Paradigma Penyuluhan Pertanian Di Era Otonami Daerah
Paradigma Penyuluhan Pertanian Di Era Otonami Daerah
Oleh
Margono Slamet **)
Institut Pertanian Bogor
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 1
an. Tidak saja meningkat dalam kuantitasnya, tetapi juga meningkat tuntutan
kualitasnya. Sistem perdagangan dunia yang berubah (pasar bebas, globalisasi) membuat
pertanian Indonesia menghadapi tantangan baru untuk dapat bersaing dalam mutu,
produktivitas dan harga dengan dunia-pertanian negara-negara lain. Jelasnya pertanian
Indonesia menghadapi tantangan baru, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan dan tidak bisa diingkari oleh siapapun, ialah
bahwa para petani Indonesia juga telah berubah secara nyata. Profil populasi petani
Indonesia telah berubah secara positif. Secara makro populasi petani telah menjadi lebih
kecil jumlahnya secara persentil tetapi lebih tinggi kualitasnya, yang ditandai oleh lebih
baiknya tingkat pendidikan mereka, lebih tinggi usia harapan hidupnya, lebih mengenal
kemajuan, kebutuhannya meningkat, harapan-harapannya juga meningkat, dan
pengetahuan dan keterampilan bertaninya juga telah jauh lebih baik. Berkat penyuluhan-
penyuluhan pembangunan di segala sektor selama ini, termasuk penyuluhan pertanian,
para petani telah memiliki pola komunikasi yang terbuka. Mereka telah lebih mampu
berkomunikasi dengan orang-orang dari luar sistem sosialnya, dan telah lebih mampu
berkomunikasi secara non-personal melalui berbagai media massa. Petani dalam
melakukan usaha tani bahkan telah mampu berorientasi pada pasar.
Kondisi prasarana fisik pertanian seperti irigasi dan jaringan jalan juga sudah jauh
lebih baik kondisinya dibandingkan pada awal orde baru. Demikian pula prasarana dan
sarana telekomunikasi, serta tenaga listrik telah dapat menjangkau sebagian ”besar”
daerah-daerah pertanian. Semua prasarana dan sarana itu dapat dimanfaatkan oleh siapa
saja termasuk para petani, dan memang telah secara nyata menyumbang pada
pertumbuhan pertanian dan perkembangan petani. Dengan prasarana-prasarana tadi
diiringi kemajuan yang pesat di bidang elektronika, komunikasi massa melalui media
elektronik juga telah menjangkau daerah-daerah pertanian. Fasilitas telepon, radio dan
televisi bukan lagi merupakan barang mewah dan langka bagi masyarakat petani di
pedesaan, tetapi sudah merupakan barang biasa yang merupakan bagian dari
kebutuhannya.
Meskipun perubahan-perubahan itu pada umumnya terjadi di semua daerah,
namun haruslah diakui bahwa tingkat perubahan dan kemajuan yang dialami tidak merata
disemua daerah. Ada daerah-daerah yang sudah lebih maju dari daerah lainnya, demikian
pula ada daerah-daerah yang belum begitu maju dibandingkan dengan daerah lainnya.
Yunus Jarmi dalam disertasinya (1994) mengidentifikasi adanya 3 kategori wilayah
pertanian yang berbeda nyata tingkat kemajuannya. Perbedaan-perbedaan itu menyangkut
prasarana fisik, produktifitas pertaniannya serta tingkat kemajuan petani-petaninya. Tiga
kategori wilayah pertanian itu adalah : (1) Wilayah yang prasarananya relatif memadai
(karena telah dibangun sejak jaman penjajahan), teknologi yang diterapkan sudah maju
secara mantap, produktivitas tinggi, berorientasi pada pasar, dan (karenanya) para
petaninya telah membutuhkan dan mencari secara aktif informasi-informasi pertanian. (2)
Wilayah yang prasarananya baru dibangun tetapi belum memadai, mulai mengenal dan
menerapkan teknologi maju tetapi belum mantap, produktivitas sedang, belum
berorientasi ke pasar, dan belum aktif mencari informasi pertanian. (3) Wilayah yang
relatif belum memiliki prasarana-prasarana pertanian, teknologi tradisional masih
mendominasi, produktivitas rendah, petaninya masih tradisional dan pertaniannya masih
bersifat subsisten, belum merasa memerlukan informasi pertanian.
Perubahan lain yang tak kalah penting artinya ialah perubahan kebijaksanaan
pemerintah tentang pembangunan pertanian dan tentang Penyuluhan Pertanian itu sendiri.
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 2
”Demokrasi pertanian” pelaksanaannya sudah semakin diperluas, dalam arti masyarakat
petani semakin berperan dalam pengambilan keputusan usaha taninya dan semakin
diperhatikan kebutuhan serta harapan-harapannya. Kebijaksanaan desentralisasi semakin
luas pula diterapkan di bidang pemerintahan, sampai pada bentuk otonomi daerah.
Termasuk dalam hal ini adalah pengalihan tanggung-jawab penyelenggaraan penyuluhan
pertanian dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kebijakan-kebijakan
pertanian dan program-program pertanian yang bersifat ”seragam nasional” di masa
lalu, telah akan diubah menjadi yang bersifat spesifik lokal. Ini terbukti dengan telah
dibentuknya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di daerah, dimana fungsi penelitian
dan penyuluhan akan diintegrasikan.
Semua perubahan yang sudah terjadi dan akan segera terjadi di dunia-pertanian
itu perlu disimak dan diantisipasi secara dini dan tepat. Struktur dan mekanisme
kelembagaan penyuluhan dan penelitian pertanian perlu disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan baru yang ada di masyarakat pertanian. Fungsi dan peranan penyuluhan dan
penelitian pertanian perlu dirumuskan kembali secara tepat; dan program-program
penelitian dan penyuluhan pertanian perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan
dan pengembangan di dunia-pertanian. Bagaimanapun juga pertanian akan tetap menjadi
fondasi perekonomian setiap negara. Bila pertaniannya tidak kuat, pastilah pereko-
nomian negara itu rapuh.
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 3
Ini terbukti bahwa meskipun selama beberapa tahun berturut-turut produksi padi petani
meningkat terus, tetapi tingkat kesejahteraan petani relatif tidak meningkat. Kejadian itu
tidak hanya tidak menguntungkan petani, tetapi juga merugikan makna penyuluhan
pertanian itu sendiri, karena penyuluhan pertanian lalu terus disalah artikan. Kesalahan
itu harus dikoreksi dan fihak-fihak yang menggunakan atau melaksanakan penyuluhan
pertanian harus menyadari akan kesalahan itu.
Otonomi daerah yang sudah menjadi kenyataan pada saat ini ternyata membuat
nasib penyuluhan pertanian lebih centang merentang lagi. Struktur kelembagaan
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 4
penyuluhan pertanian di tingkat Kabupaten yang bernama Balai Informasi Penyuluhan
Pertanian (BIPP) yang dengan susah payah dibangun dalam kurun waktu panjang,
mendadak sontak diubah di sebagian besar daerah tingkat II, sehingga rumah para
penyuluh pertanian saat ini menjadi tidak sama di tiap daerah. Perubahan kelembagaan
penyuluhan pertanian sampai Mei 2001 itu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
5. Sub-Dinas 22
6. Seksi (?) 22
8. Dibubarkan (?) 16
JUMLAH 334
Yang pada saat ini patut dipertanyakan ialah apakah fungsi penyuluhan
pertanian masih tetap ada, dan kalau ada apakah akan dapat berfungsi dengan (lebih)
baik daripada masa-masa sebelumnya. Pertanyaan itu muncul atas dasar keyakinan
bahwa penyuluhan pertanian itu sangat penting dan sangat diperlukan untuk
memberdayakan masyarakat petani agar mereka dapat meningkatkan kesejahteraan hidup
mereka sendiri.
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 5
sumberdaya manusia yang akan melakukan pembangunan daerah lebih lanjut. Disinilah
hakikat dan makna penyuluhan pertanian, yaitu sebagai sistem pendidikan nonformal
yang memberdayakan rakyat-petani agar mampu membangun diri dan lingkungannya
dalam arti luas. Penyuluhan pertanian bersama dengan sistem pendidikan lainnya adalah
bentuk investasi daerah dan negara untuk mengembang-tumbuhkan kualitas sumberdaya
manusia di daerah dan negara yang bersangkutan. Tanpa kualitas sumberdaya manusia
yang memadai, pembangunan tidak akan sampai pada tujuan yang diharapkan.
Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi di ling-
kungan pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat daerah,
nasional, regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan pertanian perlu
dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang situasi baru dan tantangan
masa depan yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian. Paradigma baru ini memang
perlu, bukan untuk mengubah prinsip-prinsip penyuluhan tetapi untuk mampu
merespon tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma
baru itu adalah sebagai berikut.
1. Jasa informasi.
Bertani adalah profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani akan
tetap bertani (kecuali dia pindah profesi) dan selalu berusaha dapat bertani dengan
lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu yang mereka perlukan adalah informasi
baru tentang segala hal yang berkaitan dengan usahataninya. Apakah itu informasi
baru tentang teknologi budidaya pertanian, tentang sarana-sarana produksi,
permintaan pasar, harga pasar, cuaca, serangan dan ancaman hama dan penyakit,
berbagai alternatif usahatani lain, dan lain sebagainya.
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 6
dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh
para petani.
2. Lokalitas.
3. Berorientasi agribisnis.
4. Pendekatan Kelompok .
Konsekuensinya : Para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada di
kantoran harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih menghayati
kepentingan-kepentingannya, serta mengubah pola loyalitasnya kepada atasan dan
instansi tempatnya bekerja. Prinsip ini juga hanya akan dapat dilaksanakan bila
penyuluhan pertanian di tingkat lapangan diberi otonomi untuk menentukan
sendiri bersama kelompok tani program-program yang akan dilaksanakan.
Dengan demikian kepentingan petani dalam setiap kelompok dapat diperhatikan.
Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh pertanian harus benar-benar mampu
mengidentifikasi kepentingan petani dan menuangkannya dalam program-
program penyuluhan melalui kerjasama sejati dengan para petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Hal itu perlu dijadikan salah satu unsur paradigma baru penyuluhan karena
di masa lalu pendekatan semacam itu masih kurang mendapatkan perhatian.
Petani cenderung kurang dihargai, cenderung dianggap lebih ”bodoh” dari
penyuluhanya, kepentingannya kurang diperhatikan, dan keluhannya kurang
didengarkan.
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 9
Konsekuensi : Para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat penge-
tahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan masalah komunikasi sosial,
psikologi sosial, stratifikasi sosial, dll. agar mereka mampu memerankan
penyuluhan yang humanistk-egaliter itu.
7. Profesionalisme
8. Akuntabilitas
9. Memuaskan Petani
Kepuasan petani dari penyuluhan tidak hanya kalau materi penyuluhan itu
sesuai dengan apa yang dibutuhkan, tetapi cara penyajian juga akan berpengaruh
pada kepuasannya itu. Oleh karena itu materi penyuluhan yang tepat haruslah di-
sajikan dengan sikap kepelayanan sepenuh hati. Maksudnya kalau menyuluh itu
jangan tanggung-tanggung, lakukanlah sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya
sesuai dengan yang benar-benar dibutuhkan oleh para petani sampai mereka
merasa puas. Mungkin usahataninya belum berhasil ditingkatkan oleh mereka,
tetapi penyuluhan yang diterima telah menimbulkan kepuasan tersendiri. Kalau
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 11
usahataninya belum berhasil maka penyuluh masih berkewajiban ”melayani” de-
ngan memberi bantuan lebih lanjut sampai usahataninya benar-benar berhasil.
PENUTUP
Dalam awal pelaksanaan tidak perlu semua prinsip itu secara simultan dilakukan, tetapi
bisa dimulai dengan prinsip-prinsip yang sudah bisa dilakukan, sementara itu bisa
dipelajari dan dikembangkan prinsip-prinsip yang lain. Dengan lain kata paradigma
baru itu dapat dilaksanakan secara bertahap.
Yang sekarang perlu dikaji adalah seberapa jauh pengertian dan kemampuan
pemerintah daerah untuk membangun sistem penyuluhan pertanian semacam itu. Perlu
pula dikaji seberapa besar kemungkinannya para petani melalui organisasi-organisasi
petani ikut patungan menopang sistem itu. Yang jelas kiranya tidak mungkin memba-
ngun daerah tanpa memberdayakan masyarakat petani yang merupakan mayoritas
penduduk daerah. Penyuluhan pertanian adalah bertujuan untuk memberdayakan
petani.
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 12
Margono Slamet : Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (2001) 13