Proposal Penelitian
Proposal Penelitian
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jagung tidak membutuhkan persyaratan tanah yang khusus. Jenis tanah yang
dapat ditanami jagung antara lain Andosols, Grumosols, Latosols, dan tanah
berpasir (Menegristek 2000). Sehingga, dapat dikatakan bahwa jagung dapat
ditanam hampir pada semua jenis tanah, dan tidak memiliki syarat khusus pada
tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ravoniarijaona (2009), bahwa tanah-tanah
yang didominasi mineral liat tipe 2 :1 (smektit) seperti tanah Vertisol dan Alfisol
mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan
pertanian tanaman pangan asal disertai dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang
tepat.
Tanah Alfisol pada umumnya miskin unsur N, P, K, S, hara mikro, kadar
humus rendah (Ispandi 2002). Salah satu solusi untuk mengatasi kelemahan tanah
Alfisol yaitu dengan pemberian masukan tambahan seperti abu vulkanik dan bahan
organik. Abu vulkanik yang berasal dari letusan gunung berapi dapat meningkatkan
potensi kesuburan tanah. Salah satu contohnya adalah abu vulkanik Kelud yang
berasal dari letusan Gunung Kelud pada tanggal 12 Februari 2014. Menurut
Ningtyas (2015) abu vulkanik Gunung Kelud tersusun atas mineral-mineral
plagioklas, gelas volkan, hornblende (amfibol), hiperstein, augit, kuarsa jernih,
opak, dan bahan amorf. Prosentase SiO2, Al2O3, Fe2O3, MnO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, TiO2, P2O5, SO3, Cr2O3, CuO, SrO, ZnO, da ZrO2 yang terdapat dalam abu
vulkanik Gunung Kelud relatif tidak berbeda pada setiap wilayah. Kelarutan unsur-
unsur tertinggi diperoleh dari abu vulkanik segar yang diekstrak dengan
menggunakan asam sitrat 2% dibandingkan dengan pengekstrak HCl 0.05 N dan
aquades. Kalsium diketahui memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibanding unsur
lainnya. Kandungan Ca yang cukup tinggi ini berkorelasi dengan hasil analisis
mineral fraksi pasir yang menunjukkan bahwa mineral dominan dalam abu
vulkanik Gunung Kelud adalah plagioklas.
Salah satu peran abu vulkanik terhadap ketersediaan unsur hara ditunjukkan
oleh hasil penelitian sebelumnya Suntoro et al. (2014), menunjukkan bahwa abu
1
2
B. Perumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui pengaruh residu abu vulkanik Gunung Kelud dan
penambahan bahan organik terhadap pertumbuhan jagung di tanah Alfisol.
b. Mengetahui pengaruh residu abu vulkanik Gunung Kelud dan
penambahan bahan organik terhadap ketersediaan dan serapan sulfur
tanaman jagung di tanah Alfisol.
c. Mengetahui dosis abu vulkanik Gunung Kelud dan bahan organik yang
tepat untuk pertumbuhan jagung, kandungan, dan serapan sulfur di tanah
Alfisol.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi kepada petani
mengenai pengaplikasian abu vulkanik Gunung Kelud dan pupuk kandang
pada jagung di tanah Alfisol, dan peningkatan sulfur dengan aplikasi tersebut.
4
4
5
oleh tanaman hanya dalam jumlah sedikit. Selain dapat mengikat unsur P, bila
konsentrasi Fe di dalam media tanam berlebih, maka Fe dapat menjadi racun bagi
tanaman. Akibatnya, daya serap perakaran tanaman menurun sehingga kebutuhan
hara tanaman tidak terpenuhi, pertumbuhan menjadi terhambat dan akhirnya
berpengaruh terhadap bobot kering pupus tanaman (Nurlaeny, Simarmata 2014).
Dilihat dari sejarah geologi, abu vulkanik mengandung komponen utama
silika dan alumina. Abu vulkanik dikatakan bersifat pozzolan, yakni suatu material
dengan kandungan utama silika dan alumina tinggi yang dapat bereaksi dengan
kapur (lime) pada suhu rendah (suhu kamar). Adanya kehadiran air akan
menghasilkan suatu hidrat yang mempunyai sifat mengikat (binding) atau
sementasi (Adameic et al. 2008).
B. Tanah Alfisol
Di tanah Alfisol yang umumnya miskin hara S. Unsur S dalam tanaman
merupakan salah satu unsur makro yang banyak dibutuhkan tanaman karena unsur
S merupakan salah satu unsur utama penyusun inti sel dan unsur penting dalam
pembentukan protein (Miller, Donahue 1990). Kemasaman yang tinggi, kekahatan
kation basa, dan KTK yang rendah tersebut merupakan pembatas utama bagi
pengelolaan tanah Alfisol, sedangkan Radjagukguk (1983) menyatakan bahwa
permasalahan tanah merah terletak pada ketersediaan unsur hara yang relatif
rendah. Masalah kesuburan Alfisols yang utama adalah kekurangan N, P, keracunan
Al dan Mn serta kekurangan Ca, Mg, K, dan Mo.
Alfisols mempunyai horison argilik, kejenuhan basa 35% atau lebih pada
horison Alfisols terbawah (Foth 1998). Tanah Alfisol terutama daerah Jawa Tengah
dan Jawa Timur memiliki karakteristik yang hampir seragam. pH tanah yang secara
garis besar berkisar dari masam hingga netral, dengan kandungan C-organik
rendah, yaitu < 2%. P-tersedia sangat rendah hingga sedang dan K-dd rendah
hingga tinggi. Ca-dd sedang hingga sangat tinggi dan Mg-dd sedang hingga tinggi.
KTK sedang hingga sangat tinggi, dan unsur mikro (Fe dan Zn) yang tinggi. Warna
tanah Alfisol adalah coklat kemerahan hingga merah gelap. Kekuatan tanah yang
relatif rendah yaitu kurang dari 3,75 kg F/cm2 (Wijanarko et al. 2007).
6
tanah (KTK), sehingga kehilangan hara melalui proses pencucian dapat dikurangi
(Hairiah et al. 2000).
Salah satu kelemahan sekaligus keunggulan yang dimiliki oleh pupuk organik
adalah penyediaan hara terjadi secara lambat, sehingga mempunyai dampak residu
bagi pertanaman berikutnya. Peningkatan serapan hara oleh tanaman akibat residu
pupuk organik berpengaruh terhadap hasil tanaman jagung. Peningkatan tinggi
tanaman, berat segar dan berat kering brangkasan tanaman sangat berhubungan
dengan kandungan hara dan meningkatnya serapan hara dari residu pupuk organik,
terutama kandungan N (Harieni, Slamet 2013).
Informasi yang diterbitkan bertentangan tentang penghambatan atau stimulasi
pengaruh akar hidup pada dekomposisi bahan organik tanah. Akar hidup memiliki
efek stimulasi pada dekomposisi bahan organik tanah karena aktivitas mikroba
lebih tinggi disebabkan oleh akar. Efek stimulasi ini berkurang oleh aplikasi pupuk
(Cheng W, David C 1990)
Bahan organik yang ada di permukaan tanah sebagai sisa tanaman mentah
membantu melindungi tanah dari pengaruh curah hujan, angin dan matahari. Dalam
daur nutrisi, bahan organik memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai bahan organik
tanah berasal terutama dari sisa tanaman, mengandung semua nutrisi tanaman
penting. Oleh karena itu, akumulasi bahan organik adalah gudang nutrisi tanaman.
Fungsi kedua, fraksi organik yang stabil (humus) menyerap dan menyimpan unsur
hara dalam bentuk tersedia tanaman. Bahan organik yang tersdia dalam bentuk
nutirisi untuk tanaman tersedia akibat dekomposisi. Dalam rangka
mempertahankan sistem siklus nutrisi ini, laju penambahan bahan organik dari sisa
tanaman, pupuk kandang dan sumber lain harus sama dengan laju dekomposisi, dan
memperhitungkan tingkat penyerapan oleh tanaman dan kerugian dengan
pencucian dan erosi (Bot, Jose 2005).
masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah
secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (Latosols) berdebu
adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Keasaman tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung
membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. Tanah
dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena disana
kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat
kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu
(Menegristek 2000).
Tanaman jagung membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara yang diserap
melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering
kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam
jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut
hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam jumlah
sedikit, disebut hara mikro. Sedangkan 3 unsur lainnya yaitu C, H, dan O diperoleh
dari air dan udara. Periode pertumbuhan tanaman jagung yang membutuhkan
adanya pengairan dibagi atas lima fase, yaitu fase pertumbuhan awal (selama 15-
25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase pembungaan (15-20 hari), fase pengisian
biji (35-45 hari), dan fase pematangan (10-25 hari) (Sirappa, Nasruddin 2010).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun
interval waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat
berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1)
fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan
biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan
vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai
tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifikasi
dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase
pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (FAO 2000).
1984). Pengolahan tanah pada musim hujan diduga sebagai penyebab larutnya
sebagian senyawa S tersebut menjadi hara tersedia bagi tanaman karena daya larut
senyawa tersebut masih tinggi, yaitu (log Ko) -2,38 sampai -4,61 (Bolt,
Bruggenwert 1978). Pemberian 100 kg ZA/ha dapat meningkatkan kadar S tersedia
dalam tanah sekitar 83% dan bila dipupuk 200 kg/ha kenaikannya dapat mencapai
432%. Nisbah antara N : S pada tanah Alfisol sudah mencapai 15 : 3. Mengingat
kadar N dalam daun menunjukkan harkat tinggi sampai sangat tinggi hal ini
menunjukkan bahwa serapan hara S oleh tanaman sudah sangat berlebihan.
Tingginya serapan hara S tersebut diduga karena hara S diserap tanaman melalui
proses aliran massa (Ispandi 2002).
Tanah yang kekurangan sulfur memiliki satu atau lebih sifat-sifat berikut.
Tanah tersebut memiliki kadar Allophane atau oksida yang tinggi. Tanah-tanah
tersebut juga rendah bahan organik, dan sering berpasir. Tanah bergantung pada
pembakaran tahunan yang berulang sehingga kekurangan belerang sejak sekitar
75% dari belerang yang diuapkan oleh api. Tanah yang kekurangan sulfur muncul
tidak tercemar, terutama daerah pedalaman di mana atmosfer rendah sulfur. Rata-
rata tanah untuk total sulfur dalam regian beriklim: 400 ppm untuk Alfisols, 500
ppm untuk Mollisols, 200 ppm untuk Ultisols, mereka menganggap bahwa tanah
tropis akan rata-rata sekitar 100 ppm (Sanchez 1976).
Pada umumnya tanaman menyerap unsur sulfur terutama dalam bentuk ion
sulfat, sehingga penggunaan pupuk kalium dengan kalium sulfat akan
menyebabkan tanaman tumbuh dan memberikan hasil umbi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan pupuk kalium klorida. Selain itu, kapasitas tukar
kation tanah yang tinggi dapat menunjang tersedianya hara sulfur untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan hasilnya (Gunadi 2009).
Belerang akan membantu pembentukan butir hijau daun sehingga daun
menjadi lebih hijau serta menambah kandungan protein dan vitamin. Kandungan S
(belerang) yang semakin tersedia akan mempercepat tanaman berbunga
dibandingkan dengan media tanam mengandung unsur S sedikit. Pemberian pupuk
S dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, dilihat dari pertambahan tinggi
10
daripada media tanam yang tidak diberi pupuk S. Jumlah buah meningkat dan bobot
buah meningkat seiring ditambahnya dosis S (Kiswondo 2011).
11
11
12
d. A3 = ketebalan 6 cm
2. Faktor kedua yaitu dosis pupuk kandang:
a. P0 = 0 ton/ha (kontrol)
b. P1 = 2,5 ton/ha
c. P2 = 5 ton/ha
Dari kedua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan, sebagai berikut:
A0P0 = ketebalan abu vulkanik 0 cm dan dosis pupuk kandang 0 ton/ha (kontrol)
A0P1 = ketebalan abu vulkanik 0 cm dan dosis pupuk kandang 2,5 ton/ha
A1P1 = ketebalan abu vulkanik 2 cm dan dosis pupuk kandang 2,5 ton/ha
A2P1 = ketebalan abu vulkanik 4 cm dan dosis pupuk kandang 2,5 ton/ha
A3P1 = ketebalan abu vulkanik 6 cm dan dosis pupuk kandang 2,5 ton/ha
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Analisis Awal
a. Analisis Tanah
Berisi hasil analisis tanah akhir pada penelitian sebelumnya, meliputi
pH tanah, Bahan Organik Tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK), S Tersedia
Tanah, S Total Tanah, dan Analisis Tekstur.
13
E. Pengamatan Peubah
Peubah yang diamati yaitu :
1. Pertumbuhan tanaman terdiri dari:
a. Tinggi tanaman
Pengamatan tinggi dilakukan seminggu sekali dengan penggaris atau
meteran dengan satuan cm. Tinggi dihitung dari permukaan tanah sampai
daun terpanjang jagung. Perhitungan tinggi tanaman dilakukan sampai
masa vegetatif maksimum.
b. Berat biomassa tanaman
Diamati pada akhir percobaan setelah dilakukan pemanenan vegetatif
maksimum dengan menggunakan metode destruktif. Untuk biomassa
basah dengan melakukan penimbangan langsung sedangkan untuk
pengukuran berat biomassa kering dilakukan penimbangan setelah dioven
pada suhu 70ºC selama 48 jam atau 2 hari. Berat kering biomassa yang
diperoleh dalam satuan gram/polybag. Penimbangan berat biomassa
dipisahkan akar, batang dan daun.
2. Analisis Jaringan Tanaman
Diamati setelah dilakukan pemanenan vegetatif. Analisis yang dilakukan
adalah analisis jaringan tanaman pada laboratorium dengan mengamati serapan
Sulfur pada jagung dengan metode pengabuan basah dan dibaca dengan
Spektrofotometer.
3. Kandungan hara tanah setelah percobaan
Pengamatan pada tanah dilakukan setelah pemanenan dengan mengamati
kandungan bahan organik dengan metode Walkey and Black, pH dengan
metode elektrometri, dan kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode
penjenuhan Amonium Acetat pH 7 serta ketersediaan S (sulfur) dengan
metode Turbidimetri. Menurut BSN (2004) bahwa prinsip kerja dari metode
turbidimetri yaitu ion sulfat bereaksi dengan barium klorida dalam suasana
asam akan membentuk suspensi barium sulfat dengan membentuk kristal
barium sulfat yang sama besarnya diukur dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 420 nm.
15
4. Uji Klorofil
Pengamatan uji klorofil dilakukan dengan menggunakan alat
Klorofilmeter. Uji klorofil dilakukan untuk membandingkan serapan sulfur
yang ada pada tiap tanaman.
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan akan diuji normalitas terlebih dahulu, lalu setelah data
normal dianalisis dengan analisis ragam 5%. Bila pada hasil percobaan terdapat
beda nyata maka dilakukan pengujian lanjutan dengan DMRT (Duncan’s Multiple
Range Test) taraf 5%, untuk membandingkan antar kombinasi perlakuan.
16
Bulan Ke-
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1. Persiapan
Persiapan Media Tanam
Persiapan Bahan dan Alat
2. Pelaksanaan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
5. Pengamatan
6. Analisis data
7. Pelaporan
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Menegristek [Menteri Negara Riset dan Teknologi] 2000. TTG budidaya pertanian
: Jagung. Dalam Kemal P (ed) Sistim informasi manajemen pembangunan di
perdesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS. Jakarta : Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
Miller RW, RL Donahue 1990. An introduction to soil and plant growth. Prentice
Hall International Edition. New Yersey : Englewood. p769.
Ningtyas PE 2015. Karakteristik kimia dan mineralogi abu gunung kelud letusan
februari 2014. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.
Nurlaeny N, Saribun DS dan Hudaya R 2012. Pengaruh kombinasi abu vulkanik
Merapi, pupuk organik dan tanah mineral terhadap sifat fisiko-kimia media
tanam serta pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). Bionatura-J. Ilmu-
ilmu Hayati dan Fisik 14 (3) : 186-194.
Nurlaeny N, Simarmata TC 2014. Korelasi bobot kering pupus tanaman jagung
(Zea mays l.) dengan Al-dd, Fe- dan P2O5 tersedia pada kombinasi media
tanam abu vulkanik merapi, pupuk kandang sapi dan tanah mineral.
Bionatural-J. Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik 16(1) : 55-60.
Prasetyo A, Wani HU, dan Endang L 2014. Hubungan sifat fisik tanah, perakran
dan hasil ubi kayu tahun kedua pada Alfisol Jatikerto akibat pemberian pupuk
organik dan anorganik (NPK). J. Tanah dan Sumberdaya Lahan 1 (1) : 27-38.
Radjagukguk B 1983. Masalah pengapuran dalam tanah mineral masam di
indonesia. Prosiding seminar alternarif pelaksanaan program pengapuran
tanah -tanah mineral masam di Indonesia. Yogyakarta : Fakultas Pertanian
UGM.15-43.
Ravoniarijaona M 2009. Aplikasi asam oksalat dan Fe pada vertisol dan alfisol
terhadap pertumbuhan dan serapan K tanaman jagung. Tesis. Sekolah
Pascasarjana. Bogor : IPB.
Sanchez PA 1976. Properties and management of soils in the tropics. USA : a
Wiley-Interscience Publication.
Shoji S, T Takahashi 2002. Environmental and agricultural significance of volcanic
ash soils. Global Environ. Res. 6 : 113-135. Tohoku University.
Sirappa MP dan Nasruddin R 2010. Peningkatan produktivitas jagung melalui
pemberian pupuk N, P, K dan pupuk kandang pada lahan kering di Maluku.
Prosiding Pekan Serealta Nasional. ISBN : 978-979-8940-29-3.
Suntoro, Hery W, Sudadi, dan Eko ES 2014. Dampak abu vulkanik erupsi gunung
kelud dan pupuk kandang terhadap ketersediaan dan serapan magnesium
tanaman jagung di tanah alfisol. J. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 11 (2) :
69-78
Suntoro, Sudadi, dan Hery W 2014. Dampak abu vulkanik erupsi gunung kelud
terhadap ketersediaan dan serapan K, Mg, dan S jagung di tanah alfisol dalam
19
LAMPIRAN