Anda di halaman 1dari 60

MOBILISASI DINI TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN

POST SECTIO CAESARIA DENGAN INDIKASI PREEKLAMSIA


DENGAN PENDEKATAN OREM DI RUANG MELATI

Disusun untuk memenuhi tugas stase Anak semester I prodi Ilmu Profesi
STIKES dr. Soebandi Jember

Disusun Oleh :
Devi Lestari (17020017)
Fika Novita Sari (17020031)
Hoirul Anam (17020036)
Rivana Zuhro W (17020078)
Victor Radiansyah P (17020091)
Yusroful Miad (17020101)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
TAHUN AKADEMI 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal dialami oleh
seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup di dalam uterus melalui
vagina ke dunia luar ( David T.Y.Liu, 2007 ). Cara persalinan ada dua yaitu
persalinan normal dan persalinan operasi sectio caesarea (SC). Persalinan dengan
sectio caesarea memiliki resiko tinggi karena dilakukan pembedahan dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau insisi trans abdominal uterus,
pasien dengan post operasi sectio caesarea akan merasakan rasa nyeri. Rasa nyeri
merupakan stresor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan dimana
individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang menimbulkan respon
fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum, wajah, denyut
nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan, dan apabila nafas makin berat dapat
menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon psikis akibat
nyeri dapat merangsang respon stres yang dapat mengurangi sistem imun dalam
peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah akan
mengarah pada ancaman merusak diri sendiri (Corwin, 2006).
Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuri, dan
edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya
.Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
perinatal di Indonesia. Sampai sekarang penyakit preeklampsia masih merupakan
masalah kebidanan yang belum dapat terpecahkan secara tuntas. Preeklamsia
merupakan penyakit yang angka kejadiannya di setiap negara berbeda-beda.
Angka kejadian lebih banyak terjadi di negara berkembang dibanding pada negara
maju. Hal ini disebabkan oleh karena di negara maju perawatan prenatalnya lebih
baik.Kejadian preeklampsia dipengaruhi oleh paritas, ras, faktor genetik dan
lingkungan.
Mobilisasi dini adalah upaya untuk mempertahankan kemandirian sedini
mungkin yang merupakan aspek terpenting pada fungsi fisiologis
(Carpenito,2009). Mobilisasi dini pada pasien yang mengalami pembedahan
berguna untuk mencegah tromboemboli, kekakuan otot pembedahan,
melancarkan siklus peredaran darah dan mencegah terjadinya perdarahan
(Manuaba,2004). Sehingga dalam masalah ini diharapkan masalah nyeri pada
pasien post SC dapat diatasi dengan mobilisasi dini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana nyeri sebelum mobilisisasi dini pada pasien post
SC?
1.2.2 Bagaimana nyeri sesudah mobilisisasi dini pada pasien post
SC?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap intensitas nyeri
post operasi sectio caesarea di ruang melati RSUD Dr. Mohamad
Shaleh Probolinggo.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden.
b. Mengetahui intensitas nyeri post operasi sectio caesarea
sebelum mobilisasi dini.
c. Mengetahui intensitas nyeri post operasi sectio caesarea
sesudah mobilisasi dini.
d. Menganalisis beda intensitas nyeri post operasi
sectiocaesarea sebelum dan sesudah mobilisasi dini.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai konstribusi untuk pertimbangan pihak rumah sakit
dalam pembuatan Standar Prosedur Operasional (SPO) mobilisasi
dini post operasi sectio caesarea.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai konstribusi untuk pertimbangan institusi pendidikan untuk
menambah pustaka kepada mahasiswa tentang mobilisisasi dini
post operasi sectio caesarea.
1.4.3 Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai acuan dalam meningkatkan profesionalisme perawat dalam
memberikan pelayanan kepada pasien khususnya dalam
memobilisasi dini post operasi sectio caesarea.
1.4.4 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan
dan manfaat mobilisasi post operasi sectio caesarea
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Sectio Caesaria
a. Pengertian
Sectio Caesaria (SC) adalah suatu tindakan untuk melahirkan
bayi per abdominal dengan melalui insisi pada dinding abdomen
dan dinding uterus interior, biasanya yang sering dilakukan
insisi segmen bawah tranversal (Farrer, 2014). Sectio caesarea
juga didefinisikan sebagai suatu persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut rahim
dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat di atas
500 gram (Mitayani, 2010). Tindakan Sectio caesarea digunakan
bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan pervaginam tidak
mungkin dilangsungkan secara aman (Cunningham, 2013).
b. Tipe-tipe Sectio Caesaria
Menurut Farrer (2012), tipe – tipe sectio
Caesaria adalah :
1. Segmen bawah :
insisi melintang
Pada bagian segmen bawah uterus dibuat insisi
melintang yang kecil, luka ini dilebarkan ke samping
dengan jari-jari tangan dan berhenti didekat daerah
pembuluh-pembuluh darah uterus. Kepala janin
yang pada sebagian besar kasus terletak dibalik
insisi diekstraksi atau didorong, diikuti oleh
bagian tubuh lainnya dan kemudian plasenta serta
selaput ketuban.
2. Segmen Bawah : Insisi Membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan
uterus sama seperti pada insisi melintang. Insisi
membujur dibuat dengan skapel dan dilebarkan
dengan gunting tumpul untuk menghindari cidera
pada bayi.
3. Sectio Caesaria klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan
skapel ke dalam dinding anterior uterus dan
dilebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting
berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar
karena bayi dilahirkan dengan presentasi bokong
dahulu, janin atau plasenta dikeluarkan dan uterus
ditutup dengan jahitan tiga lapis.
4. Sectio Caesaria Ekstra Peritoneal
Pembedahan ekstra peritoneal dikerjakan untuk
menghindari perlunya histerektomi pada kasus-
kasus yang mengalmi infeksi luas dengan
mencegah peritonitis generalisasi yang sering
bersifat fatal.

c. Etiologi
Manuaba (2004) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin.
besar melebihi 4.000 gram. Penyebab Sectio caesarea sebagai
berikut:
1. Chepalo Pelvik Disproportion / CPD
CPD adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. Pre-Eklamsi Berat / PEB
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre- eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.

4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi dari pada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir
yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor
dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba Ubun-Ubun Besar (UUB) yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong
berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki.

d. Patofisiologi
Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan
bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada
dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorkepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa untuk ibu.Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan Sectio Caesarea ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi
port de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan
gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan
anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi
umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan apnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.
Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi
bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap
nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi
ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus
Seperti yang telah diketahui setelah makanan
masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan
bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di
lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas
yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002).
e. Komplikasi Sectio Caesarea
1. Nyeri pada daerah insisi,
2. Perdarahan primer sebagai akibat kegagalan
mencapai homeostatis karena insisi rahim atau akibat
atonia uteri yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa
persalinan,
3. Sepsis setelah pembedahan, frekuensi dari
komplikasi ini lebih besar bila Sectio Caesaria
dilaksanakan selama persalinan atau bila terdapat
infeksi dalam rahim,
4. Cidera pada sekeliling struktur usus besar, kandung
kemih yang lebar dan ureter,
5. Infeksi akibat luka pasca operasi,
6. Bengkak pada ekstremitas bawah,
7. Gangguan laktasi
8. Penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar panggul,
9. Potensi terjadinya penurunan kemampuan fungsional
(Farrer,2006)

2.1.2 Preeklampsia/Eklampsia
1. Pengertian Pre-eklampsia
Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria yang abnormal
yang timbul selama kehamilan, persalinan, atau masa nifas. (Datta,
2009, Hal 117) Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda
hipertensi, edema dan protein urine yang timbul karena kehamilan.
Penyakit ini umumnya timbul dalam triwulan ke-3 kehamilan.
Hipertensi biasanya timbul lebih dulu daripada tanda-tanda lain.
Umumnya untuk menegakkan diagnostik pre-eklampsia, kenaikan
tekanan siskolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang
biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih, Apabila
tekanan diastolik naik hingga 15 mmHg / lebih / mencapai 90 mmHg
atau lebih. Maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan TD
dilakukan minimal 2x dengan jarak 6 jam pada keadaan istirahat.
(Winkjosastro, Hanifa, 2007, Hal 281-282)
2. Patofisiologi Pre-eklampsia
Pada pre-eklampsia, resistensi vaskular perifer meningkat,
menyebabkan tekanan darah meningkat. Curah jantung agak
menurun dan input parasimpatik. Pre-eklampsia menyebabkan
peningkatan reaktivitas vaskular terhadap presor, termasuk
angiotensin II, dan vasospasme merusak pembuluh darah yang
menyebabkan hiposia lokal dan subendotelial menyimpan fibrinogen
dan trombosit (Sinclair, 2009, Hal 107)
3. Etiologi Pre-eklampsia
Penyebab pre-eklampsia saat ini belum diketahui dengan pasti,
walaupun sudah banyak penelitian yang dilakukan terhadap penyakit
ini sudah sangat maju. Semuanya didasarkan pada teori yang
dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah sebabnya preeklampsia
disebut juga “disease of theory”. Adapun teori-teori tersebut antara
lain: (Rukiyah, AI Yeyeh, 2010, Hal 172-174)
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin
(PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivitas
pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin
III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombin
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA 2) dan serotonin,
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak
kembali pada kehamilan selanjutnya. Hal ini dapat diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan selanjutnya.
3. Faktor Genetik
Beberapa bukti yang menyebutkan bahwa peran faktor genetik
pada kejadian PE-E antara lain: (1) Preeklampsia hanya terjadi
pada manusia, (2) terdapat kecenderungan meningkatnya
penderita PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E, (3)
Kecenderungan peningkatan PE-E pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka, (4) Peran
Renin-Angiotensin-Aldosteron Sistem (RAAS)
D. Klasifikasi Preeklampsia
Beberapa sumber mengklasifikasikan preeklampsia dalam 2 kategori
yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat, tetapi ada juga
sumber yang menklasifikasikan preeklampsia dalam 3 kategori yaitu
preeklampsia ringan, sedang dan berat.
1. Preeklampsia Ringan
a) Protein urin positif 1
b) Kenaikan BB > 1Kg/
2. Preeklampsia sedang
a) Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau > 90 mmHg
dengan 2 kali pengukuran berjarak 1jamatau tekanan diastolik
sampai 110mmHg.
b) Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau
mencapai 140 mmHg.
c) Protein urin positif 2, edema umum, kaki, jari tangan danmuka.
d) Kenaikan BB > 1Kg/mgg
3. Preeklampsia berat
a) Tekanan diastolik >110 mmhg
b) Protein urin positif 3
c) Oliguria (urine, 5gr/L)
d) Hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik,terdapat
edema dan sianosis, nyeri kepala, gangguankesadaran
E. Faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali,
kehamilandi usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun.
Faktor resiko yang lain adalah :
1) Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan
2) Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
3) Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
4) Kegemukan
5) Mengandung lebih dari satu orang bayi
6) Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
F. Gejala Pre-eklampsia
Selain bengkak pada kaki dan tangan, protein paad urine dan tekanan
darah tinggi, beberapa wanita hamil yang normal dapat mengalami
pembengkakan pada kaki dan tangan. Gejala preeklamsia yang patut
diwaspadai adalah:
1) Berat badan yang meningka secara drastis akibat dari penimbunan
cairan dalam tubuh
2) Nyeri perut
3) Sakit kepala yang berat
4) Perubahan pada reflex
5) Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali
6) Ada darah pada air kencing
7) Pusing
8) Mual dan muntah yang berlebihan

2.1.3 Nyeri
A. Pengertian
Nyeri merupakan kejadian yang tidak menyenangkan,
mengubah gaya hidup dan kesejahteraan individu. Perawat harus
mengkaji hal-hal berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada
klien (Mulyadi, 2011). Potter dan Perry (2005) menyatakan nyeri
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya, sedangkan menurut Wartonah (2005), nyeri
merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada
setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri
yang dialaminya.

B. Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh trauma, yaitu mekanik,
thermos, elektrik, neoplasma (jinak dan ganas), peradangan,
gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah serta
trauma psikologis.

C. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri menurut beberapa ahli di bawah ini :
1. Nyeri berdasarkan tempatnya
a) Pheriperal pain
Pheriperal pain merupakan nyeri yang terasa pada permukaan
tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit.
Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat
berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila
hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai
menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar (Irman, 2007).
b) Deep pain
Deep pain merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
yang lebih dalam (nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral
(nyeri visceral). Nyeri somatis mengacu pada nyeri yang
berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri.
Stuktur-stuktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga
lokalisasi nyeri sering tidak jelas (Irman, 2007).
c) Reffered pain
Reffered pain merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena
penyakit organ/ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke
bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan dari daerah asal
nyeri misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan
dengan iskemia jantung atau serangan jantung (Irman, 2007).
d) Central pain
Central pain adalah nyeri yang didahului atau disebabkan oleh
lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf perifer (Meliala,
2007).

2. Nyeri berdasarkan sifat


a) Incidental pain
Incidental pain merupakan nyeri yang timbul sewaktu-
waktu lalu menghilang. Incidental ini terjadi pada
pasien yang mengalami nyeri kanker tulang (Meliala,
2007).
b) Steady pain
Steady pain merupakan nyeri yang timbul dan menetap
serta dirasakan dalam waktu yang lama. Pada
distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut
merupakan salah satu jenis steady pain.
c) Proximal pain
Proximal pain merupakan nyeri yang dirasakan
berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya menetap kurang lebih10-15 menit,
lalu menghilang, kemudian timbul lagi. Nyeri ini terjadi
pada pasien yang mengalami Carpal Tunnel Syndrome
3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya
a) Nyeri ringan
Nyeri ringan merupakan nyeri yang timbul dengan
intensitas yang ringan. Nyeri ringan biasanya pasien
secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik
(Wartonah, 2005).
b) Nyeri sedang
Nyeri sedang merupakan nyeri yang timbul dengan
intensitas yang sedang. Nyeri sedang secara obyektif
pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik (Wartonah, 2005).
c) Nyeri berat
Nyeri berat merupakan nyeri yang timbul dengan
intensitas yang berat. Nyeri berat secara obyektif pasien
terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang
(Wartonah,2005).
4. Nyeri berdasarkan waktu serangan
a) Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang mereda setelah
intervensi atau penyembuhan. Awitan nyeri akut
biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah
spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak
menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang
dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal dan
eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan.
Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya
dan umumnya dapat diperkirakan (Irman, 2007 ).
b) Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung terus
menerus selama 6 bulan atau lebih. Nyeri ini
berlangsung di luar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik (Irman, 2007).
Nyeri kronis ini berbeda dengan nyeri akut dan
menunjukkan masalah baru. Pada sindrom nyeri kronis
dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau proses
patologi yang persisten. Nyeri kronis ini sering
mempengaruhi semua aspek kehidupan
penderitanya, menimbulkan distress, kegalauan emosi,
dan mengganggu fungsi fisik dan sosial (Potter &
Perry, 2005).
D. Patofisiologi nyeri
Reseptor nyeri merupakan organ tubuh yang berfungsi
untuk menerima rangsangan nyeri. Reseptor nyeri disebut juga
dengan nosiceptif merupakan ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial
merusak (Hamilton, 2006). Reseptor pada bagian kutaneus terbagi
dalam dua komponen yaitu: serabut A delta dan serabut C.
Serabut A delta merupakan serabut komponen cepat yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang,
sementara serabut C merupakan serabut komponen lambat yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya tumpul dan
sulit dilokalisasi.
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan
perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman
nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen
fisiologis berikut yaitu: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus
penghasil nyeri mengirimkan implus melalui serabut saraf perifer.
Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu
dari beberapa rute saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula
spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan
akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla
spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel
saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai
otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali
stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak
menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi
tentang pengalaman serta pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter & perry,
2005).
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor,
merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit
atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan
mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati,
dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons
akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat
berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikidin, prostaglandin,
dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan
pada jaringan akibat kekurangan oksigen (Smeltzer &
Bare,2006).

E. Efek nyeri
Menurut Smeltzer & Bare (2006), efek membahayakan dari
nyeri dibedakan berdasarkan klasifikasi nyeri, yaitu nyeri akut
dan nyeri kronis. Nyeri akut mempunyai efek yang
membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya,
selain merasa ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang
tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskular,
gastrointestinal, endokrin, dan imunologik. Pasien dengan nyeri
hebat dan stres yang berkaitan dengan nyeri tidak mampu untuk
nafas dalam dan mengalami peningkatan nyeri dan mobilitas
menurun. Nyeri kronis mempunyai efek yang membahayakan
seperti supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis
dapat meningkatkan pertumbuhan tumor. Nyeri kronis juga sering
mengakibatkan depresi dan ketidakmampuan. Pasien mungkin
tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan
hubungan interpersonal. Ketidakmampuan ini dapat berkisar dari
membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian
atau makan.

F. Pengukuran nyeri
1. Numeric Rating Scale ( NRS)
sedang, 7-9 adalah nyeri berat terkontrol, dan 10
adalah nyeri
berat tidak terkontrol (Potter & Perry, 2005).

Gambar 2. 1 Skala numeric rating scale (NRS)


2. Visual analog scale ( VAS )
Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa
angka. Bisa bebas mengekspresikan nyeri, ke
arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit
tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri
yang sedang (Potter & Perry, 2005).

Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang

Nyeri Berat Sangat Nyeri

Gambar 2. 2 Skala visual analog scale (VAS)


3. Skala Wajah Wong dan Barker
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang
berbeda, menampilkan wajah bahagia hingga
wajah sedih, digunakan untuk mengekspresikan
rasa nyeri. Skala ini biasanya dipergunakan
mulai anak usia 3 (tiga) tahun (Potter &
Perry,
Gambar 2. 3 Skala Wajah Wong dan Barker
g. Managemen nyeri
Manajeman nyeri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Manajemen farmakologis dengan menggunakan


obat-obatan analgetik atau anastesi untuk
mengurangi nyeri, penggunaan analgetik
bertujuan untuk mengganggu penerimaan/ stimuli
nyeri dan interpretasi dengan menekan fungsi
talamus dan kortek serebri.
2. Manajemen non farmakologi, manajemen non
farmakologis ini tidak mengunakan obat-obatan
untuk mengurangi nyeri, sehingga sebagian dapat
digunakan mandiri oleh pasien. Berikut adalah
beberapa manajemen non farmakologis: sentuhan
terapeutik, akupresur, guided imagery, distraksi,
anticipatory guidance, hypnoterapi, biofeedback,
stimulasi kutaneus, aspek spiritual dzikir
(Tamsuri, A. 2007).

2.1.3 Mobilisasi Dini


a. Pengertian
Menurut Carpenito (2009), mobilisasi dini merupakan suatu aspek
yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk
mempertahankan kemandirian. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologis. Konsep mobilisasi mula–mula berasal dari ambulasi dini yang
merupakan pengembalian secara berangsur–angsur ke tahap mobilisasi
sebelumnya untuk mencegah komplikasi.
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu rentang
dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial. Beberapa klien mengalami
kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang mobilisasi-imobilisasi,
tetapi pada klien lain, berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan berlanjut
sampai jangka waktu tidak terbatas.
Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan
mengurangi resiko-resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus,
kekakuan/penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan
pernapasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih.
Sering kali dengan keluhan nyeri, klien tidak mau melakukan mobilisasi ataupun
tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat sebagai edukator dan
motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami suatu komplikasi yang
tidak diinginkan.
b. Tujuan Mobilisasi
1. Mempertahankan fungsi tubuh
2. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat
penyembuhan luka
3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
4. Mempertahankan tonus otot
5. Memperlancar eliminasi Alvi dan Urin
6. Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien
dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan
gerak harian.
7. Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi
atau berkomunikasi (Susan, 2004).
c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
1. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat
pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan
diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang
sehat.
2. Proses Penyakit dan injury
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya, misalnya; seorang yang patahtulang
akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang
yang baru menjalani operasi, karena adanya rasa sakit/nyeri yang
menjadi alasan mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam
melakukan aktifitas misalnya; pasien setelah operasi
dilarang bergerak karena kepercayaan kalau banyak
bergerak nanti luka atau jahitan tidak jadi
4. Tingkat energi
Seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan
energi atau tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan orang dalam keadaan sehat.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja.
d. Macam-macam Mobilisasi
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik
mampu mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai
banyak keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis
bagi pasien untuk memenuhi kebutuhan dan kesehatan secara bebas,
mempertahankan interaksi sosial dan peran dalam kehidupan sehari
hari.
2. Mobilisasi sebagian
Pasien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya
mempunyai gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area
tubuh. Mobilisasi sebagian dapat dibedakan menjadi:
a. Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibel
pada sistim muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang
b. Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya
sistim syaraf yang reversibel.
c. Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Pelaksanaan mobilisasi dini terdapat 3 langkah
penting yaitu pemanasan, gerakan inti dan pendinginan.
1) Pemanasan
Pemanasan berguna untuk menghangatkan suhu otot,
melancarkan aliran darah dan memperbanyak masuknya O2
ke dalam tubuh, memperbaiki kontraksi otot dan kecepatan
gerak refleks, juga menjaga kejang otot dan pegal-pegal
keesokan harinya. Pemanasan dapat dilakukan
dengan menggerakkan mengepalkan tangan, tarik nafas
pelan-pelan dan dikeluarkan dengan pelan-pelan (Soekarno,
2006).
2) Gerakan inti mobilisasi dini :
a) Gerakan Pertama

Gambar 2.4 Gerakan mobilisasi dini pertama


Posisi tubuh terlentang dan rileks, kemudian lakukan
pernafasan perut diawali dengan mengambil nafas
melalui hidung, kembungkan perut dan tahan hingga
hitungan ke-5, lalu keluarkan nafas pelan-pelan melalui
mulut sambil mengkontraksikan otot perut. Ulangi gerakan
sebanyak 8 (delapan) kali.
b) Gerakan Kedua :

Gambar 2.5 Gerakan mobilisasi dini kedua


Sikap tubuh terlentang dengan kedua kaki lurus
ke depan. Angkat kedua tangan lurus ke atas sampai
kedua telapak tangan bertemu, kemudian turunkan
perlahan sampai kedua tangan terbuka lebar hingga
sejajar dengan bahu. Lakukan gerakan dengan
mantap hingga terasa otot sekitar tangan dan bahu
terasa kencang. Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan)
kali.

c) Gerakan Ketiga :

Gambar 2.6 Gerakan mobilisasi dini ketiga


Berbaring relaks dengan posisi tangan di samping badan dan
lutut ditekuk. Angkat pantat perlahan kemudian turunkan
kembali. Ingat jangan menghentak ketika menurunkan pantat.
Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali
d) Gerakan Keempat :

Gambar 2.7 Gerakan mobilisasi dini


keempat

Posisi tubuh berbaring dengan posisi tangan kiri di


samping badan, tangan kanan di atas perut, dan
lutut ditekuk. Angkat kepala sampai dagu
menyentuh dada sambil mengerutkan otot sekitar
anus dan mengkontraksikan otot perut. Kepala
turun pelan-pelan ke posisi semula sambil
mengendurkan otot sekitar anus dan merelaksasikan
otot perut. Jangan lupa untuk mengatur
pernafasan. Ulangi gerakan sebanyak 8
(delapan) kali.

e) Gerakan Kelima :
Gambar 2.8 gerakan mobilisasi dini kelima
Tubuh tidur terlentang, kaki lurus, bersama-sama
dengan mengangkat kepala sampai dagu menyentuh
dada, tangan kanan menjangkau lutut kiri yang
ditekuk, diulang sebaliknya. Kerutkan otot sekitar
anus dan kontraksikan perut ketika mengangkat
kepala. Lakukan perlahan dan atur pernafasan saat
melakukan gerakan. Ulangi gerakansebanyak 8
(delapan) kali.

f) Gerakan Keenam :

Gambar 2.9 gerakan mobilisasi dini


keenam

Posisi tidur terlentang, kaki lurus, dan kedua


tangan di samping badan, kemudian lutut
ditekuk ke arah perut
90 derajat secara bergantian antara kaki kiri dan kaki
kanan. Jangan menghentak ketika menurunkan kaki,
lakukan perlahan namun bertenaga. Ulangi
gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.
g) Gerakan Ketujuh :

Gambar 2.10 Gerakan mobilisasi


dini ketujuh

Tidur terlentang, kaki lurus, dan kedua


tangan di samping badan. Angkat kedua kaki secara
bersamaan dalam keadaan lurus sambil
mengkontraksikan perut, kemudian turunkan
perlahan. Atur pernafasan. Lakukan sesuai
kemampuan, tidak usah memaksakan diri.
Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.

h) Gerakan Kedelapan :
Gambar 2.11 Gerakan mobilisasi dini
kedelapan

Posisi menungging, nafas melalui pernafasan perut.


Kerutkan anus dan tahan 5-10 detik. Saat anus
dikerutkan, ambil nafas kemudian keluarkan
nafas pelan-pelan sambil mengendurkan
anus. Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.

i) Gerakan Kesembilan :
Posisi berbaring, kaki lurus, dan kedua tangan di
samping badan. Angkat kedua kaki dalam
keadaan lurus sampai 90 derajat, kemudian turunkan
kembali pelan-pelan. Jangan menghentak ketika
menurunkan kaki. Atur nafas saat mengangkat
dan menurunkan kaki. Ulangi gerakan sebanyak 8
(delapan) kali.

j) Gerakan Kesepuluh :

Gambar 2.12 Gerakan mobilisasi dini kesepuluh

Tidur terlentang dengan kaki lurus, kedua telapak


tangan diletakkan di belakang kepala, kemudian
bangun sampai
posisi duduk, lalu perlahan-lahan posisi tidur
kembali

(sit up). Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.

Ingat kekuatan bertumpu pada perut, jangan


menggunakan kedua tangan yang ditekuk di
belakang kepala untuk mendorong tubuh untuk
duduk karena akan berpotensi menimbulkan nyeri
leher. Lakukan perlahan, tidak menghentak dan
memaksakan.

3) Pendinginan.
Pendinginan setalah mobilisasi tetap diperlukan,
hal ini agar kerja jantung kembali menjadi normal.
Gerakan pendinginan berupa menghela napas lebih
panjang dan lebih dalam, lengan, tungkai, dan
dilakukan sekurang-kurangnya 3 kali. Dengan cara
demikian, akan membantu sistem jantung dan
pembuluh darah mampu menyesuaikan diri dengan
semakin mengendurnya aktivitas tubuh. Proses
gerakan mobiliasasi ini dini dilakukan 3 kali dalam 1
hari, yaitu pagi, siang, dan sore hari selama 3 hari
Gerakan senam mobilisasi dini pada pasien post operasi
Sectio Caesarea dari 10 gerakan yang ada secara teori,
hanya dilakuan pada garakan pertama sampai gerakan
ketujuh.
2.1.3 Pathways
Pasien datang dari
PKM

Riwayat darah tinggi


Td 150/100 mmHg

Pusing
Pre eklamsi

Nyeri akut Rencana SC


Pasien post sc

ANSIETAS
suhu ruangan
meningkat Terdapat luka bedah

Hipertermi
Integritas kulit terbuka

Resiko Nyeri
Infeksi
2.1.4 Model Konsep Keperawatan
a. Pengkajian/Riwayat Keperawatan.

Perawat perlu mengumpulkan data tentang adanya tuntutan dalam


perawatan diri pasien, kekuatan dalam perawatan diri dan kebutuhan untuk
perawatan diri, hal tersebut meliputi universal self care requisite, developmental
self care requisite dan health deviation.
Pengkajian yang harus dilakukan menurut Orem diawali dengan
pengkajian personel klien yang meliputi usia, sex, tinggi badan dan berat badan,
budaya, ras, status perkawinan, agama dan pekerjaan klien. Selanjutnya menurut
Orem seperti yang telah di sebutkan di atas pengkajian juga didaarkan pada 3
kategori perawatan diri yang meliputi:
1) Universal Self Care Requisite
Kebutuhan yang berkaitan dengan proses hidup manusia, proses
mempertahankan integritas, struktur dan fungsi tubuh manusia selama
siklus kehidupan berlangsung yang meliputi keseimbangan pemasukan
air, udara, makanan, ekskresi atau eliminasi, aktivitas dan istirahat,
solitude dan interaksi sosial, hambatan hidup dan kesejahteraan,
peningkatan dan pengembangan fungsi manusia selama hidup dalam
kelompok sosial sesuai dengan potensi keterbatasan serta norma.
2) Developmental Self Care Requisite
Kebutuhan-kebutuhan yang dikhususkan untuk proses
perkembangan, kebutuhan akibat adanya suatu kondisi yang baru,
kebutuhan yang dihubungkan dengan suatu kejadian. Contohnya
penyesuaian diri terhadap kondisi post partum dengan tindakan SC.
3) Health Deviation
Kebutuhan yang berkaitan dengan adanya penyimpangan status
kesehatan seperti kondisi sakit atau injury, yang dapat menurunkan
kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan self care-nya baik
secara permanen ataupun kontemporer, sehingga individu tersebut
membutuhkan bantuan oranglain.
b. Perencanaan
1) He Wholly Compensatory Nursing System
Perawat memberi perawatan total karena tingkat ketergantungan
klien sangat tinggi. Contohnya guna mempertahankan keseimbangan
pemasukan makanan dengan penatalaksanaan total parenteral
nutrition.
2) The Partially Compensatory Nursing System
Perawat dan klien saling berkolaborasi dalam melakukan tindakan
keperawatan, seperti untuk mempertahankan keseimbangan
pemasukan makanan dengan monitoring keseimbangan intake dan
output bersama-sama klien.
3) The Education Nursing System
Perawat memberikan pendidikan kesehatan atau penjelasan untuk
memotivasi klien melakukan self care, tapi yang melakukan kegiatan
tersebut adalah klien. Contoh monitoring keseimbangan intake dan
output secara mandiri.
c. Implementasi
Orem memandang implementasi keperawatan sebagai assuhan
kolaboratif dengan saling melengkapi antara klien dan perawat, dengan kata lain
perawat bertindak dalam berbagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien.
d. Evaluasi

Evaluasi difokuskan pada tingkat kemampuan klien untuk


mempertahankan kebutuhan self care-nya, kemampuan klien untuk mengatasi
self care deficit-nya dan sampai sejauh mana perkembangan kemandirian klien
dan kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika klien tidak
mampu.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN PASIEN SECTIO
CAESARIA PREEKLAMSIA
Tanggal pengkajian : 23 Januari 2018
Ruangan/ RS/ PKM : Poli, Kamar Bersalin, Melati
Tgl/Jam MRS : 23 Januari 2018
Diagnosa Medis : Post SC dengan indikasi preeklamsia dan bayi besar
No Register : 218730

A. DATA UMUM PASIEN


Nama Pasien : Ny. S Nama Suami : Tn. Sa
Umur : 32 th Umur : 43
Suku/Bangsa : Madura th
Pendidikan : SMA Suku/Bangsa : Madura
Pekerjaan : IRT Pendidikan : SMA
Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan :- Agama : Islam
Gol. Darah :B Penghasilan :-
Alamat :Jl. Gol. Darah :-
Patimura – Tujungan - Alamat :
Mangunharjo Jl. Patimura – Tujungan -
Mangunharjo

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Poli Kandungan : Sakit Kepala
Kaber : Sakit Kepala
Melati : Ibu mengatakan merasa kedinginan dan kedua kakinya merasa sulit
digerakkan beberapa saat kemudian pasien mulai merasa nyeri pada perut
(operasi)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dari rumah dengan keluhan nyeri kepala dan kaki bengkak selama 1
minggu di bawa ke puskesmas setelah dari puskesmas pasien dirujuk ke poli
kandungan pada tanggal 23 januari 2018 karena sudah cukup bulan dan
preeklamsia di poli dilakukan pemeriksaan TD : 150/100 dan USG dengan
hasil janin tunggal hidup presentasi kepala, UK 38/39 minggu BBJ 3800
gram, placenta fundus/ grade 2/ketuban cukup. Pada pukul 13.00 WIB
pasien masuk kamar bedah untuk dilakukan sectio caesaria dengan bius
SAB. Pada pukul 15.00 WIB pasien masuk ruang Melati dengan keadaan
umum cukup dan bayi dirawat diruang perin.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah masuk rumah sakit karena digigit ular, pasien juga mengatakan
mempunyai riwayat kencing manis.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang pernah masuk rumah sakit.
5. Riwayat Psikososial
Pasien mengatakan senang berkumpul dengan tetangga dan keluarga, pasien
mengharapkan kehamilan ini.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi & tata laksana hidup sehat
Sebelum sakit : pasien mengatakan jarang berolahraga.
Saat sakit : pasien mengatakan bahwa berolahraga dan menjaga makan
sangatlah penting
b. Pola nutrisi & metabolisme
Sebelum sakit : pasien mengatakan makan sehari 3x.
Saat sakit : pasien mengatakan puasa karena perintah dokter.
c. Pola aktivitas
Sebelum sakit : pasien mengatakan terbiasa mengerjakan tugas rumah
secara mandiri.
Saat sakit : pasien tidak bisa bergerak karena pengaruh obat bius.

7. Pola eliminasi
Sebelum sakit : pasien mengatakan BAB 2x dan BAK +/- 5x.
Saat sakit : terpasang kateter dengan produksi urine 400cc, BAB -
8. Pola persepsi sensoris
Sebelum sakit : pasien mengatakan tidak pernah merasa terganggu saat
beraktifitas.
Saat sakit : pasien mengatakan merasa lemah tidak beraktifitas.
9. Pola konsep diri
Identitas diri:
Pasien adalah seorang ibu yang memiliki 3 orang anak.
Peran diri:
Pasien mengatakan adalah pribadi yang mengurus 2 anak.
Gambaran diri:
Pasien mengatakan sangat bersyukur dengan kelahiran anak yang
ketiga ini.
Harga diri:
Pasien sangat senang dengan kelahiran anak ke 2 tersebut
Ideal diri:
Pasien mengatakan ingin cepat pulang
10. Pola hubungan & peran
Pasien adaah seorang ibu dari 2 anak dan seorang istri
11. Pola reproduksi & seksual
Pasien mempunyai 2 orang anak dari 3 persalinan
12. Pola penanggulangan stres/ koping- toleransi stres
Pasien mengatakan sering bercanda bersama anak jika saat stres
C. Riwayat Pengkajian Obstetri, Prenatal
Dan Intranatal
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan yang Lalu
Keadaan
Tipe Jenis BB Masalah
NO Tahun Penolong Bayi
Persalinan Kelamin Lahir Kehamilan

1 2007 sppontan bidan pria 2500 normal Tidak ada


gr
2 2013 spontan bidan pria 4000 normal Tidak ada
gr
3 2018 Hamil ini
2. Riwayat penggunaan kontrasepsi
pil kb dengan lama penggunaan 4thun tidak ada masalah menggunakan
pil kb pasien berhenti karena ingin mempunyai anak, berhenti pil kb
kurang lebih 5 bulan

3. Riwayat menstruasi
Menarche : 12 tahun
Lamanya : 1 minggu
Siklus : teratur
Haid pertama haid terakhir : 30 -4 -2017
Dismenorhoe : tidak ada
Fluor albus : kadang-kadang
4. Riwayat kehamilan sekarang
Hpht 30-4-2017 .TP 7-1-2018

Riwayat Kehamilan Saat Ini (berupa narasi)


1. Berapa kali periksa hamil: ANC TM I :1X ANC dilakukan di bidan
praktek
TM II :2X . TMII:3X
2. Masalah kehamilan
Mual pusing
Riwayat Persalinan
1. Jenis persalinan: Spontan (letkep/letsu) / SC a/I Pre eklamsi dan bayi besar
Tgl/Jam: 23-1-2018
2. Jenis kelamin bayi: L/P, BB/PB 5150 gram/ 51 cm, A/S: -
Perdarahan - cc
3. Masalah dalam persalinan :
pre eklamsi dan bayi besar
4. Riwayat Ginekologi:
Tidak ada
1. Masalah Ginekologi:
-
2. Riwayat KB

-
DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI
Status Obstretik: P 3 A 1 Bayi Rawat Gabung: tidak
1. Jika tidak alasan: Sesak terpasang o2 di perinatologi
2. Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi)
a. Keadaan Umum:
Cukup
b. Tanda- tanda vital
Tekanan Darah : 130/80 MmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 39°c
BB : 90 kg
Tinggi badan : 165 cm

c. Kepala & leher


Inspeksi
1) Kepala : bersih, simetris, rambut hitam, tidak ada ketobe
2) Muka : simetris, tidak ada odem,
3) Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sclera tidak
ukterus, palpebra tidak odem,
4) Hidung : simetris, tidak ada cuping hidung, bersih, tidak
ada polip
5) Mulut : bibir lembab , tidak ada caries, lidah bersih,
6) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
7) Leher : cpp tidak membesar, kelenjar tiroid tidak
membesar,
Palpasi
Kepala : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
Leher : tidak ada ben jilan, tidak ada nyeri tekan
d. Thorax/ dada
Inspeksi
Simetris, ics tidak terlihat
Auskultasi
Pernafasan : pernapasan vesikuler,
Sirkulasi jantung : s1-s2 tunggal

e. Pemeriksaan payudara
Inspeksi
Ada hiperpikmentasi airola mamae, puting susu menonjol,
Palpasi
Kolestrum - , kositensi lembek, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
abnormal
f. Abdomen
I. Simetris ada luaka operasi, luka operasi tertutup, oksite tidak ada
rembesan darah
A. Bising usus tidak terdengar
P. Sonor

- TFU : 1 jari di atas pusat


- Kontraksi : Baik
- Diastasis Rectus Abdominus: -
g. Genetalia dan anus
bersih, tidah ada odem, farises -, keluar darah merah segar, terpasang
kateter, dengan produksi 400cc
Episiotomi (tanda REEDA)
Tidak ada

Lochea: merah segar


Anus + , tidak ada kelainan
b. Punggung
Inspeksi

Simetris , tidak ada lesi,


b. Ekstremitas
Atas : tidak ada odem , rom aktif
Bawah: ada odem, rom aktif

- Human Sign /-
- Varises /-
c. Integumen
Ada luka bedah pada perut, panjang 10cm tertutup obsite,

I. Pemeriksaan laboratorium
- Urine
Tgl: 22-1-18
pemeriksaan hasil nilai normal
lab urin +1 negatif
0-1
di PKM 0-1
(albumin) negatif
Tgl 23-1-18
Pemeriksaan : hasil
Abumin negatif
Epitel 7-10
Eritrosit 1-2
Kristal negatif
- Darah
Tgl 23-1-18
Pemeriksaan hasil nilai normal
GDA 91 440mg/dl
HBSAG negatif negatif
Leokosit 12580 4000-11000
Tromosit 218000 150000-450000
- Feses
-
II. Pemeriksaan diagnostik lain
-
BAB saat ini belum BAB konstipasi: ya/tidak
Masalah khusus: Istirahat dan Kenyamana
Terapi post SC
Infus RL 1000cc/24jam
Infus DS 1000cc/24jam
Drip ooxytocin 2 ampul s/d 12 jam post SC
Injeksi cefotaxime 3x1 gram
Kaltropensupp 3x10o gram
Cek DL
observasi
bila mual –
muntah -
sampai jam 19.00 makan jam 24.00 boleh maka
ANALISA
DATA
NO PENGELOMPOKAN DATA PENYEBAB Masalah
1 DS: pasien mengatakan Proses pembedahan Hiipertemia
kedinginan
Peningkatan
DO: pasien tampak menggigil keluarnya cairan
suhu : 39°C
KU : cukup Hidrasi

Hipertermia

2 DS: pasien mengatakan nyeri


pada perut Proses pembedahan
DO: ada luka bedah post SC Nyeri akut
hari 1 Luka bedah
TD : 130/80mmHg
N :84x/mnt
RR 20x/mnt Nyeri
S: 39°C
KU : cukup
P nyeri SC
Q nyeri seperti di tusuk tusuk
R pada perut bagian bawah
Skala 4
Time nyeri datang saat obat
bius sudah hilang

3 DS: pasien mengatakan nyeri Proses pembedahan Resiko infeksi


pada perut
DO: ada luka bedah
Leokosit 12580 Terputusnya
S: 39°C jaringan

Resiko infeksi
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN URUTAN
PRIORITAS
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Hipertermia berhubungan dengan suhu lingkungan (00007)
2 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (00032)
3 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif (00004)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
PERENCANAAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
NOC NIC
1 Hipertermia berhubungan dengan suhu Termoregulasi (0800) 1. Monitor suhu ± 2 jam sekali
lingkungan kode Indicator S.A S.T 2. Berikan medikasi yang tepat
08000 Peningkata 3 5 untuk mencegah menggil
1 n suhu kulit 3. Diskusikan pentingnya
08001 Hipertermi 3 5 termoregulasi
9 4. Kolaborasi dengan tim medis
08001 Mengigil 3 5 dalam dalam pemberian
1 antipiterik

2 Nyeri akut berhubungan dengan agen Kontrol nyeri (1605) Manajemen Nyeri (1400)
cidera fisik Kode Indikator SA ST 1. Lakukan pengkajian nyeri
16050 Mengenali 3 5 secara konprehensif
2 nyeri terjadi 2. Ajarkan prinsip manajemen
16050 Menggambar 3 5 nyeri
1 kan faktor 3. Beri informasi mengenai nyeri
penyebab 4. Kolaborasi dg tim medis dalam
16050 Menggunaka 3 5 pemberian analgesik
04 n teknik
nonfarmako
PERENCANAAN PARAF
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
NOC NIC
3 Resiko infeksi b.d prosedur invasif Kontrol resiko (1902) 1. Observasi tanda dan gejala
kode Indicator S.A S.T infeksi
19022 Mengidenti 3 5 2. Pakai sarung tanggan yang
0 fikasi steril
faktor 3. Ajarkan keluarga tanda dan
resiko gejala infeksi
19020 Monitor 4 5 4. Kolaborasi pemberian
2 faktor antibiotik
lingkungan
19021 Mengenali 3 5
6 perubahan
status
kesehatan
IMPLEMENTASI
DIAGNOSA TGL/JAM TINDAKAN PARAF
KEPERAWATAN
Hipertermi b.d suhu 23.01.18 1. memonitor suhu 15 menit sekali
lungkungan R / pasien kooperatif
2. memberikan kompres hangat
R / pasien menggigil
3. memberikan informasi pentingnya
termoregulasi
R / pasien memahami
4. berkolaborasi pemberian sanmol
1x 100ml
R / pasien koopratif

Nyeri akut b.d agen cedera 23.1.18 1. Mengkaji nyeri secara


fisik komprehensif
R/ pasien kooperatif
2. Mengajarkan mobilisasi dini pada
6 jam setelah sc
R/ pasien kooperatif
3. Mengajarkan pengetahuan tentang
nyeri
R/ pasien kooperatif
4. Berkolaborasi dalam pemberian
santagesik 3x1 ampul
R/ pasien kooperatif

Resiko infeksi b.d prosedur 23.01.18 1. Mengobservasi tanda dan gejala


invasive infeksi
R/ pasien kooperatif
2. Memakai sarung tangan saat
menyentuh luka
R/ pasien meringis kesakitan
3. Mengajarkan keuarga tentang
tanda dan gejala infeksi
R/ keluarga kooperatif
4. Berkolaborasi dalam pemberian
cefotaxime 3x1 vial
R/ pasien kooperatif
EVALUASI
DIAGNOSA TGL/JA CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KEPERAWATAN M
Hipertermi b.d suhu 23.1.18 S: pasien sudah tidak kedinginan
lingkungan O: -pasien tampak mengigil
- S:36°c
- Ku. Cukup
A: masalah teratasi
Termoregulasi (0800)
kode indikator S.A S.T S. C

0800 Peningka 3 5 5
01 tan suhu
kulit
0800 hiperter 3 5 5
19 mi
0800 mengigil 3 5 5
11
P : Hentikan Intervensi

Nyeri akut berhubungan 23.1.18 S: pasien mengatakan masih nyeri


dengan agen cidera fisik O : -ada luka bedah hari I
-skala 4
-TD 130/80mmHg
-N 84 kali/mnt
-KU : cukup
A : masalah belum teratasi
kode Indikator SA ST SC
1605 mengena 3 5 3
02 li nyeri
kapan
terjadi
1605 penggam 3 5 4
01 baran
faktor
penyeba
b
1605 menggun 3 5 4
004 akan
teknik
nonfarm
akologi
DIAGNOSA TGL/JA CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KEPERAWATAN M

Resiko Infeksi b.d prosedur 23.1.18 S: pasien mengatakan nyeri pada perut
invasif O: -ada luka bedah p 15cm
- S:36°c
- Leukosit 12.580
A: masalah tidak terjadi
kode indikator S.A S.T S. C

1902 Mengide 3 5 4
20 ntifikasi
faktor
resiko
1902 Memonit 3 5 5
02 or faktor
lingkung
an
1902 Mengena 3 5 5
16 li
perubaha
n status
kesehata
n
P : ulangi intervensi
S: pasien mengatakan nyeri berkurang
Nyeri akut berhubungan 24.1.18
O : -ada luka bedah tertutup kassa
dengan agen cidera fisik
-skala 2
-TD 130/90mmHg
-N 80 kali/mnt
-KU : cukup
A : masalah teratasi
kode Indikator SA ST SC
1605 mengenal 3 5 4
02 i nyeri
kapan
terjadi

1605 penggam 3 5 5
01 baran
faktor
penyebab

1605 menggun 3 5 5
004 akan
teknik
nonfarma
kologi
P : hentikan intervensi
DIAGNOSA TGL/JA CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KEPERAWATAN M

Resiko Infeksi b.d prosedur 24.1.18 S: pasien mengatakan nyeri berkurang


invasif O: -ada luka bedah p 15cm
- S:36,7°c
- Leukosit 12.580
A: masalah tidak terjadi
kode indikator S.A S.T S. C

1902 Mengide 3 5 5
20 ntifikasi
faktor
resiko
1902 Memonit 3 5 5
02 or faktor
lingkung
an
1902 Mengena 3 5 5
16 li
perubaha
n status
kesehata
n
P : Hentikan intervensi pasien rawat
jalan kontrol di poli
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil peneltian disimpulkan terdapat pengaruh mobilisasi dini


terhadap intensitas nyeri post operasi sectio caesarea di RSUD Dr. Moh Saleh
dengan penurunan skala nyeri sebelum dilakukan mobilisasi dini adalah 4 dan skala
nyeri sesudah dilakukan mobilisasi dini adalah 2. Hasil penelitian ini memperkuat
penelitan Arum (2011), menunjukan bahwa tingkat nyeri menurun dari nyeri
sedang menjadi nyeri ringan seiring dengan mobilisasi dini yang dilakukan sehingga
mampu mencapai tingkat aktifitas normal seperti biasanya dan dapat memenuhi
kebutuhan gerak harian. Penelitian ini menggunakan pendekatan orem yaitu
berkolaborasi dengan pasien yang bertujuan untuk memandirikan pasien dalam
mengatasi nyeri post SC.
Nyeri pada daerah insisi yang di sebabkan oleh perobekan jaringan pada dinding
perut dan dinding uterus sehingga dengan adanya perobekan jaringan ini akan
mengaktifkan bukan hannya reseptor nyeri perifer namun juga menimbulkan
proses respon peradangan lokal dengan di kluarkannya berbagai mediator dan sel-sel
pertahanan tubuh (immun). Disamping reaksi peradangan lokal adanya nyeri juga
mengaktifkan syaraf-syaraf simpatif, akibat timbulnya hiperaktif syaraf
simpatif berupa keluarnya keringat yang berlebihan, respon metabolisme yang
meningkat ,stimulasi kardiovaskuler, gangguan fungsi saliran kencing, pencernaan
(Nugroho, 2014). Dengan melakukan mobilisasi dini mempunyai pengaruh
memperbaiki dan melancarkan sirkulasi darah. Dengan lancarnya sirkulasi darah
di harapkan suplay nutrisi ke jaringan luka dapat tercukupi sehingga proses
penyembuhan akan lebih cepat. Selain itu sisa metabolisme mudah tersangkut dan
terbuang. Bentuk latihan ini adalah latihan active movement yang di lakukan untuk
memelihara keadaan, kemampuan dan kekuatan otot untuk berkontraksi setelah
mendapatkan fisioterapi berupa terapi latihan karena dengan adanya mobilisasi akan
memberikan otot menjadi rileks dengan adanya pembuangan zat “P” (histamin,
prostaglandin) sebagai penyebab nyeri yang merupakan akumulasi sisa hasil
metabolisme yang menumpuk (Kisner, 1996).
Manfaat mobilisasi adalah pasien merasa lebih sehat dan kuat dengan early
ambulation. Dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali normal
sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit
(nyeri) post operasi sectio caecarea. Mobilisasi merupakan faktor yang menonjol
dalam mempercepat pemulihan post sectio caecarea. Mobilisasi bisa mencegah
terjadinya trombosis dan tromboemboli, selain itu mobilisasi akan mencegah
kekakuan otot dan sendi sehingga juga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran
peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh, mengembalikan
kerja fisiologis organ- organ vital (Kasdu, 2005)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Intensitas nyeri post operasi sectio caesarea sebelum mobilisasi dini
pada Ny.Su dalam ketagori sedang.
2. Intensitas nyeri post operasi sectio caesarea sesudah mobilisasi dini pada
Ny.Su dalam kategori ringan.
3. Terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap intensitas nyeri post
operasi sectio caesarea dengan indikasi Preeklamsia.
5.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi untuk pertimbangan pihak
rumah sakit dalam pembuatan Standar Prosedur Operasional ( SPO ) mobilisasi dini
post operasi sectio caesarea sehingga pihak Rumah sakit lebih menggiatkan lagi
sosialisasi mobilisasi dini post operasi sectio caesarea kepada pasien post SC.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pustaka kepada mahasiswa tentang
mobilisasi dini post operasi sectio caesarea.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam meningkatkan pelayanan kepada
pasien khususnya tentang mobilisasi dini post operasi sectio caesarea. Sebagai
petugas kesehatan sebaiknya memotivasi pasien untuk melakukan mobilisasi dini
setelah 6 jam post operasi section.
4. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan peneliti dan
manfaat mobilisasi dini post operasi sectio caesarea.

Anda mungkin juga menyukai