PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Invaginasi adalah suatu proses di mana segmen intestin masuk ke dalam
bagian lumen usus yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran cerna.7
Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian yang tepat
berdekatan.1 Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan bagian yang
menerima intususepturn dinamakan intususipiens. Oleh karena itu, invaginasi
disebut juga intususepsi. 5
2.2 Etiologi
Sebagian besar etiologi invaginasi pada anak tidak dapat ditentukan
atau disebut juga invaginasi primer. Faktor presipitasi invaginasi pada anak
dapat berupa infeksi virus dan pertumbuhan tumor intestinum. Dahulu,
beberapa kasus invaginasi berhubungan dengan vaksin rotavirus. Rotavirus
adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi yang dapat mengakibatkan
terjadinya diare, vomitus, demam, dan dehidrasi. Pada orang dewasa
invaginasi dapat disebabkan oleh tumor jinak maupun ganas saluran cerna,
parut (adhesive) usus, luka operasi pada usus halus dan kolon, IBS (Irritable
Bowel Syndrome), dan Hirschsprung. 8
Hipertrofi Payer’s patch di ileum dapat merangsang peristaltik usus
sebagai upaya mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan
invaginasi. Invaginasi sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas
dan serangan episodik gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan
limfoid.2,5,9 Adenovirus ditemukan pada 50% kasus invaginasi. Invaginasi
idiopatik umumnya terjadi pada anak berusia 6 -36 bulan karena tingkat
kerentanannya tinggi terhadap virus.5
Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk
terjadinya intususepsi, seperti appendiks terbalik, divertikulum Meckel, polip
usus, duplikasi atau limfosarkoma. Intususepsi juga dapat terjadi pada
penderita kistik fibrosis yang mengalami dehidrasi.4
2.3 Patofisiologi
Invaginasi sekunder biasanya terjadi karena adanya lesi patologis atau
iritan pada dinding usus yang dapat menghambat gerakan peristaltic normal
serta menjadi lokus minoris untuk terjadinya invaginasi. Invaginasi
dideskripsikan sebagai prolaps internal usus proksimal dalam lekukan
mesenterika dalam lumen usus distal. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi pada pasase isi usus dan menurunkan aliran darah ke bagian usus
yang mengalami invaginasi tersebut. Akhirnya dapat mengakibatkan obstruksi
usus dan peradangan mulai dari penebalan dinding usus hingga iskemia
dinding usus.10
Mesenterium usus proksimal tertarik ke dalam usus distal, terjepit, dan
menyebabkan obstruksi aliran vena dan edema dinding usus yang akan
menyebabkan keluarnya feses berwarna kemerahan akibat darah bercampur
mucus (red currant stool).5,9,11 Jika reduksi intususepsi tidak dilakukan, terjadi
insufisiensi arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus
yang akan menyebabkan pendarahan, perforasi, dan peritonitis.12 Perjalanan
penyakit yang terus berlanjut dapat semakin memburuk hingga menyebabkan
sepsis.13
2.4 Klasifikasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan
lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau segmen yang
mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori
berdasarkan lokasi terjadinya: 10
1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus
2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon
3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens
4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus
minorisnya adalah katup ileosekal.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke
kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.2
2.5 Diagnosis
Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi
yang sehat mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak
dapat ditenangkan sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang
karena sudah capai sekali. Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah
sewaktu serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red current jelly
stool) per anal, yang berasal dari intususepsi yang tertekan, terbendung atau
mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu
serangan dan pada pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya
memanjang dengan batas yang jelas seperti sosis.2 Massa teraba di kuadran
kanan atas dengan tidak ditemukannya sensasi kekosongan di kuadran kanan
bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden (dance’s sign).14
Bila invaginasi disebut strangulasi harus diingat kemungkinan
terjadinya peritonitis setelah perforasi. Invaginasi yang masuk jauh dapat
ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti
portio uterus pada pemeriksaan vagina sehingga disebut sebagai pseudoportio
atau porsio semu.2
Invaginatum yang keluar lewat rectum jarang ditemukan; keadaan
tersebut harus dibedakan dengan prolapsus mukosa rectum. Pada invaginasi
didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus
berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus.2
Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rectum dari
invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar
penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka. Diagnosis
invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium.2
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpai tanda obstruksi (lihat
Gambar 2.2) dan massa di kuadran tertentu dari abdomen menunjukkan
dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis
invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi
dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan
pemberian barium enema dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi
stabil, digunakan sebagai diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh
invaginatum biasanya tampak jelas pada foto.2
Invaginasi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali idiopatik.
Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tumor
lain di usus halus. Invaginasi juga disebabkan oleh pencetus seperti
divertikulum Meckel yang terbalik masuk lumen usus, duplikasi usus,
kelainan vaskuler, atau limfoma. Gejalanya berupa gejala dan tanda obstruksi
usus, tetapi tergantung dari letak ujung invaginasi.2
Kriteria diagnosis invaginasi akut:15
1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi)
a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan
b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada
enema pada usus halus yang berinvaginasi, adanya massa
intraabdominal yang dideteksi dengan USG
c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi
2. Mungkin invaginasi (probable)
Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor
3. Possible invaginasi
Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor
Adapun kriteria minor untuk invaginasi adalah: usia < 1 tahun, laki-laki, nyeri
perut, muntah, letargi, hangat, syok hipovolemik, foto polos abdomen
menunjukkan pola gas usus yang abnormal. 15
2.6 Tatalaksana
Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting
sebagai berikut:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
2. Dekompresi maksudnya menghilangkan peregangan usus dan
muntah dengan selang nasogastrik, pemberian antibiotik
3. Reposisi bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan
operatif.17
Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu
diagnosis rontgen tersebut ditegakkan.2 Metode ini dengan cara memasukkan
barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu.17 Syaratnya
ialah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan
peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat okbtruktif tinggi.2
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak
boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan
reposisi hidrostatik. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum.
Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara semakin sering digunakan karena
lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan enema barium. 2
Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi
operatif.2 Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka
leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang
ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sisterna usus yang
berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu
operasi. Tindakan selama operasi tergantung dari penemuan keadaan usus,
reposisi manual harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada
keterampilan operator dan pengalaman operator.17
Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual dengan mendorong
invaginasi dari oral kearah sudut ileosekal:dorongan dilakukan dengan hati-hati
2
tanpa tarikan dari bagian proksimal. Reseksi usus dilakukan pada kasus yang
tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau
ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.17
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Pada
intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah
suatu keganasan. Oleh karena itu, ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan
reseksi, dengan tidak melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus halus
harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati, tetapi jika ditemukan nekrosis,
perforasi, dan edema, reduksi tidak perlu dilakukan dan reseksi segera dikerjakan.
Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi.17
2.7 Prognosis
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal.
Angka rekurensi pasca reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar
10% dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi setelah
dilakukan reseksi bedah. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan
dalam 24 jam pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut,
terutama setelah hari kedua.4
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : R.P
Umur : 7 bulan
No. CM : 1-14-26-98
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sigulai, Simeulu Barat
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status : Belum kawin
Tanggal Masuk : 17 september 2017
Tanggal Pemeriksaan : 18 Februari 2017
Riwayat Kebiasaan/Sosial
Pasien baru saja memulai diet padat pada 2 mnggu terakhir.
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien ANC teratur ke bidan. Riwayat sakit selama hamil disangkal.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara normal pervaginam dan cukup bulan 38-39 minggu.
Persalinan dibantu oleh bidan. Pasien segera menangis setelah lahir.
Riwayat Makanan
Sejak lahir sampai sekarang pasien diberi ASI oleh ibunya, dan pemeberiam
makanan pendamping ASI sejak 2 minggu ini.
Riwayat Imunisasi
Tidak diketahui
STATUS INTERNUS
a. Kulit
Warna : Normal
Turgor : Normal
Ikterus : (-)
Pucat : (-)
b. Kepala
Kepala : Normochepali
Rambut : Warna hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, ikterik (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-)
Telinga : Normotia
Hidung : NCH (-), sekret (-) , terpasang NGT (+)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-)
c. Leher
Inspeksi : Simetris, pembesaran KGB (-)
d.Paru
g. Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Edema - - - - - - - -
Sianosis - - - -
Akral Dingin - - - -
h. genitalia
Sphingter ani : normal
Mucosa : smooth
Ampula : fese (+), Darah (+), Pseudoportio (+)
Handscoon : feses (+), darah (+)
FotoPolos pasien.
Soft tissue tidak terdapat adanya swelling, tulang costae normal, vertebrae tidak
tampak adanya gambaran skoliosis, lordosis maupun kifosis, dan paru dalam batas
normal.jantung tampak kardiomegali, distribusi udara usus meningkat dan tampak
gambaran distensi usus
USG (17 september 2017)
VII. PENATALAKSANAAN
OGT
IVFD 2:1 750 cc/24 jam
Inj. Cefriaxone 350 mg/12 jam
Inj. Novalgin 100 mg/ 8 jam
Metronidazole 60 mg/ 8 jam
Paracetamol 75 mg/8 jam
Kateter urin
Pemeriksaan laboratorium
P/
Persiapan operasi emergancy
Laparotomi explorasi
Repair invaginasi
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
IX FOLLOW UP POST OP
Telah diperiksa anak laki-laki berusia 7 bulan dengan keluhan muntah dan
buang air besar berdarah. Riwayat muntah dialami pasien sejak lebih kurang 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat demam dialami pasien sejak 4 hari yang
lalu. Dalam 3 hari ini perut pasien juga semakin terlihat memebesar diikuti dengan
muntah. Ibu pasien mengaku tidak pernah memberikan makan pedamping ASI < 6
bulan, diet padat baru dilakukan lebih kurang 2 minggu ini.
Gejala yang dialami pasien berupa muntah dan buang air besar berdarah,
hal ini disebabkan oleh karena invaginasi merupakan keadaan dimana usus
proksimal masuk kedalam lumen usus distal. Hal ini dapat menyebabakan iskemik
pada usus yang mengalami invaginasi, sehingga mengakibatkan obstruksi aliran
vena dan edema dinding usus sehingga feses akan berwarna kemerahan akibat
darah bercampur mucus (red current stool), perut kembung (distensi), iskemik
pada usus juga menyebabkan rasa nyeri sehingga bayi akan tampak gelisah.
Distensi yang terjadi merangsang pusat muntah di medula otak sehingga pasien
muntah. Demam dapat terjadi akibat kolonisasi dari bakteri di usus.7
Dari hasil pemeriksaan foto polos, didapatkan gambaran dilatasi usus dan
gambaran udara yang tidak sampai ke distal. Pada USG di dapatkan gambaran
doughnut sign yang merupakan gambaran khas dari invaginasi.2
Pasien diberikan cairan IVFD 2:1 dan juga antibiotik profilaksis berupa
cefriaxone. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada 24 jam
pertama, bayi harus diberikan cairan intravena, antibiotik, dan dekompresi
orgastric untuk mencegah terjadinya aspirasi. 3
1. Anderson DM, et al. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta: EGC;
2002.
2. Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta:
EGC; 2004.
3. Miguel OR, Yalda L, Alfredo P, Teresa VM. Two year review of intestinal
intussusception in six large public hospitals of Santiago, Chile. Pediatric
Infectious Disease Journal. 2003;22:717-21.
4. Willye R. Intususepsi. In: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editors.
Nelson ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.
5. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP,
editors. Ashcraft’s pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders
Elsevier; 2010.
6. Ko SF, Lee TY, Ng SH, Wan YL, Chen MC, Tiao MM, et al. Small bowel
intussusceptions in symptomatic pediatric patients: experiences with 19
surgically proven cases. World Journal of Surgery. 2002;26(4):438-43.
7. Blanco FC. Pediatric intussusceptions. Medscape Reference [serial on the
Internet]. 2010; [cited 2011 Apr 26]; [about 4 p.]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview
8. Mayo Clinic [homepage on the Internet]. Arizona: Intussusception; c1998-
2011 [cited 2011 Apr 26]. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/intussusception/DS00798
9. Fardah AA, Ranuh RG, Sudarmo SM. Intususepsi. Fakultas Kedokteran
UNAIR. 2006 [cited 2011 Mar 13]; Available from:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori
=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-dzti231.htm
10. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G,
Vassiliou S, et al. Intussusception of the bowel in adults: a review. World
Journal Gastroenterology. 2009;15(4):407-11.
11. King L. Intussusception in emergency medicine. 2010 June 15 [cited 2011
March 11]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/802424-media.
12. Texas Pediatric Surgical Associates. Intussusception.[cited 2011 March
11]. Available from: URL:
http://www.pedisurg.com/pteduc/Intussusception.htm.
13. Spalding SC, Evans B. Intussusception. Emergency Medicine Journal.
2004;36(11):12-9.
14. Brunicardi FC,Andersen DK, Billiar TR, Dun DL, Hunter JG, Pollock RE.
Schwartz’s principle of surgery. 8th ed. United Stated of America: The
MacGraw-Hill Companies; 2007.
15. Bines JE, Ivanoff B, Justice F, Mulholland K. Clinical case definition for
the diagnosis of acute intussusceptions. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. 2004;39:511-8.
16. Shenlie. Intussusception. Olivarez College Paranaque Journal. 2010;1-10.
17. Ilmu Bedah. Invaginasi. 2009 [diakses 27 Maret 2011]. Diunduh dari:
http://www.bedahugm.net/bedah/bedah-anak/invaginasi.