Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jagung tidak membutuhkan persyaratan tanah yang khusus. Jenis tanah yang
dapat ditanami jagung antara lain Andosols, Grumosols, Latosols, dan tanah
berpasir (Menegristek 2000). Sehingga, dapat dikatakan bahwa jagung dapat
ditanam hampir pada semua jenis tanah, dan tidak memiliki syarat khusus pada
tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ravoniarijaona (2009), bahwa tanah-tanah
yang didominasi mineral liat tipe 2 :1 (smektit) seperti tanah Vertisol dan Alfisol
mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan
pertanian tanaman pangan asal disertai dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang
tepat.
Tanah Alfisol pada umumnya miskin unsur N, P, K, S, hara mikro, kadar
humus rendah (Ispandi 2002). Salah satu solusi untuk mengatasi kelemahan tanah
Alfisol yaitu dengan pemberian masukan tambahan seperti abu vulkanik dan bahan
organik. Abu vulkanik yang berasal dari letusan gunung berapi dapat meningkatkan
potensi kesuburan tanah. Salah satu contohnya adalah abu vulkanik Kelud yang
berasal dari letusan Gunung Kelud pada tanggal 12 Februari 2014. Menurut
Ningtyas (2015) abu vulkanik Gunung Kelud tersusun atas mineral-mineral
plagioklas, gelas volkan, hornblende (amfibol), hiperstein, augit, kuarsa jernih,
opak, dan bahan amorf. Prosentase SiO2, Al2O3, Fe2O3, MnO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, TiO2, P2O5, SO3, Cr2O3, CuO, SrO, ZnO, da ZrO2 yang terdapat dalam abu
vulkanik Gunung Kelud relatif tidak berbeda pada setiap wilayah. Kelarutan unsur-
unsur tertinggi diperoleh dari abu vulkanik segar yang diekstrak dengan
menggunakan asam sitrat 2% dibandingkan dengan pengekstrak HCl 0.05 N dan
aquades. Kalsium diketahui memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibanding unsur
lainnya. Kandungan Ca yang cukup tinggi ini berkorelasi dengan hasil analisis
mineral fraksi pasir yang menunjukkan bahwa mineral dominan dalam abu
vulkanik Gunung Kelud adalah plagioklas.
Salah satu peran abu vulkanik terhadap ketersediaan unsur hara ditunjukkan
oleh hasil penelitian sebelumnya Suntoro et al. (2014), menunjukkan bahwa abu

1
2

vulkanik Gunung Kelud berdampak pada ketersediaan hara tanaman ditunjukkan


oleh peningkatan Ca-tertukar dan Mg-tertukar. Pengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman ditunjukkan oleh meningkatnya kadar klorofil pada daun tanaman jagung.
Kandungan unsur hara yang terkandung dalam abu vulkanik seperti Sulfur
sangatlah berlimpah dan sangat dibutuhkan oleh tanaman untuh pertumbuhannya.
Namun, unsur hara tersebut harus melalui proses dekomposisi dan mineralisasi
dahulu sebelum dapat tersedia untuk tanaman. Menurut Damayani et al. (2014),
keberadaan material vulkanik yang masih merupakan bahan baru (recent material)
dalam suatu media tanam belum dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara
optimal, terutama dalam mendukung ketersediaan air dan unsur hara bagi tanaman.
Selain masukan tambahan abu vulkanik pada tanah Alfisol, terdapat bahan
organik yang juga dibutuhkan. Proses dekomposisi membutuhkan bahan organik
untuk memperbaiki sifat tanah. Menurut Supriyadi (2008), bahan organik
mempunyai peran penting yaitu menentukan kualitas tanah untuk kelestarian
produksi pertanian melalui pengaruhnya pada sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Sedangkan, menurut Suntoro et al. (2014) bahwa penambahan abu vulkanik dan
pupuk kandang meningkatkan ketersediaan magnesium, serapan magnesium oleh
jagung dan kadar klorofil daun jagung. Oleh karena itu, dilakukan penelitian
tentang efek residu abu vulkanik dan bahan organik terhadap ketersediaan serta
serapan hara sulfur pada jagung di tanah Alfisol.

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh residu abu vulkanik Gunung Kelud dan penambahan


bahan organik terhadap pertumbuhan jagung di tanah Alfisol?
2. Bagaimana pengaruh residu abu vulkanik Gunung Kelud dan penambahan
bahan organik terhadap ketersediaan dan serapan sulfur tanaman jagung di
tanah Alfisol?
3. Berapa kombinasi dosis abu vulkanik Gunung Kelud dan bahan organik yang
tepat untuk pertumbuhan jagung, kandungan, dan serapan sulfur di tanah
Alfisol?
3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui pengaruh residu abu vulkanik Gunung Kelud dan
penambahan bahan organik terhadap pertumbuhan jagung di tanah Alfisol.
b. Mengetahui pengaruh residu abu vulkanik Gunung Kelud dan
penambahan bahan organik terhadap ketersediaan dan serapan sulfur
tanaman jagung di tanah Alfisol.
c. Mengetahui dosis abu vulkanik Gunung Kelud dan bahan organik yang
tepat untuk pertumbuhan jagung, kandungan, dan serapan sulfur di tanah
Alfisol.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi kepada petani
mengenai pengaplikasian abu vulkanik Gunung Kelud dan pupuk kandang
pada jagung di tanah Alfisol, dan peningkatan sulfur dengan aplikasi tersebut.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Abu Vulkanik Gunung Kelud


Abu vulkanik merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan tanaman
dengan memberikan dukungan fisik, unsur hara tanaman yang penting, dan air yang
tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu, pemulihan cepat vegetasi dan lingkungan
tanah biasanya terjadi pada endapan abu vulkanik. Penambahan secara berkala abu
vulkanik secara umum meningkatkan sifat fisik dan kimia tanah, serta memperbarui
produktivitas tanah jangka panjang. Penanaman pada tanah abu vulkanik dengan
bobot volume yang rendah dan konsistensi gembur membutuhkan energi yang
sedikit serta dapat dengan mudah menghasilkan benih dan akar yang baik
(Shoji S, T Takahashi 2002).
Diketahui bahwa material vulkanik belum dapat menyumbangkan unsur hara
bagi tanaman, karena merupakan bahan baru (recent material) yang belum
mengalami pelapukan sempurna dan juga dominasi fraksi pasir menjadikan
material vulkanik ini tidak dapat menahan air. Tingginya kandungan fraksi liat pada
tanah mineral (vulkanik) menunjukkan bahwa fraksi liat dengan muatan negatifnya
berperan sebagai tapak jerapan (cation exchanger) bagi kation-kation hara yang
berasal dari proses penguraian pupuk organik. Pemberian amelioran pupuk kandang
sapi dan tanah mineral memberikan perbaikan sifat fisika dan kimia media tanam
berbahan campuran abu vulkanik (Nurlaeny et al. 2012).
Kombinasi abu vulkanik Merapi, pupuk kandang sapi, dan tanah mineral
sangat nyata mempengaruhi ketersediaan P2O5 dalam media tanam. Kombinasi
tersebut berpengaruh nyata terhadap bobot kering pupus tanaman jagung hibrida.
Hubungan antara bobot kering pupus tanaman jagung dengan konsentrasi Al-dd,
dan Fe-tersedia masing-masing memperlihatkan suatu korelasi negatif. Nilai
korelasi negatif dari kedua persamaan tersebut membuktikan bahwa kelarutan Al
yang masih tinggi dalam media tanam dapat menghambat perkembangan jaringan,
pemanjangan akar dan pembelahan sel-sel akar sehingga menghambat
pertumbuhan dan selanjutnya berpengaruh terhadap bobot kering pupus tanaman.
Demikian juga dengan unsur Fe yang merupakan hara mikro esensial, diperlukan

4
5

oleh tanaman hanya dalam jumlah sedikit. Selain dapat mengikat unsur P, bila
konsentrasi Fe di dalam media tanam berlebih, maka Fe dapat menjadi racun bagi
tanaman. Akibatnya, daya serap perakaran tanaman menurun sehingga kebutuhan
hara tanaman tidak terpenuhi, pertumbuhan menjadi terhambat dan akhirnya
berpengaruh terhadap bobot kering pupus tanaman (Nurlaeny, Simarmata 2014).
Dilihat dari sejarah geologi, abu vulkanik mengandung komponen utama
silika dan alumina. Abu vulkanik dikatakan bersifat pozzolan, yakni suatu material
dengan kandungan utama silika dan alumina tinggi yang dapat bereaksi dengan
kapur (lime) pada suhu rendah (suhu kamar). Adanya kehadiran air akan
menghasilkan suatu hidrat yang mempunyai sifat mengikat (binding) atau
sementasi (Adameic et al. 2008).

B. Tanah Alfisol
Di tanah Alfisol yang umumnya miskin hara S. Unsur S dalam tanaman
merupakan salah satu unsur makro yang banyak dibutuhkan tanaman karena unsur
S merupakan salah satu unsur utama penyusun inti sel dan unsur penting dalam
pembentukan protein (Miller, Donahue 1990). Kemasaman yang tinggi, kekahatan
kation basa, dan KTK yang rendah tersebut merupakan pembatas utama bagi
pengelolaan tanah Alfisol, sedangkan Radjagukguk (1983) menyatakan bahwa
permasalahan tanah merah terletak pada ketersediaan unsur hara yang relatif
rendah. Masalah kesuburan Alfisols yang utama adalah kekurangan N, P, keracunan
Al dan Mn serta kekurangan Ca, Mg, K, dan Mo.
Alfisols mempunyai horison argilik, kejenuhan basa 35% atau lebih pada
horison Alfisols terbawah (Foth 1998). Tanah Alfisol terutama daerah Jawa Tengah
dan Jawa Timur memiliki karakteristik yang hampir seragam. pH tanah yang secara
garis besar berkisar dari masam hingga netral, dengan kandungan C-organik
rendah, yaitu < 2%. P-tersedia sangat rendah hingga sedang dan K-dd rendah
hingga tinggi. Ca-dd sedang hingga sangat tinggi dan Mg-dd sedang hingga tinggi.
KTK sedang hingga sangat tinggi, dan unsur mikro (Fe dan Zn) yang tinggi. Warna
tanah Alfisol adalah coklat kemerahan hingga merah gelap. Kekuatan tanah yang
relatif rendah yaitu kurang dari 3,75 kg F/cm2 (Wijanarko et al. 2007).
6

Lahan kering jenis tanah Alfisol umumnya miskin unsur N, P, K, S, hara


mikro, dan kadar humus dalam tanah sangat rendah serta kadar ion Ca tinggi. Kadar
ion Ca yang tinggi dapat mengakibatkan terfiksasinya hara P menjadi senyawa-
senyawa Ca fosfat yang daya larutnya sangat rendah sehingga tanaman sering
kekurangan unsur P. Tanah Alfisol apabila tanpa pemupukan menunjukkan kadar
S tersedia dalam tanah sudah berharkat sedangkan bila dipupuk dengan ZA
harkatnya meningkat menjadi tinggi sampai sangat tinggi. Meskipun demikian,
meningkatnya ketersediaan hara S dalam tanah, tidak jelas pengaruhnya terhadap
serapan hara S oleh tanaman (Ispandi 2002).

C. Peran dan Dekomposisi Bahan Organik


Penambahan pupuk organik menyebabkan tingginya porositas tanah, hal ini
disebabkan oleh bahan organik pada unit volume tanah yang mempunyai massa
padatan lebih kecil dibandingkan massa padatan tanah, maka berat isi tanah juga
akan mengalami penurunan sehingga porositas akan meningkat. Penambahan
bahan organik ke dalam tanah secara terus-menerus maka akan memperbaiki sifat
fisik tanah. Akibat penambahan bahan organik yang dapat meningkatkan dan
mempertahankan kesuburan tanah juga terdapat masukan unsur hara sehingga
ketersediaannya meningkat dan pertumbuhan tanaman lebih baik
(Prasetyo et al. 2014).
Bahan organik yang ada di permukaan tanah dan bahan organik yang telah
ada di dalam tanah selanjutnya akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi dan
melepaskan hara tersedia ke dalam tanah. Hara hasil mineralisasi dari bahan
organik tanah (BOT), mineral tanah dan dari pemupukan memasuki hara tersedia
dalam tanah. Hara tersedia selanjutnya dapat diserap oleh tanaman, atau mengalami
imobilisasi karena adanya khelat oleh bahan organik tanah atau mineral tanah.
Beberapa hara terutama dalam bentuk anion sangat lemah diikat oleh partikel liat
dan memiliki tingkat mobilitas tinggi (misalnya nitrat), sehingga hara ini mudah
mengalami pencucian. Di lain pihak hara dalam bentuk kation (misalnya kalium),
gerakannya sangat ditentukan oleh kapasitas pertukaran tanah. Hasil mineralisasi
BO dapat meningkatkan ketersediaan hara tanah dan nilai kapasitas tukar kation
7

tanah (KTK), sehingga kehilangan hara melalui proses pencucian dapat dikurangi
(Hairiah et al. 2000).
Salah satu kelemahan sekaligus keunggulan yang dimiliki oleh pupuk organik
adalah penyediaan hara terjadi secara lambat, sehingga mempunyai dampak residu
bagi pertanaman berikutnya. Peningkatan serapan hara oleh tanaman akibat residu
pupuk organik berpengaruh terhadap hasil tanaman jagung. Peningkatan tinggi
tanaman, berat segar dan berat kering brangkasan tanaman sangat berhubungan
dengan kandungan hara dan meningkatnya serapan hara dari residu pupuk organik,
terutama kandungan N (Harieni, Slamet 2013).
Informasi yang diterbitkan bertentangan tentang penghambatan atau stimulasi
pengaruh akar hidup pada dekomposisi bahan organik tanah. Akar hidup memiliki
efek stimulasi pada dekomposisi bahan organik tanah karena aktivitas mikroba
lebih tinggi disebabkan oleh akar. Efek stimulasi ini berkurang oleh aplikasi pupuk
(Cheng W, David C 1990)
Bahan organik yang ada di permukaan tanah sebagai sisa tanaman mentah
membantu melindungi tanah dari pengaruh curah hujan, angin dan matahari. Dalam
daur nutrisi, bahan organik memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai bahan organik
tanah berasal terutama dari sisa tanaman, mengandung semua nutrisi tanaman
penting. Oleh karena itu, akumulasi bahan organik adalah gudang nutrisi tanaman.
Fungsi kedua, fraksi organik yang stabil (humus) menyerap dan menyimpan unsur
hara dalam bentuk tersedia tanaman. Bahan organik yang tersdia dalam bentuk
nutirisi untuk tanaman tersedia akibat dekomposisi. Dalam rangka
mempertahankan sistem siklus nutrisi ini, laju penambahan bahan organik dari sisa
tanaman, pupuk kandang dan sumber lain harus sama dengan laju dekomposisi, dan
memperhitungkan tingkat penyerapan oleh tanaman dan kerugian dengan
pencucian dan erosi (Bot, Jose 2005).

D. Karakteristik dan Syarat Tumbuh Jagung


Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat
tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus. Jenis tanah yang dapat
ditanami jagung antara lain: Andosols (berasal dari gunung berapi), Latosols,
Grumosols, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (Grumosols)
8

masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah
secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (Latosols) berdebu
adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Keasaman tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung
membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. Tanah
dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena disana
kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat
kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu
(Menegristek 2000).
Tanaman jagung membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara yang diserap
melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering
kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam
jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut
hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam jumlah
sedikit, disebut hara mikro. Sedangkan 3 unsur lainnya yaitu C, H, dan O diperoleh
dari air dan udara. Periode pertumbuhan tanaman jagung yang membutuhkan
adanya pengairan dibagi atas lima fase, yaitu fase pertumbuhan awal (selama 15-
25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase pembungaan (15-20 hari), fase pengisian
biji (35-45 hari), dan fase pematangan (10-25 hari) (Sirappa, Nasruddin 2010).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun
interval waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat
berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1)
fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan
biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan
vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai
tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifikasi
dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase
pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (FAO 2000).

E. Sulfur Tersedia dan Peran pada Tanaman


Hara S dalam tanah umumnya berada dalam bentuk senyawa CaSO4,
MgSO4.7H2O dan CaSO4.2H2O yang tidak tersedia bagi tanaman. (Tisdale et al.
9

1984). Pengolahan tanah pada musim hujan diduga sebagai penyebab larutnya
sebagian senyawa S tersebut menjadi hara tersedia bagi tanaman karena daya larut
senyawa tersebut masih tinggi, yaitu (log Ko) -2,38 sampai -4,61 (Bolt,
Bruggenwert 1978). Pemberian 100 kg ZA/ha dapat meningkatkan kadar S tersedia
dalam tanah sekitar 83% dan bila dipupuk 200 kg/ha kenaikannya dapat mencapai
432%. Nisbah antara N : S pada tanah Alfisol sudah mencapai 15 : 3. Mengingat
kadar N dalam daun menunjukkan harkat tinggi sampai sangat tinggi hal ini
menunjukkan bahwa serapan hara S oleh tanaman sudah sangat berlebihan.
Tingginya serapan hara S tersebut diduga karena hara S diserap tanaman melalui
proses aliran massa (Ispandi 2002).
Tanah yang kekurangan sulfur memiliki satu atau lebih sifat-sifat berikut.
Tanah tersebut memiliki kadar Allophane atau oksida yang tinggi. Tanah-tanah
tersebut juga rendah bahan organik, dan sering berpasir. Tanah bergantung pada
pembakaran tahunan yang berulang sehingga kekurangan belerang sejak sekitar
75% dari belerang yang diuapkan oleh api. Tanah yang kekurangan sulfur muncul
tidak tercemar, terutama daerah pedalaman di mana atmosfer rendah sulfur. Rata-
rata tanah untuk total sulfur dalam regian beriklim: 400 ppm untuk Alfisols, 500
ppm untuk Mollisols, 200 ppm untuk Ultisols, mereka menganggap bahwa tanah
tropis akan rata-rata sekitar 100 ppm (Sanchez 1976).
Pada umumnya tanaman menyerap unsur sulfur terutama dalam bentuk ion
sulfat, sehingga penggunaan pupuk kalium dengan kalium sulfat akan
menyebabkan tanaman tumbuh dan memberikan hasil umbi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan pupuk kalium klorida. Selain itu, kapasitas tukar
kation tanah yang tinggi dapat menunjang tersedianya hara sulfur untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan hasilnya (Gunadi 2009).
Belerang akan membantu pembentukan butir hijau daun sehingga daun
menjadi lebih hijau serta menambah kandungan protein dan vitamin. Kandungan S
(belerang) yang semakin tersedia akan mempercepat tanaman berbunga
dibandingkan dengan media tanam mengandung unsur S sedikit. Pemberian pupuk
S dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, dilihat dari pertambahan tinggi
10

daripada media tanam yang tidak diberi pupuk S. Jumlah buah meningkat dan bobot
buah meningkat seiring ditambahnya dosis S (Kiswondo 2011).
11

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Kaca C, Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah, serta Laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi Tanaman
(EMPT), Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Juni
sampai dengan bulan November 2015.

B. Bahan dan Alat


1. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Media tanah tahun ke-1(kombinasi abu vulkanik Gunung Kelud, pupuk
kandang sapi, dan tanah Alfisol)
b. Benih jagung varietas Bisi-2
c. Bahan kimia laboratorium digunakan dalam analisis kimia di laboratorium
2. Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Polibag ukuran 45cm x 45cm sebagai tempat media tanam
b. Oven untuk mengeringkan tanaman agar diperoleh berat biomassa kering
c. Alat ukur tinggi tanaman (meteran/penggaris)
d. Timbangan analitik untuk menimbang berat biomassa basah dan kering
tanaman
e. Peralatan laboratorium untuk digunakan dalam analisis kimia di
laboratorium
C. Perancangan Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan rancangan perlakuan faktorial seperti
dengan tahun pertama yang disusun dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu :
1. Faktor Pertama yaitu tebal abu vulkanik Gunung Kelud :
a. A0 = ketebalan 0 cm (kontrol)
b. A1 = ketebalan 2 cm
c. A2 = ketebalan 4 cm

11
12

d. A3 = ketebalan 6 cm
2. Faktor kedua yaitu dosis pupuk kandang:
a. P0 = 0 ton/ha (kontrol)
b. P1 = 2,5 ton/ha
c. P2 = 5 ton/ha
Dari kedua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan, sebagai berikut:

A0P0 = ketebalan abu vulkanik 0 cm dan dosis pupuk kandang 0 ton/ha (kontrol)

A0P1 = ketebalan abu vulkanik 0 cm dan dosis pupuk kandang 2,5 ton/ha

A0P2 = ketebalan abu vulkanik 0 cm dan dosis pupuk kandang 5 ton/ha

A1P0 = ketebalan abu vulkanik 2 cm dan dosis pupuk kandang 0 ton/ha

A1P1 = ketebalan abu vulkanik 2 cm dan dosis pupuk kandang 2,5 ton/ha

A1P2 = ketebalan abu vulkanik 2 cm dan dosis pupuk kandang 5 ton/ha

A2P0 = ketebalan abu vulkanik 4 cm dan dosis pupuk kandang 0 ton/ha

A2P1 = ketebalan abu vulkanik 4 cm dan dosis pupuk kandang 2,5 ton/ha

A2P2 = ketebalan abu vulkanik 4 cm dan dosis pupuk kandang 5 ton/ha

A3P0 = ketebalan abu vulkanik 6 cm dan dosis pupuk kandang 0 ton/ha

A3P1 = ketebalan abu vulkanik 6 cm dan dosis pupuk kandang 2,5 ton/ha

A3P2 = ketebalan abu vulkanik 6 cm dan dosis pupuk kandang 5 ton/ha

Setiap kombinasi perlakuan tersebut diulang sebanyak 3 kali. Diperoleh


jumlah total percobaan sebanyak 36 unit.

D. Pelaksanaan Penelitian
1. Analisis Awal
a. Analisis Tanah
Berisi hasil analisis tanah akhir pada penelitian sebelumnya, meliputi
pH tanah, Bahan Organik Tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK), S Tersedia
Tanah, S Total Tanah, dan Analisis Tekstur.
13

b. Analisis Abu Vulkanik Kelud


Berisi hasil analisis abu vulkanik Kelud pada penelitian sebelumnya,
meliputi pH abu vulkanik Kelud, Bahan Organik abu vulkanik Kelud,
Kapasitas Tukar Kation (KTK), S Tersedia abu vulkanik Kelud, dan S Total
abu vulkanik Kelud.
c. Analisis Pupuk Kandang Sapi
Berisi hasil analisis pupuk kandang sapi pada penelitian sebelumnya,
meliputi pH pupuk kandang sapi, Bahan Organik pupuk kandang sapi,
Kapasitas Tukar Kation (KTK), S Tersedia pupuk kandang sapi, dan S Total
pupuk kandang sapi.
2. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah media tanam penelitian sebelumnya
hasil kombinasi dari abu vulkanik Kelud, pupuk kandang sapi, dan tanah Alfisol
dengan berbagai perlakuan yang sebelumnya telah diberokan selama 6 bulan.
Sebelum digunakan, media dibersihkan dari gulma dan kotoran terlebih dahulu.
Agar tekstur tanah menjadi gembur, dilakukan penyiraman dan pendangiran.
3. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menanam 2 benih jagung varietas Bisi-2 ke
dalam media tanam. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya benih yang
tidak tumbuh. Selanjutnya akan dilakukan penjarangan pada 1 MST, dipilih 1
tanaman yang terbaik.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiraman dan penyiangan gulma.
Penyiraman minimal 1 kali sehari dilakukan pada pagi atau sore hari. Sedangkan
penyiangan gulma cukup dilakukan secara mekanis dengan mencabut gulma
yang tumbuh disekitar tanaman jagung.
5. Pemanenan
Pemanenan yang dilakukan adalah pemanenan vegetatif, pada saat
mencapai masa vegetatif maksimum. Pemanenan dilakukan ketika tanaman
telah berumur 60 hari.
14

E. Pengamatan Peubah
Peubah yang diamati yaitu :
1. Pertumbuhan tanaman terdiri dari:
a. Tinggi tanaman
Pengamatan tinggi dilakukan seminggu sekali dengan penggaris atau
meteran dengan satuan cm. Tinggi dihitung dari permukaan tanah sampai
daun terpanjang jagung. Perhitungan tinggi tanaman dilakukan sampai
masa vegetatif maksimum.
b. Berat biomassa tanaman
Diamati pada akhir percobaan setelah dilakukan pemanenan vegetatif
maksimum dengan menggunakan metode destruktif. Untuk biomassa
basah dengan melakukan penimbangan langsung sedangkan untuk
pengukuran berat biomassa kering dilakukan penimbangan setelah dioven
pada suhu 70ºC selama 48 jam atau 2 hari. Berat kering biomassa yang
diperoleh dalam satuan gram/polybag. Penimbangan berat biomassa
dipisahkan akar, batang dan daun.
2. Analisis Jaringan Tanaman
Diamati setelah dilakukan pemanenan vegetatif. Analisis yang dilakukan
adalah analisis jaringan tanaman pada laboratorium dengan mengamati serapan
Sulfur pada jagung dengan metode pengabuan basah dan dibaca dengan
Spektrofotometer.
3. Kandungan hara tanah setelah percobaan
Pengamatan pada tanah dilakukan setelah pemanenan dengan mengamati
kandungan bahan organik dengan metode Walkey and Black, pH dengan
metode elektrometri, dan kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode
penjenuhan Amonium Acetat pH 7 serta ketersediaan S (sulfur) dengan
metode Turbidimetri. Menurut BSN (2004) bahwa prinsip kerja dari metode
turbidimetri yaitu ion sulfat bereaksi dengan barium klorida dalam suasana
asam akan membentuk suspensi barium sulfat dengan membentuk kristal
barium sulfat yang sama besarnya diukur dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 420 nm.
15

4. Uji Klorofil
Pengamatan uji klorofil dilakukan dengan menggunakan alat
Klorofilmeter. Uji klorofil dilakukan untuk membandingkan serapan sulfur
yang ada pada tiap tanaman.

F. Analisis Data
Data hasil pengamatan akan diuji normalitas terlebih dahulu, lalu setelah data
normal dianalisis dengan analisis ragam 5%. Bila pada hasil percobaan terdapat
beda nyata maka dilakukan pengujian lanjutan dengan DMRT (Duncan’s Multiple
Range Test) taraf 5%, untuk membandingkan antar kombinasi perlakuan.
16

IV. JADWAL KEGIATAN

Bulan Ke-
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1. Persiapan
Persiapan Media Tanam
Persiapan Bahan dan Alat
2. Pelaksanaan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
5. Pengamatan
6. Analisis data
7. Pelaporan

16
17

DAFTAR PUSTAKA

Adamiec P, Benezet JC, dan Benhassaine A 2008. Pozzolanic reactivity of silico-


aluminous fly ash. Particuology 6 (2) : 93-98.
doi:10.1016/j.partic.2007.09.03.
Bolt TGH, MGM Bruggenwert 1978. Soil chemistry. New York : Elsevier
Scientific Publishing Company. p28.
Bot A dan Jose B 2005. The important of soil organic matter : Key to drought-
reistant soil and sustained food production. FAO Soils Bulletin ISBN 92-5-
105366-9. Roma, Italy : FAO.
BSN [Badan Standardisasi Nasional] 2004. Air dan air limbah – Bagian 20: Cara
uji sulfat, SO42- secara turbidimetri. SNI 06-6989.20-2004.
Cheng W, David C Coleman 1990. Effect of living roots on soil organic matter
decomposition. Soil Biology and Biochemistry 22 (6) : 781-787. Institute of
Ecology. University of Georgia. Athens. U.S.A.
Damayani D, Nurlaeny N, dan Kamil SE 2014. Efek residu dari kombinasi media
tanam abu vulkanik merapi, pupuk kandang sapi dan tanah mineral terhadap
c-organik, kapasitas pegang air, kadar air dan bobot kering pupus tanaman
jagung (Zea mays L.). Bionatura-J. Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik 16 (1) : 26-
33.
FAO [Food and Agriculture Organization of the United Nations] 2000. Tropical
maize morphology. In Paliwal RL (ed) Tropical maize: improvement and
production. Rome: FAO. p13-20.
Foth HD 1998. Dasar–dasar ilmu tanah. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Gunadi N 2009. Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber pupuk kalium
pada tanaman bawang merah. J. Hort 19 (2) : 174-185.
Hairiah K, Sri RU, Betha L, dan Meine VN 2000. Neraca hara dan karbon dalam
sistem agroforestri. http://worldagroforestry.org/. Diakses pada tanggal 18
Juni 2015.
Harieni S, Slamet M 2013. Pemanfaatan residu penggunaan pupuk organik dan
penambahan pupuk urea terhadap hasil jagung pada lahan sawah bekas galian
c. J. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 10 (1) : 37-44.
Ispandi A 2002. Pemupukan NPKS dan dinamika hara dalam tanah dan tanaman
kacang tanah di lahan kering tanah alfisol. Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan 21(1) : 48-56.
Kiswondo S 2011. Penggunaan abu sekam dan pupuk ZA terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Embryo 8 (1) : 9-
17.
18

Menegristek [Menteri Negara Riset dan Teknologi] 2000. TTG budidaya pertanian
: Jagung. Dalam Kemal P (ed) Sistim informasi manajemen pembangunan di
perdesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS. Jakarta : Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
Miller RW, RL Donahue 1990. An introduction to soil and plant growth. Prentice
Hall International Edition. New Yersey : Englewood. p769.
Ningtyas PE 2015. Karakteristik kimia dan mineralogi abu gunung kelud letusan
februari 2014. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.
Nurlaeny N, Saribun DS dan Hudaya R 2012. Pengaruh kombinasi abu vulkanik
Merapi, pupuk organik dan tanah mineral terhadap sifat fisiko-kimia media
tanam serta pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). Bionatura-J. Ilmu-
ilmu Hayati dan Fisik 14 (3) : 186-194.
Nurlaeny N, Simarmata TC 2014. Korelasi bobot kering pupus tanaman jagung
(Zea mays l.) dengan Al-dd, Fe- dan P2O5 tersedia pada kombinasi media
tanam abu vulkanik merapi, pupuk kandang sapi dan tanah mineral.
Bionatural-J. Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik 16(1) : 55-60.
Prasetyo A, Wani HU, dan Endang L 2014. Hubungan sifat fisik tanah, perakran
dan hasil ubi kayu tahun kedua pada Alfisol Jatikerto akibat pemberian pupuk
organik dan anorganik (NPK). J. Tanah dan Sumberdaya Lahan 1 (1) : 27-38.
Radjagukguk B 1983. Masalah pengapuran dalam tanah mineral masam di
indonesia. Prosiding seminar alternarif pelaksanaan program pengapuran
tanah -tanah mineral masam di Indonesia. Yogyakarta : Fakultas Pertanian
UGM.15-43.
Ravoniarijaona M 2009. Aplikasi asam oksalat dan Fe pada vertisol dan alfisol
terhadap pertumbuhan dan serapan K tanaman jagung. Tesis. Sekolah
Pascasarjana. Bogor : IPB.
Sanchez PA 1976. Properties and management of soils in the tropics. USA : a
Wiley-Interscience Publication.
Shoji S, T Takahashi 2002. Environmental and agricultural significance of volcanic
ash soils. Global Environ. Res. 6 : 113-135. Tohoku University.
Sirappa MP dan Nasruddin R 2010. Peningkatan produktivitas jagung melalui
pemberian pupuk N, P, K dan pupuk kandang pada lahan kering di Maluku.
Prosiding Pekan Serealta Nasional. ISBN : 978-979-8940-29-3.
Suntoro, Hery W, Sudadi, dan Eko ES 2014. Dampak abu vulkanik erupsi gunung
kelud dan pupuk kandang terhadap ketersediaan dan serapan magnesium
tanaman jagung di tanah alfisol. J. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 11 (2) :
69-78
Suntoro, Sudadi, dan Hery W 2014. Dampak abu vulkanik erupsi gunung kelud
terhadap ketersediaan dan serapan K, Mg, dan S jagung di tanah alfisol dalam
19

sistem pertanian organik. Laporan Akhir Hibah Unggulan Fakultas. PNPB


UNS Surakarta.
Supriyadi S 2008. Kandungan bahan organik sebagai dasar pengelolaan tanah di
lahan kering madura. Embryo 5 (2): 176-183.
Tisdale SL, WL Nelson dan JD Deaton 1984. Soil fertility and fertilizer. New York
: Macmillan Publishing Company.
Wijanarko, A Sudaryono dan Sutarno 2007. Karakteristik sifat kimia dan fisika
tanah alfisol di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Iptek Tanaman Pangan 2 (2)
: 214-226.
20

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai