Anda di halaman 1dari 25

Pendahuluan

Gangguan Mental Organik (GMO) didefinisikan sebagai gangguan yang memiliki


kondisi patologi yang dapat didentifikasi, seperti tumor otak, penyakit serebrovaskular, atau
intoksikasi obat. Menurut DSM-IV, dibagi tiga kelompok gangguan yaitu delirium, demensia,
dan gangguan amnesik. Yang ditandai oleh gejala primer yang lazim pada semua gangguan
tersebut, hendaya kognisi, seperti memori, bahasa, atau atensi.
Delirium ditandai oleh kebingungan jangka pendek serta gangguan kognitif. Terdapat
empat subkategori berdasarkan sejumlah penyebab: kondisi medis umum, terinduksi obat,
etiologi multiple seperti trauma kepala dan penyakit ginjal, dan delirium yang tidak
tergolongkan tempat lain.1
Demensia ditandai oleh hendaya berat dalam memori, daya nilai, orientasi, dan kognisi.
Terdapat enam subkategori: demensia tipe alzheimer, demensia vaskular, kondisi medis lain
seperti penyakit HIV, trauma kepala, penyakit pick, penyakit creutzfeldt-jakob; terinduksi zat,
etiologi multiple, dan tak tergolongkan di tempat lain.
Gangguan amnesik ditandai oleh hendaya memori dan mudah lupa. Terdapat tiga
subkategori: disebabkan oleh kondisi medis, disebabkan oleh racun atau obat, dan tak
tergolongkan.1

1
Pembahasan
Dalam ICD-l0, gangguan mental organik digolongkan berdasarkan etiologi yang tampak sama
yang muncul dalam bentuk gangguan serebral, cedera otak, atau benturan lain yang
menyebabkan disfungsi serebral. Disfungsi serebral mungkin berupa:

 Primer: gangguan, cedera dan benturan yang langsung mengenai otak atau
berpredileksi ke otak, misalnya penyakit Alzheimer.
 Sekunder: gangguan sistemik yang memengaruhi otak, tetapi otak tersebut bukan
satu-satunya organ atau sistem tubuh yang terkena, misalnya hipotiroidisme.1

Meskipun secara sempit masuk ke dalam kategori di atas, gangguan berikut


disingkirkan dari kategori gangguan mental organik dan dianggap terpisah berdasarkan
kesepakatan:

 Gangguan penggunaan - zat psikoaktif (termasuk gangguan otak akibat alkohol dan
obat psikoaktif lain)
 Beberapa gangguan tidur
 Penyebab disabilitas belajar (retardasi mental)

Untuk mengetahui klasifikasi tentang gangguan mental organik ini, akan diringkas dalam tabel
1 di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi ICD-102


Klasifikasi ICD-10: F00-F09, Gangguan Mental Organik, termasuk simtomatik
F00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F01 Demensia vaskular
Termasuk demensia multi-infark dan demensia vaskular subkortikal
F02 Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain
Termasuk demensia pada penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Huntington,
penyakit Parkinson & HIV
F03 Demensia yang tidak tergolongkan
F04 Sindrom amnestik organik, bukan diinduksi alkohol dan zat psikoaktif fain
F05 Delirium, bukan diinduksi alkohol dan zat psikoaktif lain

2
F06 Gangguan mental lain akibat kerusakan dan disfungsi otak serta penyakit fisik
Termasuk halusinosis organik, gangguan katatonik organik, gangguan waham organik (lir-
skizofrenia), Gangguan mood (afektif) organik, gangguan ansietas organik, gangguan
disosiatif organik, gangguan emosi labil organik (astenik), dan gangguan kognitif ringan.
F07 Gangguan kepribadian dan perilaku karena penyakit, kerusakan dan disfungsi
otak
Termasuk gangguan kepribadian organik, sindrom pasca-ensefalitik, sindrom
pascakonkusio.
F09 Gangguan mental organik atau simptomatik yang tidak tergolongkan

Penggunaan istilah "organik" untuk menggambarkan gangguan ini tidak berarti bahwa
gangguan lain, seperti skizofrenia dan mania bukan organik (yang sebenarnya juga organik
berdasarkan genetik, biokimia, patologi, dan lain-lain); nampaknya istilah gangguan "organik"
hanya diberikan pada gangguan sistemik dan serebral yang dapat didiagnosis sendiri. 3

Disfungsi Psikologis
Gangguan ini mengakibatkan disfungsi psikologis pada satu area berikut atau lebih berupa :

 Fungsi kognitif, misalnya gangguan ingatan dan inteligensi


 Sensorium, misalnya gangguan kesadaran dan perhatian
 Berpikir, misalnya waham
 Persepsi, misalnya ilusi dan halusinasi
 Emosi/mood, misalnya ansietas, depresi dan elasi
 Perilaku dan kepribadian, misalnya perubahan perilaku seksual.2

Klasifikasi
Gangguan psikiatri organik diklasifikasikan menurut apakah gangguan tersebut menyebabkan
disfungsi psikologis menyeluruh atau menyebabkan hendaya spesifik pada satu atau dua bidang
saja (misalnya berpikir dan mood).Beberapa gangguan dapat mengisi lebih dari satu klasifikasi;
misalnya pada berbagai tahap perjalanan riwayat alamiahnya, suatu tumor otak bisa
menimbulkan disfungsi psikologis yang akut dan menyeluruh (delirium), spesifik, atau kronik
dan menyeluruh (demensia).1 Gangguan mental ini dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu
delirium, demensia, dan gangguan amnestic yang ditandai dengan gejala primer yang lazim
pada semua gangguan tersebut; hendaya kognisi (contohnya memori, Bahasa, atau atensi).4,5

3
Aspek Klinis
Gangguan ini harus disingkirkan sebelum diagnosis psikosis "fungsional", neurosis, atau
gangguan kepribadian ditegakkan. Contohnya, bila seorang pemuda untuk pertama kalinya
menampilkan gejala skizofrenia, seperti gejala peringkat-pertama Schneider, harus
disingkirkan kemungkinan gejala tersebut berasal dari gangguan psikiatri organik atau
penyalahgunaan zat psikoaktif sebelum mengobatinya sebagai pasien skizofrenia.Gejalanya
mungkin saja terjadi sebagai contoh akibat epilepsi lobus temporalis atau penyalahgunaan
amfetamin. Demikian juga, seorang perempuan setengah baya yang menunjukkan mood yang
rendah kenyataannya mungkin menderita tumor otak, hipotirodisme atau penyakit Addison,
bukan penyakit depresif. Ketika penyebab organik primer demikian ditemukan, terapi harus
diarahkan terutama kepada penyebab organik tadi (dalam beberapa kasus mungkin bersifat
reversibel).
Untuk menyingkirkan gangguan psikiatri organik, perlu dilakukan anamnesis rinci,
pemeriksaan status mental dan pemeriksaan fisik menyeluruh, serta pemeriksaan penunjang
yang memadai.2

Gangguan Cerebral Fokal: Gambaran Klinis


Beberapa penyebab demensia yang bisa mengakibatkan gangguan cerebral fokal sudah
diuraikan pada bagian sebelumnya. Hal yang harus diingat adalah bahwa gambaran klinis
tersebut memberikan indikasi lokasi patologinya, tetapi biasanya tidak menjelaskan sifat
patologi tersebut. Contoh, sindrom lobus frontalis bisa disebabkan oleh beberapa gangguan
yang berbeda, seperti tumor, trauma, penyakit Pick dan neurosifilis.1

Lobus Frontalis
Tipe perubahan kepribadian yang terjadi akibat lesi lobus frontalis termasuk disinhibisi,
penurunan kendali social dan etika, perilaku seksual semaunya, pengambil keputusan finansial
dan personal yang salah, mood meningkat, tidak peduli perasaan orang lain, dan mudah
tersinggung. Semua gejala ini biasanya disebabkan kerusakan prafrontal, dan pada kerusakan
lobus frontalis mengakibatkan, perseverasi, perilaku menggunakan alat (mis., memasang
kacamata saat melihatnya, menulis saat pena diletakkan dalam genggaman, dan makan atau
minum kapan pun makanan dan minuman terlihat) serta palilalia (pengulangan kalimat dan
frase). Semua gambaran ini menunjukkan kekakuan berpikir dan pengulangan
stereotipik.Gambaran khas lainnya meliputi gangguan atensi, konsentrasi, dan
inisiatif.ketidakspontanan, melambannya aktivitas psikomotor, kejang motorik tipe Jackson,
4
dan inkontinensia urine bisa terjadi sebagai bagian dari sindrom lobus frontalis. Lesi lobus
frontalis juga bisa memunculkan kembali refleks primitif, khususnya refleks rooting,
menggenggam, mencucu (pout), dan refleks palmomental; ini semua merupakan tanda klinis
yang penting untuk dicari.
Bila cortex motorik dan projeksi dalam juga terkena, dapat timbul afasia dan paresis
spastik kontralateral.Lesi lobus frontalis dominan posterior bisa menyebabkan apraksia wajah
dan lidah, afasia motorik primer atau agrafia motorik.Anosmia dan atrofi optik ipsilateral dapat
terjadi akibat lesi orbita.1

Lobus Temporalis
Lesi lobus temporalis dominan dapat menimbulkan afasia sensorik, aleksia dan agrafia.
Lesi lobus temporalis dominan posterior bisa menyebabkan gambaran sindrom lobus parietalis
yang disebut di bawah ini.

Gambar 5. Lokalisasi fungsi pada cortex cerebella (a) aspek lateral (b) aspek medial1
Lesi lobus temporalis non-dominan bisa menimbulkan hemisomatognosia,
prosopagnosia, masalah visuospatial, serta gangguan retensi dan pembelajaran stimuli yang
berpola non-verbal seperti musik.Lesi lobus temporalis medial bilateral bisa menimbulkan
sindrom amnesik yang disebut di atas.Perubahan kepribadian yang terjadi mirip dengan gejala

5
yang disebabkan lesi lobus frontalis. Gambaran lain lesi lobus temporalis meliputi gejala
psikotik, epilepsi, dan defek lapangan pandang kuadran atas homonim kontralateral.1

Lobus Parietalis
Gambaran sindrom lobus parietalis meliputi masalah visuospatial seperti apraksia
konstruksional (mis., kesulitan mengancingkan mantel sendiri) dan agnosia visuospatial,
disorientasi topografik, inatensi visual, kejang sensorik tipe Jackson, dan hilangnya sensorik
cortex. Kondisi terakhir yang disebut bisa menimbulkan agrafaestesia, asterognosis, gangguan
diskriminasi dua-titik, dan hilangnya sensorik.
Lesi lobus parietalis dominan bisa menimbulkan afasia motorik primer (akibat lesi
anterior), afasia sensorik primer (akibat lesi posterior dan meng-akibatkan agrafia dan alexia),
apraksia motorik, sindrom Gerstmann (diskalkulia, agrafia, agnosia jari-jemari serta
disorientasi kanan-kiri), agnosia taktil bilateral dan agnosia visual (akibat lesi parieto-
oksipital).Lesi lobus parietal non-dominan dapat menyebabkan anosognosia,
hemisomatognosia, apraksia berpakaian dan prosopagnosia.

Lobus Occipitalis
Gambaran sindrom lobus occipitalis meliputi hemianopia homonimus kontralateral, skotomata
dan simultanagnosia. Lesi bilateral dapat menyebabkan buta kortikal. Lesi lobus occipitalis
dominan bisa menyebabkan aleksia tanpa agrafia, agnosia warna dan agnosia objek visual,
agnosia visuospatial, prosopagnosia, metamorfopsia (distorsi pencitraan) dan halusinasi visual
kompleks lebih sering ditemukan pada lesi non-dominan.

Corpus Callosum
Hendaya kecerdasan berat dan akut dapat terjadi. Jika meluas ke bagian lain susunan saraf
pusat, tanda-tanda neurologis terkenanya lobus frontalis, lobus parietalis atau diencephalon
juga muncul.Bagi pasien dengan hemisfer kiri dominan, hilangnya kontak antara pusat bicara
hemisfer dominan dengan hemisfer non-dominan bisa mengakibatkan apraksia sisi-kiri
terhadap perintah verbal dan astereognosis tangan kiri.8

Diencephalon dan Batang Otak


Gambaran khas lesi linea mediana meliputi sindrom amnesik, hipersomnia, dan mutisme
akinetik.Hendaya kecerdasan, atau terkadang demensia dengan progresivitas cepat bisa
terlihat. Perubahan kepribadian seperti yang terjadi pada lesi lobus frontalis, kecuali hilangnya
6
tilikan, jarang terjadi. Dapat timbul gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Penekanan
pada chiasma opticum dapat menyebabkan defek lapangan pandang visual. Lesi thalamic bisa
menyebabkan hipalgesia terhadap stimulus nyeri dan gangguan sensorik mirip yang terlihat
pada sindrom lobus parietalis. Lesi hipotalamik dapat menyebabkan polidipsia, poliuria,
peningkatan suhu tubuh, obesitas, amenore, atau impotensi serta perubahan kecepatan
perkembangan seksual pada anak-anak. Lesi hipofisis dapat menyebabkan berbagai gangguan
endokrin. Lesi pada batang otak dapat menyebabkan palsi nervi craniales dan gangguan traktus
fungsi sensorik dan motorik yang panjang.1,2

 Delirium

Delirium adalah sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak kausa yang semuanya
mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran dan gangguan
kognitif pasien. Sebagian besar kausa delirium muncul dari luar system saraf pusat, contohnya
pada gagal ginjal atau hati.3,4,5
Delirium ditandai oleh disfungsi psikologis menyeluruh yang akut dengan kadar yang
naik-turun. Dalam revisi DSM-IV-TR edisi ke-4, delirium ditandai oleh gangguan kesadaran
serta perubahan kognisi yang timbul dalam waktu singkat. Gejala penanda delirium yang utama
adalah hendaya kesadaran, biasanya terjadi pada hendaya fungsi kognitif secara menyeluruh.
Persepsi abnormal (ilusi dan/atau halusinasi), perubahan mood (ansietas, labilitas atau mood
depresif) dan perilaku merupakan gejala yang sering dijumpai, sedangkan tremor, asteriksis,
nistagmus, inkoordinasi, dan inkontinensia urin adalah gejala neurologis yang umumnya
ditemui.2,4 Secara klasik, delirium memiliki awitan mendadak (dalam hitungan jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, serta perbaikan cepat bila factor kausatif
diidentifikasi serta dieliminasi, namun gambaran khas ini dapat bervariasi secara individual.
Dokter harus dapat mengenali delirium untuk mengidentifikasi dan mengatasi kausa
yang mendasari serta mencegah timbulnya komplikasi akibat delirium. Komplikasi tersebut
meliputi cedera aksidental akibat kesadaran pasien yang berkabut atau hendaya koordinasi atau
karena pasien yang berkabut atau hendaya koordinasi atau karena penggunaan alat pengekang
4
yang tidak perlu.

7
Epidemiologi
Delirium bisa terjadi pada pasien yang menderita penyakit fisik, terutama pasien yang
dirawat inap:2

 Bangsal penyakit umum dan bedah, delirium terjadi sekitar 10%


 Unit perawatan intensif bedah: 20 - 30%
 Pasien dengan luka bakar berat: sekitar 20%.
 Pasien AIDS : 30 - 40%.

Menurut DSM-IV-TR, prevalensi delirium pada satu titik waktu pada populasi umum
adalah 0,4 persen untuk orang berusia 18 tahun ke atas dan 1,1 persen pada usia 55 tahun ke
atas. 4,5

Etiologi
Delirium bisa terjadi akibat keracunan, putus zat psikoaktif, penyebab intrakranial,
endokrinopati, gangguan metabolik, infeksi sistemik, dan pascabedah.1,2 Perincian dari semua
penyebab ini, termasuk penggunaan zat psikoaktif akan diuraikan dalam tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Penyebab delirium 1,2


Obat-obatan dan alkohol Toksisitas obat-obat antimuskarinik (antikolinergik),
antikonvulsan, anihipertensi, ansiolitik-hipnotik, glikosid
jantung, cimetidine, insulin, levodopa, opiat, senyawa
salisilat, steroid; racun industri (misalnya pelarut organik
dan logam berat); keracunan karbon monoksida.
Penyebab intracranial Infeksi - ensefalitis, meningitis
Cedera kepala
Perdarahan subaraknoid dan lesi desak ruang- misalnya
tumor otak, abses, hematoma subdural, epilepsi dan
kondisi pasca-iktal, putus obat dan alkohol - putus obat
ansiolitik-sedatif, amphetamine
Gangguan metabolik & endokrin Endokrinopati - penyakit Addison, sindrom Cushing,
hiperinsulinisme, hipotiroidisme, hipertiroidisme,
hipopituitarisme, hipoparatiroidisme,
hiperparatiroidisme.

8
Gagal hati, gagal ginjal, gagal napas, gagal jantung, gagal
pankreas.
Hipoksia
Hipoglikemia
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan metabolisme - sindrom karsinoid, porfiria,
Defisiensi vitamin - tiamin, asam nikotinat, folat, vitamin
B12

Diagnosis dan Gambaran Klinis


Sindrom delirium selalu disebabkan oleh satu atau lebih penyakit sistemik atau serebral yang
mempengaruhi fungsi otak. Gambaran inti delirium meliputi terganggunya kesadaran seperti
penurunan kesadaran; terganggunya atensi yang dapat mencakup berkuragnya kemampuan
memfokuskan, mempertahankan, atau mengalihkan atensi; hendaya dalam bidang fungsi
kognitif lain, yang dapat bermanifestasi sebagai disorientasi (khususnya terhadap waktu dan
tempat) dan penurunan memori; awitan yang relatif cepat (biasanya dalam hitungan jam atau
hari); durasi singkat (biasanya selama beberapa hari atau minggu); dan seringkali fluktuasi
keparahan serta manifestasi klinis lain yang nyata dan tak dapat diramalkan terjadi sepanjang
hari, kadang memburuk di malam hari (senja) dengan kisaran dari periode yang jelas hingga
hendaya kognitif serta disorganisasi yang cukup parah.
Gambaran klinis terkait sering muncul dan dapat menjadi prominen. Gambaran tersebut
meliputi disorganisasi proses pikir (berkisar dari tangensialitas ringan hingga inkoherensi
nyata), gangguan persepsi seperti ilusi dan halusinasi, hiperaktivitas dan hipoaktivitas
psikomotor, gangguan siklus tidur-bangun (manifestasi yang sering berupa tidur yang
terfragmentasi di malam hari, dengan atau tanpa rasa kantuk di siang hari), peribahan mood
(dari iritabilitas halus sampai disforia, ansietas, atau bahkan eforia yang nyata), serta
manifestasi lain dari fungsi neurologis yang terganggu (contohnya hiperaktivitas atau
instabilitas otonom, hentakan mioklonik, dan disartria). Elektroensefalogram (EEG) biasanya
menunjukkan perlambatan difus aktivitas latar, meski pasien dengan delirium akibat putus
alcohol atau hipnotik-sedatif memiliki aktivitas voltase-rendah yang cepat.4
Jika diringkas gambaran delirium meliputi yang berikut ini:

9
 Gangguan kesadaran. Tingkat kesadaran berfluktuasi sering memburuk di malam
hari.
 Perubahan mood. Pasien mungkin cemas, perpleksi, agitasi atau depresi, disertai afek
yang labil.
 Persepsi abnormal. Ilusi sepintas, halusinasi visual, auditorik, serta taktil bisa terjadi.
 Gangguan kognitif. Disorientasi waktu dan tempat, konsentrasi buruk, dan gangguan
pembelajaran hal baru, registrasi, retensi dan pengingatan kembali (recall) bisa terjadi.
Gangguan bahasa juga bisa terjadi.
 Perjalanan sementara. Gangguan timbul dalam jangka waktu pendek (biasanya
beberapa jam hingga beberapa hari) dan cenderung berfluktuasi.1

Diagnosis Banding

1. Delirium Versus Demensia


Sejumlah gambaran klinis dapat membantu membedakan delirium dengan
demensia.Bertentangan dengan awitan delirium yang mendadak, awitan demensia
biasanya perlahan.Meski keduanya mencakup hendaya kognitif, perubahan pada
demensia lebih stabil degan berjalannya waktu dan contohnya tidak berfluktuasi
sepanjang hari.Seorang pasien demensia biasanya waspada, seorang pasien delirium
mengalami episode penurunan kesadaran.Kadang-kadang, delirium dapat terjadi pada
pasien demensia, suatu kondisi yang dikenal sebagai demensia berkabut.Diagnosis
delirium dapat ditegakkan bila terdapat riwayat pasti demensia yang telah ada
sebelumnya.3,4
2. Delirium Versus Skizofrenia atau Depresi
Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Psien
dengan gangguan yang dibuat-buat dpat mencoba meniru gejala delirium namun
biasanya akan menampakkan sifat gejala yang hanya buatan berupa inkonsistensi
pemeriksaan status mental dan EEG dapat degan mudah membedakan kedua diagnosis
tersebut. Beberapa pasien gangguan psikotik, biasanya skizofrenia atau episode manik,
mungkin mengalami periode perilaku sangat kacau yang sulit dibedakan dari
delirium.Namun, umumnya halusinasi dan waham pada pasien skizoferenia lebih
konstan dan lebih teratur dibandingkan pasien delirium.Pasien skizofrenia biasanya
tidak mengalami perubahan tingkat kesadaran atau orientasi. Pasien delirium dengan
gejala hipoaktif mungkin akan tampak serupa dengan pasien depresi berat namun dapat

10
dibedakan berdasarkan EEG. Diagnosis psikiatri lain yang patut dipertimbangkan
sebagai diagnosis banding delirium adalah gangguan psikotik singkat, gangguan
skizofreniform, dan gangguan disosiatif. 3,4

Penatalaksanaan dan Prognosis


Pemeriksaan penunjang yang seksama dilakukan untuk menentukan penyebab yang mendasari
delirium, baru kemudian diobati.Pada kasus seperti ini, episode delirium biasanya berlangsung
selama seminggu, walaupun bisa juga berlangsung selama sebulan.Prognosisnya sesuai dengan
penyebab yang mendasarinya.
Perawatan yang baik dan tenang diperlukan, lebih baik bila dalam satu ruangan yang
tenang. Secara umum, pasien delirium harus dipastikan mendapat cairan dan efektrolit yang
cukup. Sifat kondisi ini perlu dijelaskan pada pasien untuk meyakinkan dan mengurangi efek
ilusi, halusinasi dan/atau waham (yang mungkin bersifat kejar). Efek disorientasi dapat
dikurangi dengan, misalnya, membiarkan pasien mengetahui waktu (jam), memasang televisi
dalam kamar dan memperkenankan adanya pengunjung. Pada malam hari, penerangan
sebaiknya sedikit redup, cukup untuk orientasi tempat, tetapi tidak sampai mengganggu
kebutuhan tidur yang banyak.
Pada pasien yang amat gelisah, cemas atau takut, haloperidol oral atau intramuskular
bisa diberikan; bila terdapat gagal hati, benzodiazepine bisa digunakan.Benzodiazepine juga
bisa diberikan untuk efek hipnotiknya di malam hari.1

 Demensia

Demensia adalah berkurangnya kognisi pada tingkat kesadaran yang stabil. Sifat hendaya yang
persisten dan stabil membedakan demensia dengan sifat gangguan kesadaran dan deficit yang
berfluktuasi pada delirium.3,4,5
Demensia ditandai oleh disfungsi psikologis menyeluruh, fungsi luhur tanpa gangguan
kesadaran.Pada demensia yang berat, fungsi luhur yang terkena meliputi fungsi memori,
berpikir, orientasi, pemahaman, kemampuan berhitung, kemampuan belajar, bahasa dan
memutuskan.Demensia adalah gangguan yang didapat dan biasanya kronik atau progresif,
walaupun terkadang reversibel.Pada kebanyakan penderita, penyebabnya (misalnya penyakit
Alzheimer) sampai saat ini tidak dapat diobati.
Hendaya fungsi luhur yang disebut di atas, yang bergabung membentuk gambaran
kardinal demensia, bisa didahului, atau lebih sering diikuti, oleh hendaya:
11
 Pengendalian emosi: cemas, mood yang labil, depresi.
 Perilaku sosial: gelisah, berperilaku tidak pantas, seperti mengutil (shoplifting), tidak
dapat mengendalikan perilaku seksual.
 Motivasi: pasien terpuruk ke dalam satu rutinitas yang kaku, disertai hilangnya minat
pada kegiatan baru dan berkurangnya motivasi; pasien tidak dapat mengatasi keadaan
stres sehingga menjadi amat agitatif, marah atau putus asa (hal ini dikenal sebagai
reaksi katastrofik).1,6

Fungsi Luhur
Fungsi luhur yang mungkin terganggu pada demensia termasuk:

 Memori. Registrasi, penyimpanan, dan pemunculan kembali informasi baru biasanya


terganggu; lupa merupakan gambaran yang khas; ketika kondisi demensia makin
memburuk, memori jangka panjang malah lebih baik dibandingkan dengan memori
jangka pendek; hal ini bisa mengakibatkan timbulnya konfabulasi. Pada demensia berat
yang lebih lanjut lagi, memori jangka panjang juga terganggu, misalnya, pasien tidak
lagi ingat nama pasangan dan anaknya.
 Berpikir dan memutuskan. Kemampuan berpikir menjadi lebih lamban, disertai
menurunnya aliran gagasan dan hendaya konsentrasi; kemampuan mempertimbangkan
telah terganggu sejak dini dan mengakibatkan insight yang buruk; pikiran paranoid dan
ide-ide referensi sering timbul dan bisa berkembang menjadi waham.
 Orientasi. Disorientasi waktu, yang mungkin terdapat pada demensia dini, terjadi pada
hampir semua kasus demensia lanjut dan terjadi sebelum disorientasi tempat dan orang.
 Pemahaman dan kemampuan belajar. Kemampuan otak untuk memproses informasi
yang masuk menjadi terganggu.
 Berhitung. Keterampilan kognitif ini biasanya terganggu sejak awal pada demensia.
 Bahasa. Hendaya bahasa bermanifestasi dalam bentuk kesulitan menemukan kata yang
tepat dan berkurangnya kosakata fungsional dalam percakapan; lebih banyak
menggunakan kata-kata klise dan frase; konkretisasi; pembentukan kalimat yang makin
memburuk dan perseverasi (misalnya ekolalia). Pemeriksaan seksama mungkin
diperlukan untuk menemukan afasia nominal (misalnya dengan meminta pasien
menyebutkan nama benda), yang mungkin tidak begitu jelas.1,5

Untuk menemukan gambaran klinis di atas, pemeriksaan status mental secara rinci, termasuk
penilaian kognitif lengkap, dan meraih informasi lebih lanjut dari narasumber perlu dilakukan.

12
Di bawah ini adalah tabel 3 yang memperlihatkan perbandingan gambaran delirium
dengan demensia.

Tabel 3.Perbandingan Gambaran Delirium dengan Demensia.1


Delirium Demensia
Awitan akut Awitan bertahap dan tersembunyi
(insidious)
Disorientasi, kebingungan, ansietas,
perhatian buruk
Kesadaran berkabut/terganggu, misalnya Kesadaran jernih
mengantuk
Abnormalitas persepsi (ilusi, halusinasi) Gangguan global fungsi serebral (misalnya
gangguan intelektual, memori terkini, dan
hilangnya kepribadian yang selanjutnya
menyebabkan kelainan perilaku)
Gagasan-gagasan paranoid/waham (istilah
delirium kadang hanya digunakan bila ada
waham dan/atau halusinasi)
Perjalanan berfluktuasi disertai adanya iocid Perjalanan progresif (perjalanan static pada
interval cedera kepala dan kerusakan otak)
Reversible Ireversibel

Epidemiologi
Prevalensi demensia meningkat dengan meningkatnya usia. Di negara Barat, demensia
mengenai sedikitnya 5% penduduk berusia lebih dari 65 tahun, dan 10% mereka yang berusia
80 tahun ke atas. Meningkatnya harapan hidup manusia, disertai angka kelahiran bayi yang
rendah pada negara maju, meningkatkan populasi lanjut usia. Demensia diperkirakan akan
berdampak peningkatan pengeluaran negara, kecuali jika terapi yang efektif dan/atau upaya
pencegahan terhadap penyebab yang terpenting telah ditemukan dan diterapkan.1

13
Etiologi
Penyakit Alzheimer dan demensia vaskular (termasuk multi-infark) bersama-sama
menyebabkan sekitar tiga per-empat kasus demensia. Penyebab tersebut akan dibahas lebih
rinci dalam bagian ini, bersama dengan penyebab spesifik lainnya: demensia badan Lewy,
demensia frontotemporal, penyakit Pick, penyakit Huntington (korea), penyakit Creutzfeldt-
Jakob, dan hidrosefalus bertekanan normal. Gangguan lain yang bisa mengakibatkan demensia,
contohnya penyakit Parkinson.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 4 tentang
penyebab demensia.1

Tabel 4. Penyebab demensia 1


Penyakit degenerative susunan saraf pusat Penyakit Alzheimer
Penyakit Pick
Penyakit Huntington (atau Korea)
Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Hidrosefalus normotensif
Penyakit Parkinson
Skerosis Multipel
Penyakit badan Lewy (Lewy body)
Penyebab intracranial Lesi desak ruang-tumor, hematoma subdural
kronik, abses kronik, aneurisma
Infeksi-ensefalitis, meningitis, neurosifilis,
AIDS dan kompleks terkait-AIDS (ARC),
sarkoidosis serebral
Trauma-cedera kepala, punch-drunk
syndrome
Gangguan metabolic dan endokrin Endokrinopati- penyakit Addison, sindrom
Cushing, hiperinsulinisme, hipotiroidisme,
hipopituitarisme, hipoparatiroidisme,
hiperparatiroidisme
Gagal hati, gagal ginjal, gagal napas
Hipoksia
Dialysis ginjal
Uremia kronik

14
Ketidakseimbangan elektrolit kronik-
hipokalsemia, hioerkalsemia, hipokalemia,
hiponatremia, hipernatremia
Porfiria
Degenerasi hepatolentikular (penyakit
Wilson)
Defisiensi vitamin-tiamin, asam nikotinat
dan folat, vit B12
Intoksikasi vitamin-vitamin A, vitamin D
Penyakit Paget
Efek jauh dari karsinoma atau limfoma
Penyebab vascular Demensia multi-infark
Penyumbatan arteri serebral
Arteritis cranial
Malformasi arteriovenosa
Penyakit Binswanger
Intoksikasi Alcohol
Logam berat-timbal, arsenic, raksa, thallium
karbonmonoksida
Putus obat atau alcohol-putus obat sedative-
ansiolitik, amphetamine

a. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan penyebab demensia yang paling sering pada orang yang
berusia di atas 65 tahun. Perubahan patologis yang sama terjadi baik pada senilis (awitan di
atas usia 65 tahun) maupun pada bentuk yang prasenilis (awitan di bawah 65 tahun). Fragmen
asam amino 39-43 dari prekursor protein β-amiloid (APP), protein β-amiloid (Abeta),
tertimbun di parenkim otak untuk membentuk lesi khas yang menyebabkan penyakit
Alzheimer.1

15
Gambaran Patologis
Secara makroskopis, terdapat atrofi menyeluruh pada otak, yang menyusut disertai pelebaran
sulkus dan pembesaran ventrikel.Atrofinya paling mencolok di daerah lobus frontal dan
temporal.
Secara histologis, terdapat kehilangan neuron, penyusutan cabang dendrit dan
astrositosis reaktif pada korteks cerebelli. Gambaran neuropatologis lainnya adalah berupa
kekusutan neurofibril yang berlebihan, khususnya pada korteks cerebelli; adanya plak neuritik
dengan pewarnaan perak (dahulu dikenal sebagai plak senilis); degenerasi granulovakuolar,
terutama di lapisan piramidal tengah hipokampus; dan badan inklusi neuronal intrasitoplasmik
filamentosa berbentuk batang eosinofilik yang dikenal sebagai badan Hirano. Kekusutan
neurofibril merupakan struktur neuropatologis perikarion neuronal yang sangat tidak larut dan
mengalami pewarnaan perak, yang tersusun dari segumpalan tebal neurofibril.Jumlah untaian
neurofibril serta plak neuritik berhubungan dengan derajat gangguan kognitif.
Pemeriksaan mikroskop elektron mengungkapkan bahwa tiap plak neuritik
mengandung inti amiloid yang terbuat dari Abeta.Neurit abnormal mengelilingi amiloid. Gen
pengode Abeta telah di-klon dan diletak-kan pada lengan panjang kromosom 21, tetapi tidak
sama dengan gen penyakit Alzheimer, meskipun terkait erat dengan lokus kromosom 21 untuk
bentuk penyakit Alzheimer familial.
Secara biokimiawi, terdapat penurunari aktivitas enzim asetilkolinesterase dan kolin
asetiltransferase pada otak pasca-kematian.Kedua enzim ini terlibat secara berturut-turut dalam
metabolisme dan biosintesis neurotransmiter asetilkolin. Perubahan biokimiawi lainnya yang
pernah dilaporkan termasuk menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin, GABA (γ-asam
aminobutirat) dan noradenaline di otak.1

Gambaran Klinis
Penyakit Alzheimer lebih sering pada perempuan dan pada mereka yang mempunyai riwayat
keluarga menderita:

 Penyakit Alzheimer
 Sindrom Down
 Limfoma

Alzheimer biasanya muncul disertai hilangnya memori. Gambaran klinis lainnya dapat
meliputi: apati, atau mood yang labil; hendaya fungsi intelektual progresif; kehilangan
kepribadian progresif; gambaran khas disfungsi lobus parietal; gambaran paranoid;

16
parkinsonisme; tanda cermin, yaitu individu gagal mengenali bayangan dirinya; gangguan daya
bicara seperti logoklonia dan ekolalia; epilepsi; dan beberapa aspek sindrom Klüver-Bucy,
termasuk hiperoralitas, hiperseksualitas, hiperfagia dan plasiditas.
Penderita sindrom Down cenderung menunjukkan gambaran klinis dan neuropatologi penyakit
Alzheimer saat mencapai usia 40-an tahun. Hal ini mungkin terkait fakta bahwa sindrom Down
terjadi akibat trisomi 21.1

Tabel 5. Perbandingan Penyakit Pick dan Alzheimer1


Penyakit Pick Penyakit Alzheimer
Konsep ruang dan waktu Dipertahankan hingga parah Disorientasi dini, kesulitan
berpakaian & memegang
Kehilangan ingatan Lambat Cepat (Dini)
Disfasia Nominal-mutistik Ekspresif & reseptif-miskin
kata atau cerewet
Kepribadian & mood Egosentrik Tidak khas
Rigid (stereotipik) Antusias terhadap rapport
Keras kepala emosi
Manifestasi psikotik Tidak pernah Halusinasi auditorik &
visual, gagasan paranoid
Fisik Jarang Epilepsy
Kurus—tahap lanjut
Gejala ekstrapiramidal + -
Apraksia gaya berjalan - +
Hiperalgesia + -
EEG Normal α - θ menurun

b. Demensia Vaskular (Multi-Infark)

Demensia multi-infark juga dikenal sebagai demensia arteriosklerotik dan merupakan


gangguan iskemik yang disebabkan oleh infark serebri mutipel.Luasnya infark cerebri
menentukan derajat kerusakan kognitif.Keadaan ini disebabkan hipertensi kronik dan
arteriosklerosis.

17
ICD-10 menggolongkan demensia multi-infark di bawah demensia vaskular.Dalam
praktik, istilah demensia vaskular biasanya dimaksudkan sebagai demensia multi-infark.1

Gambaran Patologis
Secara makroskopis, terdapat infark cerebri multipel, atrofi otak lokal atau menyeluruh
yang mengakibatkan pelebaran ventrikel dan adanya perubahan arteriosklerotik pada arteri-
arteri besar. Pada sebagian besar kasus yang disertai adanya hendaya kognitif, volume infark
lebih besar dari 50 ml. Volume infark lebih dari 100 ml lebih cenderung diakibatkan demensia.
Perubahan histologis infark dan iskemia biasanya terlihat.1

Tabel 6. Perbandingan Gambaran Penyakit Alzheimer dengan Demensia Vaskular1


Penyakit Alzheimer (d/h Demensia vascular (d/h
demensia senilis) demensia arteriosklerotik)
Usia awitan Biasanya setelah 65 tahun Biasanya setelah 40 tahun
Jenis kelamin Lebih sering pada Lebih sering pada laki-laki
perempuan
Perjalanan penyakit Progresif “seperti tangga”
Hendaya tilikan, intelegensi Dini Lambat
dan kepribadian
Gejala somatic Tidak ada Ada
Tanda fisik Jarang dan lambat Sering ada, mis., tanda
neurologic fokal

Gambaran Klinis
Demensia multi-infark lebih sering terjadi pada laki-laki, dan biasanya terdapat riwayat
dan gambaran klinis hipertensi. Awitan biasanya akut, dengan puncak pada usia sekitar 60-70
tahun, dan mungkin diakibatkan cedera serebrovaskular. Gambaran klinis lain meliputi:
kemunduran bertahap; gambaran neuro-logis fokal, kebingungan nokturnal; kejang; hendaya
kognitif yang timbul-hilang; inkontinensia emosional dan mood rendah. Kematian akan terjadi
rata-rata 4-5 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Penyebab kematian tersering ialah penyakit
jantung iskemik (kira-kira 50%), infark cerebri, dan komplikasi ginjal.Untuk lebih mengerti

18
mengenai perbedaan penyakit Alzheimer dengan demensia vascular dapat dilihat dalam tabel
5 di bawah ini.1

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Perjalanan penyakit demensia yang klasik adalah awitan pada pasien berusia 50-an atau
60-an tahun, dengan perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun, yang akhirnya berujung
kematian. Rata-rata ekspektasi angka harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer adalah sekitar 8 tahun dengan kisaran antara 1 sampai 20 tahun. Pada suatu studi
terkini terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, median waktu bertahan hidup adalah 3,5
tahun.

Perjalanan penyakit demensia yang paling sering diawali dengan sejumlah tanda samar
yang mungkin, pada mulanya, diacuhkan baik oleh pasien maupun orang terdekat pasien.
Awitan gejala yang bertahap paling sering dikatikan dengan dementia tipe Alzheimer,
demensia vascular, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolic.Sebaliknya, awitan
demensia akibat trauma kepala, henti jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis mungkin
mendadak.Penderita demensia mungkin menjadi sensitive terhadap penggunaan
benzodiazepine atau alcohol, yang dapat memicu perilaku agitatif, agresif, atau piskotik.Pada
stadium terminal demensia, pasien seolah menjadi cangkang, hampa, dari dirinya yang dulu-
sangat terdisorientasi, inkoheren, amnestic, serta mengalami inkotinensia uri dan alvi.

Perjalanan penyakit demensia bervariasi dari progresi mantap (biasanya terlihat pada
demensia tipe Alzheimer) hingga demensia menjadi semakin parah (biasanya tampak pada
demensia vascular) sampai demensia yang stabil (demensia yang terkait dengan trauma
kepala). Dengan penanganan psikososial dan farmakologis, gejala demensia dapat berjalan
secara lambat untuk sesaat atau bahkan sedikit menyurut.3,4,9

Pengobatan

Langkah pertama pengobatan demensia adalah verifikasi diagnosis. Diagnosis yang


akurat mutlak ditentukan karena progresi penyakit dapat dihentikan atau bahkan dibalik bila
diberikan terapi yang tepat. Tindakan preventif penting dilakukan terutama pada demensia
vascular mencakup perubahan diet, olahraga, serta pengendalian diabetes dan hipertensi.
Pengendalian tekanan darah harus bertujuan mencapai batas yang lebih tinggi dari kisaran
normal seperti yang ditunjukkan melalui perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia

19
vascular. Tekanan darah dibawah kisaran normal terbukti mengakibatkan hendaya fungsi
kognitif lebih jauh dari pasien demensia. Pengangkatan plak karotis melalui pembedahan dapat
mencegah perisitiwa vaskuler. Pendekatan pengobatan pada pasien demensia secara umum
adalah memberikan pelayanan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarga,
serta terapi farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk perilaku yang mengganggu.3,4

Terapi Psikososial

Pasien sering diuntungkan melalui psikoterapi suportif dan edukasional yang


menjelaskan secara gambling sifat dan perjalanan penyakit mereka. Area fungsi yang masi
intak sebaiknya dimaksimalisasi dengan cara membantu pasien melalui mengenali aktifitas
yang memungkinkan fungsinya berjalan dengan baik. Pengkajian psikodinamik terhadap
fungsi ego defektif dan keterbatasan kognitif juga sangat berguna.Intervensi psikodinamik
dengan anggota keluarga pasien demensia dapat sangat membantu.3,4

Farmakoterapi

Klinisi dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan anxietas, anti depresan
untuk depresi, dan obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, namun harus waspada akan
kemungkinan efek idiosinkratik obat pada lansia. Secara umum, obat dengan aktifitas
antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindari.

Donepezil (Aricept), rivastigminn (Exelon), galantamin (reminyl), dan takrin (cognex)


adalah penghambat kolin esterase yang digunakan dalam pengobatan hendaya kognitif ringan
sampe sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut mengurangi inaktifasi
neurotransmitter asetil kolin sehingga menghasilkan perbaikan sedang pada memori dan
pemikiran yang bertujuan. Obat-obat tersebut paling berguna untuk penderita yang mengalami
hilang memori ringan sampai sedang yang masih memiliki cadangan neuron kolinergik di basal
otak depan yang cukup dapat mengambil ken=untungan augmentasi neurotransmisi kolinergik.

Donepezil ditoleransi dengan baik dan dipergunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensi hepatotoksisitasnya. Data yang tersedia mengenai rifasstigmin dan
galantamin lebih sedikit yang tampaknya cenderung menimbulkan efek samping
gastrointestinal dan neuropsikiatri daripada donepezil.3,4

20
Penyebab Disfungsi Psikologi Spesifik
Bagian ini membahas: sindrom amnesik (atau amnestik); gambaran klinis gangguan fokal
serebral; penyebab organik halusinasi (halusinosis organik); gejala katatonik (gangguan
katatonik organik); waham (waham organik atau gangguan lir-skizofrenia); gangguan afektif
(gangguan mood organik); ansietas (ganggguan ansietas organik); dan perubahan kepribadian
(gangguan kepribadian organik), bersama dengan gejala psikologis dan psikiatrik yang
disebabkan oleh gangguan organik spesifik.

 Sindrom Amnesik

Gangguan amnestik adalah terganggunya kemampuan mempelajari dan mengingat


informasi baru secara didapat, disertai ketidakmampuan mengingat pengetahuan yang telah
dipelajari sebelumnya atau peristiwa masa lalu.3,4 Sindrom amnesik (atau amnestik, dismnesik,
dismnestik atau Korsakov) ditandai oleh hendaya yang menonjol memori baru dan lama, tetapi
dengan daya ingat segera yang tetap utuh, tanpa gangguan kognitif menyeluruh.1 Diagnosis
gangguan amnestik tidak ditegakkan apabila hendaya memori terjadi karena menurunnya
kemampuan mempertahankan dan mengalihkan atensi, seperti yang dijumpai pada delirium,
atau terkait problem fungsioal yang signifikan akibat terganggunya kemampuan intelektual
multiple, seperti pada demensia. 3,4,9 Dua tipe amnesia berikut terjadi:

 Amnesia retrograd- ketidakmampuan patologis untuk mengingat peristiwa yang


terjadi sebelum awitan penyakit.
 Amnesia anterograd- ketidakmampuan patologis untuk menyimpan memori baru
setelah awitan penyakit. 1

Etiologi
Penyebab tersering di Dunia Barat ialah defisiensi vitamin thiamine karena penyalahgunaan
alkohol.1 Penyebab sindrom amnestic yang dijabarkan di bawah pada tabel 7.

Patologi
Penyebab yang khasnya mengenai baik sistem hipotalamik-diensefalik maupun regio
hipokampus bilateral otak.Contohnya, bila penyebabnya adalah neoplasia cerebri, tumor
tersebut biasanya mengenai ventrikel III (mengenai sistem hipotalamik-diensefalik) atau kedua
daerah hipokampus.1

21
Gambaran klinis
Amnesia anterograd ditandai oleh ketidakmampuan belajar dan disorientasi waktu.Bila
patologi yang mendasari membaik, luasnya amnesia anterograd juga bisa
berkurang.Konfabulasi, yaitu terisinya secara tak sadar celah dalam memori oleh memori
palsu, sering menjadi gambaran. Fungsi kognitif lain biasanya normal, demikian pula
persepsi.Perjalanan penyakit dan prognosis bergantung pada patologi primernya; bila hal itu
dapat diobati, pemulihan sempurna gangguan memori bisa terjadi. 1

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Kausa spesifik gangguan amnestik menentukan perjalanan penyakit dan prognosis bagi
seorang pasien. Awitan dapat mendadak atau berangsur-angsur, gejala dapat bersifat sementara
atau persisten, dan hasil akhir dapat berkisar dari tidak ada perbaikan hingga penyembuhan
sempurna. Gangguan amnesik sementara dengan penyembuhan sempurna lazim pada epilepsy
lobus temporal, ECT, konsumsi obat seperti golongan benzodiazepine dan barbiturate, serta
resusitasi henti jantung.Sindrom amnestic permanen, dapat terjadi setelah trauma kepala,
keracunan karbon monoksida, infark serebri, perdarahan subarachnoid, dan ensefalitis herpes
simpleks.1,9

Tabel 7. Penyebab sindrom amnesik1


Defisiensi thiamine (vitamin B1) Penyalahgunaan alcohol kronik
Malabsorpsi – lesi lambung (mis., karsinoma
gaster), duodenum, atau jejunum
Hiperemesis
Kelaparan
Intoksikasi Logam berat-timbal, arsenikum
Karbon monoksida
Penyebab intracranial Cedera kepala
Tumor otak yang mengenai ventrikel III atau
formation hippocampi
Kerusakan hippocampus bilateral—mis.,
pascabedah saraf atau lesi vascular
Pendarahan subaraknoid

22
Infeksi-ensefalitis herpes simpleks,
meningitis tuberkulosa
Epilepsy
Hipoksia Kecelakaan anastesi
Asfiksia—mis., strangulasi yang tidak
mematikan, gantung diri
Penyakit Alzheimer

Pengobatan
Pendekatan primer pengobatan gangguan amnestik adalah mengatasi kausa yang mendasari.
Pada pendekatan yang sensitif, klinisi membantu pasien menerima keterbatasan kognitif
mereka dengan memajankan deficit tersebut sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu.
Evaluasi mengenai gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya, seperti gangguan
kepribadian ambang, antisosial, dan narsistik, sebaiknya menjadi bagian dari pengkajian
keseluruhan; banyak pasien dengan gangguan kepribadian menempatkan dirinya dalam situasi
yang mempredisposisikan dirinya terhadap cedera. Ciri kepribadian ini dapat menjadi bagian
penting dalam psikoterapi psikodinamik.1,9,10

23
Kesimpulan
Gangguan mental organik merupakan jenis gangguan sekunder yang cukup sering dijumpai
dalam klinik. Kondisi ini begitu penting karena dibutuhkan kecermatan dan ketelitian dalam
menegakkan diagnosis. Seringkali disebut sebagai gangguan kognitif karena mempunyai
gambaran kelainan yang mirip terutama dalam fungsi kognitif seperti daya ingat, bahasa, dan
perhatian; dimana yang termasuk di dalamnya adalah delirium, demensia, dan gangguan
amnesik.
Terapi yang diperlukan adalah mengatasi penyakit yang mendasarinya, termasuk
evaluasi apabila pasien telah diketahui mengalami riwayat gangguan kejiwaan atau kepribadian
sebelumnya, sehingga diharapkan setelahnya ditemukan perbaikan klinis pada pasien dan
peningkatan kualitas hidup. Prognosis masing-masing gangguan mental organik bergantung
kepada sebab yang mendasari, jangka waktu terjadinya gangguan tersebut, maupun jenis
gangguan yang dialami.

24
Daftar Pustaka

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta;
EGC; 2010. h. 52-81.
2. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2011.
h. 92-115.
3. Budiman R, Kusumawardhani AAA. Delirium dan gangguan mental organik lainnya.
Dalam: Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2013. h. 103-16.
4. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry: Behavioral
sciences/clinical psychiatry. 10th ed. Philadephia: Lippincot Williams & Wilkins,
2007. p. 319-72.
5. Departemen Kesehatan RI. PPDGJ III. Cetakan Pertama. 1993.h.49-78.
6. Asosiasi Alzheimer Indonesia. Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer
dan Demensia lainnya. Konsensus Nasional, Edisi I. Jakarta: 2003.
7. Sacktor N, Wong M, Nakasujja N, Skolasky R, Selnes O, Musisi S, et al.
The International HIV Dementia Scale: a new rapid screening test for HIV dementia
AIDS. 2005.
8. Yahya, Sofia, MD. HIV-1 Encephalopathy and AIDS Dementia Complex. Edisi 16 Mei
2005. Diunduh dari: http://www.emedicine.com, 2 April 2014.
9. Mesulam MM. Principles of Behavioral and Cognitive Neurology. 2nd Ed. Oxford:
Oxford University Press; 2002.
10. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa.Surabaya: Airlangga University Press;
2005.h.179-210.

25

Anda mungkin juga menyukai