Anda di halaman 1dari 32

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan

Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga

menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari

hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga

telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung

sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses

akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam

ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan

proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia (Justin,

2007 dalam syiar 2009).


ISPA adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,

pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya

obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada

saat melakukan pernafasan (Catzel & Roberts; 1990).


ISPA merupakan penyakit yang cukup kompleks sehingga sampai

saat ini belum di temukan 1 paketpun yang dapat digunakan untuk

menanggulangi seperti halnya oralit untuk menanggulangi diare. Penyakit


15

infeksi saluran pernafasan bagian atas merupakan penyebab morbiditas

dan morbilitas yang menduduki urutan teratas pada anak-anak balita

(dibawah usia 5 tahun) di Indonesia. (Sitorus, 2008).

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah:

a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala

batuk, pilek dan sesak.


b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari

39°C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.


c. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,

nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan

gelisah.

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2

bulan dan untuk golongan umur 2 bulan- 5 tahun (Muttaqin, 2008):

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan


1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian

bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur

kurang 2 bulan yaitu 6 kali per menit atau lebih.


2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah

atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2

bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai

kurang dari ½ volume yang biasa diminum)


b) Kejang
c) Kesadaran menurun
16

d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam / dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada

bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat

diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau

meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak

ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5

tahun yaitu:
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
2. Pneumonia
a. Pengertian
Menurut Maryunani (2010) pneumonia adalah penyakit yang

menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan kesukaran

bernafas balita yang terserang pneumonia dan tidak segera diobati

dengan tepat sangat mudah meninggal.


Suatu inflamasi pada parynchema paru, pada umumnya pneumonia

pada masa anak digambarkan sebagai broncho pneumonia, yang mana

merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular

(adanya infiltrate sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru

dan sekitar bronchi) dan pneumonia interstitial (diffusi bronchiolitis


17

dengan eksudat yang jernih didalam dinding alviolar tetapi bukan

diruang alviolar). Bakteri pneumonia lebih sering mengenai lobular

dan sering juga terjadi konsolidasi lobular, sedangkan viral pneumonia

menyebabkan inflamasi pada jaringan interstitial.


b. Klasifikasi pneumonia
Menurut Maryunani (2010) mengklasifikasikan penyakit

pneumonia kedalam beberapa kelompok yaitu:


1) Untuk kelompok usia 2 bulan sampai <5 tahun, dibedakan dalam 3

klasifikasi, antara lain:


a) Pneumonia berat : ditandai dengan adanya batuk dan sukar

bernapas. Serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam (chest indrawing)


b) Pneumonia : ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar

bernapas, napas cepat sebanyak 50 kali atau lebih/menit untuk

usia 2 bulan sampai <1 tahun, 40 kali per menit atau lebih

untuk usia 1 sampai 5 tahun


c) Bukan pneumonia : ditandai dengan adanya batuk pilek,

pharyngitis, radang telinga tengah, dan sukar bernapas tidak

ada napas cepat serta tidak adanya tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam.
2) Untuk usia <2 bulan, klasifikasi terdiri dari :
a) Pneumonia berat : ditandai dengan adanya batuk dana tau sukar

bernapas, napas cepat 60 kali per menit atau lebih atau tarikan

kuat dinding dada bagian bawah ke dalam


b) Bukan pneumonia: ditandai dengan adanya batuk pilek,

pharyngitis, radang telinga tengah, dan sukar bernapas tidak ada

napas cepat serta tidak adanya tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam.
18

c. Patogenesis pneumonia
Menurut Maryunani (2010) Pneumonia masuk kedalam paru melalu

jalan pernapasan secara percikan atau drompet. Proses radang

Pneumonia dibagi menjadi 4 stadium :


1. Stadium I : kongesti
Kapiler melebar dan kongesti didalam alveolus terdapat eksudat

jernih.
2. Stadium II : Hepatisasi Merah
Lobus lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung

udara, warna menjadi merah, pada perabaan seperti hepar, didalam

alveolus terdapat fibrin.


3. Stadium III : hepatisasi kelabu
Lobus masih padat dan berwarna merah menjadi kelabu/pucat,

permukaan pleura suram Karena diliputi oleh fibris dan leucocyt,

tempat terjadi pagositosis pneumococcus dan kapiler tidak lagi

kongesti.

4. Stadium IV : resolusi
Eksudad berkurang, didalam alveolus macrofag bertambah dan

leucocyt necrosis serta degenerasi lemak, fibrin kemudian

diekskresi dan menghilang.


d. Etiologi
Sebagian besar diidentifikasi dari riwayat klinik, umur anak,

riwayat kesehatan secara umum, pemeriksaan fisik, radiografi, dan

pemeriksaan laboratorium (Maryunani, 2010).


e. Gambaran Klinik
Manifestasi klinik dari pneumonia sangat besar variasinya

tergantung pada Agentetiologi, umur anak, reaksi sistemik anak


19

terhadap infeksi, perluasan lesi, tingkat obstruksi pada bronchial dan

bronchioler (Maryunani, 2010).


Brounchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas

bagian atas dengan tanda-tanda:


1. Suhu meningkat mendadak 39-40, kadang-kadang disertai

kejang Karena demam yang tinggi.


2. Anak gelisah, dyspnoe, pernapasan cepat dan dangkal disertai

cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung kadang-

kadang disertai muntah dan diare.


3. Batuk setelah beberapa hari sakit, mula-mula batuk kering

kemudian batuk produktif.


4. Anak lebih senang tiduran pada sebelah dada yang terinfeksi.
5. Pada auskultasi terdengar ronchi basah nyaring halus dan

sedang.
f. Faktor resiko pneumonia
Diidentifikasi secara rinci, faktor yang meningkatkan terjadinya

(morbiditas) pneumonia dan faktor yang meningkatkan terjadinya

kematian (mortalitas) pada pneumonia.


a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
1) Umur <2 bulan
2) Laki-laki
3) Gizi kurang
4) Berat badan lahir rendah
5) Tidak mendapatkan asi memadai
6) Polusi udara
7) Kepadatan tempat tinggal
8) Imunisasi yang tidak memadai
9) Membedong anak
10) Defisiensi vitamin A
b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
1) Umur <2 bulan
2) Tingkat ekonomi sosial rendah
3) Gizi kurang
4) Berat badan lahir rendah
5) Tingkat Pendidikan ibu yang rendah
6) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
7) Kepadatan tempat tinggal
20

8) Imunisasi yang tidak memadai


9) Menderita penyakit kronis
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya pneumonia

Balita menurut segitiga epidemilogi (Notoatmodjo, 2011) yaitu :


a. Konsep dasar terjadinya penyakit
Suatu penyakit timbul akibat dari interaksi berbagai fektor baik

dari agent, induk semarang atau lingkungan. Pendapat ini tergambar di

dalam istilah yang dikenal luas dewasa ini, yaitu penyebab majemuk

(multiple causation of disease) sebagai lawan dati penyebab tunggal

(single causation). model yang dikenal dewasa ini ialah segitiga

epidemiologi (the epidemiologic tringle) diantaranya ialah

(Notoatmodjo, 2011) :
1) Faktor penjamu (Host)
Faktor penjamu (host) adalah semua faktor yang terdapat

pada diri manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit

serta perjalanan suatu penyakit, factor yang ada pada penjamu

dibagi berdasarkan faktor biologis dan faktor perilaku. Beberapa

faktor biologis penjamu yang dapat mempengaruhi terjadinya

penyakit meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, mekanisme daya

tahan tubuh, keturunan ras. Terjadinya suatu penyakit juga

dipengaruhi oleh perilaku penjamu, diantaranya adalah status

perkawinan, pekerjaan, dan kebiasaan hidup (Notoatmodjo,

2011).
a) Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden

penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia


21

dini anak–anak dan tetap menurun terhadap usia. insiden

pneumonia tertinggi pada umur 6–12 bulan (Maryunani, 2010).


b) Berat Badan Lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan, perkembangan

fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan

lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih

besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal terutama

pada bulan– bulan pertama kelahiran. Karena pembentukan zat

anti kekebalan kurang sempurna akan menyebabkan bayi lebih

mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit

saluran pernapasan lainnya.


Penelitian menunjukan bahwa berat bayi kurang dari 2500

gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat

infeksi saluran pernapasan dan hubungan ini menetap setelah

dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, dan

Pendidikan. Data ini mengingat bahwa anak-anak dengan

riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih

tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami

lebih berat infeksinya (Maryunani, 2010).


c) Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap

pertumbuhan dan perkembangan anakdipengaruhi oleh umur,

keadaan fisik, kondisi kesehatannya, tersedianya makanan dan

aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat

dilakukan antara lain berdasarkan antropometri: berat badan

lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar tangan atas.


22

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang

penting terjadinya pneumonia. Beberapa penelitian telah

membuktikan adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi

paru, sehingga nak-anak yang gizi buruk sering mendapat

pneumonia. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah

terserang pneumonia dibandingkan balita dengan gizi

normalkarena faktor daya tahan tubuh yang kurang

(Maryunani, 2010).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1995/MENKES/SK/XII/2010 Gizi kurang dan Gizi buruk

adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan

menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah

underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi

buruk). Kategori dan ambang batas status gizi anak

berdasarkan indeks yang mengacu pada standar antropometri

WHO 2005 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Berdasarkan Indeks

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)


Berat Badan Menurut Gizi Buruk < -3SD
Umur (BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Gizi Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan Menurut Sangat Pendek <-3 SD
Umur (PB/U) Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
Tinggi Badan Menurut Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
23

Umur (TB/U) Tinggi >2 SD


Anak umur 0 – 60 Bulan
Berat Badan Menurut Sangat Kurus <-3 SD
Panjang Badan (BB/PB) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
atau Berat Badan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Gemuk >2 SD
AnakUmur 0 – 60 Bulan
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus <-3 SD
Menurut Umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Sangat Kurus <-3 SD
Indeks Massa Tubuh Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Menurut Umur (IMT/U) Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Anak Umur 5 – 18 Bulan Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD
Sumber : KEPEMENKES Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010

d) Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan Posyandu memberikan

kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai

dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari

6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah

mendapatkannya akan memiliki resiko terjadinya suatu

penyakit yang lebih tinggi daripada yang mendapatkan vitamin

A sesuai waktunya (Maryunani, 2010).


Pemberian Vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan

imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang

spesifik dan tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila
24

antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan

sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, maka dapatlah

diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang

bersangkutan untuk jangka waktu yang tidak terlalu singkat.

Oleh karena itu pemberian vitamin A dan imunisasi secara

berkala untuk anak prasekolah seharusnya bukanlah suatu

kegiatan yang dipandang untuk dilakukan secara terpisah.

Kedunya haruslah di pandang dalam suatu kesatuan yang utuh

(Maryunani, 2010).

e) Status Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian imunisasi dasar kepada bayi

dan balita sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Imunisasi adalah perlindungan yang paling ampuh untuk

mencegah terjadinya penyakit berhaya karena imunisasi dapat

merangsang kekebalan tubuh bayi sehingga dapat melindungi

dari berbagai macam penyakit berbahaya (Depkes RI, 2009).


Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat

akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai

komplikasi campak. Sebagian besar kematian akibat penyakit

pneumonia berasal dari jenis pneumonia yang berkembang dari

penyakit seperti difteri, pertusis, campak. maka peningkatan

cakupan imunisasi akan berperan sangat besar dalam upaya

pemberantasan pneumonia. Untuk mengurangi faktor yang


25

dapat meningkatkan mortalitas pneumonia, diupayakan

imunisasi lengkap bila menderita pneumonia dapat diharapkan

perkembangan penyakit tidak akan menjadi berat (Maryunani,

2010).
Terdapat Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) untuk bayi

dibawah 1 tahun menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (2009), yaitu :


1) Imunisasi Hepatitis B, diberikan 1 kali saat bayi berusia

≥7 hari. Manfaat dari Imunisasi ini adalah untuk

mencegah penularan hepatitis B dan kerusakan hati.


2) Imunisasi BCG, diberikan 1 kali saat bayi berusia 1

bulan. Manfaat dari imunisasi ini adalah untuk mencegah

penularan TBC dalam hal ini adalah Tuberkulosis yang

berat.
3) Imunisasi DPT – HB, diberikan 3 kali saat bayi berusia 2,

3, 4 bulan. Manfaat dari imunisasi ini adalah mencegah

penularan difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan

nafas, Batuk rejan atau yang disebut juga batuk 100 hari,

tetanus, dan hepatitis B.


4) Imunisasi Polio, diberikan 4 kali saat bayi berusia 1, 2, 3,

4 bulan. Manfaat dari imunisasi ini adalah untuk

mencegah penularan polio yang dapat menyebabkan

lumpuh layuh pada tungkai dan atau lengan.


5) Imunisasi Campak, diberikan 1 kali saat bayi berusia 9

bulan. Manfaat dari imunisasi ini adalah untuk mencegah


26

penularan campak yang dapat menyebabkan komplikasi

radang paru, radang otak, dan kebutaan.


Melihat dari berbagai macam manfaat pada setiap jenis

imunisasi tersebut maka imunisasi sangatlah penting untuk

dilakukan terutama untuk imunisasi dasar. Maka dalam hal ini

status imunisasi diukur dengan lengkap atau tidak lengkapnya

pelaksanaan lima imunisasi dasar lengkap yang telh ditetapkan

oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang telah

disebutkan diatas..
Dalam penanganan pneumonia tingkat keluarga

keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori

yaitu : perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan yang

segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita;

pencarian pertolongan pelyanan kesehatan (Maryunani, 2010).


f) Faktor prilaku
Faktor prilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit

pneumonia pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek

penanganan pneumonia di keluarga baik yang dilakukan oleh

ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau

masyarakat dalam menangani pneumonia sangat penting karena

penyakit pneumonia merupakan penyakit yang ada sehari-hari

dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat

perhatian serius oleh kita semua Karena penyakit ini banyak

menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga

yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan


27

terampil menangani penyakit pneumonia ini ketika anaknya

sakit (Maryunani, 2010).

2) Penyebab penyakit (Agens)


Agens (penyebab penyakit) adalah suatu substansi atau

elemen tertentu yang kehadiran atau tidaknya dapat menimbulkan

atau mempengaruhi perjalanan penyakit. Banyak orang

beranggapan bahwa yang menyebabkan terjadinya penyakit hanya

virus, bakteri, dan yang sejenisnya, tetapi sebenarnya itu hanya

sebagian kecil dari bibit penyakitm masih ada berbagai macam

agens yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit.


Pneumonia Balita di sebabkan oleh lebih dari 300 jenis

kuman, baik berupa bakteri, virus maupun rickettsia. Penyebab

pneumonia pada balita di negara berkembang adalah bakteri yaitu

streptococcus pneumoniae dan haemophylus influenzae

(Maryunani, 2010).
3) Lingkungan (Environment)
Lingkungan (environment) adalah agregat dari seluruh

kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan

perkembangan suatu organisme. Lingkungan tersebut dibedakan

atas lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Lingkungan fisik

adalah lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia,

misalnya cuaca, musim, geografis, dan struktur geologi.

Lingkungan biologis adalah semua bentuk kehidupan yang berada

disekitar manusia, misalnya hewan, tanaman, dan

mikroorganisme. Lingkungan sosial adalah lingkungan yang


28

muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, misalnya

sosial budaya, norma, nilai, dan adat istiadat.


a) Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk

memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme

pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya

pneumonia. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan

ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu

dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita

bermain. Dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi karena

kemungkinan bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah

bersama – sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya

akan lebih tinggi (Maryunani, 2010).


Banyak penelitian yang menyatakan adanya hubunyan

antara pneumonia dan polusi udara, diantaranya ada

peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak – anak

yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi

pada kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun (Maryunani,

2010).
b) Kepadatan hunian
Menurut keputusan menteri kesehatan nomor

829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan

rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8 m².

Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya

penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal

yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah


29

yang telah ada. Penelitian menunjukkan adanya hubungan

bermakna antara kepadatan dan kematian dari

bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi

udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberikan korelasi

yang tinggi pada faktor ini (Maryunani, 2010).


Selain ketiga faktor lingkungan diatas masih ada faktor

lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit

pneumonia yaitu keadaan dinding dan lantai rumah. Keadaan

dinding dan lantai rumah yang memenuhi syarat kesehatan

menurut Notoatmodjo (2007) adalah sebagai berikut:


1. Keadaan dinding rumah, yaitu salah satu bahan bangunan

rumah untuk mendirikan sebuah rumah. Dengan kategori:


Baik: permanen atau tembok
Tidak baik: semi permanen, bambu, kayu atau papan
2. Keadaan lantai rumah yaitu salah satu bahan bangunan

rumah untuk melengkapi sebuah rumah. Dengan kategori:


Baik: kedap air atau tidak lembab, keramik, ubin.
Tidak baik: menghasilkan debu dan lembab, semen dan

tanah

b. Pencegahan penyakit pneumonia


Pencegahan pneumonia dilaksanakan melalui upaya peningkatan

kesehatan seperti imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan

pemukiman. Peningkatan pemerataan cakupan kualitas pelayanan

kesehatan juga akan menekan morbiditas dan mortalitas pneumonia.

Karena banyak faktor yang mempengaruhi pneumonia dan pneumonia,

maka dilakukan terus penelitian cara pencegahan pneumonia dan

pneumonia yang efektif dan spesifik.


30

Cara yang terbukti efektf saat ini adalah dengan pemberian

imunisasi campak dan pertussis (DPT). Dengan imunisasi campak

yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan

dengan imunisasi pertussis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat

dicegah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa cara pencegahan pneumonia

adalah dengan hidup sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara, dan

pemberiaan imunisasi lengkap (Maryunani, 2010).


3. Sistem informasi geografis (GIS)
a. Pengertian
Sistem informasi geografis (SIG) adalah sistem yang dirancang

untuk bekerja dengan data yang tereferensikan secara

spasial/geografis. Dengan kata lain, SIG merupakan sistem

berbasisdata dengan kemampuan khusus dalam menangani data yang

tereferensi secara spasial; selain merupakan sekumpulan operasi yang

dikenakan terhadap data tersebut.


Sistem informasi geografis (SIG) merupakan gabungan tiga unsur

pokok: Sistem, informasi, dan geografis. Dengan demikian, pengertian

terhadap tiga unsur pokok ini sangat membantu dalam memahami SIG.

Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas bahwa SIG juga

merupakan tipe sistem informasi seperti yang telah dibahas dimuka;

tetapi dengan tambahan unsur “Geografis”. Jadi, SIG merupakan

sistem yang menekankan pada unsur “informasi geografis” (Prahasta,

2014).
Istilah “Geografis” merupakan bagian dari spasial. Istilah ini sering

digunakan secara bergantian/ tertukar satu sama lainnya sehingga


31

muncul istilah ketiga, geospasial. Ketiga istilah ini mengandung

pengertian yang kurang lebih serupa didalam konteks SIG. Dengan

demikian, istilah “informasi geografis” mengandung pengertian

informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi,

atau informasi mengenai keterangan objek yang terdapat di permukaan

bumi yang posisinya diketahui (Prahasta, 2014).


Dengan pengertian sistem informasi, maka SIG juga dapat

dikatakan sebagai suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai

sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang

yang terdapat dipermukaan bumi. Jadi, SIG merupakan sejenis

perangkat lunak, perangkat keras, manusia, prosedur, basis data, dan

fasilitas jaringan komunikasi yang digunakaan untuk memfasilitasi

proses-proses pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan,

dan keluaran data/informasi geografis berikut atribut-atributnya

(Prahasta, 2014).
b. Sub-Sistem SIG
Prahasta (2014) Didalam bukunya yang berjudul “sistem informasi

geografis” dapat diuraikan menjadi beberapa sub-sistem sebagai

berikut:
1) Data input: mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan

data spasial& atributnya.


2) Data output: menampilkan & mnghasilkan keluaran basis data

spasial softcopy & hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report,

peta, dan lain sebagainya


32

3) Data menagement: pengorganisasian data spasial & tabel atribut

ke dalam sistem basisdata sehingga mudah untuk di panggil

kembali di-update, dan di-edit.


4) Data manipulation & analysis menuntukan informasi yang

dihasilkan oleh SIG.

Data
Manipulation &
Analisis

Data
Input Data
SIG Output
i

Data
Management
c. Komponen SIG
Menurut Prahasta (2014) SIG merupakan sistem kompleks yang
M
umumnya terintegrasi dengan sistem komputer lainnya di tingkat

fungsional dan jaringan jika diuraikan SIG terdiri dari komponen

dengan berbagai karakteristiknya:


1) Perangkat keras: SIG tersedia diberbagai platform perangkat

keras; mulai dari kelas PC desktop,workstations, hingga multi-

user host.
2) Perangkat lunak. SIG dimana sistem basisdatanya memegang

peran kunci.
33

3) Data & Informasi geografis SIG dapat mengumpulkan dan

menyimpan data/informasi yang diperlukan baik tidak langsung

(dengan meng-import-nya) maupun langsung dengan mendijitasi

data spasialnya (on-screean/head-ups pada layer monitor atau cara

manual dengan digitizer) dari peta analog dan memasukan data

atributnya dari tabel/laporan dengan menggunakan keyboard.


4) Menagemen proyek SIG akan dihasilkan jika dikelola dengan

baik dan dikerjakan oleh orang yang memiliki keakhlian yang

tepat pada semua tingkatan.


d. Kemampuan SIG
Menurut Prahasta (2014) Pada dasarnya, kemampuan /fitur SIG

sudah dikenali. Kemampuan ini dinyatakan dalam fungsi analisis

spasial dan atributnya, jawaban, atau solusi yang diberikan terhadap

pertanyaan yang di ajukan.


1) Pertanyaan konseptual
Kemampuan SIG dapat dilihat dari kemampuannya dalam

menjawab pertanyaan konseptual.


2) Dari Definisi
Secara eksplisit, kemampuan SIG dapat dilihat dari definisinya

antara lain :
a) Memasukkan dan mengumpulkan data unsur-unsur geografis
b) Mengintegrasikan data unsur-unsur geografis
c) Memeriksa dan meng-update data unsur-unsur geografis
d) Menyimpan dan memanggil kembali data unsur-unsur

geografis
e) Menyajikan kembali data unsur-unsur geografis
f) Mengelola data unsur-unsur geografis
g) Memanipulasi data unsur-unsur geografis
h) Menganalisis data unsur-unsur geografis
34

i) Menghasilkan keluaran data unsur-unsur geografis dalam

bentuk-bentuk peta tematik, tabel, grafik (chart), laporan

(report) dan lain sejenisnya (hardcopy & softcopy).


3) Fungsi analisis
Kemampuan analisis juga dapat dilihat dari fungsi analisis yang

dimilikinya secara umum, terdapat 2 jenis fungsi analisis dalam SIG

fungsi analisis spasial dan atribu. Fungsi analisis non spasial terdiri

dari operasi-operasi dasar sistem pengelolaan basisdata:

Operasi-operasi dasar pengelolaan basisdata ini mencakup :

a) Pembuatan basis data baru (create database)


b) Penghapusan basis data (drop database)
c) Pembuatan table baru (create table)
d) Penghapusan table (drop table)
e) Pengisian dan penyisipan record ke dalam table (insert

record)
f) Penambahan field dan penghapusan field (add field, delete,

field)
g) Pembacaan dan pencarian data (field & record) dari table

basis data (seek, find, search, retrieve)


h) Peng-update-an dan peng-edit-an tabel basisdata (update

record &edit record)


i) Penghapusan data tabel basisdata (delete record, zap, pack)
j) Membuat indeks tabel basisdata.

Fungsi analisis spasialnya terdiri dari :

a) Reclassify: mengklasifikasikan kembali (item) data hingga

menghasilkan data spasial baru berdasarkan kriteria yang

ditentukan
b) Network: fungsionalitas ini berujuk data spasial unsur-unsur

tipe titik dan garis sebagai elemen jaringan


35

c) Overlay : fungsionalitas ini menghasilkan layer spasial baru

yang merupakan kombinasi dari duta atau lebih layer yang

menjadimasukan
d) Buffering : fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang dengan

penyajian data spasial di ruang 3 dimensi


e) Digital image processing : pada fungsionalitas ini, nilai atau

intensitas citra di jital dianggap sebagai fungsi sebaran

spasial
f) Dan lain sejenisnya.
e. Software ArcGIS
Produk yang paling menonjol dan popular sejak pertengahan 2000-

an adalah ArcGIS beserta GeoDatabase-nya. Tidak seperti kebanyakan

SIG yang lahir pada 1980-an, ArcGIS merupakan SIG yang terbilang

besar. SIG menyediakan kerangka kerja yang bersifat scalable untuk

mengimplementasikan aplikasi SIG. ArcGIS merupakan integrasi dari

produk-produk software dengan tujuan untuk membangun sistem SIG

yang lengkap. Pengembangan merancang sedemikian rupa hingga

ArcGIS terdiri dari framework yang siap berkembang untuk

mempermudah pembuatan aplikasi SIG yang sesuai dengan kebutuhan

penggunanya (prahasta 2015). Framework ArcGIS tersebut

diantaranya adalah:
1) ArcGIS Desktop; kumpulan aplikasi SIG professional yang

terintegrasi.
2) ArcGIS Engine; kumpulan komponen SIG yang biasa di-embed-

kan untuk membangun aplikasi SIG


3) ArcGIS server / server GIS; kumpulan aplikasi yang berfungsi

sebagai server SIG dilingkungan ArcGIS


36

4) Mobile GIS; aplikasi ArcGIS yang bekerja pada platform tablet

PC computing.
Framework ArcGIS dapat berubah sesuai dengan perkembangan

konsep, teknologi, dan implementasuinya yang pada dasarnya

tercermindari muatan pada versi ArcGIS-nya.


4. Analisis spasial
a. Pengertian
Menurut prahasta (2014) Analisis spasial adalah teknik/proses yang

melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika matematis dalam

rangka menentukan hubungan atau pola yang terdapat di antara unsur-

unsur spasial. Adapun pengertian lainnya adalah:


1) Sekumpulan teknik untuk menganalisis data spasial.
2) Sekumpulan teknik yang hasilnya bergantung pada lokasi objeknya.
3) Sekumpulan teknik yang memerlukan akses terhadap lokasi objek

dan atributnya.

Dipihak lain, detail mengenai teknik, jenis fungsi, evaluasi, logika,

atau operator matematis yang di gunakan bergantung pada jenis

query/analisis spasial itu sendiri. Oleh karena itu, teknis/prosesnya

bervariasi bisa di sederhana atau kompleks.

b. Fungsi analisis spasial


Detail, tipe, implementasi, atau jenis fungsi analisis spasial dapat

dijumpai di banyak pustaka, perangkat lunak SIG, pengolahan citra

dijital, fotogrametri, model permukaan dijital, dan CAD (prahasta, 2014).

Query basis data


Menurut prahasta (2014) SIG menggunakan query basisdata

bersama dengan fungsi analisis spasiak dalam menjawab berbagai


37

pertanyaan. Query basisdata di gunakan untuk memanggil (retrieve) tabel

tanpa mengubah datanya.


c. Pengukuran
Berikut adalah analisis spasial ysng melibatkan fungsi matematis

sederhana di seputar bentuk unsur spasial yang juga sederhana menurut

prahasta (2014), yaitu:


1) Jarak : fungsi ini digunakan untuk menentukan jaraj antara dua titik

(unsur spasial) yan dipilih secara interaktif dengan menggunakan

mouse (atau melalui query).


2) Luas : fungsi ini di gunakan untuk menghitung luas unsur bertipe

poligon (vektor) dan raster.


3) Keliling : fungsi ini digunakan untuk menghitung keliling

(perimeter) unsur spasial yang beripe poligon (vektor).


4) PIP : fungsi ini (point i polygon) digunakan untuk menentukan

apakah suatu titik terdapat di dalam atau diluar unsur yang bertipe

poligon (vektor).
5) LOF : fungsi ini (line of sight) digunakan untuk mengetahui apakah

dua lokasi di atas permukaan dijital bisa sering terlihat satu sama

lain.
6) Cut & fill : fungi ini digunakan untuk menghitung volume

galian/timbunan dengan membandingkan data permukaan dengan

permukaan lainnya atau dengan permukaan datar dengan ketinggian

tertentu sebagai referensi.


d. Fungsi kedekatan unsur/proximity
Menurut prahasta (2014) beberapa analisis spasial yang berkenaan

dengan hubungan atau kedekatan suatu unsur spasial dengan unsur-unsur

spasial lainnya (yang terdapat di dalam layar vektor yang sama).


1) Find distance :fungsi analisis ini menerima masukan layer vektor

yang berisis unsur spasial titik, garis atau poligon untuk


38

menghasilkan sebuah raster yang pikselnya berisi nilai (real) jarak

dari semua (atau yang terpilih saja) unsur spasial yang terdapat pada

layar masukan.
2) Cost & pathway : cost adalah fungsi yang menghasilkan raster yang

setiap pikselnya menyatakan besaran “biaya”, bobot, atau hambatan

(relatif) perjalanan dari suatu lokasi (source) berdasarkan masukan

lokasi awalnya dan permukaan “biaya” atau bobotnya. Tampilan

hasil analisis ini mirip dengan buffer raser, hasil analisis find

distance/calculate density, membentuk pola konsentris untuk nilai-

nilai yang sama. Patway adalah fungsi yang enghasilkan rute

“termurah” yang menghubungkan antara lokasi aawal dengan

tujuannya (target).
3) Poligon convex-hull : fungsi ini digunakan untuk membuat layer

baru (bertipe) yang mewakili domimain horizonatal yang dimiliki

oleh datanya.
4) Assign proximity : fungsi ini (proximity mapping) menerima layer

vektor yang berisi unsur spasial tipe titik untuk menghasilkan sebuah

layer raster yang kenampakan pkselnya membentuk unsur spasial

poligon, setiap poligon dibentuk oleh piksel-piksel yang memiliki

intensitas yang sama dengan nomor pengenal (ID) unsur spasial tipe

titik masukknya. Setiap piksel yang terdapat pada layer yang siap

divektorkan ini menyatakan bahwa setiap objek yang terletak pada

lokasi pikselnya memiliki sumber yang berlokasi di unsur spasial

tipe titik yang menjadi masukannya.


39

5) Calculate density : analisis spasial ini memodelkan kenyataan

distribusi populasi yang sebenarnnya di lapangan. Oleh sebab itu,

sebgai contoh, dengan fungsi ini, sebuah layer yang memiliki unsur

spasial lokasi perekaman data (stasiun pengamat, TPS) dapat

dibuatkan permukaan (raster) dimana setiap pikselnya menyatakan

besarnya. Fungsi ii mentransformasikan besaran yang berasal dari

unsur sapasial tipe titik menjasi besaran milik unsur spasial tipe

raster (area).
e. Model permukaan digital
Menurut prahasta (2014) bebrapa fungsi analisis yang pada umumnya

berkaitan dengan data atau tematik permukaan dijital :


1) Gridding: fungsi ini mentransformasikan data permukaan

(ketinggian/kedalaman) dijital format acak (TIN) ke dalam format

grid hingga siap di proses lebih lanjut.


2) Sapatial filtering: fungsi yang sering diterapkan pada bidang

pengolahan citra dijital & permkaan dijital ini dilakukan dengan

tujuan untuk meningkatkan kualitas, dan menyederhanakan detail

spasial tertentu di dalam datanya (raster/grid)


3) Controuring: fungsi ini digunakan untuk menginterpolasikan data

ketinggian format grid ke bentuk unsur spasial bertipe garis/vektor

yang merepresentasikan ketinggian yang sama (dengan interval

tertentu).
4) Gradien/slope: fungsi ini menerima masukan data ketinggian dalam

format raster/TIN untuk menghasilkan layer raster baru swbagai

wujud dari nilai-niai kemiringan (yang siap diklasifikasikan

kembali).
40

5) Aspect: berdasarkanmasukan data ketinggian (raster/grid), fungsi ini

menghasilkan layer raster/grid yang menyatakan arah gradien di

setiap psikelnya.
6) Hillshading: fungsi ini akan menghasilakan iluminasi hipotetikal

(raster/grid) dari sebuah permukaan digital (raster/grid/TIN)


7) Steepest path: fungsi ini digunakan untuk menghasilkan path yang

menyataka jalur tercuram ke arah bawah dari suatu lokasi (pada

DTM). Analisis spasial ini digunkan untuk memprediksi aliran run-

off. Analisis ini menghitung arah-arahh yang akan ditempuh oleh

bola yang menggelindung ini akan terus bergerak menempuh jalur

(path)permukaan tearcuram, turun dari bukit hingga akhirnya

mencapai sebuah pit.


8) Profile: fungsi ini menhasilkan tampilan penampang/profil

permukaan berdasarkan garis/path (polyline) yang ditentukan di atas

DTM. Dari tampilan ini akan tampak pula apakah titik awal dan titik

akhirnya bisa saling melihat satu sama lainnya.


9) Viewshed: fungsi ini akan mengidentifikasi unsur spasial (area) mana

saja yang bisa terlihat langsung dari suatu ketinggian di lokasi yang

posisinya ditentukan.
10) Wastershed: fungsi analisis spasial ini akan mengidenifikasi area-

area dimana tempat berkumplnya air (batas air atau drainase yang

terkonsentrasi) yang berasal dari berbagai sumber (saluran).


f. Buffer
Buffer adalah analisis spasial yang akan menghasilkan unsur

spasial bertipe poligon. Unsur ini merupakan area/buffer yang berjarak

tertentu dari unsur spasial yang menjadi masukannya (ditentukan/terpilih

sebelumnya melalui mekanisme query)


41

g. Klasifikasi
Menurut prahasta (2014) klasifikasi merupakan pemetaan suatu

besaran yang memiliki interval tertentu kedalam interval yang lain

berdasarkan batas/kategori tertentu:


1) Reclassify: fungsi ini akan melakukan pengklasifikasikandata raster

ke dalam data raster lainnya berdasarkan batas-batas kelas ang

ditentukan. Perubahan keanggotakan kelas/kelompok piksel-

pikselnya akan secara langsung menubah kenampakan unsur-unur

spesialnya.
2) Reclassinya : fungsi ini melakukan klasifikasikan unsur-unsur

spasial tipe poligon berdasarkan nilai-nilai atribut numeriknya. Pada

kasus vektor, kesamaan keanggotaan sebuah kelas unsur-unsurnya di

tandai oleh kesamaan warna/simbolnya.


h. Pengolahan citra dijital
Menurut prahasta (2014) salah satu analisis spasial yang terkenal di

bidang SIG dan juga pengolahan citra dijital adalah klasifikasi, istilah

yang merujuk pada proses interpretasi citra-citra dijital hasil pengindraan

jauh. Analisis ini merupakan proses proses penyusunan, pengurutan atau

pengelompokkan setiap piksel citra dijital multi-spektral ke dalam kelas-

kelas berdasarkan kriteria/kateori objek hingga dapat menghasilkan

sebuah peta tematik (raster).


1) Claustering: proes klasifikasi di gunakan untuk menelompokkan

piksel-piksel citra berdasarkan spek-aspek statistik semata.


2) Classification: proses klasifikasi yang sama dengan claustring tetapi

dengan tambahan pendefinisian beberapa sampel kelas atau

tambahan oleh pengguna untuk mengakomodasikan aspek-aspek

variabilitas anggota-anggota kelasnya.


42

i. Fungsi editing unsur-unsur spasial


Menurut prahasta (2014) fungsi editing unsur-unsur spasial, yaitu:
1) Union, merge atau combine: fungsi analisis ini pada umumya

digunakan untuk menggabungkan unsur spasial yang dipilih hingga

menjasi sebuah unsur aja.


2) Delete, erase atau cut: fungsi analisis spasial akan menghapus unsur

spasial yang terpilih.


3) Spit atau clip: fungsi analisis spasial ini akan memisahkan sebuah

unsur menjasi lebiih dari satu unsur spasial.


4) Subtract: fungsi analisis spasial ini secara otomatis menghapus area

yang ber-overlap di antara dua unsur spasial tipe poligon.


5) Interect: fungsi analisis spasial ini menghasilkan unsur spasial baru

yang merupan irian dari unsur spasial masukannya.


j. Analisis terhadap layer tematik
Menurut prahasta (2014) analisis ini dilakukan dengan 1 atau 1

layer tematik menghasilkan sebuah daerah tematik baru yang terpisah,

sistematik dan cenderung melibatkan atribut milik tematiknya.


1) Dissolve : analisis spasial ini melakukan agregasi unsur-unsur spasial

yang dimiliki kesamaan nilai atribut.


2) Merge : analisis ini menggabungkan 2 atau lebih tematik sejenis ke

dalam sebuah tematik terpisah


3) Clip : analisis spasial ini menggunakan sebuah tematik untuk meng-

chip atau membatasi tematik lainnya.


4) Spasial join : analisis ini akan menganalisis unsur-unsur spasial tipe

titik mana asja yang msuk ke dalam unsur-unsur spasial tipe poligon

yang ada.
k. Geocoding
Menurut prahasta (2014) adalah proses yang dilakukan untuk

mendapatkan lokasi unsur berdasarkan layar referensi dan masukan

string alamat yang akan diberi.


43

l. Overlay
Menurut prahasta (2014) adalah analisis spasial yang

mengkombinasikan dua tematik masuknya. Secara umum, teknis

mengenai analisis ini terbai ke dalam format datanya, raster atau vektor.
1) Vektor: pada format ini, SIG membaginya dalam dua kelompok

intersect & union.


2) Raster: di dalam terminologi raster, fingdi analisis overlay

diwujudkan dalam bentuk operator aritmatika yang mencakup

kebanyakan kasus dimana dua masukan citra dijital demikian, pasa

analisis spasial ini.


m. Network
Menurut prahasta (2014) adalah sistem jaringan mengenai

pergerakan/perpindahan sumber daya dari suatu lokasi ke lokasi yang

lainnya melalui unsur buatan manusia yang membentuk jaringan yang

saling terhubung.
1) Pemodelan jaringan
2) Penentuan jalur pendek
3) Penentuan jalur optimum atau terbaik
4) Penentuan rute alternatif beserta waktu-waktu tempuhnya.
n. Analisis spasial & masalah spasial
Hasil analisis spasial yang dilakukan SIG bisa dijadikan sebagai

dasar bagi pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan.

Sehubungan dengan pentingnya hal ini, maka berikut adalah ilustrasi

dimana analisis spasial SIG berperan di dalam pengambilan keputusan


B. Kerangka Teori
44

(sumber : Notoatmodjo, 2011)

Data
Manipulation
& Analysis

Data
Input
Data
i SIG Output

Data
Management
(Sumber : Prahasta, 2014)

C. Kerangka Output
M Konsep
1. Peta dan tabel
distribusi
Input pneumonia
Proses Balita
1. Data balita
Penderita 1. Analisis spasial berdasarkan:
pneumonia a. Pencemara
distribusi
2. Titik koordinat udara
pneumonia balita
tempat tinggal b. Kepadatan
menggunakan
penderita hunian rumah
software ArcGis
3. Data hasil c. Berat badan
10.3
koesioner lahir
2. Analisis
d. Status gizi
kuantitatif e. Vitamin A
menggunakan f. Status
SPSS imunisasi
g. Faktor prilaku
h. Buffer lokasi
rumah
45

D. Hipotesis
1. Baffer Jalan dan TPAS penderita pneumonia pada balita di wilayah kerja
2. Ada hubungan distribusi dan frekuensi berat badan lahir dengan kejadian

penyakit pneumonia Balita di wilayah kerja puskesmas Piyungan


3. Ada hubungan distribusi dan frekuensi status gizi dengan kejadian

penyakit pneumonia Balita di wilayah kerja puskesmas Piyungan


4. Ada hubungan distribusi dan frekuensi vitamin A dengan kejadian

penyakit pneumonia Balita di wilayah kerja puskesmas Piyungan


5. Ada hubungan distribusi dan frekuensi status imunisasi dengan kejadian

penyakit pneumonia Balita di wilayah kerja puskesmas Piyungan


6. Ada hubungan distribusi dan frekuensi pencemaran udara dengan kejadian

penyakit pneumonia Balita di wilayah kerja puskesmas Piyungan


7. Ada hubungan distribusi dan frekuensi kepadatan hunian rumah dengan

kejadian penyakit pneumonia Balita di wilayah kerja puskesmas Piyungan

Anda mungkin juga menyukai