pusat dan
memerlukan-kognitif pemrosesan phonological. Ketika dua pendekatan
yang berbeda pada anak-anak dengan celah langit-langit dan tidak
dibandingkan-versus phonologic fonetik-total waktu campur tangan
speech yang diperlukan untuk memperbaiki tidak mengurangi kritis
sebuah pendekatan phonological telah digunakan. Karena sistem
phonological telah diintegrasikan dengan sistem bahasa lainnya juga
mengusulkan bahwa bahasa anak-anak dengan tidak harus dikaji.
Terapi pada cleft palate dan cleft lip melibatkan beberapa ahli yang
masing-masing memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan
penatalaksanaan. Dokter gigi spesialis bedah mulut dan ortodonsi
memainkan peranan paling penting dalam kronologi perawatan cleft. Hal
ini disebabkan oleh wilayah yang harus dirawat adalah wilayah gigi dan
rongga mulut dan perawatan panjang yang dilakukan dari tahun ke tahun
adalah dilakukan oleh dokter gigi tersebut. Terapi bedah dan ortodontik
memainkan peranan utama dalam cleft palate dan cleft lip.
Tujuan utama terapi bedah pada kasus cleft palate dan lip secara
umum adalah untuk membentuk palatum fungsional, mengurangi
kemungkinan cairan yang terbentuk dalam telinga tengah, dan membantu
gigi dan tulang wajah berkembang dengan tepat, gambaran bibir dan
hidung, menutup celah antara hidung dan mulut, membantu pernafasan dan
menstabilkan dan meluruskan kembali rahang. Sedangkan tujuan utama
perawatan ortodonsi pada kasus yang sama adalah membantu bayi dalam
menelan makanan dan ASI makanan dengan alat obturator; pada fase
gigi sulung dapat memperbaiki gigitan silang posterior atas unilateral dan
bilateral serta untuk memperbaiki segmen premaksila yang berubah letak;
pada fase gigi campuran, terapi orthodonti konvensional dengan membentuk
lengkung rahang atas yang normal menghasilkan gigi geligi yang akan berhasil
erupsi dengan baik secara pasif atau mekanis dan membentuk tulang alveolar yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
20
International Volume 2015.
Sloan GM (2000). "Posterior pharyngeal flap and sphincter
pharyngoplasty: the state of the art". Cleft Palate Craniofac. J. 37
(2): 112–22.
Tollefson TT, Humphrey CD, Larrabee WF, Adelson RT, Karimi K, Kriet
JD (2011). “The spectrum of isolated congenital nasal deformities
resembling the cleft lip nasal morphology“.Arch Facial Plast
Surg 13 (3): 152–60.
20