Anda di halaman 1dari 45

1

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK PEREMPUAN 13 BULAN DENGAN


BRONKOPNEUMONIA DAN DIARE AKUT DEHIDRASI
RINGAN-SEDANG

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu

Oleh :
NADIA SETYASIH

H1A011017

Pembimbing : dr. Lenny Elita, Sp.A, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Laporan Kasus “Seorang Anak Perempuan 13
bulan dengan Bronkopneumonia dan Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang” ini dapat
penulis selesaikan.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Bengkulu.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Lenny Elita,
Sp.A, M.Kes selaku pembimbing
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukan.

Bengkulu, Februari 2016


Penulis

NADIA SETYASIH
2

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I ........................................................................................................................ 1
A. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
B. TUJUAN ..................................................................................................... 2
C. MANFAAT .................................................................................... ........... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 6
A. BRONKOPNEUMONIA... ......................................................................... 5
B. DIARE AKUT ........................................................................................... 22
BAB III. PENYAJIAN KASUS ...............................................................................27
A. IDENTITAS PENDERITA ........................................................................27
B. DATA DASAR ........................................................................................... 27
C.RESUME………………............................................................................. 34
D. DIAGNOSIS……........................................................................................35
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................35
F. PENATALAKSANAAN............................................................................. 36
G. ANJURAN PEMERIKSAAN……….........................................................37
H. PROGNOSIS……………….......................................................................37
I. CATATAN KEMAJUAN .......................................................................... 38
BAB IV. PEMBAHASAN............................................................................ ........... 41
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 44
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai gejala demam,
batuk, sesak napas, dan adanya ronki basah halus serta gambaran infiltrat pada foto
polos dada. Pneumonia pada anak merupakan salah satu penyakit infeksi saluran
pernapasan yang serius dan banyak menimbulkan permasalahan yaitu sebagai
penyebab kematian terbesar pada anak terutama di negara berkembang. Pneumonia
disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau
bahkan kimia/benda asing yang teraspirasi. Pada neonatus Streptococcus group B
dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus
adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan
bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab
paling utama pada pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia
pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada anak di atas usia 5
tahun.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan faktor usia yang ikut menentukan dugaan
pola kuman penyebabnya dan gejala klinis ditunjang hasil laboratorium, foto polos
dada. Terapi empiris antibiotika tidak dapat ditunda bila diagnosis pneumonia telah
ditegakkan meskipun secara mikrobiologis sulit ditemulan patogen penyebabnya.
Berbagai macam pedoman terapi empiris antibiotika untuk penanganan pneumonia
pada anak, pertimbangan terapi tergantung umur dan kondisi penderita. Pemberian
imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan pneumonia.
Berikut ini laporan kasus mengenai bronkopneumonia dan diare akut
dehidrasi ringan-sedang pada seorang anak perempuan berumur 13 bulan yang
dirawat di Rumah Sakit Dr. M Yunus Kota Bengkulu.
4

B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis dan
mengelola penderita dengan bronkopneumonia dan diare akut dehidrasi ringan-
sedang, sekaligus mencoba membandingkan tindakan yang diberikan berdasarkan
kepustakaan yang ada, sehingga dapat mengarah kepada penatalaksanaan yang lebih
tepat dan rasional.

C. MANFAAT
Laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa kedokteran untuk belajar
mendiagnosis dan mengelola penderita bronkopneumonia dan diare akut dehidrasi
ringan-sedang,.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bronkopneumonia
1. Definisi Bronkopneumonia
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.
Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru
pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkus, bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.

2. Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan


utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang
dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan
nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama
pneumonia 2.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit
infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤ 5
tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara
berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih
dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara berkembang 5.

3. Etiologi

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan


kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran
klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi
kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli,
pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita
pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae,
Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae 2.
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV)
yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B,
parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010
melaporkan estimasi insidens global pneumonia RSV anak-balita adalah
6

33.8 juta episode baru di seluruh dunia dengan 3.4 juta episode pneumonia
berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian
66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya
terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran RSV
sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik
sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang
bersumber dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.
Tabel 1.Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia
dinegara maju
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 Bakteri Bakteri
bulan Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus Haemophillus influenza tipe
pneumoniae B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 Bakteri Bakteri
tahun Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe
B
Mycoplasma Moraxella catharalis
pneumoniae
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma Legionella sp
pneumoniae
Streptococcus Staphylococcus aureus
7

pneumoniae
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza

Sumber : opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in infants


and children. Am fam physician 2004;20:899-908

Tabel 2 Etiologi Pneumonia dilihat dari penyakit penyerta

Gejala / penyakit penyerta Kemungkinan etiologi

Abses kulit / ekstra pulmoner S. aureus, S. group A


Otitis media, sinusitis, meningitis S. pneumoniae, H. influenzae
Epiglotitis, perkarditis H. influenzae

Faktor non-infeksi 9
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
 Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung.
zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin.
 Bronkopneumoni lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskisis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.

4. Klasifikasi

Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan :


1. Asal infeksi
a. Community-acquired pneumonia (CAP)
8

infeksi parenkim paru yang didapatkan individu yang tidak sedang


dalam perawatan di rumah sakit paling sedikit 14 hari sebelum
timbulnya gejala.
b. Hospital-acquired pneumonia (HAP)
infeksi parenkim paru yang didapatkan selama perawatan di rumah
sakit yang terjadi setelah 48 jam perawatan (Depkes : 72 jam) atau
karena perawatan di rumah sakit sebelumnya, dan bukan dalam
stadium inkubasi.
2. Lokasi lesi di paru
a. Bronkopneumonia
b. Pneumonia lobaris
c. Pneumonia interstitialis
3. Etiologi
- Infeksi
Berdasarkan mikroorganisme penyebab :
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia jamur
d. Pneumonia mikoplasma
- Non infeksi
Aspirasi makanan/asam lambung/benda asing/hidrokarbon/substansi
lipoid, reaksi hipersensitivitas, drug- dan radiation-induced
pneumonitis.
4. Karakteristik penyakit
- Pneumonia Tipikal
- Pneumonia Atipikal (mis. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis)
5. Derajat keparahan penyakit
Untuk mengklasifikasikan beratnya pneumonia perlu diperhatikan adanya
tanda bahaya (danger signs), yaitu : takipnea dan tarikan dinding dada
bagian bawah ke arah dalam (retraksi epigastrik).
Berdasarkan kedua tanda ini, maka klasifikasi beratnya pneumonia pada
anak bawah lima tahun (balita) ditentukan berdasarkan usia, sebagai
berikut :
Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5
tahun

Pneumonia  Hipo/hipernatremi  Kesadaran


sangat berat  Kesadaran turun turun
 Kurang mau minum  Tidak mau
 Kejang minum
 Wheezing  Kejang
9

 Stridor  Stridor
 Sianosis sentral
 Gizi buruk

Pneumonia  Tarikan dinding dada  Tarikan dinding


berat dalam yang tampak dada dalam
jelas  Dapat minum
 Takipnea  Sianosis (-)

Pneumonia   Takipnue
 Tarikan dinding
dada dalam (-)

Bukan Tarikan dinding dada dalam (-), takipnea (-)


pneumonia

5. Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan


mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah


infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
10

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat


melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di
alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,
yaitu :

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis
sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7 – 11 hari)
11

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Gambar 1 Patofisiologi
12

Patofisiologi :

Gambar 2 Algoritma Patofisiologi Brokhopneomonia

6. Gejala klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara


ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian
kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi
sehingga memerlukan perawatan dirumah sakit. Beberapa faktor yang
mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas
anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis
13

yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan


prosedur diagnostic invasive, etiologi noninfeksi yang relative lebih sering,
dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan
faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada


berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
- Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah
atau diare ; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu : batuk, sesak napas, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

7. Pemeriksaan fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumoni ditemukan hal-hal


sebagai berikut :
- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi
vibrasi akan berkurang.
- Pada perkusi tidak terdapat kelainan
- Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek
dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa
bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi
yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo
osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual)
halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Berdasarkan lokasi lesi di paru :
Bronkopneumonia Interstitial Pneumonia lobaris

- Lobularis - Interstitial - Segmental/lobus

- Ronki selalu - Pendataran - Konsolidasi


terdengar diafragma dan
hiperinflasi - Ronki (+) saat
- Dullness (-) kongestif dan
14

- Ronki ±, resolusi
wheezing +
- Dullness (+) di lobus
- Dullness (-) yang terkena

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000
/mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah
bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan 1,6.

Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto
rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran
klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan
bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.

Gambar 2 Ro. Infiltrat Alveoler di Lobus Kanan Bawah ec. S pneumoniae


Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia
15

lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,
berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi
tumor paru disebut sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial

Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan


etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi
segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin
disebabkan oleh bakteri 2.

C-Reactive Protein (CRP)


Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada
infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri
profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi
antibiotik 2.

Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru2,5.

9. Diagnosis

Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala respiratorik.


Dasar diagnosis tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis organisme
penyebab. Pada bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering tidak
jelas, maka nafas cepat dan retraksi/tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam dipakai sebagai parameter. Kriteria nafas cepat, yaitu :

 Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit


 2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit
 12 bl-5 th : ≥ 40x/menit
 ≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit

Klasifikasi Nafas cepat retraksi


< 2 bl Pneumonia berat + +
Bukan Pneumonia - -
16

2 bl-5 th Pneumonia + +
berat

Dapat juga dipakai kriteria paling sedikit 3 dari 5 gejala/tanda berikut


- Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
- Demam tinggi
- Ronki basah halus nyaring pada bronkopneumonia atau suara
pernafasan bronkial (pada daerah yang dengan perkusi bernada
pekak) pada pneumonia lobaris
- Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak
(bronko) difus merata (lober) pada satu atau beberapa lobus
- Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil
dominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:


o Anak umur >1 bulan : 5000 – 19500
o Anak umur 1-3 tahun : 6000 – 17500
o Anak umur 4-7 tahun : 5500 – 15500
o Anak umur 8-13 tahun : 4500 - 13500
Pedoman diagnosa dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut WHO.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumoni dibedakan berdasarkan :
- Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia berat :
Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotic.

10. Diagnosis banding

Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau
kesulitan bernafas

Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan


Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak
umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat
dijumpai kurang atau tidak ada respon
17

dengan bronkodilator
Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan pasien
TB dewasa
- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada
keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat
badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang
jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher,
aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggul, lutut, falang.
Asma - riwayat wheezing berulang, kadang
tidak berhubungan dengan batuk dan
pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator

11. Penatalaksanaan

- Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu : Berat ringannya penyakit,


riwayat pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan
tersebut, adanya penyakit yang mendasarinya

- Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) :

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


 ampicillin + aminoglikosid (gentamisin)
 amoksisillin-asam klavulanat
 amoksisillin + aminoglikosid
 sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


 beta laktam amoksisillin
 amoksisillin-amoksisillin klavulanat
 golongan sefalosporin
 kotrimoksazol
 makrolid (eritromisin)
18

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)


 amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
 tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial


and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat,
minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit
bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan
dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)

- Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang mendasari →


ampisilin + aminoglikosida (gentamisin), Hipersensitif dengan
penisilin/ampisilin : Eritromisin, sefalosporin (5-16% ada reaksi silang) atau
linkomisin/klindamisin.

Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab

 Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin Diganti dengan


sefuroksim, sefotaksim, linkomisin atau vankomisin
 H. influenzae : Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim,
eritromisin, linkomisin atau klindamisin
 S. aureus : Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin,
sefazolin, klindamisin atau linkomisin
 Batang Gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll)
 Mikoplasma : Eritomisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 th)

- Simtomatik (untuk panas badan dan batuk) Sebaiknya tidak diberikan


terutama pada 72 jam pertama, karena dapat mengacaukan interpretasi reaksi
terhadap antibiotik awal
- Suportif O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan sampai sesak nafas
hilang (analisis gas sampai dengan PaO2 ≥ 60 Torr)
- Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral, intragastrik, atau
infus. Jenis cairan infus disesuaikan dengan keseimbangan elektrolit. Bila
elektrolit normal berikan larutan 1:4 (1 bagian NaCl fisiologis + 3 bagian
dekstrosa 5%), Asidosis (pH < 7,30) diatasi dengan bikarbonat i.v. Dosis
awal : 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg) → mEq, Dosis selanjutnya
tergantung hasil pemeriksaan pH dan kelebihan basa (base excess ) 4-6 jam
setelah dosis awal. Apabila pH dan kelebihan basa tidak dapat diperiksa,
19

berikan bikarbonat i.v. = 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg) sebagai dosis awal, dosis
selanjutnya tergantung gambaran klinis 6 jam setelah dosis awal
- Fisioterapi

Tabel 3. Dosis Harian Antibiotik untuk Pneumonia

OBAT CARA DOSIS FREK. (jam) INDIKASI


PEMBERIAN
Gol. PENISILIN i.v., i.m. 100-200 4-6 Pneumonia berat disebabkan
Ampisilin p.o. 40-160 6 Gram (+), Gram (-) ; Bakteri
Amoksisilin p.o. 25-100 8 anaerob
Tikarsilin i.v., i.m. 300-600 4-6 Fibrosis kistik (kombinasi
dengan aminoglikosida)
Azlosilin i.v. 300-600 4 Sama dengan tikarsilin
Neonatus <7 hr 50-150 12
Neonatus >7 hr 200 4-8
Mezlosilin i.v. 300 4 Sama dengan tikarsilin
Neonatus >2.000 g 75 6-12
Neonatus <2.000 g 75 8-12
Piperasilin i.v. 300 4 Sama dengan tikarsilin
Oksasilin i.v. 150 4-6 Pneumonia, abses paru,
empiema, trakeitis yang
Kloksasilin i.v. 50-100 4-6
disebabkan oleh S. aureus
Dikloksasilin i.v. 25-80 4-6
GOL. SEFALOSPORIN
Sefalotin i.v. 75-150 6 Pneumonia oleh S. aureus
(bila alergi penisilin)
Sefuroksim i.v. 100-150 6-8 Terapi awal infeksi oleh
Sefotaksim i.v. 50-200 6 patogen Gram (-) :
Seftriakson i.v., i.m. 50-100 12-24 K. pneumoniae, E. coli
Seftazidim i.v. 100-150 8 Diduga Pseudomonas
aeruginosa
GOL. AMINOGLIKOSIDA
Gentamisin i.v., i.m. 5 8 Terapi inisial untuk Pneumonia
Tobramisin i.v., i.m. 8-10 8 dan abses paru karena bakteri
Gram (-)
Amikasin i.v., i.m. 15-20 6-8 Patogen Gram (-) resisten
dengan gentamisin dan
tobramisin
Netilmisin i.v. 4-6 12 Gram (-) yang resisten terhadap
gentamisin
GOL. p.o. 30-50 6 M. pneumoniae, B. pertussis, C.
MAKROLID i.v. (infus 40-70 6 diphtheriae, C. trachomatis,
Eritromisin lambat) Legionella pneumophila
Roksitromisin p.o. 5-8 12
KLINDAMISIN i.v. 15-40 6 S. aureus, Streptokokus,
p.o. 10-30 6 Pneumokokus yang alergi
penisilin dan efalosporin Abses
paru karena bakteri anaerob
20

KLORAMFENIK i.v. 75-100 6 Epiglotitis, abses paru,


OL pneumonia

Indikasi rawat
Kriteria rawat inap, yaitu :

Pada bayi
 saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
 frekuensi napas > 60 x/menit
 distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting
 tidak mau minum / menetek
 keluarga tidak bisa merawat dirumah

Pada anak
 saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
 frekuensi napas ≥ 50 x/menit
 distress pernapasan
 grunting
 terdapat tanda dehidrasi
 keluarga tidak bisa merawat dirumah

Kriteria pulang:
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan peroral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah

12. Komplikasi

Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :


 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
 Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
21

- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

13. Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi


didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan
datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi
ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan
infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan
dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri 6.

14. Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak


dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara
hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan
,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga
diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
 Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 7-12 bulan
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1
kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun
PCV diberikan cukup 1 kali.
 Vaksinasi H.Influenzae
Diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan
 Vaksinasi varisela
Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat
diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk
sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan
interval minimal 4 minggu
 Vaksinasi influenza
Diberiikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer
anak 6 bulan - < 9 tahun di berikan 2 kali dengan interval minimal 4
minggu.
22

B. Diare Akut

1. Definisi

Diare akut adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi


defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali sehari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan /tanpa darah dan/atau lender yang terjadi <14 hari.

2. Etiologi

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada


manusia adalah sebagai berikut :
Golongan Bakteri :
1. Aeromonas 8. Salmonella
2. Bacillus cereus 9. Shigella
3. Campylobacter jejuni 10. Staphylococcus aureus
4. Clostridium perfringens 11. Vibrio cholera
5. Clostridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli 13. Yersinia enterocolitica
7. Plesiomonas shigeloides

Golongan Virus :
1. Astrovirus 5. Rotavirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) 6. Norwalk virus
3. Enteric adenovirus 7. Herpes simplex virus *
4. Coronavirus 8. Cytomegalovirus *

Golongan Parasit :
1. Balantidium coli 5. Giardia lamblia
2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli
3. Cryptosporidium parvum 7. Strongyloides stercoralis
4. Entamoeba histolytica 8.Trichuris trichiura
23

3. Manifestasi Klinis

Tabel 1 Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab


Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 17-72 jam 24-48 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + jam ++ - ++ -
Mual muntah Sering ++ Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Jarang Tenesmus - Tenesmus Kramp
Tenesmu kolik kramp
s kramp
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu - Busuk + Tidak Amis khas
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian
Leukosit - + + - - beras
Lain-lain Anorexia Kejang Sepsis Meteoris Infeksi -
mus sistemik
4. Diagnosis
a. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,


frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah.
Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang,
jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan minuman
24

yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai
seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.
b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,


frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit
abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan
cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama
diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,
kriteria MMWR dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Minimal atau
Dehidrasi Ringan Dehidrasi
tanpa
- Sedang, Berat
Gejala dehidrasi
Kehilangan BB 3 Kehilangan BB
kehilangan BB
%-9% > 9%
< 3%
Kesadaran Baik Normal, lelah,
Apathis, letargi,
gelisah, irritable
tidak sadar
Denyut Normal Normal -
Takikardi,
jantung meningkat bradikardia
pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – Lemah, kecil,
melemah tidak teraba
Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2
25

detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 2005


Penilaian A B C

Inspeksi:
Keadaan Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
umum sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Rasa haus
Minum *haus ingin *malas minum atau
biasa,tidak haus minum banyak tidak bias minum

Periksa: Kembali cepat *kembali *kembali sangat


turgor kulit lambat lambat

Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat


pemeriksaan ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 ditambah 1 atau
tanda* lebih tanda lain
ditambah 1
atau lebih
tanda lain

Terapi Rencana terapi Rencana terapi Rencana terapi C


A B

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah
lengkap dan tinja .
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
26

Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah.


Tinja :
Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi
diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B.
coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja.
Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides
Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare. Leukosit dalam tinja
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat diare dengan tinja
berdarah, bila terdapat leukosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised.
5. Pengobatan
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah
maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
27

BAB III
PENYAJIAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. HF
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 13 bulan
Alamat : Jl. Titian, Cempaka Permai
Masuk RSDK : 08 Februari 2016, pukul WIB 03.00 WIB

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : Tn. Abdullah
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Nama Ibu : Ny Kun Aminatun
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Alloanamnesis dengan orangtua penderita tanggal 08 Februari 2016 pukul 15.00
WIB
a. Keluhan utama : sesak napas sejak 1 hari SMRS.
b. Riwayat penyakit sekarang :
4 hari SMRS anak batuk (+), dahak (-), pilek (+), sesak (-), ngik-ngik (-). 3 hari
SMRS, anak demam tinggi (+), menurun ketika diberikan obat penurun panas
kemudian naik kembali, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi
berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang
telinga (-), nyeri telan (-).
28

± 1 hari anak masih batuk dan makin bertambah parah, dahak tidak dapat
dikeluarkan, sesak (+), napas berbunyi grok-grok (+), sesak tidak berkurang
dengan perubahan posisi dan cuaca (+), dan tidak bertambah saat bermain, biru-
biru disekitar mulut (-), demam (+) tinggi terus menerus, bintik-bintik merah
seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-). Keluhan disertai muntah 4x/hari
setelah batuk ± @2 sendok makan, berisi dahak (+) warna putih encer (+)
bercampur susu, anak seperti haus sekali, BAB mencret 6x, banyak 1/5 gelas
belimbing, air lebih banyak dari ampas, warna kuning-hijau, lendir (+), darah (+),
berbau busuk. BAK tidak ada kelainan, anak tampak rewel, anak tampak haus,
namun beberapa kali teguk anak berhenti minum karena batuk. Pasien pernah
berobat ke dokter, diberi obat paracetamol dan obat batuk.

c. Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat alergi makanan (-)
 Riwayat tersedak sebelumnya disangkal
 Riwayat sesak sebelumnya dan nafas berbunyi (mengi) disangkal.
 Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-)
 Tidak ada riwayat sering berkeringat malam hari, tidak ada keluhan berat
badan turun atau sulit naik.
 Riwayat batuk/bersin saat pagi hari/subuh (-)
 Riwayat batuk hamper setiap bulan (+), sekitar 4 hari kemudian batuk sembuh.

d. Riwayat penyakit keluarga :


 Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini atau batuk-batuk lama.
 Ayah perokok aktif (-).
 Riwayat asma pada anggota keluarga disangkal.

e. Riwayat sosial :
 Lingkungan : memelihara binatang (-), tepat di sebelah rumah pasien tempat
pengumpulan dan pembakaran sampah hamper setiap pagi hari.
 Tetangga ataupun teman bermain pasien tidak ada yang batuk lama.
29

f. Riwayat sosial ekonomi :


Ayah bekerja sebagai pegawai swasta. Ibu tidak bekerja. Menanggung 2 orang.
Biaya pengobatan ditanggung BPJS.

g. Riwayat pemeliharaan antenatal :


Periksa kehamilan di bidan sebanyak 4 kali, penyakit kehamilan disangkal, obat-
obatan yang diminum berupa vitamin, tablet tambah darah, dan mendapat
imunisasi TT 2 kali.

h. Riwayat persalinan.
No Kehamilan dan Persalinan

1. Laki-laki lahir cukup bulan, lahir spontan, langsung menangis, ditolong


bidan, berat lahir 2700 gram. Panjang badan lahir 47 cm
2. Perempuan lahir cukup bulan, lahir spontan, langsung menangis, ditolong
bidan, berat lahir 2700 gram. Panjang badan lahir 48 cm

i. Riwayat pemeliharaan post natal :


Pemeliharaan postnatal di posyandu, keadaan anak sehat.

j. Riwayat penyakit yang pernah diderita:

Morbili belum pernah Diare (+)


Pertusis belum pernah Kejang belum pernah
Varisela belum pernah Kecacingan belum pernah
Difteri belum pernah Disentri basiler belum pernah
Malaria belum pernah Disentri amuba belum pernah
Tetanus belum pernah Demam tifoid belum pernah
Operasi belum pernah Fraktur belum pernah
Pneumonia belum pernah Tuberkulosis belum pernah
Bronkitis belum pernah Alergi obat/makanan belum pernah
TBC belum pernah Hepatitis belum pernah
Batuk (+) Pilek (+)

k. Riwayat imunisasi :
BCG : 1 kali, umur 1 bulan, skar positif.
Polio : 4 kali, umur 0,2,4,6 bulan.
Hepatitis B : 3 kali, umur 0,1,6 bulan.
30

DPT : 3 kali, umur 2,4,6 bulan


Campak : 1 kali, umur 9 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap.

l. Riwayat makan dan minum :


Umur 0 – 6 bulan : Anak mendapat Asi sesuai kemauan bayi.
Umur 6 – 11 bulan : Anak diberi ASI + SGM 10-12x/hari @ 90 cc (3
sendok takar habis) sesuai keinginan anak + bubur susu
3 x sehari @ ½ mangkuk kecil - habis.
Umur 11 bulan- sekarang : Anak diberi susu SGM II 8-10x sehari @ 120 cc -
habis dan nasi tim 3x/hari ½ mangkuk kecil +
ati/ayam/tahu/tempe + sayur + biskuit + kerupuk
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup, ASI eksklusif 6 bulan, dan penyapihan dini.

m. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak :


 Pertumbuhan :
Berat badan bulan ini 11 kg, panjang badan sekarang 70 cm.
31

Kesan : Gizi baik, perawakan normal, arah pertumbuhan sesuai garis pertumbuhan
32

 Perkembangan :

- motorik kasar : sudah bisa berdiri selama 30 detik tan[a bantuan


- motorik halus : sudah bisa menunjuk dan memegang benda yang
diinginkan
- Sosial : bermain dengan anak seusianya
- Bicara : Mengucapkan ma-ma, da-da, pa-pa, dapat meniru 2
kata
Kesan : perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembanganya

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada tanggal 8 Februari 2016, pukul 15.00 WIB di ruang
Edelweiss kamar 4.
Kesan umum : tampak sakit sedang.
Tanda vital : Nadi : 124 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
RR : 50 x/menit
Suhu : 38,1C
Kepala : normosefal, ubun-ubun besar cekung, dan belum menutup.
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (+/+), ada sekret.
Telinga : tidak ada sekret .
Mulut : bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-).
Tenggorok : T1-1, faring tidak hiperemis.
Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Kulit : tidak ikterus
Dada : simetris, ada retraksi subcostal dan intercostal.
Paru depan : I : simetris, statis, dinamis.
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
A : suara dasar vesikuler (+) meningkat
33

suara tambahan : ronkhi basah halus nyaring(+)/(+)


wheezing (-)/(-)
eksperium memanjang (-)/(-)
Paru belakang: I : simetris, statis, dinamis.
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
A : suara dasar vesikuler (+) meningkat
suara tambahan : ronkhi basah halus nyaring(+)/(+)
wheezing (-)/(-)
Eksperium memanjang (-)/(-)
paru depan paru belakang

Vesikuler Vesikuler,
Vesikuler, ST (+) ST (+)
ST (+)

Jantung :I : sulit dinilai


Pa : sulit dinilai
Pe : sulit dinilai
A : suara jantung I-II normal, tidak ada bising, tidak ada gallop,
irama reguler, frekuensi jantung 124 x / menit.
Abdomen :I : datar, tidak ada venektasi.
Pa : datar, lemas, tidak nyeri tekan, turgor kulit kembali cepat.
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Pe : timpani.
A : bising usus (+) meningkat.
Alat kelamin : perempuan, labia minora (+), labia mayora (+).

Ekstremitas : superior inferior


Sianosis (-)/(-) (-)/(-)
34

Oedem (-)/(-) (-)/(-)


Akral dingin (-)/(-) (-)/(-)
Cap. refill <2’’ <2’’

C. RESUME
Anak HF, 13 bulan, datang dengan keluhan batuk sejak 4 hari SMRS. 4 hari
SMRS anak batuk (+), dahak (-), pilek (+), sesak (-), ngik-ngik (-). 3 hari SMRS,
anak demam tinggi (+), menurun ketika diberikan obat penurun panas kemudian
naik kembali, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-),
mimisan (-), nyeri tekan belakang telinga (-), nyeri telan (-).
± 1 hari anak masih batuk dan makin bertambah parah, dahak tidak dapat
dikeluarkan, sesak (+), napas berbunyi grok-grok (+), sesak tidak berkurang
dengan perubahan posisi dan cuaca (+), dan tidak bertambah saat bermain, biru-
biru disekitar mulut (-), demam (+) tinggi terus menerus, bintik-bintik merah
seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-). Keluhan disertai muntah 4x/hari
setelah batuk ± @2 sendok makan, berisi dahak (+) warna putih encer (+)
bercampur susu, anak seperti haus sekali, BAB mencret 6x, banyak 1/5 gelas
belimbing, air lebih banyak dari ampas, warna kuning-hijau, lendir (+), darah (+),
berbau busuk. BAK tidak ada kelainan, anak tampak rewel, anak tampak haus,
namun beberapa kali teguk anak berhenti minum karena batuk. Pasien pernah
berobat ke dokter, diberi obat paracetamol dan obat batuk
Riwayat kontak TB dalam keluarga (-), tidak ditemukan penyakit yang sama
pada keluarga, riwayat alergi pada keluarga (-), asma (-).
Riwayat kehamilan dan kelahiran kesan tidak ada kelainan. Riwayat
pertumbuhan didapatkan gizi baik, sedangkan perkembangan didapatkan kesan
normal. Riwayat makanan kesan kuantitas cukup, riwayat imunisasi lengkap.
Dari pemeriksaan fisik sewaktu datang ke RS pasien tampak sakit sedang,
kompos mentis, demam (+), batuk (+), sesak (+). Tanda vital didapatkan nadi
124x/mnt, reguler, isi cukup; pernapasan 50x/mnt, reguler, kedalaman cukup;
suhu tubuh 38,10C aksila. Keadaan gizi secara klinis dan antropometri terkesan
gizi baik. Pemeriksaan mata tampak mata cekung, pemeriksaan THT terdapat
35

napas cuping hidung, terdapat sekret. Pada dada terdapat retraksi subcostal dan
interkostal. Pada paru didapatkan suara napas vesikuler meningkat, ronki basah
halus nyaring +/+, eksperium memanjang (-/-). Pemeriksaan fisik lainnya tidak
ditemukan adanya kelainan.

D. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
1. Bronkopneumonia
2. Bronkiolitis
3. Bronkitis akut
4. Asma Bronkiale
Diagnosis Kerja
1. Bronkopneumonia.
2. Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah (tanggal 08 Februari 2016)
Hemoglobin : 11,2 gram /dl
Hematokrit : 33 %
Lekosit : 18.000 /mm3
Trombosit : 182.000 /mm3
Kesan : Leukositosis
b. X-foto thorak : (tanggal 08 Februari 2016)
36

Cor : CTR < 0,5 tak tampak penonjolan aortic knob.


Pulmo : Infiltrat periphiler bilateral, terutama dextra.
Trachea di tengah tak menyempit.
Tak tampak penebalan pleural space.
Hilus kanan tampak menebal
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip
Kesan :
 Cor dalam batas normal
 Gambaran bronkopneumonia dengan infiltrat periphiler bilateral,
terutama dextra dan penebalan hilus kanan.

F. PENATALAKSANAAN
- Mengatur posisi kepala dan dada sedikit terangkat 10 – 30 derajat
sehingga leher agak terekstensi
- O2 kanul 2 liter/menit
- Infus KaEN 1 B 15 tetes makro/menit
- Paracetamol 3x1cth
- Cefotaxim 2x250 mg
- Pulv batuk pilek 3x1 pulv
- L-Bio sac 2x1
- Zinc syr 2x1 cth
- Oralit sach setiap kali mencret
- Fisioterapi dada

Evaluasi: Pengawasan keadaan umum, tanda vital, distress respirasi, dan


pengawasan jalan napas (isap lendir jika perlu).
Edukasi
a. Penjelasan kepada keluaraga tentang penyakit, prosedur pengobatan
serta prognosis penderita
b. Edukasi mengenai perlunya menjaga kebersihan lingkungan rumah
dan badan penderita
37

c. Edukasi tentang penghindaran dari asap pembakaran sampah, asap


rokok serta kurang nya ventilasi udara dirumah.
d. Memberikan kompres dingin pada dahi dan atau ketiak, apabila suhu
> 38 0 Celcius perlu diberi antipiretik.
e. Memberikan pakaian yang mudah menyerap keringat.
f. Vaksinasi pneumokokus dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan.
Vaksinasi H.Influenzae dapat diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18
bulan. Vaksinasi influenza dapat diberikan pada umur > 6 bulan setiap
tahun.

G. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum.
- Pemeriksaan feses rutin,

H. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad malam
I. Follow-Up
Tanggal Pemeriksaan Fisik Assesment Terapi
9-2-2016 Keluhan Sesak napas (+) berkurang, batuk-pilek (+) Assesment : - Mengatur posisi kepala dan dada
berkurang, mencret berkurang 1. Bronkopneumonia.
Keadaan umum Tampak sakit sedang 2. Diare akut dengan dehidrasi ringan- sedikit terangkat 10 – 30 derajat
sedang. sehingga leher agak terekstensi
- O2 kanul 2 liter/menit
Pemeriksaan Fisik - Infus KaEN 1 B 15 tetes
TV : nadi 118x/menit, i/t cukup
RR 48 x/menit makro/menit
Suhu 37C - Cefotaxim 2x250 mg
Kepala Normosefal, ubun-ubun besar cekung, dan - Pulv batuk pilek 3x1 pulv
belum menutup - L-Bio sac 2x1
Mata Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera
ikterik (-), mata cekung (+) - Zinc syr 2x1 cth
Hidung Nafas cuping (+), sekret (+) - Oralit sach setiap kali mencret
Mulut Bibir kering (+), sianosis (-), selaput lendir
kering (-), lidah kotor (-) - Fisioterapi dada
Tenggorok T1-1, faring hiperemis (-)
Leher Simetris, pembesaran limfonodi (-).
Thorak Simetris, statis, dinamis, retraksi subcostal
dan intercostal (+).
BJ I-II normal, bising (-), gallop(-)
Jantung SD vesikuler (+) meningkat, ronkhi basah
Pulmo halus nyaring (+/+) berkurang, eksperium
memanjang (-)/(-)
Abdomen Datar, lemas, venektasi (-), bising usus (+)
normal.
Hepar tak teraba.
Lien tak teraba.
Ekstremitas Sup Inf
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refil < 2 II < 2 II
Tanggal Pemeriksaan Fisik Assesment Terapi
10-2-2016 Keluhan: Sesak napas (-), batuk (+) berkurang, pilek Assesment : - Infus KaEN 1 B 15 tetes
(-), mencret (-) 1. Bronkopneumonia.
makro/menit
Keadaan umum Tampak sakit sedang 2. Diare akut dengan dehidrasi
ringan-sedang. - Cefotaxim 2x250 mg
Pemeriksaan Fisik
- Pulv batuk pilek 3x1 pulv
TV: Nadi 118x/menit, i/t cukup - L-Bio sac 2x1
RR 38 x/menit
- Zinc syr 2x1 cth
Suhu 36,8C
- Oralit sach setiap kali mencret
Kepala Normosefal, ubun-ubun besar datar, dan
- Fisioterapi dada
belum menutup
Mata Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera
ikterik (-), mata cekung (-)
Hidung Nafas cuping (-), sekret (-)
Mulut Bibir kering (-), sianosis (-), selaput lendir
kering (-), lidah kotor (-)
Tenggorok T1-1, faring hiperemis (-)
Leher Simetris, pembesaran limfonodi (-).
Thorak Simetris, statis, dinamis, retraksi subcostal
dan intercostal (-).
Jantung BJ I-II normal, bising (-), gallop(-)
Pulmo SD vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus
nyaring (+/+) semakin berkurang,
eksperium memanjang (-)/(-)
Abdomen Datar, lemas, venektasi (-), bising usus (+)
normal.
Hepar tak teraba.
Lien tak teraba.
Ekstrmitas Sup Inf
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refil < 2 II < 2 II

11-2-2016 Keluhan: Sesak napas (-), batuk (+) sedikit, pilek (-), Assesment : -
mencret (-) 1. Bronkopneumonia.
Tanggal Pemeriksaan Fisik Assesment Terapi
Keadaan umum Tampak sakit sedang 2. Diare akut dengan dehidrasi - Boleh pulang
ringan-sedang.
- Cefixime sirup 2x0,2 cc
Pemeriksaan Fisik
- Zinc syr 2x1 cth
TV: Nadi 116x/menit, i/t cukup
- Apialys drop 1x0,6 cc
RR 36 x/menit
Suhu 36,8C

Kepala Normosefal, ubun-ubun besar datar, dan


belum menutup
Mata Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera
ikterik (-), mata cekung (-)
Hidung Nafas cuping (-), sekret (-)
Mulut Bibir kering (-), sianosis (-), selaput lendir
kering (-), lidah kotor (-)
Tenggorok T1-1, faring hiperemis (-)
Leher Simetris, pembesaran limfonodi (-).
Thorak Simetris, statis, dinamis, retraksi subcostal
dan intercostal (-).
Jantung BJ I-II normal, bising (-), gallop(-)
Pulmo SD vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus
nyaring (-/-), eksperium memanjang (-)/(-)
Abdomen Datar, lemas, venektasi (-), bising usus (+)
normal.
Hepar tak teraba.
Lien tak teraba.
Ekstremitas Sup Inf
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refil < 2 II < 2 II
41

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada pasien ini ditegakkan
diagnosis bronkopneumonia.
Dari anamnesis didapatkan :
- Keluhan utama sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak tidak berkurang dengan
perubahan posisi dan cuaca, dan tidak bertambah saat bermain sesak. Napas
berbunyi grok-grok.
- Pasien juga mengalami demam tinggi terus menerus sejak 3 hari. Menurun kjika
diberi obat penurun panas.
- Pasien mengalami batuk sejak 4 hari SMRS. Batuk berdahak tetapi sulit
dikeluarkan.
Dari pemeriksaan fisik pada waktu pasien datang ke RS didapatkan :
- Demam (suhu 38,10C), takipneu (RR 50 x/menit), napas cuping hidung (+). Hal
ini menunjukkan adanya kesulitan bernapas pada pasien.
- Pada pemeriksaan paru didapatkan suara vesikuler meningkat, ronki basah halus
nyaring pada seluruh lapang paru, retraksi subcostal dan interkostal.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang menandakan
adanya infeksi bakteri. Pada pemeriksaan foto toraks AP ditemukan infiltrat
periphiler bilateral, terutama dextra dan penebalan hilus kanan. Kesan
bronkopneumonia.
Diagnosis banding yang paling lazim dari bronkopneumonia adalah
bronkiolitis karena tidak adanya demam yang tidak terlalu tinggi, usia pasien 3-6
bulan, pada bronkiolitis insidens tertinggi pada usia 3-6 bulan, tidak adanya batuk
kering, dan tidak ditemukan mengi.
Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan atas dasar bahwa pada
penderita ini tidak dijumpai keadaan yang mendukung asma berupa : riwayat atopy
pada keluarga, serangan/episode sesak yang berulang-ulang, mulainya mendadak
tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi yang sangat memanjang.
42

Selain itu dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada pasien ini
ditegakkan diagnosis diare akut dehidrasi ringan-sedang. Dipikirkan diare akut
karena adanya pertambahan frekuensi defekasi yakni lebih dari 3 kali disertai
perubahan konsistensi tinja yang menjadi cair, berampas tetapi tidak ada darah
dengan onset 2 hari. Pada pasien ini frekuensi mencret 6 kali, dengan volume 1/5
gelas belimbing, konsistensi cair, terdapat lendir, darah tidak ada dan berbau busuk
maka dicurigai penyebab diare adalah bakteri. Pasien ini juga mengalami dehidrasi
yang ditandai dengan keadaan umum pasien rewel, pasien seperti haus sekali, BAK
yang sedikit, ubun-ubun cekung, mata cekung, bibir dan mukosa kulit kering, turgor
kulit menurun. Menurut WHO dengan penilaian berdasarkan keadaan umum anak
rewel, mata cekung, dan mulut kering, maka pasien ini masuk dalam kategori
dehidrasi derajat ringan-sedang.
Tatalaksana awal pada pasien ini diberikan:
- O2 kanul 1 liter/menit untuk mengatasi sesak napas yang dialami pasien
- Infus KaEN 1 B 15 tetes makro/menit karena intake sulit pada pasien ini. Dipilih
KaEN 1 B karena tidak ditemukan perut kembung dan bising usus menurun yang
menandakan kekurangan kalium, dengan kebutuhan Na+ pasien ini 33-44
mEq/hari yang tercukupi dalam infus KaEn 1 B sebesar 38,5 mEq/L.
- Antibiotik cefotaxim 2x250 mg untuk infeksi bakteri gram negatif karena dalam
kasus ini disertai diare akut yang paling banyak disebabkan oleh bakteri gram
negatif.
- Pulv batuk pilek 3x1 pulv. Kortikosteroid adalah sebagai anti inflamasi sehingga
dapat meringankan obstruksi. Obat mukolitik dipertimbangkan pemberiannya
dalam kaitannya dengan adanya hipersekresi mucus, selain itu dipertimbangkan
juga efek bronkodilator dan antihistamin.
- L-Bio sac 2x1 membantu melindungi sistem saluran cerna.
- Zinc syr 2x1 cth untuk menurunkan frekuensi buang air besar dan volume feses
sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Diberikan
selama 10 hari dengan dosis usia > 6 bulan adalah 20 mg per hari.
- Oralit sach sebanyak 100-200 ml setiap kali mencret untuk ikut membantu
menggantikan elektrolit yang hilang.
43

- Fisioterapi dada untuk membantu memoerbaiki pergerakan dan aliran sekret.


Berdasarkan pengukuran antropometrik, didapatkan kesan gizi baik. Berarti
tidak akan terbentuk rantai infeksi yang diakibatkan gizi kurang.
Pada penderita ini, prognosis quo ad vitam adalah ad bonam, karena
walaupun datang dengan distres respirasi, dapat ditangani dengan segera dan tepat.
Sedangkan prognosis quo ad functionam adalah ad bonam, dikarenakan pada pasien
ini terdapat perbaikan yaitu sesak napas berkurang, dahak lebih encer dan dapat
keluar sedikit dan ronki basah halus telah berkurang, retraksi dinding dada tidak ada.
Prognosis quo ad sanactionam dubia ad malam karena tepat di sebelah rumah pasien
terdapat tempat pembakaran sampah komplek perumahan sehingga ada faktor resiko
batuk dan sesak napas berulang kembali. Maka dibutuhkan perhatian orang tua lebih
untuk menghindari anak bermain di luar rumah di waktu tertentu.
44

DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD
2. Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.
3. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit standar
WHO. Jakarta : Depkes
4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of
Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC
5. Smeltzer, Suzanne C.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume
I.Jakarta : EGC
6. Sastroasmoro, sudigdo, dkk. 2007. Panduan pelayanan medis dept. IKA.
Jakarta : RSCM
7. Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI
8. Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai