Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia di dunia ini hanyalah untuk menyembah


atau beribadah kepada-Nya. Ketika manusia mengikuti segala yang
diperintahkan oleh Allah, dengan melaksanakan kewajiban yang ditetapkan
untuknya dan menghindari yang diharamkan, maka hal itu adalah kunci untuk
memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan yang tidak akan didapatkan kecuali
bagi orang-orang bersedia menyembah kepada Allah SWT.
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia dimuka
bumi ini. Dalam ajaran Islam manusia diwajibkan melaksanakan ibadah yang
diatur dengan syariah Islam, dan ibadah yang paling pokok dalam ajaran
Islam adalah melaksanakan shalat. Kewajiban shalat ini menjadi hal yang
utama karena amal dari shalatlah yang akan menjadi dihisab pertama kali
oleh Allah SWT diakhirat nanti. Seperti disebutkan dalam sabda Rasulullah
SAW sebagai berikut.
‫سائِ ُر‬ َ َ‫ت ف‬
َ َ ‫سد‬ َ ُ ‫صلُ َح لَه‬
َ َ‫سائِ ُر َع َم ِل ِه َوا ِْن ف‬
ْ َ ‫سد‬ ْ ‫صلُ َح‬
َ ‫ت‬ َّ ‫ا َ َّو ُل َما يُ َحا َسبُ َعلَ ْي ِه ْال َع ْبد ُ َي ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ال‬
َ ‫صالَة ُ فَا ِْن‬
1
)‫َع َم ِل ِه (رواه الطبراني‬
Artinya : “Amalan yang pertama dihisab (dinilai) dari seorang hamba
pada hari kiamat adalah ialah shalat. Jika ia baik, maka baiklah seluruh
amalnya, sebaliknya jika ia jelek, maka jeleklah amalnya”. (HR. Thabrani)
Hadis tersebut menunjukkan bahwa ibadah sholat adalah ibadah yang
sangat penting. Shalat merupakan tiang agama. Shalat adalah titik sentral
dasar curahan kebaikan serta lambang hubungan yang kokoh antara Allah
dan hamba-Nya. Jika shalatnya tidak baik, dalam arti kurang disadari dan
dihayati apa yang terkandung didalamnya, maka bisa menimbulkan pengaruh
yang tidak baik pula. Dan sebaliknya kalau shalatnya itu dikerjakan dengan

Jalaluddin as-suyuti, Al-Jāmi’u as-soghīr, Al Maktabah as-Syamilah, juz 10,


1

hlm. 291
2

baik, khusyu’, serta dengan tuma’ninah sebagaimana yang dikehendaki


dalam shalat itu sendiri, maka insya Allah akan membuahkan perbuatan-
perbuatan lain yang baik, bisa menjadikan pelakunya berbudi luhur, jujur,
konsekuen, dan sebagainya.2
Shalat mempunyai kedudukan yang paling utama diantara ibadah-ibadah
yang lain, tetapi akan lebih utama lagi apabila shalat itu dilakukan dengan
cara berjamaah, baik di rumah, mushola ataupun masjid. Shalat jama’ah
mempunyai nilai yang lebih, sama nilainya dengan shalat perorangan
ditambah dua puluh tujuh derajat. Sebagimana diriwayatkan Abdullah bin
Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
َ ‫صالةَ ْالفَ ِذِّ ِب‬
ٍ‫سبْع‬ َ ‫صالة ُ ْال َج َما َع ِة ا َ ْف‬
َ ‫ض ُل ِم ْن‬ َ : ‫س ْو َل هللاِ صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬ َّ ‫ع َم َر‬
ُ ‫أن َر‬ ُ ‫َع ِن اب ِْن‬
3
.‫ متفق عليه‬.ً‫َو ِع ْش ِريْنَ دَ َر َجة‬
Artinya: “Dari Ibnu Umar sesungguhnya Nabi bersabda“shalat
jama’ah itu lebih utama dari pada sholat sendirian dengan selilsih dua puluh
tujuh derajat”.
Karena selain pahala yang berlipat ganda, shalat berjamaah juga akan
menumbuhkan rasa kebersamaan yang kuat, seseorang tidak akan hidup
tanpa adanya orang lain. Sehari saja jika tidak keluar rumah, tidak bertemu
teman terasa dunia ini sepi. Begitu pula dengan shalat, shalatpun kalau
dilakukan bersama teman dan orang lain (berjamaah) akan lebih mengasikkan
dibanding dengan shalat sendirian, sehingga kita lebih semangat.
Dalam sejarah perkembangan Islam yang telah terukir dengan indah,
Rasulullah telah menekankan betapa pentingnya arti kebersamaan. Nilai
kebersamaan yang beliau ajarkan ini tidak hanya berhasil mencetak orang-
orang yang berada di samping beliau menjadi masyarakat yang ideal,
melainkan juga membuat lawan-lawanya bertekuk lutut didepan ajaran beliau.
Dengan menjalankan shalat berjamaah, seorang muslim talah dilatih untuk

2
Mahful M, Meninggalkan Shalat? Batas Hukum dan Sanksinya,
(Surabaya : Pustaka Progresif, 2003), cet.IV, hlm. 27.
3
Abi al-Husain Muslim, Shahih Muslim, (Semarang : Toha Putra), juz
1, hlm. 122.
3

senantiasa memiliki dan mempertahankan nilai kebersamaan yang luhur


tersebut.4
Banyak umat Islam yang menganggap remeh urusan shalat berjamaah.
Kenyataan ini dapat kita lihat di sekitar kita dengan perkataan ‘Masih bagus
mau shalat, dari pada tidak mau shalat’, sehingga tidak berjamaah pun
dianggap sudah menjadi muslim yang baik, layak mendapat surga dan ridha
Allah. Padahal, Rasulullah dan para sahabat tidak pernah meninggalkan shalat
berjamaah kecuali jika ada halangan yang syar’i. Ketika Rasulullah sakit ia
tetap melaksanakan shalat berjamaah di masjid sebagai imam hingga ketika
sakitnya semakin parah beliau memerintahkan abu bakar untuk mengimami
shalat berjamaah. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dalam kitab bukhori dan
Muslim, sampai pernah hendak membakar rumah para sahabat yang enggan
berjamaah. Kisah ini seharusnya dapat membuka mata kita betapa pentingnya
berjamaah dalam melaksanakan rukun Islam kedua ini.
Shalat berjamaah sudah ditentukan waktunya. Waktunya shalat ditandai
dengan adzan yang dikumandangkan. Saat itulah shalat dilaksanakan. Amalan
siang tidak akan diterima diwaktu malam dan amalan malam tidak akan
diterima diwaktu siang adalah shalat. Jelasnya, dengan hal ini seorang harus
disiplin dalam shalatnya, bahwa tidak ada alasan bagi seseorang untuk
meninggalkan shalat karena kesibukan, yakni dengan mengakhirkan shalat atau
seseorang mengganti, memajukan atau mengundurkan waktu pelaksanaanya.
ketika sudah waktunya mereka harus bergegas untuk menjalankannya.
Sikap hidup seseorang berupa patut dan taat terhadap segala peraturan
atau disiplin baik langsung maupun tidak langsung merupakan suatu cerminan
dari kerajinan atau kemalasan seseorang dalam hal mengerjakan shalat, jika
mereka disiplin untuk kemungkinan besar dia itu yang rajin melaksanakan
ibadah shalat.

4
Forum KALIMASADA (Kajian Ilmiah Tamatan Siswa 2009) Madrasah
Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo, Kearifan Syariat, Menguak Rasionalitas Syariat
dari Perspektif Filosofis, Medis, dan Sosiohistiris, (Kediri : Lirboyo Press &
Annajma, 2013), cet.VI, hlm. 205.
4

)45 : ‫َاء َو ْٱل ُمنك َِر (االنكبوت‬


ِ ‫صلَ ٰوة َ ت َ ْن َه ٰى َع ِن ْٱلفَحْ ش‬
َّ ‫إِ َّن ٱل‬
Artinya : “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar” (QS. Al Ankabut (29) : 45)

Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa kerjakanlah shalat secara


sempurna seraya mengharapkan keridhoannya dan kembali kepadanya dengan
khusyu’ serta merendahkan diri. Sebab jika shalat dikerjakan dengan cara
demikian maka ia akan mencegah dari perbuatan kekejian dan kemungkaran.
Shalat yang di kehendaki Islam bukanlah semata-mata sejumlah bacaan yang
diucapkan oleh lisan, sejumlah gerakan yang dilakukan oleh anggota badan
tanpa disertai kesadaran akan kekhusyu’an hati. Tetapi shalat yang diterima
adalah shalat yang terpenuhi ketentuan-ketentuannya baik dilihat dari
perspektif fiqihnya maupun tasawufnya, yakni syarat sah sholatnya, rukun
sholatnya, perhatian fikirannya, kedudukan hatinya dan kehadiran keagungan
seakan-akan berada di hadapannya. Sebab tujuan utama dari shalat adalah agar
manusia selalu mengingat Tuhannya yang Maha tinggi. Hal tersebut akan bisa
tercapai bagi orang-orang yang berdisiplin dalam menjalankan sholat yang
sebenar-benarnya.
Dari uraian tersebut di atas, maka muncullah inspirasi dari kami untuk
membuat tesis ini dengan judul “KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMAAH
DALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH (Perspektif Fiqih dan
Tasawuf).
B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan kami angkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana shalat berjamaah dalam perspektif fiqih dan


Tasawuf?
2. Bagaimana cara membentuk akhlakul karimah dalam perspektif
tasawuf?
3. Bagaimana pengaruh kedisiplinan shalat berjamaah dalam membentuk
akhlakul karimah dari perspektif fiqih dan tasawuf?
5

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui shalat berjamaah dalam perspektif
fiqih dan tasawuf
2. Untuk mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi dalam
pembentukan akhlakul karimah dari perspektif tasawuf.
3. Untuk mengetahui pengaruh kedisiplinan shalat berjamaah dalam
membentuk akhlakul karimah dari perspektif fiqih dan tasawuf.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis penelitian ini berguna sebagai sumbangsih pemikiran atau
input yang dapat memperkaya informasi dalam rangka meningkatkan
ibadah shalat jamaah dan hubungannya dengan pembentukan akhlakul
karimah.
2. Secara praktis penelitian ini berguna sebagai paparan yang
mendiskripsikan betapa besar dan kuatnya pengaruh shalat jamaah
terhadap pribadi seorang muslim dan memberikan pemikiran tentang
pentingnya shalat jamaah.
3. Diharapkan dapat berguna bagi kepentingan umum baik di dalam
pelaksanaan ibadah shalat jamaah maupun dalam merealisasikan akhlak
mulia dalam kehidupan.

E. Definisi Konsep
Untuk menghindari salah paham dalam persepsi atau penafsiran, maka
kami menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan istilah dan
pembatasan dalam penelitian ini.

1. Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata “disiplin” dibentuk kata benda, dengan
awalan ke- dan akhiran-an, yaitu : kedisiplinan, yang artinya suatu hal
yang membuat manusia untuk melakukan sesuatu yang berhubungan
dengan kehendak-kehendak langsung, dorongan-dorongan keinginan atau
kepentingan-kepentingan kepada suatu cita-cita tujuan tertentu untuk
6

mencapai efek yang lebih besar.5


Sedangkan yang dimaksud kedisiplinan disini adalah kedisiplinan
melaksanakan sholat jamaah dari perspektif fiqih dan tasawuf yang dapat
membentuk akhlakul karimah.
2. Shalat Berjamaah
Shalat jamaah adalah suatu ikatan pertalian yang terdiri dari imam dan
ma’mum walaupun satu. 6
3. Akhlakul karimah
Akhlakul karimah yang dimaksud adalah akhlakul karimah yang
bersumber dari Al-Qur.an dan As-Sunnah.
4. Perspektif Fikih
Perspektif fikih yang dimaksud adalah perspektif fikih tentang shalat
jamaah yang memumat tentang sholat berjamaah secara dhahir (jelas).
5. Perspektif Tasawuf
Perspektif tasawuf yang dimaksud adalah perspektif tasawuf tentang shalat
jamaah secara bathin (dalam) dan membahas akhlakul karimah.

5
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 89.
6
Abi Bakar Utsman bin Muhammad Syato’, I’ānatuttālibīn, (Beirut : Dar al-
Fikr, 2007), jilid 2, hlm.3.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Teoritis
Shalat menurut bahasa adalah doa, sedangkan menurut syariat sholat
adalah ucapan atau perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam.7
Sholat mempunyai pengertian mengkonsentrasikan akal pikiran
kepada Allah untuk sujud kepada-Nya dan bersyukur serta meminta
pertolongan kepadanya atau berarti doa.8
Shalat menempati rukun kedua setelah membaca kedua kalimat
syahadat, serta menjadi lambang hubungan yang kokoh antara Allah dan
hamba-Nya.9
Allah mewajibkan kita mengerjakan shalat sebanyak lima kali
dalam sehari. Akan tetapi setiap pelaksanaan dan praktik mengenai shalat
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang yang mengikuti
aturan yang sudah diperintahkan oleh Rasulullah Saw., namun ada juga
yang tidak mengikuti aturan nabi.10
Shalat jamaah adalah suatu ikatan pertalian yang terdiri dari imam
dan ma’mum walaupun satu. Shalat jamaah merupakan kekhususan untuk
umat sekarang ini.11 Jadi umat sebelum nabi Muhammad tidak
disyariatkan adanya jamaah.
Menurut Muhammad bin Qosim dan Imam Rafi’i dalam kitab
Fathul Qorib, hukum shalat berjamaah bagi laki-laki adalah sunnah

7
Syaikh Zainudin Al Malibari, Fathul Mu’in (Semarang : Thoha Putra),
hlm. 3.
8
Fuad Ifram al Bustani, Munjid Aththullahm, (Beirut : Darul Masyriq,
1956), hlm. 411.
9
Hilmi Al-Khuli, Menyingkap Rahasia Gerakan-gerakan Shalat,
(Jogjakarta: Diva Press, 2012), cet. XVIII, hlm. 27.
10
Lubna Mitsly, Kesalahan-kesalahan yang Paling Sering dilakukan Saat
Shalat, (Jogjakarta : Diva Press, 2011), hlm. 8.
11
Abi Bakar Utsman bin Muhammad Syato’, op.cit., jilid 2, hlm.3.
8

mu’akkad. Sedangkan menurut Imam Nawawi shalat jamaah adalah fardu


kifayah.12
Dalam kitab i’anatuttholibin Imam Abi Bakar Utsman Syato’
menukil pendapatnya Imam Al Manawi berkata bahwa hikmah
disyariatkannya jama’ah adalah terselenggaranya rangkaian kerukunan
diantara orang-orang yang sholat, karena itu disyariatkan dilaksanakan di
masjid supaya bisa saling bertemu antar tetangga diwaktu-waktu sholat.13
Melaksanakan shalat lima waktu dengan berjamaah termasuk ibadah
termulia dan cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah.14
Kesempatan saling bertemu di masjid itulah sebagai langkah awal
membangun kebersamaan dalam segala bidang, sehingga dalam diri
mereka dan lingkungan masyarakat setempat terpancar siraman rohani
yang dapat membentuk akhlakul karimah.
Akhlakul karimah berasal dari dua kata yakni akhlak dan
karimah. akhlak berarti budi pekerti, tingkah laku, perangai, sedangkan
karimah berarti kemuliaan, kedermawanan, murah hati, dermawan.15
Selanjutnya Partanto dan Al Barry mendefinisikan akhlakul karimah
sebagai akhlak mulia (agung atau luhur).16 akhlak pada dasarnya adalah
sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam
tingkah laku atau perbuatan. Maka dengan demikian, akhlakul karimah
dalam penelitian ini adalah sikap positif yang melekat pada diri seseorang
yang diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan yang merupakan
manifestasi keimanan dan keIslamannya.

B. Kerangka Berfikir

12
Muhammad bin al-Qosim, Fathul Qorib, (Semarang : Toha Putra), hlm.
13
Ibid. h. 3
14
Fadhl Ilahim, Shalat Berjamaah bersama Rasulullah, (Yogyakarta :
Manhaj, 2010), hlm. 57.
15
A. Partanto, dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994),
h. 309.

16
ibid
9

Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Shalat


jama’ah melebihi shalat sendirian dengan (pahala) dua puluh tujuh
derajat.”
Pada shalat jamaah terkandung didalamnya makna ta`awun `alal
biri wa taqwa (tolong menolong dalam kebajikan dan takwa) serta amar
ma`ruf dan nahi mungkar. Hal ini terlihat pada saat implementasinya,
dimana kaum muslimin bersama-sama berdiri dihadapan Allah di dalam
barisan (shaff) yang teratur dengan dipimpin oleh seorang imam, ibarat
sebuah bangunan yang kokoh sehingga mencerminkan kekuatan dan
persatuan kaum muslimin.
Shalat berjama`ah merupakan bentuk penanaman akhlakul karimah
yakni melahirkan rasa kelembutan dan kasih sayang sesama muslim,
menghilangkan sifat kesombongan dan besar diri serta dapat mempererat
ikatan persaudaran seagama (ukhuwah islamiyah) maka terjadilah interaksi
langsung antara kalangan tua dengan yang muda dan antara orang kaya
dan yang miskin.
Akhlak merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan
baik antara hamba dengan Allah swt (hablumminallah) dan antar sesama
(hablumminannas). Akhlak yang mulia (akhlakul karimah) tidak lahir
begitu saja sebagai kodrat manusia, atau terjadi secara tiba-tiba. Akan
tetapi, membutuhkan proses panjang serta manifetasi seumur hidup
melalui pembelajaran atau pendidikan akhlak yang sistematis.
Pendidikan akhlak yang sistematis adalah pendidikan yang terdapat
dalam sholat jamaah. Sebab didalamnya mengandung nilai jasmani
maupun rohani. Nilai jasmani merupakan efek dari adanya peraturan
dhohir yang sudah di kemas dalam perspektif fikih seperti mulai ketika
bersuci membersihkan diri dari hadas dan najis. Sedangkan nilai rohani
merupakan efek dari adanya peraturan bathin yang sudah dikemas dalam
perspektif tasawuf seperti khusyu’ dalam shalat berjamaah. Sehingga
dengan peraturan dhahir dan bathin tersebut akan menimbulkan pengaruh
positif seperti munculnya akhlakul karimah dalam diri seseorag. Dalam hal
10

ini kami membantu memberikan sumbangsih bagaimana membentuk


akhlakul karimah yang bersifat sistematis melalui tesis yang berjudul
Kedisiplinan Shalat Berjama’ah Dalam Membentuk Akhlakul Karimah
(Perspektif Fiqih Dan Tasawuf).
11

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
a. Pendekatan

Penelitian ini mengggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian


yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur
analisis statistik atau cara kuantitatif lainnya.17

b. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan atau library


research (kepustakaan)18, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam - macam
materi yang terdapat di ruang kepustakaan, misalnya : buku, majalah,
naskah, catatan, dan lain - lain yang berhubungan dengan judul tersebut.

B. Sumber Data
Dalam mengumpulkan data skripsi ini, peneliti menggunakan
metode kepustakaan atau library research, yaitu mengumpulkan data atau
karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan
data yang bersifat kepustakaan. Pengumpulan data kepustakaan dapat
dilakukan dengan beberapa sumber yang dipergunakan, yaitu :
a. Sumber data primer
Sumber primer yaitu hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan
karya peneliti atau teoritisi yang orisinil19. Dalam hal ini yang menjadi
sumber data primer adalah Kitab Fathul Mu’in tentang Shalat Jamaah.

17
Lexy J. Mleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Remaja
Rosdakarya, 2006), Cet. 22, hlm.6.
18
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989),
hlm. 16.
19
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar metodologi penelitian kualitatif dalam
pendidikan, (Jakarta : Raja grafindo persada, 1996), hlm. 83.
12

b. Sumber data sekunder


Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diambil atau
didapat dari sumber kedua, tidak langsung diselidiki.20 Sumber data
sekunder dijadikan sebagai sumber data yang dapat digunakan untuk
sarana pendukung dalam memahami masalah yang akan diteliti. Adapun
yang dijadikan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-
buku dan kitab - kitab salaf yang relevan dengan judul.
C. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data.21 Dalam pengumpulan data, kami
menggunakan library research yaitu mencari data dengan cara melakukan
penelusuran terhadap buku-buku, sejumlah tulisan perpustakaan, dan
menelaahnya.
D. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data digunakan beberapa metode diantaranya :
a. Analisis deskriptif, yaitu bertujuan memberikan predikat kepada
variabel yang diteliti susuai dengan tolok ukur yang sudah
ditentukan.22 Analisis ini hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat
lebih mudah dipahami dan disimpulkan.
b. Analisis deduktif, yaitu berpikir dari suatu pengetahuan yang sifatnya
umum dan bertitik tolak dari pengetahuan umum itu kita kehendaki
meneliti kejadian khusus.23 Metode ini digunakan dalam pembahasan
yang bersifat teoritis, yaitu untuk menganalisa buku-buku literatur
yang ada guna memberikan penjelasan dan permasalahan yang secara

20
Cholil Narbuko, Metodologi Riset, (Semarang : IAIN Press, 1980),
hlm.71
21
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta,
2005), cet. Ke-7, hlm.100
22[22] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian., op.cit., hlm. 386
23
Sutrisno Hadi, Metodologi Research., op.cit., hlm. 27
13

garis besar kemudian dijelaskan lebih rinci sehingga akan mudah


dipahami.
c. Analisis Induksi, yaitu suatu metode yang mempelajari kaidah-kaidah
atau data yang bersifat khusus kekmudian mengadakan analisa untuk
mengambil kesimpulan yang bersifat umum.24
d. Analisis isi, atau seringkali disebut analisis dokumen, adalah telaah
sistematis atas catatan-catatan atau dokumen-dokumen sebagai
sumber data25

E. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan, di Perpustakaan Umum Daerah Kab. Bone Jln.
Merdeka.

F. JADWAL KEGIATAN
Waktu penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 2 minggu, mulai
tanggal 9 sampai dengan tanggal 18 Desember 2017.

24Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : PT Rineka


Cipta, 1998), hlm. 120.
25
Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya : Usaha
Nasional, 1982), hlm. 133
14

BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

A. Sistematika Penulisan

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan


menyeluruh mengenai tesis ini, maka secara global kami merinci dalam
sistematika penulisan ini sebagai berikut :

Bab I, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang


masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.

Bab II, berisi tentang shalat berjamaah dalam perspektif


fikih dan tasawuf yang meliputi pengertian shalat berjamaah, hukum
shalat berjamaah, syarat sah shalat berjamaah, keutamaan sholat
berjamaah, hikmah sholat berjamaah dalam perspektif tasawuf.

Bab III berisi tentang akhlakul karimah dalam perspektif


tasawuf yang meliputi pengertian akhlakul karimah, dasar-dasar
akhlakul karimah, manfaat akhlakul karimah, faktor-faktor yang
mempengaruhi akhlakul karimah.

Bab IV, berupa analisis terhadap kedisiplinan shalat


berjamaah dalam membentuk akhlakul karimah (perspektif fikih dan
taswwuf), implikasi sholat berjamaah terhadap lingkungan kehidupan.

Bab V, adalah penutup dari serangkaian pembahasan yang


berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
15

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ibadah sholat adalah ibadah yang sangat penting. Shalat merupakan
tiang agama. Shalat adalah titik sentral dasar curahan kebaikan serta
lambang hubungan yang kokoh antara Allah dan hamba-Nya
Shalat jamaah adalah suatu ikatan pertalian yang terdiri dari imam dan
ma’mum walaupun satu.

Melaksanakan shalat lima waktu dengan berjamaah termasuk ibadah


termulia dan cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kesempatan saling bertemu di masjid itulah sebagai langkah awal
membangun kebersamaan dalam segala bidang, sehingga dalam diri
mereka dan lingkungan masyarakat setempat terpancar siraman rohani
yang dapat membentuk akhlakul karimah.
Akhlakul karimah berasal dari dua kata yakni akhlak dan
karimah. akhlak berarti budi pekerti, tingkah laku, perangai, sedangkan
karimah berarti kemuliaan, kedermawanan, murah hati, dermawan. akhlak
pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara
spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca terutama pada dosen mata kuliah ini,
agar pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan
sarannya, kami ucapkan terima kasih.
16

DAFTAR PUSTAKA
Al Bustani, Fuad Ifram. Munjid Aththullahm. Beirut : Darul Masyriq. 1956.
Al-Khuli, Hilmi. Menyingkap Rahasia Gerakan-gerakan Shalat. Jogjakarta: Diva
Press. 2012.
Al Malibari, Syaikh Zainudin. Fathul Mu’in. Semarang : Thoha Putra.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. 2005.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta. 1998.
As-suyuti, Jalaluddin. Al-Jāmi’u as-soghīr. Al Maktabah as-Syamilah.
Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. 1993.
Faisal, Sanapiah. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
1982.
Mubtadi-ien Lirboyo. Kearifan Syariat, Menguak Rasionalitas Syariat dari
Perspektif
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset. 1989.
Hadjar, Ibnu. Dasar-dasar metodologi penelitian kwantitatif dalam pendidikan.
Jakarta : Raja grafindo persada. 1996.
Ilahim, Fadhl. Shalat Berjamaah bersama Rasulullah. Yogyakarta : Manhaj.
2010.
Mahful M. Meninggalkan Shalat? Batas Hukum dan Sanksinya. Surabaya :
Pustaka Progresif. 2003
Mitsly, Lubna. Kesalahan-kesalahan yang Paling Sering dilakukan Saat Shalat,
Jogjakarta : Diva Press. 2011.
Mleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Remaja Rosdakarya.
2006.
17

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai